Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Serendipities

Interaksi berikutnya antara siapa?


  • Total voters
    75
Part 4 (Agus dan Alin)

Setelah mematikan mesin mobil, Agus mengecek pesan yang masuk saat mengemudi. Selain rekan kantornya yang memastikan pengganti Agus untuk cuti besok, ada pesan dari Rio bahwa dia menginap di rumah temannya. Sambil memegang pesanan Alin, Agus berandai-andai jika Alin juga tidak sedang di rumah, dia pasti bebas bisa bermain dengan istrinya di luar kamar. Fantasi nakal dalam pikiran Agus teralihkan oleh suara langkah kaki di lantai dua dan pintu yang tertutup. "Tumben, biasanya Alin nyambut kalau ada yang bawa makanan", batinnya. Dari suara tadi, sepertinya justru Alin sedang di luar dan malah kembali ke kamar.

"Alin, kalau mau makan sudah siap di meja ya sayang", sahut Agus dari bawah. Tidak ada balasan dari kamar Alin. Ah, tidak usah terlalu memikirkan kedua anaknya, untuk hari ini biarlah perhatiannya terpusat untuk istrinya. Saat membuka kamar mereka, Agus melengos kecewa, Rina masih tidur lelap di ranjang. Agus memang tidak berharap istrinya menyambut di pintu rumah, karena Rina sudah berkomitmen untuk telanjang hari ini, tapi setelah menunggu hampir dua jam untuk pesanan istri dan putrinya, masa tidak ada sambutan sama sekali? Tidak bisa dongkol karena alasan istrinya masih kelelahan juga untuk melayani nafsu Agus, ia kembali ke meja makan dan menyantap sate kambing yang dia bawa sambil melihat kantung plastik jajanan kekinian pesanan Alin.

Di lantai dua, jantung Alin berdetak kencang. Terlalu santai saat menaiki tangga, tubuh telanjangnya hampir terlihat oleh papanya. Untung papanya tampak sibuk mengecek ponsel. Tidak berani menjawab pesan papanya untuk makan, Alin hanya diam mendengarkan papanya bergerak ke kamar orangtuanya dan, kembali lagi ke meja makan? Tidak terdengar suara mamanya, padahal baru saja mamanya meminjamkan baju-baju sexy dan seragam SMA mamanya.

"Ma?", kirim Alin melalui messenger ke mamanya. Tidak lama penanda pesan berubah menjadi terbaca, dan muncul indikator mamanya sedang mengetik. Kenapa papanya memilih makan di meja makan?

"Hehe, sori Lin, mama lagi pura-pura bobo. Kamu temeni makan papamu gih, kasihan sendirian", balas mamanya.

"Kenapa ma? Mama lagi capek?" tanya Alin.

"Enggak kok, mama lagi ingin papa kamu tergoda aja biar makin semangat mainnya", jelas Rina dengan vulgar.

Alin menelan ludah. Sebelum hari ini ia berkali-kali menyembunyikan kebiasaannya untuk nudis dari mamanya, sekarang mamanya dengan berani membahas aktivitas seksual bersama papanya. Bahkan, secara tidak langsung kalimat mamanya mengimplikasikan Alin juga bebas untuk menggoda papanya. Duh, entah kenapa perasaan Alin jadi sangat tidak karuan. Alin jadi teringat bagaimana tadi siang kakaknya malah cuek dengan ketelanjangannya. Egonya belum bisa untuk mengalami penolakan lagi. Tapi, kalau papanya tertarik, itu jadi validasi untuk Alin kan? Kalau papanya yang tiap hari bisa menikmati mamanya bisa mengapresiasi Alin, Alin tidak perlu memperdulikan pendapat kakaknya.

Tidak lama kemudian ponsel Rina menyala di balik selimut, sengaja dia sembunyikan untuk menjaga ilusi hanya Agus dan Alin yang sedang terjaga saat ini. Melihat foto yang dikirim oleh putrinya, Rina dengan cepat menjawab, "Cocok kok sayang". Rencananya berhasil, bukan hanya Alin bisa memperoleh lagi kepercayaan dirinya, sebentar lagi suaminya juga pasti tidak tahan dengan ledakan libido yang akan muncul.

Pikiran Agus yang mengembara ke rencana untuk esok hari kembali ke realita saat menyadari putrinya turun dan bergabung dengannya di meja makan. Awalnya bawah sadarnya merasa suara langkah kaki putrinya agak aneh, begitu berhati-hati, tidak seperti saat Agus baru pulang dari membeli makanan. Saat Alin mengambil posisi duduk tepat di depannya, Agus sulit mempercayai penglihatannya. Alin mengenakan atasan piyama kesukaannya, namun cuma satu kancing yang terpasang tepat di antara payudara, belahan dadanya terlihat jelas di atas. Kaca meja makan yang transparan tidak menyembunyikan bagian perutnya yang tersingkap ke samping, dan paha Alin yang terekspos sepenuhnya. Hanya terlihat tali g-string di pinggang Alin.

Dalam hati Alin terus menerus mengulangi harapannya, "Pa, tolong jangan cuekin Alin". Alin tahu dia tidak bisa melewati dua kali penolakan dalam sehari, bagaimanapun mamanya menghiburnya. Syukurlah, respon papanya sungguh berkebalikan dari respon kakaknya. Papanya tersenyum dan memandangnya dengan penuh arti. "Wah, sexy banget kamu Lin malam ini", suara bariton papanya memberikan pengakuan yang selama ini selalu Alin cari. Alin sexy, bukan lagi seorang anak kecil, dan pengakuan tersebut datang dari papanya, seorang pria dewasa yang sudah terbukti kejantanannya. Rayuan gombal teman-teman prianya tidak akan sebanding dengan kejujuran dari papa.

Agus sudah membuang jauh-jauh keraguannya. Ini bukan seperti saat Agus tidak sengaja masuk kamar Alin tanpa mengetuk pintu dan melihat Alin setengah telanjang. Saat ini Alin dengan sengaja menghampirinya dengan kondisi yang bahkan lebih erotis dari jika Alin sepenuhnya telanjang di depannya. Di satu sisi piyama Alin mungkin menyembunyikan putingnya, namun di sisi lain cara Alin mengancingkan piyamanya justru menonjolkan payudara Alin dan mengarahkan tatapan Agus ke lekukan tubuh putrinya yang sudah beranjak dewasa. Alin juga tidak terlihat berusaha menutupi selangkangannya, memberikan pemandangan terindah kedua yang dilihat Agus hari ini setelah istrinya menyodorkan pantatnya yang berlumuran sperma Agus. "Itu g-string punya mama ya?", tanya Agus saat mengenali pola kupu-kupu di g-string itu yang begitu khas. Alin mengangguk tersenyum, bangga dengan tatapan Agus, bahkan, perlahan Alin membuka pahanya memperlihatkan jelas area terlarangnya yang hampir tidak tertutupi.

Hati Alin berbunga-bunga saat papanya berdiri dan melangkah mendekati Alin. Tatapan mata papanya sudah bukan lagi tatapan sayang orang tua pada putrinya, namun penuh dengan nafsu. Ketika papanya membuka kancing piyama yang tersisa, Alin tidak lagi merasa ragu ataupun malu, justru bahasa tubuh Alin menantang papanya untuk bertindak lebih jauh. "Kamu eksibionis ya Lin?", tanya papanya. Tangan Alin menjawab dengan menyibakkan piyamanya agar kedua payudaranya terpampang bebas. Saat tangan papanya menyentuh putingnya Alin merasa kejutan listrik di daerah sensitifnya, pertama kali daerah tubuhnya disentuh pria secara seksual.

Penis Agus membentuk gundukan di celananya, persis di depan wajah putrinya. "Hmm, kamu bener-bener keturunan mamamu Lin", ujar Agus. Jarinya dengan mahir memilin dan meremas puting Alin, tebakannya benar, bukan hanya sifat eksibisionis yang diturunkan ke Alin, kelemahan istrinya yang tidak bisa menahan desahan saat putingnya ditarik dengan kuat juga dimiliki Alin. Tidak tahan mendengar erangan kenikmatan putrinya, Agus dengan cepat menurunkan celananya, membebaskan penisnya yang sudah bersiap memuaskan perempuan, tidak peduli siapapun itu. Dari dada Alin terasa jelas jantungnya sedang berdegup kencang. Posisi mereka begitu pas hingga Alin bisa saja menghisap benda favorit ibunya tanpa beranjak dari tempat duduk. Agus memandu tangan Alin kearah penisnya, sentuhan jemari lentik Alin mengirim getaran sensasi terlarang ke seluruh tubuhnya.

Alin sangat gugup, tentu saja, walau Alin sudah sering telanjang di mobilnya, baru siang tadi Alin telanjang di depan orang lain, dan baru kali ini Alin melihat langsung kejantanan seorang pria, apalagi sekarang ayahnya mengarahkan Alin untuk memegang penis ayahnya. Alin bukan perempuan polos, dia tahu ayahnya setidaknya berharap untuk dipuaskan dengan tangannya. Tapi selain pengetahuan dari menonton film porno, Alin benar-benar belum pernah mencoba memuaskan orang lain. Beberapa kali tangannya terlepas dari penis ayahnya karena Alin belum terbiasa, ayahnya dengan sabar membiarkan Alin mengeksplorasi dan terus merangsang puting Alin. Perlahan-lahan, ekspresi ayahnya mengisyaratkan Alin sudah mulai menguasai dasar-dasar memuaskan seorang pria. Belum sempat ayahnya berpikir dimana spermanya akan ditumpahkan, Alin sudah menawarkan mulutnya, tepat di depan penis ayahnya yang sudah berwarna merah.

Agus tersenyum melihat Alin sudah sangat bersiap menerima ejakulasinya. Dari gerakan tangan Alin sebenarnya sudah jelas ini pertama kalinya Alin memegang penis, walau Alin juga tidak enggan berusaha mencari titik kepuasan ayahnya. "Masih lama sayang, papa biasanya bisa 15 menit sama mama", ujarnya. Sekilas Alin terlihat bingung dengan apa lagi yang harus dia lakukan, namun lagi-lagi insting kewanitaannya menuntun Alin. Agus merasakan kembali sensasi sentuhan spesial, kali ini dari kecupan bibir putrinya di kepala penisnya. Sama seperti tangan Alin, gerakan bibir Alin sebenarnya masih agak canggung, tapi sangat dibantu dengan ekspresi Alin yang sama sekali tidak menunjukkan kejijikan, melainkan kehausan untuk bisa semakin mengenali organ seks ayahnya.

Setelah sesekali mengeluarkan lidahnya untuk menjilat sebentar penis ayahnya, Alin dengan berani memasukkan penis ayahnya yang begitu besar ke mulutnya. Saat kerongkongannya tersentuh kepala penis, Alin akhirnya memahami kenapa banyak teman sekolahnya yang bangga bisa memberi deepthroat ke pacar mereka. Tidak mungkin Alin bisa langsung melayani seluruh penis ayahnya saat ini. Untung ayahnya paham, tangan ayahnya hanya memilin puting Alin tanpa memaksakan kepala Alin ke arah selangkangan ayahnya. Ketika liur Alin mulai membasahi seluruh penis ayahnya, Alin teringat bahwa penis ini tidak lama sebelumnya pasti juga sedang asyik berada di liang senggama mamanya. "Cairanku bercampur dengan cairan mama", batin Alin dalam hati. Sudah belasan tahun sejak Alin terakhir minum ASI dari mamanya, kini ia kembali merasakan sebagian produk dari mamanya.

Hisapan dan kecupan Alin terus mendekatkan Agus ke titik orgasme. Agus memperingatkan putrinya bahwa ia akan segera keluar, memberi pilihan Alin untuk menarik mulutnya, namun Alin tetap dengan lahap memuaskan penis ayahnya. Sambil memejamkan mata untuk mengingat momen ini, pertama kalinya Agus menodai mulut putrinya, Agus menekan keras puting Alin sambil menyemburkan spermanya ke mulut Alin. Benar-benar putri yang berbakti, Alin sama sekali tidak menarik mulutnya, dan tetap dengan telaten menjilat dan menelan cairan hangat di mulutnya.

"Hee... rasanya gini ya pa", ujar Alin. Sebenarnya mulut Alin ingin dibasahi dengan air dingin setelah sangat lama mengeluarkan liur untuk membasahi penis ayahnya, namun Alin ingin mempertahankan rasa sperma ini di mulutnya. Alin jadi menyadari vaginanya sendiri juga sudah sangat basah, memohon perhatian. Biasanya Alin tinggal masuk kamar dan memuaskan dirinya sendiri, tapi saat ini ada penis ayahnya yang bisa memberi kenikmatan yang lebih hebat dari tangan Alin.

Agus melepaskan celananya yang masih tergantung dari lutut. Melihat dirinya dan Alin yang setengah telanjang, Agus mengisyaratkan ke Alin untuk ikut melepas bajunya. Sama-sama telanjang tanpa sehelai benang pun, Agus menuntun Alin ke kamar dimana istrinya masih berpura-pura tidur. Ia sangat ingin mengambil keperawanan putrinya sekarang juga, tapi untuk memastikan putrinya tidak terlalu kesakitan, hanya Rina yang mampu menuntun Alin agar siap menerima penetrasi.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd