Niamay
Semprot Kecil
- Daftar
- 29 Aug 2020
- Post
- 95
- Like diterima
- 2.071
"Kamu curang, diem diem beli rumah, enggak ada bilang-bilang"
"kamu semoga nyusul ya May, hehehe. Jangan lama-lama tinggal di kosan, ya minimal buru-buru mutasi"
"Aaamiiin"
Di depan pagar besi yang telah mengelupas warna catnya, Aku melambaikan tangan ke arah Viona dan putranya. Mereka membuka kaca, menampakkan muka dari dalam mobil yang disupiri oleh seorang lelaki yang telah lama dinantikan datang. Viona melempar senyum perpisahan, entah kapan kami akan bertemu lagi. Ia sudah pindah dari ibukota, mengais rezeki ke kota seberang. Tinggal bersama suami dan anaknya. Kapan aku bisa seperti dia?
Rumah kos lengang setelah kepergian Viona dan putranya. Tidak ada yang mengajakku bicara, teman bercurah hati untuk sedih dan tawa. Aku kembali harus sibuk di depan laptopku atau bahkan ponselku yang kudengar terus berdering kencang. Segera aku menjemput, menjawab sebuah panggilan yang masuk.
"Maaay, ada yang kangen nih"
"Jangan macem-macem"
"Hhhmm, masa gak boleh"
"Enggak"
"Jadi kamu enggak mau komunikasi sama aku lagi nih?"
"Bukan begitu"
"Terus?"
"Kamu jadi kebiasaan kan, katanya enggak mau ngelakuin lagi"
"Enak sih gituan sama kamu May..."
"Ish, stop! Jangan bilang begitu!"
"Kita sama sama kesepian may, aku butuh kamu, kamu butuh aku"
"Aku pengen selamanya dengan kamu"
"Cukup, jangan berharap!"
"kamu semoga nyusul ya May, hehehe. Jangan lama-lama tinggal di kosan, ya minimal buru-buru mutasi"
"Aaamiiin"
Di depan pagar besi yang telah mengelupas warna catnya, Aku melambaikan tangan ke arah Viona dan putranya. Mereka membuka kaca, menampakkan muka dari dalam mobil yang disupiri oleh seorang lelaki yang telah lama dinantikan datang. Viona melempar senyum perpisahan, entah kapan kami akan bertemu lagi. Ia sudah pindah dari ibukota, mengais rezeki ke kota seberang. Tinggal bersama suami dan anaknya. Kapan aku bisa seperti dia?
Rumah kos lengang setelah kepergian Viona dan putranya. Tidak ada yang mengajakku bicara, teman bercurah hati untuk sedih dan tawa. Aku kembali harus sibuk di depan laptopku atau bahkan ponselku yang kudengar terus berdering kencang. Segera aku menjemput, menjawab sebuah panggilan yang masuk.
"Maaay, ada yang kangen nih"
"Jangan macem-macem"
"Hhhmm, masa gak boleh"
"Enggak"
"Jadi kamu enggak mau komunikasi sama aku lagi nih?"
"Bukan begitu"
"Terus?"
"Kamu jadi kebiasaan kan, katanya enggak mau ngelakuin lagi"
"Enak sih gituan sama kamu May..."
"Ish, stop! Jangan bilang begitu!"
"Kita sama sama kesepian may, aku butuh kamu, kamu butuh aku"
"Aku pengen selamanya dengan kamu"
"Cukup, jangan berharap!"
Terakhir diubah: