Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A Diary of Dick - The Babymaker

Bimabet
Hwaaa...iiinnniiiiihhh...Lisma...lalu Indah, kemudian Silvy...yihaaaa...lancrotkan suhu...
 
Kami lalu meluncur ke Garut dengan mobilku, sementara Reza masih belum berangkat dari Jakarta, kupacu mobilku kencang di jalan yang untungnya mulusa tanpa macet. Namun ketika masuk area Karawang timur mulai ada macet.

“Aduh apa lagi ini”, Lisma cemas.

“Gak tau, coba aku cek di HP”, jawabku. Sial, ada kecelakaan truk terguling dan sekarang sedang proses evakuasi.

“Aduuuhhhh Man, gawat nih, ini Reza bilang dia baru berangkat, gimana nih”, Lisma panik.

“Tenang, tenang, dia masih di Jakarta kan ?”, ujarku menenangkan. Aku hendak mencoba keluar tol dan mengambil jalan biasa, tapi sial ternyata dari jauh terlihat antrian keluar tol pun panjang. Gak akan ngaruh juga. Lisma benar-benar panik, dia menangis di mobil. Aku berusaha menenangkannya.

“Tenang Ma, Reza juga pasti kejebak macet, kan dia lewat jalan ini juga”, ujarku berusaha menenangkan.

“Tuh kan Maaaannnn, Reza juga bilang katanya di Karawang macet parah, dia mau lewat Puncak katanya, gimana dooonnnnnnggggg, aduuuuuuhhhhh”, rengek Lisma sambil menangis. Aku juga bingung, tapi aku berusaha tetap tenang.

Setelah 1 jam stuck, kemacetan pun mulai terurai, mobilku mulai bisa maju perlahan, aku pun tancap gas melaju, kulihat Lisma tertidur, kasihan juga aku melihatnya, aku harus segera mengantarnya sampai rumah, menolongnya sama juga dengan mempertahankan rumah tanggaku, karena kami berdua sudah terjebak dalam permainan nafsu kami sendiri. Sekilas, ada rasa menyesal juga di hatiku, seandainya aku tidak main-main begini mungkin kami tidak akan terjebak di kondisi ini, aku tiba-tiba terbayang wajah istri dan anakku, aku harus menyelesaikan semua ini. Aku pun sudah pasrah kalau aku gagal mengantar Lisma tepat waktu.

Tiba-tiba telpon Lisma berdering, ia terbangun dan mengangkat telponnya, aku langsung menepi supaya deru mesin tidak terdengar, aku dengar Lisma bicara dengan Reza diujung telpon, aku mengabaikannya. Selesai telpon ditutup, Lisma menoleh kearahku.

“Gimana ?”, tanyaku

Lisma menghela nafas. “Reza baru sampai Puncak, tadi dia laporan kalau dia ngantuk dan capek, katanya dia mau tidur dulu, dia bakal kabarin aku kalo udah jalan lagi”, jelas Lisma.

“Oke, jadi kita masih punya waktu, ini kita udah sampai Bandung”, ujarku sambil mengoper gigi bersiap maju lagi. Kemudian kamu melaju lagi.

“Tidur aja Ma”

“Gak ah Man, udah ilang ngantuknya, eh kamu gak ngantuk Man ?”

“Nggak, tenang aja, ntar aja beres nganter kamu aku tidur sebentaran”, ujarku.

“Kamu mau pulang ke rumah kamu Man ?”, tanya Lisma.

“Ya nggak lah, Vany kan taunya aku lagi di Bekasi, besok kerja”

Lisma terdiam, pandangannya kosong menatap jalanan.

“Abis ini kita lupain ini ya Man”, ujarnya.

“Iya Ma, aku ngerti, kita lupain, seakan gak pernah terjadi, kita harus bersikap normal ya kayak biasanya kalo ketemu lagi nanti”, ujarku.

“Iya Man...”, lirih Lisma. Kami pun bergandengan tangan dan terdiam.

“Ma, kalo sampe kita ketahuan gimana ya ?”, tanyaku iseng.

“Ketahuan selingkuh ?”

“Ya iyalah, masa ketahuan korupsi”, aku coba bercanda.

Lisma tersenyum. “Yang pasti, aku bakal berusaha tanggung sendiri Man, aku gak ingin kamu kebawa-bawa”, ujar Lisma. Aku kaget mendengar jawabannya, kami saling menatap.

“Gimana bisa gak bawa-bawa aku, kan kamu selingkuhnya sama aku Ma”

“Ya aku juga gak tau sih, yang jelas kalo ada kemungkinan nutupin kamu, aku tutupin keberadaan kamu Man, Reza pasti marah sama aku, tapi aku tahu dia gak akan ninggalin aku, tapi kalo Vany... aku gak mau kehilangan persahabatan ama Vany”, jelas Lisma.

Aku tertegun denger penjelasan Lisma.

Kami pun mulai memasuki wilayah kabupaten Garut selepas jalur Nagreg, semakin lama semakin dekat dengan rumah Lisma, waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Kemudian sampailah kami di gerbang komplek perumahan Lisma, komplek ini memang tidak mempekerjakan satpam, sama seperti komplek rumahku yang warganya males diajak patungan bayar gaji satpam, aku posisikan mobilku agak jauh sedikit dari gerbang ke area yang lebih sepi.

“Oke udah sampe, beneran gausah diantar sampe depan rumah ?”, tanyaku.

“Gausah Man, sampe sini aja, takutnya ada warga yang liat aku dianter laki-laki lain”, jawab Lisma.

Kami pun saling berpandangan.

“Ciuman terakhir”, sahutku. Lisma mengangguk, dan kami pun bercumbu. Ciuman yang tadinya untuk perpisahan malah jadi menjalar kemana-mana, nampaknya Lisma pun masih ingin dientot terakhir kalinya. Maka kuremas dadanya yang membusung sementara ia mengelus kontol dibalik celanaku.

“Aaaaaarrrrrrggggghhhhhhhhhh Armaaaaaaanddddddd, eeeemmmmppppphhhhhhh...”, desah Lisma.

“Ayo terakhir sayang, ayooo”, pintaku.

“Kalo ada yang liat gimanaaa uuuuuuuuuuhhhhhhhhhh...”

“Gak bakal, ayo, sebentar doang”.

Kami pun pindah ke kursi baris kedua mobilku. Lisma langsung menungging dan menurunkan celananya tanpa membuka baju, begitu pun aku yang langsung menurunkan celanaku dan tanpa basa-basi memasukkan kontolku ke memek Lisma.

“Aaaaaaaaarrggggghhhhhhh... uh... ah... uh... ah...”, desahku sambil memompa kontolku di dalam memek Lisma. Cuaca dingin membuat area luar mobil sedikit berkabut, menghalangi pandangan dari luar.

“Sssssshhhhhhhh ooooooooohhhhhhhhhhhh Armaaaaaandddddddddd eeeemmmmmpppppphh”, desah Lisma.

Aku tahu waktuku tak banyak, maka setelah 10 menit aku pun berejakulasi di memek Lisma.

Aku sodok kuat-kuat memek Lisma sementara ia hayang menutup mulutnya dengan tangannya dalam posisi nungging.

“AAAAARRRRGGGHHHHHH... UUUUUGGGHHHHHHH....”, lenguhku usai melepaskan nafsuku.

Setelah merapikan diri, Lisma pun turun dari mobil sambil membawa barangnya, aku mengamatinya dari dalam mobil sampai ia berlalu dari pandanganku, tak lama aku mendapat chat darinya kalau dia sudah di dalam rumah. Aku pun segera pergi, sempat aku melewati komplek rumahku dan terbayang anak istriku yang sedang tertidur pulas disana tanpa tahu sebenarnya aku sedang di dekat mereka. Kemudian aku berangkat lagi menuju Bekasi.

Sesampainya di Bekasi aku langsung terlelap, kebetulan aku memang sudah izin libur hari ini, karena memang rencana awal Lisma masih disini hari ini, tapi yasudahlah, aku kan jadi punya waktu istirahat. Aku sudah menjalani hari-hari yang tidak masuk akal, badanku luar biasa lelah, aku pun terlelap nyaris seharian penuh.

Hari berganti dan minggu berjalan. Aku menjalani hidupku seperti sebelumnya, pulang tiap minggu ke Garut dan kerja lagi di Bekasi. Aku tidak ada kontak lagi dengan Lisma, seperti kesepakatan kami untuk melupakan semuanya.

Sejak menjalani perselingkuhan dengan Lisma, aku merasa ada yang berbeda dalam menjalani hidup. Aku merasa lebih PD dalam berkomunikasi dengan wanita, seperti teman kantor, bibi warteg atau sekedar wanita yang kutemui di tempat umum. Namun bukan berarti orientasiku selalu seks ya. Aku yang tadinya culun, gugup kalau bicara dengan perempuan, yang bahkan bisa menikah dengan Vany pun hasil dijodohkan saudara, sekarang merasa menjadi pria paling ganteng. Mungkin aura PD itu juga yang membuat pintu selingkuh jadi terbuka lebar, aku merasa reaksi para wanita padaku akhir-akhir ini jadi berbeda, jadi lebih ramah dan dekat.

Aku juga jadi punya peliharaan. Ya, peliharaan, peliharaan pemuas seks. Dialah Ayu, selingkuhan si Sugeng. Perempuan 1 ini emang jauh dari standar cantik menurutku. Kulitnya coklat, ngomongnya medok, dan giginya, maaf, agak tonggos, sedikit. Namun body-nya kecil tapi berisi, tipikal yang enak untuk diangkat-angkat.

Aku ingat awal mulanya ketika Sugeng lagi cuti pulang kampung ke Brebes karena istrinya lahiran, aku yang mau keluar cari makan malam-malam ketemu Ayu yang ternyata mau cari makan juga. Sekalian lah kami cari makan pakai motorku. Di atas motor, Ayu condong ke depan seakan 'sengaja' menempelkan toket gedenya ke punggungku. Aku yakin dia sengaja karena aku melirik ke pantulan bayangan motor yang terlihat di kaca toko atau rumah selama kami berboncengan, sisa space jok motorku itu masih banyak sekali di belakang, ngapain Ayu mepet ke depan kalo area di belakang masih luas ? Sumpah, aku tadinya beneran tidak punya pikiran kotor sama Ayu karena memang bukan tipeku banget, tapi aksi tempel toket itu bener-bener bisa membuat kontolku ngaceng tidak karuan. Aku coba meyakinkan dengan cara mengerem mendadak motorku beberapa kali, bukannya 'sadar' aku sengaja merangsang toketnya, Ayu malah makin erat memepet ke punggungku, bahkan pelan-pelan tangannya merangkul pinggangku.

"Ayu, mau makan apa ?", tanyaku.

"Mas Armand makan apa ?", jawab Ayu.

"Aku sih mau bungkus pecel lele, tuh yang di depan", jawabku.

"Aku pengen nasi goreng sih mas, tapi yang di langganan, yo uwis mas Armand makan pecel aja dulu", jawab Ayu. Aku pun membeli pecel lele dan dibungkus, lalu jalan lagi dengan Ayu ke tukang nasi goreng langganannya.

Anehnya, penjelasan Ayu tentang tukang nasi goreng langganannya terkesan njelimet alias ribet, kami sudah muter-muter keliling komplek untuk mengantar Ayu tapi nasi gorengnya gak ketemu, anehnya lagi dia akhirnya nunjuk ke 1 tempat sepi yang katanya tukang nasi gorengnya biasa nongkrong jualan disitu. Padahal aku tau selama tinggal di komplek sini, tidak ada tukang nasi goreng di tempat yang Ayu maksud, kami lalu berhenti di tempat itu.

"Wah, gak jualan kaya e mas", ujar Ayu. Posisi kami masih berboncengan di atas motor yang berhenti.

"Emang disini biasanya ada tukang nasi goreng ya ? Seingatku gak ada deh", ujarku. Agak creepy juga karena tempatnya sepi tapi ada lampu jalan sih.

"Ih beneran ada mas, cuma emang jarang jualan, yaudah sebentar istrihat ndak apa-apa to mas ? Pegel naik motor terus, mas-nya juga tangannya gak keram to pegang stang terus ?", ujar Ayu sambil memegang tanganku. Aku langsung sadar, ini kode. Ayu bahkan bersandar di bahuku, dan toketnya makin menempel di punggungku. Aku lalu melihat jam, sudah jam setengah 11 malam, aku lalu mengajak Ayu pulang. Sebelum sampai kos, Ayu sempat membeli martabak di dekat kosan.

"Makasih ya mas udah anterin beli makan", ujar Ayu, aku cuma tersenyum dan masuk kamar, aku merasa dia masih melihatku dan tidak langsung masuk ke kamarnya, tapi aku tak peduli.

Sampai di kamar aku langsung siap-siap mau coli, kejadian barusan benar-benar membuat nafsuku naik, ditambah lagi kemarin waktu pulang ke Garut aku tidak dapat jatah dari Vany gara-gara palang merah, ditambah suasana kamar yang mengingatkanku pada goyangan Lisma. Aku segera membuka link bokep langgananku di internet lewat laptop, khusus bokep Indonesia. Sesaat setelah kubuka celanaku tiba-tiba...

Tok... tok... tok... Suara pintu kamarku di ketuk. "Mas Armand, udah tidur ?", sahut suara dari luar.

Itu pasti Ayu, ah ganggu aja. Aku lalu keluar membuka pintu. Nampak Ayu hanya memakai kaos tanpa lengan yang panjang ke bawah tapi potongan lengannya rendah, sehingga dari samping terlihat jelas toket besarnya yang tanpa bra, sementara di bawahnya hotpants pendek yang tertutup kaosnya sehingga tampak seperti tidak pakai celana. Aku bengong melihat bodynya.

"Mas kok bengong ? Udah tidur to ?", tanya Ayu.

"Nggak kok belom Yu", ujarku.

"Aku boleh masuk ?", tanya Ayu.

"Oh ya boleh silahkan Yu". Ayu lalu masuk ke kamarku.

"Mas maaf ya aku tadi ngajak mas e muter-muter ora jelas, ini martabak tadi buat mas Armand aja", ujar Ayu. Ayu seakan memposisikan duduknya di sampingku supaya tonjolan toketnya yang terlihat jelas dari samping bisa nampak olehku.

"Oh ya ngga apa-apa Yu, santai aja, makasih ya martabaknya, lah kamu gak makan dong ? Disini aja dulu makan sama-sama".

"Mas Armand belom ngantuk tho ?", tanya Ayu.

"Belom Yu, gak bisa tidur saya, Ayu gak ngantuk ? kan besok kerja", ujarku. Gimana bisa tidur kalo kontol ngaceng.

"Ndak mas, lagian besok saya kebagian shift 2, jadi paginya masih bisa tidur", jawab Ayu. "Eh mas, iku laptop mas merek apa ya ? Aku juga mau beli laptop e, boleh tak liat mas ?", tanya Ayu.

"Oh boleh Yu, liat aja", ujarku sambil ngemil martabak. Ayu lalu bangkit meraih mouse, bokongnya yang besar tepat di depan wajahku. Bagus juga bokongnya, padat dan bulat. Aku mulai berpikir apa ku entot saja si Ayu ini, daripada coli.

"Ooooohhhh... eeemmmppphhhh...", terdengar suara bokep yang tadi ku pause bersuara kembali walau pelan, sial, ternyata Ayu mengklik browserku, aku tadi memang cuma me-minimize tab-nya.

"Eeeehhh mas e, video opo iki", ujar Ayu sambil sok-sok kaget. Aku malah yang panik.

"Eh itu... barusan... close aja Yu close, tutup aja itu yang tanda silang merah", ujarku panik. Ayu langsung menutup tab-nya. Ia lalu senyum-senyum menatapku.

"Mas e doyan liat begituan juga toh, sama kayak mas Sugeng", ujar Ayu.

"Eh bukan gitu Yu, tadi itu... iklan nyasar, biasa kalo browsing kadang-kadang suka mendadak ada video begitu", jelasku.

"Ooo gitu to mas, tapi aku yo suka diajaki mas Sugeng kok nonton video begitu, buat pemanasan katanya", ujar Ayu. Aku cuma nyengir.

Ayu lalu merebahkan tubuhnya di kasurku. "Wah kasurnya masih empuk ya mas e, di kamarku kok udah agak keras ya, mungkin kebanyakan goyang goyang kali ya mas, per-nya wis kendor", kata Ayu. Aku melongo aja melihat tingkah Ayu yang sudah seperti cacing kepanasan.

Cukup lama Ayu di kamarku, sekitar 15 menit kami ngobrol dan Ayu selalu nyerempet-nyerempet pembahasannya ke hal-hal begituan. Merasa tidak dapat respon yang diinginkan, Ayu lalu pamit ke kamarnya.

"Aku balik ke kamarku yo mas Armand, main-main dong ke kamarku mas", ujar Ayu. Aku senyum sambil menelan ludah.

Setelah Ayu pergi aku masih terpaku di kamar, kepalaku serasa berat tapi bukan pusing. Begini memang rasanya kalo libido tak tersalurkan. Aku berusaha mengatur nafas dan berpikir. Ayu sudah jelas-jelas sedang nafsu, aku juga. Pasti nikmat sekali melampiaskan nafsuku padanya, tapi... mukanya jelek. Tapi juga... masa aku onani ? ada memek gratis minta dientot dan aku malah onani ?atau cari jablay aja ? Ah tidak, sayang uangnya.

Makin penat kepalaku, harus segera disalurkan ini. Akhirnya...

Tok... tok... tok... Kuketuk pintu kamar Ayu, dia langsung membuka dan... dia sudah tidak pakai kaos, jelas toketnya bulat dengan puting yang mengacung tanda ia sudah horny berat, mungkin sesaat sebelum kuketuk pintunya dia sedang merangsang toketnya sendiri.

"Ih mas Armand udah Ayu tebak", ujar Ayu sambil mencolek daguku.

"Aku tidur di kamarmu ya malam ini Yu", ujarku. Tanpa menjawab Ayu menarik tanganku masuk ke kamarnya. Dan yang terjadi selanjutnya bisa ditebak. Yang pasti aku tidak mau kissing dengan dia, aku butuh body-nya saja.

Setelah kejadian itu, aku total tidak onani lagi. Aku jadi punya pelampiasan seks yaitu Ayu. Asalkan tidak ada Sugeng, dia bebas aku pakai. Sugeng sendiri sudah jarang pulang ke kosan Ayu, soalnya dia dapat pekerjaan baru sebagai staf dealer motor di Jakarta Utara, dia boleh tidur di lantai 2 dealer disana. Ayu juga senang-senang saja aku jadikan mainan seksku. Sering sekali kuentot Ayu tanpa foreplay, ngaceng langsung tancep, selesai keluar lalu tinggal. Aku merasa tidak perlu memuaskan Ayu, takutnya dia malah makin suka padaku dan makin nempel. Makanya sengaja kuperlakukan begitu.

Beberapa minggu kemudian, aku mendapat kabar dari istriku bahwa Lisma sedang hamil jalan mau 2 bulan, kaget juga aku mendengarnya, lama tidak ada kabar tiba-tiba sudah hamil. Namun aku tidak mencoba menghubungi Lisma, kami sudah sepakat semua sudah selesai malam itu.

Pada suatu acara pernikahan teman Vany di Garut, kami bertemu Lisma dan Reza. Aku melihat tatapan Lisma memang sedikit agak beda kepadaku, agak sinis, namun aku berusaha biasa saja. Pada sebuah kesempatan, aku melihat Lisma sendirian sedang mengantri dessert di acara itu, aku yang sedang menggendong anakku lalu menghampirinya, kebetulan istriku juga sedang ngobrol dengan teman-temannya.

“Ehem...”, sahutku di samping Lisma.

Lisma menoleh, menatap sinis padaku namun tersenyum pada anakku, “Eh sayang si pinter, sini tante gendong”, ucap Lisma ke anakku.

“Ooohhh lagi pengen sama ayahnya kayaknya tante”, aku menolak memberikan anakku sambil cengar-cengir ke Lisma, Lisma cuma cemberut sambil menaruh ngemil dessert-nya.

“Ngomong-ngomong, selamat ya tante Lisma, akhirnya mau punya dede bayi”, godaku. Lisma diem saja.

“Aku jadi punya adek deh, yah sayang ya”, aku bicara pada anakku yang cuma bengong, maklum namanya bayi baru umur 3 bulan. Sementara Lisma melotot ke arahku, mulutnya masih ngemil.

“Ih si tante kok galak ya dek ya, masak ayah dipelototin ya”, aku makin menggoda Lisma.

“Diem kamu Man”, jawab Lisma sinis. “Ngapain sih kamu nyamperin, bikin orang curiga aja”, lanjut Lisma.

“Ah ya nggak lah, apanya yang dicurigain, wajar dong kalo aku ngasi selamat ke kamu”, jawabku sambil cengar-cengir. “Wajar dong seorang bapak ngasi selamat ke perempuan yang lagi hamil anak dia”, lanjutku. Seketika Lisma reflek mencubit pahaku, lalu dia celingak-celinguk takut dilihat orang.

“Awas kamu Man, kita kan udah sepakat gak akan bahas-bahas, semuanya udah selesai di 3 hari itu !”, bisik Lisma ketus.

“Yey, siapa juga yang mau bahas, cuma ngasi selamat doang kok, santai aja kelesss, lagian itu bener anakku ya Ma ?”, ucapku sambil melotot ke perut Lisma.

“Ya iyalah, emangnya anak siapa lagi kampret kalo bukan anak kamu, suamiku kan mandul dodol !”, bisik Lisma ketus. Aku ketawa mendengarnya. Lalu aku pun pergi meninggalkannya.

Beberapa minggu kemudian, aku dengar kabar lagi dari istriku kalau Lisma akan pergi ke Palembang, mengikuti Reza yang ternyata ditugaskan di sana. Sampai nangis-nangis istriku menceritakannya.

“Yaudahlah sayang, lagian mereka kan sekarang udah seneng, Lisma udah hamil, terus sekarang mau pergi jauh yang artinya bisa mandiri”, ucapku menenangkan Vany.

“Iya sih yah, tapi kan Lisma tuh sahabat aku, sekarang dia mau pergi, aku bakalan kangen banget lah yaaahhh”, jawab istriku sambil sesenggrukan.

Dalam hati aku menggumam, “Sahabat tersayangmu itulah yang sudah dihamili suamimu sendiri Vany sayangku”.

“Yaudahlah bun, lagian Palembang kan gak jauh-jauh banget, ntar kalo lebaran juga ketemu, masa sih mereka gak pulang kampung”, aku menanggapi tangisan istriku ogah-ogahan.

Waktu berlalu hingga beberapa bulan lalu kemudian hari itu tiba, Reza dan Lisma main ke rumah kami pamit mau berangkat ke Palembang besok, kebetulan aku sedang ada di rumah waktu itu, dan kandungan Lisma sudah masuk bulan ke lima. Aku ngobrol dengan Reza di teras depan sementara Lisma dan istriku ngobrol di dalam sambil main dengan anakku, sekilas kulihat mereka berpelukan sambil nangis-nangis. Aku dan Reza cuma cengar-cengir aja melihatnya dan lanjut mengobrol. Kemudian ada telpon masuk ke HP Reza, dia permisi mau online sebentar, aku lalu masuk ke dalam rumah mau ambil minum, kulihat istriku sedang menidurkan anakku di kamar sementara Lisma di dapur entah ngapain, langsung saja aku ke dapur.

“Hei, ngapain Ma”

“Apa sih Man bikin kaget”

“See you ya, wah besok mau berangkat nih”

Lisma cuma diam sambil cuci tangan di wastafel.

“Ga bisa liat dedek bayi lahiran dong”, ujarku. Lisma masih diam.

“Ehem... berangkat besok, ga mau ada penutupan dulu gitu Ma ?”, tanyaku iseng.

“Penutupan apaan maksudnya”, jawab Lisma ketus.

“Ya perpisahan gitu, masa bapak gak boleh ‘ngelongok’ anaknya di dalem”, ujarku. Lisma menoleh dan melotot.

“Diem kamu Man, aku tau otak mesum kamu, aku tau maksud kamu apaan, jangan macem-macem, di rumahku ada mertuaku nanti sore dateng”, sahut Lisma, dia celingak-celinguk takut ada Vany atau Reza.

“Ya kan bisa direncanain gituuuu”, godaku sambil mencolek pantatnya.

“Diem ah Armand !”, Lisma lalu ngeloyor pergi.

Kemudian menjelang sore mereka pamit pulang, tentu ada sesi pelukan dan nangis-nangis antara Vany dan Lisma, aku juga pelukan, tapi sama Reza, Lisma cuma kusalami sambil jariku mengelitiki tangannya waktu salaman, Lisma cuma menatap sinis.

Ya sudahlah, mungkin memang sudah jalannya niatku untuk terakhir ngentot dengan Lisma sebelum berangkat tidak kesampaian, mungkin nanti kalo ketemu lagi aku godain lagi, tapi ya entah kapan.

Malamnya, aku sedang nonton TV, malam ini malam minggu dan aku sedang menunggu siaran pertandingan big match Liga Inggris, tapi kemudian aku mendapat sebuah chat. Langsung saja aku menuju kamar istriku.

“Bunda, ayah keluar ya”

“Mau kemana sih udah malem”, jawab istriku sambil ngantuk.

“Sebentar, ini mau nonton bola bareng sama bapak-bapak komplek”

“Yaudah, jangan kelamaan begadangnya, gerbang apa pintu jangan lupa dikunci”, sahut istriku lalu tidur lagi.

Aku langsung bergegas pergi pakai motor biar praktis, dan tancap gas keluar komplek. Aku pun sampai di tempat tujuan, sebuah rumah di komplek yang tidak jauh dari komplekku, rumah ini berada di blok yang masih sepi penghuni dan mojok dekat dengan sawah. Aku parkirkan motorku di tempat yang aman, tak lupa kugembok. Lalu berjalan santai menuju rumah tujuan, sempat kutemui beberapa pemuda, aku senyum saja biar tidak dianggap mencurigakan. Sampai di rumah tujuanku, jendela kamar di samping rumah terbuka lebar, langsung saja aku mengendap masuk ke dalam.

“Ah nyampe juga, deg-degan loh takut ketauan orang”, bisikku, siapa lagi kalo bukan pada Lisma.

“Dasar, urusan kontol aja ampe beneran bela-belain kesini”, jawab Lisma ketus. Namun dia seksi sekali, memakai gaun tidur ala ‘lingerie’ tembus pandang berwarna ungu tua yang bagian bawahnya jauh diatas lutut, sehingga nampak paha mulusnya, rambutnya diurai panjang dan kuhirup wangi parfumnya. Karena sedang hamil, tubuh Lisma jadi lebih montok dari sebelumnya, biasa lah ibu hamil kan makannya banyak, pantatnya membesar, bakal nikmat sekali kalau nanti di sodok belakang, dan yang paling utama jelas toket Lisma yang makin besar, dengan puting hitamnya yang mengacung, wah bakalan nikmat ini.

“Kamu seksi banget Ma, dalam rangka spesial closing ceremony ya”, ujarku sambil memeluknya dari belakang. Kuhirup wangi di lehernya, dan Lisma hanya mendesah.

“Eeeeeemppppphhhhhhhh, Armaaanndddddd, oooooohhhh”, desah Lisma, sambil kuremas toketnya. Tangannya berusaha meraih kepalaku dibelakangnya, lalu ia menoleh kebelakang dan kami pun bercumbu. Oh nikmatnya tubuh istri orang.

Aku dan Lisma lalu bercumbu liar sambil mengelilingi kamarnya, kusudutkan ia di dinding dan kami berciuman panas, sambil tanganku memainkan memeknya yang basah, tangan Lisma juga meremas kontolku yang cuma tertutup celana pendek basket.

Lisma lalu menurunkan celanaku, ia lalu berjongkok dan mengocok kontolku dengan tangannya, sesekali ia mengulurkan lidahnya menjilat kepala kontolku, lalu memasukkan kontolku ke mulutnya. Maju mundur kepalanya menyepong kontolku, sesekali ia menjilati bijiku, aku cuma merem melek keenakan sambil menyandar ke dinding.

“Ssllllllurrrrrrrrrrpppppp... Ssslllllluuuuuuurrrrrppppp, aaaaahhhhhhh”, begitu ganas Lisma melahap kontolku, rasanya lebih ganas dibanding sebelum hamil.

5 menit foreplay dan kami sudah bugil, tanpa busana, kulihat perut Lisma membuncit agak besar, yeah ini dia anakku. Lisma mengangkangkan kakinya ke atas, dan langsung kumasukkan kontolku, bleeeessssss.... agak lebar rasanya dibanding yang dulu.

“Jangan cepet-cepet, slow dulu genjotnya, aaaaaaaahhhhhhhhhhh”, pinta Lisma.

Aku menurutinya, aku genjot pelan memeknya, menikmati tiap sodokan, sementara Lisma tampak memejamkan matanya sembari menggeliat keenakan.

“Oooooooohhhh Armand, uuuuuuuuuuuugggggghhhhhhhhhh”, desah Lisma, ia lalu menarik kepalaku dan kami bercumbu.

“Sebenernya aku dandan begini buat Reza”, Lisma mulai cerita. “Kita niat uuuuuuuhhhhhhh... kita... eeemmppphhh, mau ngentot terakhiran di.... di rumah”, cerita Lisma, sambil merintih keenakan.

“Terus Rezanya mana ?”, tanyaku.

“Dia malah pergi sama temen-temen klub mobilnya, tuh ampe jam segini belom pulang, biasanya aaaaaaaaaaahhhhhh... bias... biasanya dia pasti mabok, apalagi ini kumpul perpisahan”, jelas Lisma.

Aku mempercepat sedikit kocokanku.

“Uh... ah... uh... ah... uh.. Man, ooohhh”

“Terus kalo dia pulang gimana ? Itu diluar ada mertua kamu ya ?”, tanyaku sambil nggenjot.

“Te... tenang aaahhhhhhhh... aku suka ngidam aneh, kadang-kadang mual kalo deket-deket Reza, dia ngertiiin, kalo aku suka kam... uuuuuuuhhhhhh... kambuh, dia bakal ngejauh, nantiiiiiiiiihhhh ooooooohhhh... kalo dia pulang, aku suruh diaaaaaaaaahhhhhhhh.... tidur di luar, bilang akunya mual”, jelas Lisma. “Mertua aku udah tidur Man, tenang aja, aku udah cek kok aaaaaaaaauuhhhhhh”.

“Jelas aja ya mual ketemu Reza, wong bukan anaknya, nih ketemu aku anteng-anteng aja”, ujarku. Lisma lalu meraih kepalaku dan mencumbu bibirku mesra.

“Iyalah, ini anak kamu Man, anak kamu sayang”, jawab Lisma. Aku mempercepat genjotanku, Lisma menggelinjang, aku makin semangat menggenjot, walaupun agak kutahan hentakannya demi keamanan bayi kami.

“Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhh... uuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhh... Armand oooooooohhhhh”, racau Lisma.

10 menit posisi standar, aku minta Lisma nungging, cuma 2 posisi ini saja yang aku tau aman untuk wanita hamil, ketika aku bersiap memasukkan kontolku tiba-tiba...

Tok... tok... tok... “Ndaaaaa... ayah pulang nih, bukain dooongggg”, terdengar suara Reza dari luar. Aku dan Lisma melongo dan kaget, tapi Lisma mengelus kepalaku dan berujar “Tenang, masukin aja kontolnya, ayo lanjutin”.

Aku pun memasukkan kontolku sambil cemas, lalu menggenjot pelan.

“Eeeeeeemmmmmmmmppppppphhhhhhhhh...”, desah Lisma pelan.

“Ndaaaaa, bundaaaaaa”, panggil Reza.

“Yaaahhhh, uhuk... uhuk !!!, aku mual yaaaaahhhh, kayannya kambuh deh”, Lisma mulai berakting, sambil kugenjot memeknya.

“Yah gimana dong, tapi bunda gapapa kan ? masa belom liat ayah bunda udah mual”, rengek Reza dibalik pintu.

“Uhuk ! uhuk ! uhuk !!!Hoooooooeeeeeeekkkkk... ayaaaahhhhh, masa harus liat ayah dulu baru percaya kalo bunda, oooooohhhhhhhhhh, bunda mual ? ayah tega ?”, sahut Lisma.

“Iya iya, yaudah deh gapapa, ayah tidur diluar ya, nanti kalo udah gak mual kasi tau yaaa”, sahut Reza.

“Uh... ah... uh... ah... oh... ah...”, desahan aku dan Lisma tertahan, mengisi ruangan kamar Lisma, kamar yang biasa menjadi singgasana cinta Reza dan Lisma, kini diambil alih sementara olehku, sensasi yang luar biasa, ngentot istri orang yang sedang hamil anak kita, sementara suaminya yang bego malah menunggu di luar. 10 menit doggy style, kami lalu balik ke posisi awal.

Tubuh kami penuh keringat, begitu juga dengan sprei yang dibasahi cairan tubuh kami, aku dan Lisma begitu menikmati ngentot penutupan ini, rasanya ingin sekali waktu berhenti.

“Oooooooohhhhhhhh Armand, uuuuuuuhhhhhhhh”.

“Lisma, ooooooohhhhhhhhh, hhhhaaaaaaahhhhhhhh”.

“Cuma kamu yang bisa mu..... aaaaaahhhhhhh, uuuuuhhhhh, cuma... cuma kamu yang bisa muasin aku Maaaaaaaaannnnn”, lirih Lisma sambil kugenjot memeknya.

Aku tersenyum, ku usap keningnya yang basah oleh keringat, dan kucumbu bibirnya mesra.

“Aku bakal kangeeeeennnnnnnnnnn banget sama kontol kamu Man, uuuuuuhhhhhh... aaaaaaahhhhhh... Kalo aku mudik nanti kita ngentot ya Maaaaaaannnnn ooooohhhhhh”, desah Lisma. Aku cuma tersenyum.

“Man... oh, aku mau keluar man.... ooooohhhhhhh”

“Sebentar, kita barengan, aaaaaaaahhhhhhhhhh...”

Kupercepat genjotanku, 1 menit kemudian...

“AAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRGGGGGGGHHHHHHH... OOOOOOOOUUUUUGGGGGGGHHHHHHHHHHHHH... “

Kami orgasme bersamaan, sebenarnya wanita hamil tidak disarankan orgasme, tapi yah, namanya terlanjur nafsu sudah di ubun-ubun. Aku ngecrot banyak di memek Lisma.

Tak lama aku bergegas merapikan diri, sebelum pulang Lisma sempat memelukku dan kami bercumbu mesra. Lalu aku pun pergi. Kesampaian juga ngentot penutupan dengan Lisma.

Aku merasa, Lisma ada perasaan padaku, tapi jujur aku cuma sekedar nafsu dengannya, itulah makannya ketika dia merengek sebelum orgasme tadi, aku cuma senyum-senyum saja tak menjawab. Biar bajingan, cintaku cuma buat istriku sayang, Vany, cuma memang, aku merasa petualangan seksku belum berakhir. Justru, baru dimulai.



SEASON 1
 
Season 1 sukses pma dengan Lisma, Dan sepertinya akan lanjut, Masa iyya puas dengan 1 bocah tentunya mau dong nambah buat adeknya ..

Season 2 kemungkinan bukan Ayu juga ... Karena out of criteria .. hahaha
 
Terakhir diubah:
Kalimat terakhir bikin senang para pembaca.....
 
Mas Armand... Isterinya titipin saya aja yah... Kebetulan sy juga punya usaha penitipan motor 24 jam d terminal kota saya.... Xixixi Halah... Lebaay...;):beer:
 
wah baru season 1, season 2 nya ditunggu hu haha
 
Mangstaff juga nih armand.....ngentotin sobat bininya sampai hamil....good job
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd