Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Liburan Semesterku

Untuk Bagian 18, Anggu dibawa ke mana nih?

  • Perkampungan suku kanibal.

    Votes: 14 20,9%
  • Perkampungan suku non kanibal.

    Votes: 23 34,3%
  • Camp sederhana tempat penculik tinggal.

    Votes: 30 44,8%

  • Total voters
    67
  • Poll closed .
BAGIAN 12

Udara lembab yang membawa uap air dari daratan Australia terasa dingin, ditambah pulau ini yang berada di sebelah Selatan pulau Jawa dan jaraknya lebih dekat dengan benua Australia. Wajar jika terasa dingin.

Dalam kondisi seperti ini, dua insan yang ada di hadapanku sedang melakukan adegan-adegan yang tidak pantas dilakukan oleh manusia dengan umur dibawah delapan belas tahun. Seorang pria yang kukenal polos dan seorang wanita yang nakalnya sudah kelewat batas. Ria mempersilahkan Arya untuk menjelajahi tubuhnya dan memainkan bagian-bagian pribadi yang dimilikinya.

Sahabatku yang ku kenal baik, orang tuanya yang membantu perekonomian keluargaku, juga kebaikan mama dan papanya yang menganggapku seperti anak sendiri, sekarang sedang melakukan hal-hal yang tidak senonoh. Bagaimana kalau mereka tahu?

Aku ingin mengeluarkan Ria dan melepaskan penyakit hyper-nya itu. Aku tidak bisa melakukannya sendiri. Harus ada orang lain yang membantunya. Kalau aku bilang ke orang tuanya, aku yakin Ria akan dimarahi habis-habisan. Tentu setelah itu dia akan langsung berhenti. Tapi efeknya aku bakal dijauhi dan dimusuhi Ria. Selain itu, aku tidak punya keberanian untuk melaporkan kelakuan Ria. Apa aku carikan dan kenalkan cowok baik-baik ya? Mungkin itu ide yang bagus. Tapi siapa? Gak mungkin Arya, apalagi Toni.

"Bo.. Boleh ya narik tali itu? Nanti kamu kesakitan gimana?" Ujar Arya yang berdiri di sebelah Selatan Ria, yaitu di dekat pinggang Ria. Dengan tangan kanan, Arya memegang ujung tali tambang sabut kelapa yang mengikat cincin tindik yang tersemat di puting kiri Ria.

"Aku suka disakiti, hihihi" ujar Ria dengan masih tidur telentang.

"Tapi…." Ujar Arya terlihat ragu.

"Kamu percaya saja deh sama aku. Tadi siang sewaktu di pantai kamu dan Toni mengangkat tubuh aku dengan mencubit puting dan areolaku"

"Eh iya. Waktu itu aku dan Toni menarik dan menyeret puting kamu sampai tubuh kamu terseret"

"Nah itu kamu ingat. Nanti kalau sakit, aku bakal bilang kok" ujar Ria.

"Baiklah, tapi aku coba bentar ya. Aku ingin menuntaskan pijatanku" ujar Arya.

"Boleh kok sayang. Kamu baik deh" ujar Ria.

"Hahaha, aku bukan pacar kamu lho kok dari tadi dipanggil-panggil sayang"

"Lho, aku kan bukan cuma pacar kamu, tapi pacar plus-plus. Mana ada pacar secantik dan seseksi aku yang mau dikasarin dan memeknya dipakai untuk menyarungi kontol dan menampung sperma kamu dan Toni, hihihi"

"Hahaha, iya juga. Kalau begitu aku mulai ya?" Tanya Arya.

"He em" jawab Ria sembari menutup sepasang kelopak mata.

Tangan kiri dan tangan kanan Ria dibentangkan ke samping. Dari tangan kiri ke tangan kanan tampak lurus hingga dari lengan dan pinggang atas membentuk sudut siku-siku. Sepertinya ia sudah siap.

Tangan kanan Arya kemudian menarik ke arah atas, yaitu ke langit-langit ruangan. Tali sabut kelapa yang dipegangnya menarik cincin penyemat tindik yang menembus pangkal puting Ria. Lambat laun, penyemat tindik itu terangkat sembari mengangkat pangkal puting Ria. Tidak tinggi. Kira-kira Arya menarik sejauh 3 centimeter.

Wajah Ria tenang. Tidak ada rasa kesakitan atau terangsang. Arya mendiamkan beberapa detik, lalu menarik tali lebih tinggi dari sebelumnya. Kira-kira 10 centimeter. Jadi total puting Ria tertarik sejauh 13 centimeteran. Bentuknya sedikit mengerucut. Puting itu menarik areola, lalu bongkahan daging payudara kiri. Pandanganku tertuju ke payudara kanan Ria yang bentuknya sedikit lebih pipih. Kalau bentuknya bulat separuh lingkaran, bisa dipastikan itu hasil operasi dan implant.

"Anggu. Jangan diam saja. Fotoin dong" ujar Ria dengan mata tetap terpejam.

"Okay" jawabku singkat.

Aku beranjak berjalan menuju mereka berdua. Dalam beberapa langkah, aku pun sudah berada di sebelah Timur Ria, yaitu di atas kepalanya.

Ponsel yang kupegang di tangan kiri, lalu kunyalakan. Aku menunduk untuk fokus memotret payudara kiri Ria yang bentuknya sedikit mengerucut.

Tap!!!

Kuambil satu foto. Aku melangkah mundur beberapa langkah sedikit menjauh dan aku dapat melihat Arya dan Ria dalam satu tangkapan bingkai layar ponsel.

Tap!!!

Aku pun mengambil foto mereka berdua. Dalam foto, Arya menoleh ke arahku dengan wajah tersenyum.

"Anggu, tolong fotoin dari situ" ujar Arya.

"Okay" jawabku kemudian beranjak ke arah yang dimaksud oleh Arya, yaitu dari sebelah kanan Ria dan di depan Arya. Aku melangkahi tangan kanan Ria yang lurus membentang ke arah Utara. Telapak tangannya membuka.

Kini, aku berdiri di samping pinggang sebelah kanan Ria. Mengarahkan kamera ponsel sedikit ke arah bawah, ke payudara kiri Ria. Aku ubah dari portrait ke landscape dengan memutar pegangan pada tanganku 90 derajat ke kiri. Di layar, tampak gundukan daging padat buah dada sebelah kanan Ria, lalu ku arahkan ke buah dada sebelah kiri. Wajahnya tanpa ekspresi dengan mata terpejam. Bibir atas dan bawah mengatup rapat. Di layar, wajah Ria berada di sebelah kiri, sedangkan buah dada kiri berada di sebelah kanan layar. Buah dada kanan juga terlihat berada di bawah layar. Terdapat perbedaan mencolok dari buah dada kiri dan kanannya. Selain bentuknya yang ditarik oleh tangan Arya, hiasan seni tato di kulit buah dada kiri Ria nampak indah. Memang aku menyukai seni, tapi aku sebagai penikmat saja. Tidak sampai ikut-ikutan mentato kulitku. Sangat jelas dan terang sekali, bahwa tato diharamkan oleh agama yang kuanut. Walaupun demikian, aku tidak akan mencela orang-orang yang seagama denganku yang bertato. Belum tentu orang yang memiliki tato berperilaku buruk. Preman dan para kriminal lah yang membuat citra orang bertato jadi buruk. Biar pun demikian, aku nantinya calon suamiku kelak harus yang tidak bertato. Jika disuruh memilih, aku tetap memprioritaskan cowok perjaka yang tidak bertato. Hihihi

"Anggu, ayo fotoin. Kamu ngelamunin apa sih?" Ujar Arya membuyarkan lamunanku.

"Eh iya. Gara-gara liat tato Ria tuh" ujarku.

"Kamu mau di tato juga, Anggu?" Ujar Ria membuka mata menatap ke kamera ponselku.

"Ihs, amit amit deh" ujarku.

"Barang kali kamu mau, hihihi" ujar Ria cekikikan.

"Nggak" ujarku singkan kemudian menekan tombol shutter di layar.

Tap!!!

Foto payudara kiri Ria yang sedikit mengerucut dan wajah tertawa cekikikan terabadikan. Hihihi, lucu juga hasilnya.

"Kamu foto ya, Anggu? Wah, aku belum siap kamu main foto aja" ujar Ria.

"Hihihi, habis kamu lucu Ria" ujarku.

"Fotoin lagi ya. Eh, videoin saja deh" ujar Ria.

"Okay" jawabku singkat.

"Arya, kamu tarik aja lagi. Lebih kencang gak apa-apa kok. Jangan ragu" ujar Ria.

"I.. iya" jawab Arya.

Aku geser menu di layar ke mode rekam, lalu aku tekan tap tombol rekam di layar untuk merekam video tubuh atas Ria. Arya menatap ke wajahku, seolah bertanya apakah sudah pada posisi merekam. Aku mengangguk kecil tanda iya. Arya pun langsung menarik tali sabut kelapa ke arah Atas dan membuat cincin penyemat yang menembus pangkal puting kiri Ria terangkat lebih tinggi hingga mencapai 11 centimeteran dari tulang dada. Aku dekatkan kamera ponselku ke payudara kiri Ria sampai seluruh layar mencakup gunung yang bentuknya meruncing.

Arya menahan 15 detik, lalu menarik tali lebih tinggi lagi. Wajah Ria masih tampak tenang. Namun, saat Arya menarik lebih tinggi, Ria meringis.

"Aaahh"

Arya menurunkan perlahan. Tidak sampai lepas dan masih membuat bentuk payudara kiri Ria mengerucut. Aku dekatkan kamera untuk mengambil video ke puting kiri yang memenuhi seluruh layar ponselku. Bentuknya yang kokoh dengan bagian pangkal tertembus cincin tindik mengangkat areola dan bongkahan daging penuh lemah dan kelenjar air susu menggantung indah. Ukuran payudara yang lumayan besar menggantung ke sebuah utas logam yang cukup kuat. Pori-pori kulitnya terlihat jelas. Ada beberapa bulu-bulu halus dan tipis di dalam area areolanya, yaitu di sekitar puting. Guratan kulit ari pada puting bergeronjal dan tidak semulus kulit payudaranya. Bintik-bintik pada areola tersebar dengan jarak yang teratur. Sama seperti punyaku, hanya saja peletakan dan posisinya yang berbeda. Hihihi.

Aku dekatkan kamera untuk fokus ke puting, lalu kugeser sedikit ke kanan. Tampak cincin yang menusuk dan menembus pangkal puting Ria. Aku tidak tahu rasanya bagaimana. Ria bisa setenang ini. Tadi sih dia sedikit menjerit.

Sudah 9 menit aku merekam. Aku turunkan ke areola dan gundukan buah dadanya. Walaupun kami berdua sama-sama perempuan, aku tidak mengerti mengapa buah dada sangat digemari pria. Apakah karena punya mereka datar? Karena Hawa memakan buah terlarang, jadinya timbul seperti ini.

"Aaahh"

Tiba-tiba Arya menarik tali. Sontak Ria menjerit. Bahkan, Arya berani memainkan tali dengan menarik dan mengulur. Buah dada kiri Ria jadi mengerucut berulang kali.

"Aaah… sudah Arya. Sa.. sakit"

"Iya" ujar Arya kemudian melepaskan tali sabut kelapa, lalu duduk dan langsung menjamah puting kiri Ria. Aku pun menghentikan rekaman video dengan menekan tombol berhenti.

"Syukurlah tidak sampai berdarah"

Arya memegang puting kiri Ria sambil melihat bagian pangkal yang tertembus tindik cincin.

"Hihihi, gimana putingku, Arya?"

"Maksudnya?"

"Kamu suka?"

"Hmm.. sebagai cowok normal, aku suka"

"Mau nenen?"

Arya tampak diam sejenak sambil jemarinya memegang puting kiri Ria.

"Nih, nenen aja" ujar Ria sembari tangan kirinya memegang buah dada kiri, menekan hingga putingnya sedikit naik ke arah wajah Arya yang duduk di sebelah kiri Ria.

"Nanti saja. Malam ini kan kamu milik aku. Jadi masih banyak waktu untuk itu. Sekarang aku mau pijit bagian depan tubuh kamu, gimana?" Ujar Arya.

“Iya deh. Tadi kamu bilang bakal coba sebentar, tapi menurutku lebih dari sebentar lho. Kamu mainin tali itu seperti memancing”

“Iya juga sih. Unik, aku main sesuatu yang belum pernah aku lakukan”

Ya wajar Arya belum pernah. Dia diperjakai oleh wanita yang seekstrim Ria, hihihi. Cowok culun dapat cewek masochism yang fantasinya aneh-aneh.

“Ya jelas. Mana ada cewek sepertiku yang tindikan dan dimainin seperti tadi, hihihi”

“Hahahaha, yuk aku pijat sekarang saja ya”

“Iya. Silakan pijat. Toket aku juga dipijat ya. Aliran darahnya biar lancar, hihihi”

“Siap nyonya”

“Hihihi nyonya, gak sekalian ratu”

“Ratu apa?”

“Ratu apa ya? Hmmm…”

“Ratu aneh” ujarku menimpali.

“Hihihi, boleh juga. Yuk Arya, tolong pijit ya? Biar nanti aku segar bugar saat melayani kalian”

“Siap”

Arya mulai memijat tubuh Ria. Sepasang tangan Arya meraih pundak kiri dan kanan. Jemari tangannya bergerak memijat-mijat kulit kuning langsat dan bersih Ria. Telapak tangannya bergerak perlahan turun menuju ke payudara kiri Ria, ia tidak segan dan canggung lagi. Bagian pribadi Ria langsung dijamah. Tangan Arya terlihat tidak meremas, melainkan mengurut berputar searah jarum jam di bagian pangkal, kemudian naik dari pangkal payudara ke arah puting. Ria memejamkan mata. Sepertinya dia menikmati. Bukan, tapi Arya juga menikmatinya. Selagi Arya memijat, aku meninggalkan mereka berdua beranjak menuju ke luar rumah. Aku ingin melihat suasana malam dan membiarkan mereka melakukan kegiatannya.

Langkah kakiku berjalan keluar pintu yang terbuka lebar. Pintu dari batu terlihat masih kuat dan terawat. Tidak ditumbuhi lumut. Setelah keluar pintu, udara dingin menusuk kulit. Pandanganku mengarah ke arah Timur. Pemandangan pedesaan di bawahku sangat indah. Obor dan beberapa orang melakukan aktifitas. Anak-anak bermain kejar-kejaran. Aku serasa berada di puncak monas. Wajar jika tempatku berdiri tinggi. Perjalanan ke sini saja cukup melelahkan. Aku menaiki ratusan anak tangga yang berundak. Tebing tempatku berdiri terbuat dari batu granit. Mungkin pintu dan tembok juga dari batu granit. Aku tidak tahu apakah batu rumah tempat tinggalku di sebelah Timur sana itu dari batu granit atau bukan.

Aku mendongakkan wajah ke atas memandang langit yang ditabur penuh bintang gemintang yang gemerlap dengan cahaya berwarna terang. Ada yang jingga, kuning, kemerahan, dan putih.

“Ahh.. Arya. Kaget tau”

“Ma.. maaf”

“Kamu sih tiba-tiba nyolek klistoris aku”

“I. iya maaf”

Terdengar suara dari belakangku. Aku tersenyum. Dari kami berempat, hanya aku yang masih suci. Tidak tidak. Aku tidak boleh berpikir seperti itu. Menilai demikian itu naif. Aku pernah dengar kisah, pelacur pun bisa masuk surga karena sebelum kematiannya memberikan makan kepada seekor anjing kelaparan. Kalau Ria bertobat, bisa saja dia masuk Surga. Walaupun iman dan kepercayaanku dengan Ria berbeda, tapi kami sama-sama yakin tentang adanya surga dan neraka.

“Heeeeyy… Angguuuu”

Terdengar suara dari sebelah kiri, atau dari sebelah Utara. Toni sedang membawa nampan besar yang dibawa di atas kepalanya. Ia berjalan menaiki anak tangga menuju kemari.

“Perlu bantuan, Ton?” ujarku memberikan bantuan.

“Tidak perlu” jawabnya.

Jarak Toni denganku sekitar 25 meter. Saat berbicara, Toni mengangkat nampan dengan tangan untuk bisa mendongakkan kepala ke arahku. Langkahnya cukup stabil. Tidak lambat, juga tidak cepat.

5 menit kemudian, Toni sudah mencapai dataran. Jaraknya dengan ku sekitar 3 meter di sebelah kiriku.

“Mana Ria dan Arya?”

“Tuh, di dalam” jawabku.

“Yuk, masuk. Kita makan malam sama-sama”

“Okay”

Toni melangkah mendekat ke arah pintu. Aku mengekor di belakangnya.

“Wooooyyyy, ayo makan. Nanti lanjut lagi gituannya” ujar Toni.

“Lanjut apaan? Aku cuma mijat kok” ujar Arya.

Saat Toni masuk, Arya berada di antara sepasang paha Ria menghadap ke arah Timur. Telapak tangan Arya berada di selangkangan Ria.

“Emang kamu kira apaan, Ton?” tanya Ria berdiri disusul Arya.

“Ngocok memek kamu?”

“Hihihi, Itu kan kamu. Sini aku bantuin” ujar Ria membantu menurunkan nampan dari anyaman bambu ke tikar di tengah ruangan sambil telanjang bulat.

Saat Ria menurunkan nampan, dari belakang tangan kiri Toni melesak masuk ke kemaluan Ria. Posisi Ria sedang berlutut dengan pantat agak naik. Karena tangan kiri dan kanan Ria sibuk mengeluarkan lauk pauk dan nasi dari nampan.

“Ahhh… kaget. Apaan sih, Ton?” Ujar Ria sedikit terkejut dengan olah Toni yang jari tengah dan jari telunjuknya masuk ke rongga kemaluan Ria.

“Lho, mana daun yang aku masukkan ke memek kamu?”

“Maksudmu sayur pakis? Sudah hilang masuk ke perut aku” ujar Ria.

“Tuh kan. Sudah kubilang jangan sampai dikeluarkan sebelum aku datang. Sekarang kamu aku hukum” ujar Toni.

“Hukum apaan?”

“Aku entot kamu sebulan, hahaha”

“Enak aja. Pokoknya malam ini terakhir” ujar Ria yang menoleh ke kiri ke arah belakang memandang Toni yang jemarinya masih masuk ke rongga vagina Ria.

“Ingat, janjinya tadi aku bukan hanya milik kamu, tapi milik Arya. Jadi Arya berhak melakukan apapun, termasuk mengeluarkan batang daun pakis yang kamu masukkan ke memek aku”

“Hahaha, baiklah” jawab Toni kemudian mencabut jari tengah dan jari telunjuk kiri yang tertanam di kemaluan Ria.

“Hei, ayo kita makan. Aku sudah lapar. Nanti aja kalian lanjut lagi, sekarang kita makan dulu” ujarku memotong pembicaraan mereka berdua.

“Siap kakak Anggu” ujar Toni.

“Kakak kakak. Yang ada umur kamu lebih tua dari aku” ujarku.

“Kalau gitu, kamu manggil aku kak Toni dong, atau mas, atau bang” ujar Toni.

“Ayo makan mas Toni” ujarku.

“Siap adek Anggu” balas Toni.

“Puas?” ujarku.

“Puas” singkat Toni.

“Yuk, ambil posisi” Ujar Arya.

Aku pun segera mengambil posisi di sebelah Selatan, Toni di sebelah Timur, Arya di sebelah Barat, dan Ria di depanku, yaitu di sebelah Utara. Nasi dan lauk pauk sudah tersedia. Ada potongan daging babi yang tadi hasil buruan Toni. Lalapan sayur daun pepaya, daun singkong, dan ketela rambat. Ada tumis pare, 2 ikan tongkol yang dipanggang, dan lain sebagainya.

“Ayo kita berdoa” ujar Arya.

Kami berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Setelahnya Toni mengambilkan nasi ke wadah daun jati ke kami berempat.

“Segini cukup, Ria?”

“Tambahin dikit lagi, Ton” Jawab Ria.

Toni menambah porsi nasi.

“Gak nyangka porsimu kayak cowok ya Ria. Padahal badan kamu kecil, tapi makannya seperti cowok”

“Nah, sekarang kamu tau kan Arya. Ria tuh makannya banyak lho” ujarku.

“Kalau jadi istri aku, pasti habis beras banyak” ujar Arya.

“Tentunya, hahaha” jawab Toni disambut gelak tawa kami semua.

“Kalau kamu gimana Anggu? Cukup segini?” ujar Toni menyerahkan selembar daun jati dan nasi hangat di atasnya.

“Cukup”

“Kalau Anggu irit” ujar Toni.

“Kamu gak tau. Satu ikan tongkol itu bisa habis lho sama dia”

“Ihh, Ria. Aku jadi malu tau. Jangan bilang-bilang dong” ujarku.

“Hahaha, tenang saja Anggu. Aku akan tutup mulut kok” ujar Toni.

“Ah, bohong. Paling besok besok kamu ngegosipin aku”

“Nnggak kok, sueeer”

“Ya sudah. Kalau gitu aku makan duluan” ujarku kemudian mengambil tumis pare, tempe goreng, dan seperempat daging ikan tongkol yang aku cuil.

Aku kemudian mengambil potongan kecil pare dengan tangan kanan, lalu aku masukkan ke mulut. Baru mulut terbuka, aku teringat sesuatu.

“Ton, ini parenya gak ada yang haram kan?”

“Gak. Tenang saja. Tidak ada bahan yang diharamkan umat muslim, kecuali daging babi yang itu” ujar Toni.

“Okay” jawabku.

Aku pun memakan tumis pare. Wah, rasanya enak dan tidak terlalu pahit. Bumbunya terasa meledak di mulut. Rasa pedasnya pas. Aku segera melahap makanan di atas daun jati yang kuletakkan di bawah di depan aku yang duduk bersila. Gelas air mineral dari batok kelapa tersedia samping kiriku.

Beberapa menit kemudian, Arya selesai duluan. Di susul aku, Ria, lalu Toni. Kami berempat minum air mineral.

Ah, lega rasanya. Nikmat dan puas.

“Kamu kenyang, Ria?” tanya Toni.

“Lumayan. Perutku lumayan penuh, tapi ada yang masih lapar” ujar Ria.

“Buset. Makan segitu masih lapar?” ujar Toni.

“Bukan ini, tapi ini” Ujar Ria menunjuk ke mulut lalu ke kemaluannya.

“Ayo sini aku jejal sama kontol aku” ujar Toni.

“Bukan itu, tapi dijejal yang itu” ujar Ria menunjuk ke makanan yang masih tersisa.

Wah. Ria kumat dan mulai aneh-aneh lagi. Ia kemudian merangkak membuka sepasang pahanya lebih lebar dan kepalanya ia letakkan di atas tikar dengan pipi kiri menempel dan menahan beban kepala.

“Ayo sayang, memek aku lapar. Tolong suapin makanan-makanan itu dong” ujar Ria dengan nada manja dan menggoyang-goyangkan pantatnya.

“Ayo, sini aku suapin” ujar Toni kemudian menjejalkan daun pepaya ke kemaluan Ria.

“Aaahhh.. Enak banget” desa Ria.

“Ayo, masukin lagi. Bikin memek aku penuh dan kenyang” lanjut Ria.

Toni memasukkan potongan daging babi, disusul tumis pare, dan terakhir nasi. Entah berapa luas rongga kemaluan Ria dijejal barang asing sebanyak itu.

“Ohhh.. enak banget, penuh. Servik aku bisa merasakannya” ujar Ria.

Kulihat otot labianya bergerak seperti mengunyah.

“Aaaahh” desah Ria ketika Toni menjejalkan sayur singkong.

Tangan kiri Ria menggapai klistoris dari bawah perut. Jemarinya lincah menggesek daging kecil sebesar biji jagung. Tidak lama, sekitar 4 menit jemarinya menggesek semakin cepat.

“Aaaaaaaaahhhhhh….. Aku sampe” ujar Ria kemudian lemas dengan posisi tetap nunggung.

Beberapa untaian daun keluar dari kemaluan Ria. Juga beberapa nasi berjatuhan. Toni mengambil daun jati, dan mengambil sayuran dan nasi yang berjatuhan. Ia kemudian berdiri dan mendekat ke wajah Ria.

“A. .Aaa.. buka mulutnya. Sini aku suapin” ujar Toni.

Toni menyuapi makanan ke mulut yang dimuntahkan vagina Ria. Ria pun memakannya.

“Gimana? Enak?”

“Hhh… Enak.. hhhh kamu coba saja Hhhh” ujar Ria.

“Gak. Jijik” ujar Toni.

“Enak lho, gurih” ujar Ria sambil mengunyah.

Kali ini potongan daging babi keluar dari kemaluan Ria. Belum sampai jatuh, Arya mengambilnya dan menyerahkan ke Toni.

16 menit berlalu. Ria bangkit. Beberapa nasi masih berceceran keluar dari kemaluannya.

“Rasa pare dari memekmu gimana, Ria?”

"Gurih. Pare memang pahit, tapi jauh lebih pahit jika cintamu ditolak, hahaha" ujar Ria.

"Setuju, beneran pahit dan menyakitkan" ujar Toni.

Tiba-tiba dua pemuda yang tadi kami jumpai di dekat gapura dari balok batu datang. Ia mengenakan jenis pakaian yang sama seperti tadi, hanya saja warnanya yang berbeda. Mungkin mereka habis berganti pakaian.

“Siapa mereka?” tanya Ria.

“Orang yang tadi kita temui. Aku ngajak dia untuk berpesta” ujar Toni.

"Astaga. Kamu beneran ngajak mereka ngentotin aku, Ton?" Ujar Ria.

"Tadi kamu bilang boleh. Mereka gak punya penyakit menular kok" ujar Toni.

"Hmmm.. iya deh boleh. Asik aku dapat 2 perjaka ting-ting" ujar Ria.

"Bukan dua, tapi tiga. Tuh" ujar Toni menunjuk ke Arya.

"Haha, kalau Arya sih udah gak perjaka. Kalau tadi pagi masih perjaka"

"Tapi hitungannya dalam sehari kamu dapat 3 perjaka lho"

“Bener juga” ujar Ria.

Toni kemudian keluar dan mengambil kendi, lalu membukanya.

“Ton, itu minuman apaan? Aromanya menyengat sekali" tanya Ria.

"Ini jamu biar kami berempat tetap bugar dan kuat"

"Iihhhh curaaang pakai jamu-jamuan. Padahal aku maunya kalian yang kewalahan habis ngentotin aku" ujar Ria sedikit jengkel.

"Aku tidak akan minum kok Ria" ujar Arya.

"Bagus. Kamu cowok sejati. Mereka pakai doping herbal, huh payah" ujar Ria.

"Gak ada salahnya dong. Kontolku biar on fire terus" ujar Toni.

"Iya iya deh terserah kalian" ujar Ria kemudian berdiri.

"Aku cuci muka dulu ya? Tapi, airnya di mana ya?" Lanjut Ria.

"Kamu keluar dari rumah ini, lalu belok kanan" ujar Toni sembari tangan kanannya menunjuk memberikan arah.

"Thanks" ujar Ria kemudian berjalan keluar.

"Ria, jangan lupa memek kamu dibersihkan ya?" Ujar Toni.

"Siap. Aku bersihkan biar siap pakai" ujar Ria meninggalkan kami berlima.

Toni kemudian berbincang-bincang bersama dua pemuda itu sambil duduk. Mereka bertiga sangat akrab. Dari raut wajahnya tampak bersahaja. Mereka ngobrol sambil menegak jamu dari kendi tanah liat yang tadi dibawa Toni.

"Kamu mau bermalam di sini Anggu?" Ujar Arya mendekat dari sisi kiri.

"Ya nggak lah. Mana enak tidur seruangan sama kalian yang lagi gituan"

"Haha benar juga. Tidur kamu bisa terganggu"

"Habis ini aku pamit. Nunggu Ria datang, terus cabut" ujarku.

"Sip, perlu diantar nggak?"

"Makasih, gak perlu" ujarku.

"Yakin?"

"Kayak gak tau aku saja kamu itu. Toni bilang warga sini gak bakal macem-macem" ujarku.

"Gak kayak si Toni, xixixi" lanjutku berbisik.

"Hahahaha" Arya tertawa.

"Hayooo lagi ngomongin aku ya?" Ujar Toni.

"Huh, nggak kok" ujarku mengelak.

Belasan menit berlalu. Aku melihat dua pemuda itu melepaskan pakaian yang mereka kenakan. Aku terperanjat melihat kemaluan dua pemuda itu. Tidak menyangka, ukuran penisnya panjang. Mungkin hampir 3 kali dari milik Toni. Diameternya tak jauh beda dengan milik Toni. Eh, mungkin lebih besar dikit. Kalau dibandingkan dengan punya Arya, penis pemuda itu hampir dua kali lipatnya. Jadi kira-kira penis Arya panjangnya 18 centimeter, Toni 15 centimeter. Mungkin penis pemuda itu ukurannya 25 centimeter. Penis Arya lebih panjang dari Toni, tapi diameternya lebih besar Toni. Pemuda itu mengalahkan panjang penis Arya tapi memiliki diameter dan ketebalan daripada milik Toni.

Tidak berselang lama, yang ditunggu-tunggu datang.

"Astagaaaaaa… itu apaan panjang banget" ujar Ria terkejut berdiri di depan pintu dengan mata membelalak terbuka lebar dan mulutnya menganga. Lalu 2 detik kemudian telapak tangan kanannya menutup mulut yang membuka.

"Hahaha, kaget ya liat kontol gede?" Ujar Toni.

"Iyalah. Seumur-umur baru kali ini liat kontol sepanjang itu" Ujar Ria dengan tatapan bengong. Ria yang pernah berhubungan intim dan nonton video porno saja sampai tertegun. Apalagi aku yang awam.

"Hahaha ngapain kamu bengong berdiri disitu. Kemari dong cantik" ujar Toni.

Secara perlahan, Ria melangkahkan kaki berjalan mendekati Toni dan dua pemuda desa. Tampak dari batang leher Ria bergerak tanda sedang menelan ludah.




"Ayo Anggu kita mendekat. Kita lihat reaksi Ria gimana" ujar Arya kemudian memegang pergelangan tangan kananku, lalu menariknya.

"Eh.. iya" ujarku.

"Boleh aku pegang?" Ujar Ria.

Toni tampak berbicara kepada temannya.

"Boleh kok Ria" ujar Toni.

"Ya Tuhan, bakal mampus nih memek aku. " lirih Ria.

Ia kemudian duduk dan memegang kemaluan pemuda itu.

“Buset, panjang kayak punya kuda” lirih Ria.

“Kamu suka nggak Ria? Mereka akan memuaskan memek kamu” ujar Toni.

“Iya dong suka. Gak nyangka ada kontol sebesar ini. Mungkin gak sebesar punya Eduardo picasso dan Mandingo, tapi aku cukup terkejut melihat besarnya seperti ini” ujar Ria.

“Emang siapa dia? Mandi… Eduar..”

“Eduardo dan Mandingo. Mereka tokoh bokep dengan kontol yang gede” ujar Ria.

“Wow, kamu tahu sejauh itu”

“Iya dong”

“Yuk kita mulai, aku pengen ngentotin kamu”

“Ciee ciee yang mau ngentotin aku sampai pagi, hihihi"

"Iya dong. Aku akan bikin kamu meledak berkali-kali sampai kamu pingsan"

"Boleh, silahkan aja bikin aku pingsan. Pokoknya tubuhku ini milik kalian"

"Tentu dong"

"Tapi ingat. Ketika besok pagi aku sadar, kalian sudah gak boleh menyentuh tubuh dan ngentotin aku lagi"

"Iya. Eh, tapi masak gak boleh nyentuh? Tidak bisa salaman pegang tangan kamu lagi dong?"

"Kalau salaman boleh. Maksudnya gak boleh nyentuh bagian pribadi tubuh aku, paham?"

"Paham" ujar Toni.

"Jadi malam ini kalian boleh pakai tubuh dan lubang tubuh aku. Seluruh tubuhku ini milik kalian berempat"

"Misalkan besok jam 8 pagi kamu belum sadar, boleh gak ngentotin kamu?"

"Jangankan jam 8, jam 12 siang pun kalau aku belum sadar, kalian boleh ngapa-ngapain aku"

"Hehehehe, mantap" ujar Toni.

"Kayak kalian yakin aja bisa bikin aku pingsan selama itu, hihihi"

"Kita buktikan saja, hehehe" ujar Toni.

"Ria, misalkan jam 7 pagi ada yang ngentotin kamu dan kamu masih pingsan, lalu kamu sadar gimana? Masak langsung berhenti begitu saja?" Ujar Arya.

"Kalau itu aku kasih kelonggaran. Dari pada kentang, saat aku sadar dan ada yang ngentotin aku, orang tersebut boleh terus ngentot sampai muncrat"

"Oh gitu" ujar Arya.

"Ada pertanyaan lagi?" Ujar Ria.

Terlihat Toni berbicara dengan pemuda itu.

"Ria, temenku tanya. Sejauh mana mereka bisa memakai tubuh kamu?"

"Apa aja, main lembut boleh, main kasar juga boleh. Anggap saja aku boneka seks hidup kalian" ujar Ria. Toni terlihat berbicara berbahasa daerah menerjemahkan ke 2 pemuda itu. Pemuda itu manggut-manggut kemudian berbicara ke Toni.

"Boleh nggak memek kamu dipakai bersama-sama dengan teman-temanku ini?"

"Silahkan. Gunakan dan manfaatkan memek aku sebagai sarung kontol kalian berempat."

"Woooow, jadi boleh dong memek kamu dimasuki 2 kontol secara bersamaan?"

"What? No no no. Gila apa. Kontol dia segede itu dimasukin ke memek aku. Bisa robek memek aku tau Ton. Gak.. gak boleh."

"Lho katanya bebas ngapain aja"

"Ya gak segitunya lah. Kontol Arya aja udah lumayan sesak. Punyamu yang pendek aja lebih sesak dan terasa penuh, apalagi mereka berdua. Pokoknya itu gak boleh. Nganal pakai dua kontol juga gak boleh" ujar Ria.

Toni berbicara kedua temannya.

"Gini aja deh. Daripada dua kontol masuk ke memek aku, gimana kalau memek dan anus aku dimasukin kontol. Aku belum pernah threesome. Sepertinya seru" ujar Ria.

"Ide bagus. Udah Ton, main yang normal-normal saja" ujar Arya.

"Iya tuh Toni. Obsesinya kebangetan. Kurang enak gimana coba, kontol kalian bisa aku servis bersamaan lho. Memek, anus, mulut, dan tangan aku." ujar Ria.

Toni tampak berbincang-bincang dengan dua pemuda tersebut. Dua pemuda itu kemudian mengangguk-anggukan kepala.

“Oke, mereka setuju”

“Jangan cuma mereka, tapi kamu dan Arya juga”

“Iya, aku setuju. Kamu Arya?”

“Iya aku juga idem” jawab Arya.

"Yuk ngentot. Silahkan gagahi tubuh ini. Pakailah memek aku ini. Malam ini, memek aku siap menjadi sarung pembungkus kontol kalian" ujar Ria.

"Woooow mantap. Nanti kami semua bakal crot di dalam"

"Iya sayang. Keluarin di dalam boleh, di luar juga boleh. Jangan sungkan-sungkan, pergunakanlah tubuh ini sebagai alat pemuas nafsu kalian semuanya"

"Hahahaha, joss. Yuk, tunggu apa lagi. Kita mulai saja sekarang" ujar Toni.

Aku tersenyum lalu melangkah keluar. Sampai di depan pintu, Toni mendekatiku dan memberiku kain sebagai selimut.

“Makasih ya”

“Oke. Hati hati ya Anggu”

“Sip. Selamat bersenang-senang dan jaga Ria. Jangan sampai kenapa-napa”

“Beres. Eh, pinjam HPnya dong, aku mau foto-foto dan videoin”

“Huh, dasar gak modal. Awas kalau bateraiku habis” ancamku sembari menyerahkan ponselku.

“Anggu, nanti kalau habis dan butuh foto-foto, kamu pakai kamera yang ada di tasku” ujar Ria.

“Apa kata nanti deh. Dah, aku cabut dulu. Selamat bersenang-senang guys” ujarku meninggalkan mereka melangkah menuju ke arah Utara.

Aku menuruni anak tangga yang berbelok ke arah Timur. Setelah menuruni jalan ini, aku lanjut melangkah menuju ke arah Timur. Suasana desa tidak seramai tadi ketika aku datang. Lampu dari api obor masih menyala.

17 menit berjalan, akhirnya aku sampai di rumah penginapanku. Aku masuk, lalu menutup pintu batu yang cukup berat. Seharusnya di kamar ini ada aku dan Ria, tapi kali ini tidak.

Aku baringkan badan dan kubalut tubuhku dengan kain selimut pemberian Toni. Selimut ini terasa hangat. Nyaman sekali. Mataku jadi terasa berat, lalu semua menjadi gelap.



Bersambung….
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd