paparocknrooll
Semprot Kecil
Permisi modmin, akang teteh budiman yg baik hati nan cakeb semuanya warga forsem seantero Nusantara. Saya bingung harus masuk di room Kesehatan atau H2H, mohon maaf apabila salah kamar
Ingin bertanya kepada warga semua, apakah pernah mengalami atau sedang mengalami keadaan yg saya alamin dimana menghadapi seseorang yg dalam kondisi mental healtnya bermasalah, disini dijelaskan (sebut saja namanya Mawar) mengalami gangguan kepribadian ambang atau biasa disebut Borderline Personality Disoreder dimana orang dalam kondisi ini memiliki suasana hati dan citra diri yg tidak stabil diikuti dengan perulaku implusif, dan kesulitan dalam mengelola emosinya.
Kerap kali takut ditinggalkan, padahal hubungan kami berdua baik² saja (pada waktu itu).
Akibatnya orang dengan kondisi seperti ini kesulitan buat menjalankan fungsinya dalam kehidupan sehari hari.
BPD biasanya terjadi di usia dewasa (umur Mawar saat ini 43tahun) awal dan gejalanya bisa semakin buruk seiring waktu.
9 bulan yg lalu saya kenal dengan Mawar, dengan status beliau (maaf) single parents, pun dengan saya sendiri juga statusnya Duda. Setelah komunikasi secara intens (-+4bulan) kami menjalin hubungan dengan segala prinsip dalam hubungan kami seperti transparansi komunikasi dll.
Kami sharing tentang segala hal, mulai dari kesehatan, kegiatan, pekerjaan, sampai aktifitas sexual. Yg saya rasakan semua komunikasi berjalan normal pada saat itu sampai dibulan ketiga mulai ada perubahan mood swing yg drastis pada beliau. Tanpa alasan yg jelas, marah, nangis, merasa gk berharga, panik, takut dan ngerasa kesepian. Yg mana pada waktu itu saya berlaku normal kepada beliau, telp dan chat seperti biasanya.
Sampai pada suatu hari, saya mengurungkan niat buat berkabar kepada beliau setelah chat saya yg terakhir tidak mendapat respon dari beliau (pada waktu itu, saya berfikir beliau sedang dalam mood yg tidak baik, sedang marah dan butuh waktu sendiri. Dan pada waktu itu juga saya belum tau, jika beliau mengidap penyakit ini).
Hari berikutnya saya menanyakan kabar beliau, direspon dengan seadanya, padahal banyak yg saya tanyakan termasuk kesehatannya, dan saya kembali mengingatkan kepada beliau kalau kami harus transparan dalam hubungan ini, masalah sekecil apapun diomongin, namun tidak direspon juga.
Hari berikutnya (hari ketiga setelah kejadian awal) seperti itu lagi, saya kembali menanyakan kabar dan mengingatkan kembali kepada beliau, namun yg saya dapat juga hal yg sama. Bahkan tidak ada tanggapan sama sekali dari beliau. Saya memutuskan buat tidak menghubungi beliau dulu.
Pada hari ke-10, saya memulai komunikasi lagi kepada beliau, bertanya kabar, lagi di mana, dan sedang berbuat apa???
Namun yg saya dapat dari respon beliau adalah, kalimat yg menyudutkan saya, menyalahkan saya, kenapa tidak ada kabar, tidak ada telp, tidak ada chat dan tatutitutatnya yg lain.
Dan saya menanggapinya dengan berbagai jawaban mulai dari hari pertama sampai saya memilih diam untuk tidak menghubungi beliau sampai hari itu dimana saya kembali menghubungi beliau. Namun tetap aja, kembali ke Ajal sebagai laki laki, dimana laki laki selalu salah dan hanya bisa pasrah disalahkan.
Dan akhirnya hubungan kami, kandas di samudera whatsapp, tepatnya di bulan Agustus kemarin.
Singkat cerita, 3 hari yg lalu beliau menghubungi saya. Meminta maaf atas sikapnya (kemungkinan sadar atas apa yg terjadi) dan baru menjelaskan tentang kondisi mental dia saat ini, yg dialami beliau sejak 2010 lalu karena trauma dengan masa lalu beliau yg memicu adanya kondisi mental beliau saat ini. Mulai ke Psikiater dan pengobatan sejak tahun 2020 silam.
Saya sempat bertanya kepada beliau, kenapa baru menceritakan tentang masalah ini kepada saya, jawaban beliau dikarenakan beliau malu, dan belum siap menjelaskannya kepada saya waktu itu.
Dengan adanya beliau menghubungi saya kembali, dengan cara komunikasi seperti dulu (memanggil saya dengan panggilan "yang, dan mas" padahal beliau lebih tua dari pada saya yg sekarang umur saya 36). Beliau kangen kepada saya dan menginginkan saya untuk menepati janji saya waktu itu yg belum terlaksana dikarenakan padatnya project yg saya kerjakan, untuk mengajak beliau dan anaknya nonton, dan staycation berdua.
Pertanyaan saya adalah
Yg ingin saya tau, dan saya sangat butuh bantuan dari warga forsem
Sikap apa yg harus saya berikan kepada beliau?
Saya harus bagaimana menghadapi orang dalam kondisi seperti beliau? Karena jujur, saya baru pertama kali mengalami hubungan seperti ini.
Seberapa besar kemungkinannya berhasil menjalani hubungan dalam kondisi beliau seperti ini?
Jujur, saya dilema beberapa hari ini.
Besar harapan saya mendapatkan pencerahan dari warga forsem, yg sudah mempunyai pengalaman dalam hubungan seperti yg saya alami saat ini.
Mohon maaf apabila penulisan saya kurang berkenan untuk dibaca.
Terimakasih atas perhatiannya, sehat dan bahagia selalu untuk semua warga
Best regards, have nice day
Ingin bertanya kepada warga semua, apakah pernah mengalami atau sedang mengalami keadaan yg saya alamin dimana menghadapi seseorang yg dalam kondisi mental healtnya bermasalah, disini dijelaskan (sebut saja namanya Mawar) mengalami gangguan kepribadian ambang atau biasa disebut Borderline Personality Disoreder dimana orang dalam kondisi ini memiliki suasana hati dan citra diri yg tidak stabil diikuti dengan perulaku implusif, dan kesulitan dalam mengelola emosinya.
Kerap kali takut ditinggalkan, padahal hubungan kami berdua baik² saja (pada waktu itu).
Akibatnya orang dengan kondisi seperti ini kesulitan buat menjalankan fungsinya dalam kehidupan sehari hari.
BPD biasanya terjadi di usia dewasa (umur Mawar saat ini 43tahun) awal dan gejalanya bisa semakin buruk seiring waktu.
9 bulan yg lalu saya kenal dengan Mawar, dengan status beliau (maaf) single parents, pun dengan saya sendiri juga statusnya Duda. Setelah komunikasi secara intens (-+4bulan) kami menjalin hubungan dengan segala prinsip dalam hubungan kami seperti transparansi komunikasi dll.
Kami sharing tentang segala hal, mulai dari kesehatan, kegiatan, pekerjaan, sampai aktifitas sexual. Yg saya rasakan semua komunikasi berjalan normal pada saat itu sampai dibulan ketiga mulai ada perubahan mood swing yg drastis pada beliau. Tanpa alasan yg jelas, marah, nangis, merasa gk berharga, panik, takut dan ngerasa kesepian. Yg mana pada waktu itu saya berlaku normal kepada beliau, telp dan chat seperti biasanya.
Sampai pada suatu hari, saya mengurungkan niat buat berkabar kepada beliau setelah chat saya yg terakhir tidak mendapat respon dari beliau (pada waktu itu, saya berfikir beliau sedang dalam mood yg tidak baik, sedang marah dan butuh waktu sendiri. Dan pada waktu itu juga saya belum tau, jika beliau mengidap penyakit ini).
Hari berikutnya saya menanyakan kabar beliau, direspon dengan seadanya, padahal banyak yg saya tanyakan termasuk kesehatannya, dan saya kembali mengingatkan kepada beliau kalau kami harus transparan dalam hubungan ini, masalah sekecil apapun diomongin, namun tidak direspon juga.
Hari berikutnya (hari ketiga setelah kejadian awal) seperti itu lagi, saya kembali menanyakan kabar dan mengingatkan kembali kepada beliau, namun yg saya dapat juga hal yg sama. Bahkan tidak ada tanggapan sama sekali dari beliau. Saya memutuskan buat tidak menghubungi beliau dulu.
Pada hari ke-10, saya memulai komunikasi lagi kepada beliau, bertanya kabar, lagi di mana, dan sedang berbuat apa???
Namun yg saya dapat dari respon beliau adalah, kalimat yg menyudutkan saya, menyalahkan saya, kenapa tidak ada kabar, tidak ada telp, tidak ada chat dan tatutitutatnya yg lain.
Dan saya menanggapinya dengan berbagai jawaban mulai dari hari pertama sampai saya memilih diam untuk tidak menghubungi beliau sampai hari itu dimana saya kembali menghubungi beliau. Namun tetap aja, kembali ke Ajal sebagai laki laki, dimana laki laki selalu salah dan hanya bisa pasrah disalahkan.
Dan akhirnya hubungan kami, kandas di samudera whatsapp, tepatnya di bulan Agustus kemarin.
Singkat cerita, 3 hari yg lalu beliau menghubungi saya. Meminta maaf atas sikapnya (kemungkinan sadar atas apa yg terjadi) dan baru menjelaskan tentang kondisi mental dia saat ini, yg dialami beliau sejak 2010 lalu karena trauma dengan masa lalu beliau yg memicu adanya kondisi mental beliau saat ini. Mulai ke Psikiater dan pengobatan sejak tahun 2020 silam.
Saya sempat bertanya kepada beliau, kenapa baru menceritakan tentang masalah ini kepada saya, jawaban beliau dikarenakan beliau malu, dan belum siap menjelaskannya kepada saya waktu itu.
Dengan adanya beliau menghubungi saya kembali, dengan cara komunikasi seperti dulu (memanggil saya dengan panggilan "yang, dan mas" padahal beliau lebih tua dari pada saya yg sekarang umur saya 36). Beliau kangen kepada saya dan menginginkan saya untuk menepati janji saya waktu itu yg belum terlaksana dikarenakan padatnya project yg saya kerjakan, untuk mengajak beliau dan anaknya nonton, dan staycation berdua.
Pertanyaan saya adalah
Yg ingin saya tau, dan saya sangat butuh bantuan dari warga forsem
Sikap apa yg harus saya berikan kepada beliau?
Saya harus bagaimana menghadapi orang dalam kondisi seperti beliau? Karena jujur, saya baru pertama kali mengalami hubungan seperti ini.
Seberapa besar kemungkinannya berhasil menjalani hubungan dalam kondisi beliau seperti ini?
Jujur, saya dilema beberapa hari ini.
Besar harapan saya mendapatkan pencerahan dari warga forsem, yg sudah mempunyai pengalaman dalam hubungan seperti yg saya alami saat ini.
Mohon maaf apabila penulisan saya kurang berkenan untuk dibaca.
Terimakasih atas perhatiannya, sehat dan bahagia selalu untuk semua warga
Best regards, have nice day