Mynameismethos
Adik Semprot
- Daftar
- 21 Feb 2020
- Post
- 144
- Like diterima
- 10.868
13 HARI SETELAH ANAK ITU MENANGIS
Ep. 1
Malam terasa sepi, bintang bertebaran di langit, menandakan malam ini tak turun hujan. Seorang lelaki duduk di samping tiang pos ronda, menghisap sebatang rokok.
"Lama amat si monyet" gerutunya
Dia Abdul. Mahasiswa semester 10 di salah satu universitas negeri di Jakarta. Kenikmatan dinamika aktivitas kampus, membuatnya lama untuk menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa.
"Oi" teriak Riga, teman sepermainan Abdul, yang sudah lulus dari kampus yang sama.
"Lama amat dah"
"Sorry, tadi abis ke warung beli rokok, terus nonton berita bentar"
"Berita apaan?"
"Biasa, politik bangsa kita, yang selalu lu kritik sampe kaga kelar-kelar hidup lu di kampus"
"Gue bukannya gak kelar-kelar, lagi nyiapkan purna tugas sebagai mahasiswa dengan sempurna aja" celoteh Abdul, menghisap lagi batang rokoknya.
"Klise " ucap Riga, merogoh kantong, mencari korek dengan rokok sudah di mulut.
"Seenggaknya gue ada kerjaan, dari pada lu? udah lulus setahun, masih aja luntang-lantung."
"Ah, males gue ngomong sama lu, alesan mulu. Lagian, gue ada kabar gembira sebenarnya" Riga tersenyum tipis.
"Apaan?" Abdul menoleh penasaran
"Besok gue interview kerja" terasa kesenangan di senyum Riga, menyiasatkan ocehan Abdul sudah tak berlaku.
"Widih, gitu dong, selamet-selamet" Ucap Abdul ikut tersenyum.
"Hehe, nah makanya, besok lu temenin gue ya interview" pinta Riga
"Besok? gue kayaknya gabisa, harus ke kampus"
"Ngapain?"
"Biasa, bocah-bocah mau kumpul"
"Udahlah, gausah, temenin gue aja!" bujuk Riga
"Sendiri aja sih"
"Males, biar ada temen nunggu"
Abdul terdiam, hembusan terakhir dari rokok yang sudah mengecil dan siap dimatikan, menyeka bara, disentak dengan sentilan kecil, membuang puntung, lalu menoleh, memastikan bara rokoknya sudah mati total.
"Filter sebungkus" potong Riga, mengulurkan tangan memberi tawaran.
"Bajingan" balas Abdul kesal, sambil menerima uluran tangan Riga, menandakan ia setuju dengan tawarannya.
"Nah gitu dong" Ucap Riga.
Bintang mulai tertutup pekat hitam malam, kampung pinggiran kota tempat mereka tinggal sudah menjadi ruang celotehan, hanya untuk mereka berdua. Obrolan terus mengalir ke segala penjuru, dengan tiap batang rokok, dihembus angin malam, hingga mereka harus terpisah diujung gang menunggu hari esok.
***KEESOKAN HARINYA
Abdul berdiri di sudut simpang gang rumahnya, sesekali melihat jam tangan yang melingkar di tangan kiri, menunggu kedatangan Riga. Hiruk-pikuk warga mempertontonkan aktivitas seperti biasa, tukang sayur yang dikerubungi ibu-ibu, para bocah berlari menuju sekolah agar tidak telat dan mendapatkan hukuman.
"Tumben pagi-pagi udah rapi aja, mau kemana dul?" Tanya seorang lelaki setengah tua.
"Mau jalan-jalan aja, mang" jawab Abdul
"Ngampus?"
"Kaga, nemenin Riga interview" jawab abdul lagi
"Wah dapet kerja tuh anak"
"Masih interview mang, belom tentu dapet"
"Ya doain lah biar dapet, lu gimane temen sendiri"
"Iya juga sih" balas Abdul
"Eh tapi hati-hati lu, Jakarta lagi gak baek dah"
"Emang Jakarta kan gak pernah baek mang, kalo Jakarta baek mah kita kaga melarat" ucap Abdul.
"Iya sih, tau dah ah, puyeng gue soal gitu-gituan" ucap Mang sambil menggaruk kepala.
"Lah lu sendiri mau kemana mang?"
"Bini nyuruh belanja, katanya males..." belum selesai Mang bicara, Riga tiba dihadapan mereka, mengendarai motor astrea tua.
"Nah dateng nih anak, abis nyemen lu? lama amat" gerutu Abdul
"Maap-maap, biasa nih motor tadi sempet ngambek"
"Weh, pagi mang" sapa Riga ke mang
"Ah udah lu sono bedua berangkat, nanti malah telat interview lu" ucap Mang
"Lah tau-tauan lu gue mau interview"
"Noh abdul yang ngomong, udah ah belanja dulu gue" Jawab Mang, berjalan meninggalkan mereka berdua.
***DI PERJALANAN
Motor Riga melaju ke Jakarta. Di supiri Riga, kecepatan senada dengan pengendara lain, mencoba menikmati terpaan angin pagi yang sejuk, karena pikir Riga waktu tidak harus diburu, masih cukup untuk dinikmati hingga nanti interview kerjanya tiba. Berangkat dari Bekasi dan mengambil jalan Buaran - Jakarta Pusat. Tempat yang mereka tuju adalah Sudirman, ditempuh tenang walau harus merasakan macet Jakarta.
Waktu menunjukkan pukul delapan pagi.
Abdul menikmati pemandangan kota, walau hanya keramaian dan kemacetan yang ada. Abdul melihat beberapa mobil tentara ke arah berlawanan. Ada kebencian dari mata Abdul, militerisme bukan kedamaian, yang ada, hanya perang diujung selongsong senjata.
"Isi bensin dulu dul, takut mogok" teriak Riga dari kursi pengemudi
"Atur aja, gue juga mau beli rokok sekalian"
Sesampainya di SPBU, antrian cukup panjang. Abdul turun dari motor lalu berjalan menuju warung yang berada dibagian luar SPBU.
Di warung, dengan percaya diri, Abdul membeli sebungkus filter, bermodalkan janji Riga tadi malam. Layaknya perokok handal, Abdul mengetuk bagian bawah bungkus rokok ke telapak tangan, agar mendapat kepadatan ketika dinikmati.
Bungkus rokok terbuka, Abdul mengambil sebatang, kemudian diapit di bibirnya. Dengan korek bertuliskan 'Tokai', Abdul menyulut sambil menghisap perlahan agar baranya merata. Abdul memandang Riga yang masih sibuk mengantri, terduduk sambil menikmati rokok yang dihisapnya pelan.
Disalah satu antrian, suara tangis seorang anak kecil menggelegar menambah kebisingan. Riga menoleh ke sumber suara. Anak kecil yang duduk dikursi motor tambahan, menangis kencang. Bapaknya berusaha menenangkan. Riga menatap risih anak tersebut, hingga suara dari belakang muncul.
"Mas maju mas" ucap pengendara di belakang riga
"Oh iya maap" Riga tersadar bahwa antrian di depannya sudah bergerak.
Matahari semakin terik, jalan raya mulai padat dengan kendaraan yang merayap. Tangisan anak kecil mulai tenang. Batang rokok abdul sudah terbakar setengah, mengepul di bawah pohon rindang, untuk berlindung dari sengatan matahari.
Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar suara ledakan yang membuat Abdul menoleh ke sumber suara.
"Ban meledak ya?" tanya penjaga warung
"Gatau pak" Jawab Abdul .
Abdul merasa aneh, karena suara ledakan kembali muncul, apalagi, terlihat orang-orang dari jauh berlari mendekat.
"lari!! ada bom!!" teriak seseorang.
"lari!! lari!!" saut orang lain.
Semua terjadi begitu cepat. Abdul melempar batang rokok dan berlari meninggalkan warung, menuju Riga yang juga terlihat panik di dalam pom bensin
"ayo cabut ga! cabut!" pinta Abdul
Melihat semua orang panik, Riga segera menyalakan motornya. Orang-orang berhamburan, jalanan semakin kacau. Dengan motor tua, Riga dan Abdul mencoba keluar dari macet jalanan.
Lagi - lagi, terdengar suara ledakan, namun kali ini lebih nyaring. Abdul menolah ke sumber suara, yang ia yakini adalah suara tembakan. Mata Abdul membulat saat melihat penjaga warung tempatnya berteduh tadi sudah terkapar, sementara beberapa orang pria berseragam layaknya tentara, mengacungkan senjata api ke arah langit.
"Negara ini udah ancur!!" teriak seseorang dari mereka.
Abdul teringat polemik politik yang terjadi beberapa waktu belakangan. Partai oposisi yang kalah pemilu, diberitakan berencana membuat kudeta.
Abdul melihat orang - orang berseragam berjalan mendekat, bahkan mengacungkan senjata. Sementara Abdul dan Riga terperangkap di tengah kemacetan dengan motor tua mereka.
"Turun ga!" suruh Abdul melompat turun dari motor.
"Tapi motor gua ga!" balas Riga.
"Tinggalin aja udah!"
"Naik aja dul!" Riga bertahan.
"******! lu nyari mati?!" teriak Abdul, memukul tangan Riga yang masih menggenggam setang motornya.
"ayo anjing!" Abdul menarik tangan Riga yang belum juga terlepas
"iya..iya.." Jawab Riga, tangannya perlahan melepas. Riga melompat dari motor, berlari mengikuti abdul yang berada di depan.
Mobil mulai menabrak ke segala arah, membuat jatuh pengendara motor di sekitar. Banyak orang meninggalkan kendaraan untuk menyelamatkan diri.
Suara ledakan kembali terdengar, padahal Abdul dan Riga sudah lari menjauh. Riga menoleh ke belakang, matanya terbuka lebar saat melihat SPBU tadi sudah terbakar. Riga melihat beberapa petugas SPBU tergeletak. Kepulan asap hitam menjulang keatas. Riga dan Abdul terus berlari, tujuan mereka adalah sejauh mungkin.
"tolong!! tolong!!" suara minta tolong terdengar.
Riga melihat seorang lelaki tua menggendong anaknya sambil berlari. Teringat anak kecil yang menangis di SPBU. Riga berlari sembari menatap, menyaksikan mereka jatuh terhampar di pinggir jalan, meminta tolong dengan sautan tangis sang anak. Banyak orang melewati mereka, namun terus berlari, tanpa menggubris teriakan minta tolong sang ayah.
Tiba - tiba Abdul berhenti berlari, berputar arah menuju ayah dan anak itu
"Mau kemana lu?" tanya Riga, menahan Abdul, yang hendak lari berbeda arah.
"Itu, tolongin!" Jawab Abdul
"Gausah! lari ayo!" Suruh riga, menarik kerah baju Abdul, agar mengurungkan niatnya.
"Kasian Ga!" jawab Abdul lagi
"GAUSAH!!" Riga teriak keras, menarik Abdul dengan kuat.
Abdul tampak mengurungkan niatnya, perlahan berputar dan berlari searah dengan Riga. Suara minta tolong dari lelaki tadi perlahan lirih.
Riga sekejap melirik kearah lelaki itu, ia tampak menangis dengan mata sayu. Waktu terasa lambat ketika tatapan mereka bertemu, mata sayu memohon pertolongan, perlahan berubah ketika ia nampak mengadu kedua rahangnya, bertanda kebencian.
Kepulan asap terlihat dimana-mana. kepanikan muncul dari segala arah. Abdul dan Riga harus berbelok masuk ke area gedung, atau bahkan gang jalan untuk menghindari apapun, yang sedang terjadi. Kendaraan berhamburan, suara tabrakan dan tembakan ntak kunjung usai.
Namun matahari masih menjalankan tugasnya, tak peduli, menyengat anyir darah korban yang memerahkan hitam aspal Jakarta. Senyum penuh dosa meraung dikobaran api kekacauan. Padam.
Ep. 1
Malam terasa sepi, bintang bertebaran di langit, menandakan malam ini tak turun hujan. Seorang lelaki duduk di samping tiang pos ronda, menghisap sebatang rokok.
"Lama amat si monyet" gerutunya
Dia Abdul. Mahasiswa semester 10 di salah satu universitas negeri di Jakarta. Kenikmatan dinamika aktivitas kampus, membuatnya lama untuk menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa.
"Oi" teriak Riga, teman sepermainan Abdul, yang sudah lulus dari kampus yang sama.
"Lama amat dah"
"Sorry, tadi abis ke warung beli rokok, terus nonton berita bentar"
"Berita apaan?"
"Biasa, politik bangsa kita, yang selalu lu kritik sampe kaga kelar-kelar hidup lu di kampus"
"Gue bukannya gak kelar-kelar, lagi nyiapkan purna tugas sebagai mahasiswa dengan sempurna aja" celoteh Abdul, menghisap lagi batang rokoknya.
"Klise " ucap Riga, merogoh kantong, mencari korek dengan rokok sudah di mulut.
"Seenggaknya gue ada kerjaan, dari pada lu? udah lulus setahun, masih aja luntang-lantung."
"Ah, males gue ngomong sama lu, alesan mulu. Lagian, gue ada kabar gembira sebenarnya" Riga tersenyum tipis.
"Apaan?" Abdul menoleh penasaran
"Besok gue interview kerja" terasa kesenangan di senyum Riga, menyiasatkan ocehan Abdul sudah tak berlaku.
"Widih, gitu dong, selamet-selamet" Ucap Abdul ikut tersenyum.
"Hehe, nah makanya, besok lu temenin gue ya interview" pinta Riga
"Besok? gue kayaknya gabisa, harus ke kampus"
"Ngapain?"
"Biasa, bocah-bocah mau kumpul"
"Udahlah, gausah, temenin gue aja!" bujuk Riga
"Sendiri aja sih"
"Males, biar ada temen nunggu"
Abdul terdiam, hembusan terakhir dari rokok yang sudah mengecil dan siap dimatikan, menyeka bara, disentak dengan sentilan kecil, membuang puntung, lalu menoleh, memastikan bara rokoknya sudah mati total.
"Filter sebungkus" potong Riga, mengulurkan tangan memberi tawaran.
"Bajingan" balas Abdul kesal, sambil menerima uluran tangan Riga, menandakan ia setuju dengan tawarannya.
"Nah gitu dong" Ucap Riga.
Bintang mulai tertutup pekat hitam malam, kampung pinggiran kota tempat mereka tinggal sudah menjadi ruang celotehan, hanya untuk mereka berdua. Obrolan terus mengalir ke segala penjuru, dengan tiap batang rokok, dihembus angin malam, hingga mereka harus terpisah diujung gang menunggu hari esok.
***KEESOKAN HARINYA
Abdul berdiri di sudut simpang gang rumahnya, sesekali melihat jam tangan yang melingkar di tangan kiri, menunggu kedatangan Riga. Hiruk-pikuk warga mempertontonkan aktivitas seperti biasa, tukang sayur yang dikerubungi ibu-ibu, para bocah berlari menuju sekolah agar tidak telat dan mendapatkan hukuman.
"Tumben pagi-pagi udah rapi aja, mau kemana dul?" Tanya seorang lelaki setengah tua.
"Mau jalan-jalan aja, mang" jawab Abdul
"Ngampus?"
"Kaga, nemenin Riga interview" jawab abdul lagi
"Wah dapet kerja tuh anak"
"Masih interview mang, belom tentu dapet"
"Ya doain lah biar dapet, lu gimane temen sendiri"
"Iya juga sih" balas Abdul
"Eh tapi hati-hati lu, Jakarta lagi gak baek dah"
"Emang Jakarta kan gak pernah baek mang, kalo Jakarta baek mah kita kaga melarat" ucap Abdul.
"Iya sih, tau dah ah, puyeng gue soal gitu-gituan" ucap Mang sambil menggaruk kepala.
"Lah lu sendiri mau kemana mang?"
"Bini nyuruh belanja, katanya males..." belum selesai Mang bicara, Riga tiba dihadapan mereka, mengendarai motor astrea tua.
"Nah dateng nih anak, abis nyemen lu? lama amat" gerutu Abdul
"Maap-maap, biasa nih motor tadi sempet ngambek"
"Weh, pagi mang" sapa Riga ke mang
"Ah udah lu sono bedua berangkat, nanti malah telat interview lu" ucap Mang
"Lah tau-tauan lu gue mau interview"
"Noh abdul yang ngomong, udah ah belanja dulu gue" Jawab Mang, berjalan meninggalkan mereka berdua.
***DI PERJALANAN
Motor Riga melaju ke Jakarta. Di supiri Riga, kecepatan senada dengan pengendara lain, mencoba menikmati terpaan angin pagi yang sejuk, karena pikir Riga waktu tidak harus diburu, masih cukup untuk dinikmati hingga nanti interview kerjanya tiba. Berangkat dari Bekasi dan mengambil jalan Buaran - Jakarta Pusat. Tempat yang mereka tuju adalah Sudirman, ditempuh tenang walau harus merasakan macet Jakarta.
Waktu menunjukkan pukul delapan pagi.
Abdul menikmati pemandangan kota, walau hanya keramaian dan kemacetan yang ada. Abdul melihat beberapa mobil tentara ke arah berlawanan. Ada kebencian dari mata Abdul, militerisme bukan kedamaian, yang ada, hanya perang diujung selongsong senjata.
"Isi bensin dulu dul, takut mogok" teriak Riga dari kursi pengemudi
"Atur aja, gue juga mau beli rokok sekalian"
Sesampainya di SPBU, antrian cukup panjang. Abdul turun dari motor lalu berjalan menuju warung yang berada dibagian luar SPBU.
Di warung, dengan percaya diri, Abdul membeli sebungkus filter, bermodalkan janji Riga tadi malam. Layaknya perokok handal, Abdul mengetuk bagian bawah bungkus rokok ke telapak tangan, agar mendapat kepadatan ketika dinikmati.
Bungkus rokok terbuka, Abdul mengambil sebatang, kemudian diapit di bibirnya. Dengan korek bertuliskan 'Tokai', Abdul menyulut sambil menghisap perlahan agar baranya merata. Abdul memandang Riga yang masih sibuk mengantri, terduduk sambil menikmati rokok yang dihisapnya pelan.
Disalah satu antrian, suara tangis seorang anak kecil menggelegar menambah kebisingan. Riga menoleh ke sumber suara. Anak kecil yang duduk dikursi motor tambahan, menangis kencang. Bapaknya berusaha menenangkan. Riga menatap risih anak tersebut, hingga suara dari belakang muncul.
"Mas maju mas" ucap pengendara di belakang riga
"Oh iya maap" Riga tersadar bahwa antrian di depannya sudah bergerak.
Matahari semakin terik, jalan raya mulai padat dengan kendaraan yang merayap. Tangisan anak kecil mulai tenang. Batang rokok abdul sudah terbakar setengah, mengepul di bawah pohon rindang, untuk berlindung dari sengatan matahari.
Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar suara ledakan yang membuat Abdul menoleh ke sumber suara.
"Ban meledak ya?" tanya penjaga warung
"Gatau pak" Jawab Abdul .
Abdul merasa aneh, karena suara ledakan kembali muncul, apalagi, terlihat orang-orang dari jauh berlari mendekat.
"lari!! ada bom!!" teriak seseorang.
"lari!! lari!!" saut orang lain.
Semua terjadi begitu cepat. Abdul melempar batang rokok dan berlari meninggalkan warung, menuju Riga yang juga terlihat panik di dalam pom bensin
"ayo cabut ga! cabut!" pinta Abdul
Melihat semua orang panik, Riga segera menyalakan motornya. Orang-orang berhamburan, jalanan semakin kacau. Dengan motor tua, Riga dan Abdul mencoba keluar dari macet jalanan.
Lagi - lagi, terdengar suara ledakan, namun kali ini lebih nyaring. Abdul menolah ke sumber suara, yang ia yakini adalah suara tembakan. Mata Abdul membulat saat melihat penjaga warung tempatnya berteduh tadi sudah terkapar, sementara beberapa orang pria berseragam layaknya tentara, mengacungkan senjata api ke arah langit.
"Negara ini udah ancur!!" teriak seseorang dari mereka.
Abdul teringat polemik politik yang terjadi beberapa waktu belakangan. Partai oposisi yang kalah pemilu, diberitakan berencana membuat kudeta.
Abdul melihat orang - orang berseragam berjalan mendekat, bahkan mengacungkan senjata. Sementara Abdul dan Riga terperangkap di tengah kemacetan dengan motor tua mereka.
"Turun ga!" suruh Abdul melompat turun dari motor.
"Tapi motor gua ga!" balas Riga.
"Tinggalin aja udah!"
"Naik aja dul!" Riga bertahan.
"******! lu nyari mati?!" teriak Abdul, memukul tangan Riga yang masih menggenggam setang motornya.
"ayo anjing!" Abdul menarik tangan Riga yang belum juga terlepas
"iya..iya.." Jawab Riga, tangannya perlahan melepas. Riga melompat dari motor, berlari mengikuti abdul yang berada di depan.
Mobil mulai menabrak ke segala arah, membuat jatuh pengendara motor di sekitar. Banyak orang meninggalkan kendaraan untuk menyelamatkan diri.
Suara ledakan kembali terdengar, padahal Abdul dan Riga sudah lari menjauh. Riga menoleh ke belakang, matanya terbuka lebar saat melihat SPBU tadi sudah terbakar. Riga melihat beberapa petugas SPBU tergeletak. Kepulan asap hitam menjulang keatas. Riga dan Abdul terus berlari, tujuan mereka adalah sejauh mungkin.
"tolong!! tolong!!" suara minta tolong terdengar.
Riga melihat seorang lelaki tua menggendong anaknya sambil berlari. Teringat anak kecil yang menangis di SPBU. Riga berlari sembari menatap, menyaksikan mereka jatuh terhampar di pinggir jalan, meminta tolong dengan sautan tangis sang anak. Banyak orang melewati mereka, namun terus berlari, tanpa menggubris teriakan minta tolong sang ayah.
Tiba - tiba Abdul berhenti berlari, berputar arah menuju ayah dan anak itu
"Mau kemana lu?" tanya Riga, menahan Abdul, yang hendak lari berbeda arah.
"Itu, tolongin!" Jawab Abdul
"Gausah! lari ayo!" Suruh riga, menarik kerah baju Abdul, agar mengurungkan niatnya.
"Kasian Ga!" jawab Abdul lagi
"GAUSAH!!" Riga teriak keras, menarik Abdul dengan kuat.
Abdul tampak mengurungkan niatnya, perlahan berputar dan berlari searah dengan Riga. Suara minta tolong dari lelaki tadi perlahan lirih.
Riga sekejap melirik kearah lelaki itu, ia tampak menangis dengan mata sayu. Waktu terasa lambat ketika tatapan mereka bertemu, mata sayu memohon pertolongan, perlahan berubah ketika ia nampak mengadu kedua rahangnya, bertanda kebencian.
Kepulan asap terlihat dimana-mana. kepanikan muncul dari segala arah. Abdul dan Riga harus berbelok masuk ke area gedung, atau bahkan gang jalan untuk menghindari apapun, yang sedang terjadi. Kendaraan berhamburan, suara tabrakan dan tembakan ntak kunjung usai.
Namun matahari masih menjalankan tugasnya, tak peduli, menyengat anyir darah korban yang memerahkan hitam aspal Jakarta. Senyum penuh dosa meraung dikobaran api kekacauan. Padam.