Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

A Wife & Her Unexpected Story

Udah lama ga nemu cerita yg bikin deg deg ser lagi.
Pelan tapi pasti. Malu-malu mau. Mantap bro
 
Update lg suhu udah ga sabar...lmayan buat temen mlm minggu :tegang:
 
Jiah ini mah emang pengen windanya dientot lagi ma aldi... Kesampaian atau ngga ya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
PART 5

Sudah seminggu sejak kami mengadakan BBQ Party di rumahku, pikiranku tentang Aldi pun sudah berkurang, terlebih mas Reza bisa sering pulang awal karena semingguan ini dirinya lebih fokus pada CV yang dikelolanya daripada perusahaan tempatnya bekerja, alhasil, lebih banyak waktu pula yang bisa kami habiskan bersama.

Aldi, dari mas Reza kudengar ia sudah kembali ke kotanya 3 hari setelah BBQ Party kami. Awalnya, aku mengira ada hal-hal lain yang akan diperbuatnya, tapi hingga kudengar Ia telah kembali ke kotanya, tak sekali pun Ia muncul atau menghubungiku. Jujur saja, pertanyaan “Enakan mana, suamimu atau aku” darinya sempat membuatku berharap ada hal-hal lain yang akan dilakukan olehnya, atau oleh kita. Untung saja aku berhasil membuang pikiran itu, dan itu juga berkat bantuan mas Reza.

Mas Reza, entah apa yang terjadi, tapi seminggu ini juga ada yang berubah darinya ketika “di ranjang”. Dua kali kami melakukannya, ia selalu berhasil mengantarku mencapai orgasmeku. Memang bukan dari penetrasi penisnya, ia melakukannya dengan jari dan lidahnya saat sesi pemanasan kami. Ya, mas Reza sudah mau melakukann oral seks kepadaku dan itu berhasil. Aku sempat penasaran darimana Ia mendapat ilham untuk melakukannya, hanya saja, kupikir itu bukan hal penting yang harus ku tanyakan kepadanya. Biar saja ia melakukannya sesuai kemauannya, dan yang penting hal itu mampu mengusik pikiranku akan Aldi saat-saat itu.

“Mbaakkkk…. Mbakkk Win”, panggil Ria sambil menepuk pundakku.
“Ehhh, kenapa kenapa? Ngagetin aja kamu, Ri”, balasku spontan yang dibuatnya kaget barusan.
“Yeee… dari tadi aku panggilin juga. Jangan kebanyakan ngelamun, Mbak, ntar kesambet setan loh”, katanya.
“Ehh.. beneran manggil? aku beneran ga denger, Ri”
“Ah, ngelamun terus sih mbaknya. Ngelamunin apa sih? Menghayati bener keliatannya”, tanyanya dengan memasang wajah penasaran
“Ga ada kok, Ri”, jawabku sekenanya.
“Alahhh… sini sini, masa ga mau cerita-cerita sama aku”, pancingnya.

Setelah ditanyai terus oleh Ria, aku pun menceritakan apa yang mengganggu pikiranku hingga membuatku melamun. Tentunya bukan perihal Aldi yang ku ceritakan padanya, tapi tentang rencana mas Reza dan Brama yang akan ikut dengan Aldi berangkat ke Sumatra untuk mengecek lahan yang akan dibangun untuk terkahir kalinya sebelum pembangunan perumahan itu dimulai. Rencananya, mereka akan berangkat 2 hari lagi dan akan berada di Sumatra selama 4 hari. Selain mengecek lahan itu, mas Reza juga berencana menemui teman kuliahnya dulu untuk meminta bantuannya mencarikan pekerja atau tukang bangunan yang siap untuk diajak membangun perumahannya nanti.

“Mbak, ntar malam minggunya nginep di rumahku ya. Ajak Justin juga ya”, ajak Ria agar aku menginap di rumahnya.
“Ehm, takut dia rewel kalo aku ajak nginep di tempat lain”, jawabku
“Yaah, ayolah, Mbak. Paginya ntar kita jalan-jalan ke CFD”, ajaknya lagi
“Ntar deh mbak pikirin dulu. Mau minta izin juga ke suami mbak”, jawabku yang memang malas untuk menginap di tempat orang, kecuali rumah orang tuaku.
“Kamunya aja yang ke rumah, gimana?”, giliran aku yang mengajaknya
“Ah.. kejauhan kalau mau ke CFD”, gantian ia yang menolak
“Ya udah, ntar mbak tanya dulu ke mas Reza deh. Kalau dibolehin, ntar kukabari”, kataku
“Pasti dibolehin”, katanya dengan percaya diri.

Kami melanjutkan obrolan kami sambil mengerjakan pekerjaan kami. Ria bahkan sudah merencanakan apa yang akan Ia masak untukku nantinya. Ria memang sudah seperti adikku sendiri, dari awal dirinya bergabung di kantorku, aku lah yang paling dekat dengan dirinya. Selain karena dia bawahanku, Ria juga adik tingkatku di SMA dan Kuliah. Kami juga memiliki beberapa kesamaan hobi. Memasak tentu salah satunya. Oh ya, sekilas tentang fisik Ria, tubuhnya lebih tinggi sedikit daripada aku, wajahnya manis khas orang Jawa tapi dengan kulit yang putih mulus. Badannya ramping, maklum, belum menikah. Sehari-harinya, Ia mengenakan jilbab yang menutupi kepala hingga buah dadanya. Karena kami juga sering belanja bersama, aku juga jadi tahu berapa ukuran branya, 34B.

****

“Sayang, ntar ke Sumatra, boleh ga aku minta bekal”, tanya mas Reza saat kami masih ada di mobil, di dalam perjalanan pulang ke rumah kami.
“Bekal? Bekal apaan? Kalau duit, masa yang ada di ATM mas ga cukup?”, jawabku.
“Ih, bukan bekal itu”, katanya
“Terus bekal apaan?, tanyaku
“Bekal “ini” nih”, katanya sambil meraba pahaku
“Ihh apaan sih. Lagi nyetir juga” responku ketika pahaku diraba suamiku sendiri, tapi aku tak menyingkirkan tangannya, hanya mengenggamnya.
“Hahaha bekalin yah”, katanya lagi.
“Emangnya bisa dibawa ya barang ini”, kini aku justru yang menggerakkan tangannya mas Reza sehingga mengelus-ngelus pahaku dari luar rok kerjaku.
“Ya… kan kalau malam ini dikasihnya, rasanya masih kerasa sampai aku pulang kok”, katanya, dengan mimik menggoda yang lucu.
“Malam ini?”, tanyaku
“Iya, malam ini bekalinnya. Kalau besok malam, takut kesiangan bangunnya, ntar ketinggalan pesawat”, kata mas Reza yang masih mengelus-elus pahaku itu.
“Ehmm… kalau ga mau, gimana?”
“Aku perkosa kamu lah hahahaha”, jawabnya yang ngawur
“Coba aja”, kataku
“Nantangin nih?”, tanyanya
Aku hanya menjawabnya dengan senyum penuh arti sambil sebelah alisku ku naikkan ke atas. Entah apa yang dipikirkan mas Reza, tiba-tiba tangannya meraih ujung rokku dan menyingkapnya ke atas, menampakkan paha putih mulusku. Sambil tangan satunya menyetir, mas Reza mengelus-ngelus lembut pahaku di bagian dalamnya. Awalnya aku terkejut, tapi aku memilih untuk membiarkannya, bahkan membuka pahaku lebih lebar. Untung saja kaca film yang terpasang di mobil kami mampu membuat aksi kami tak terlihat, kecuali dari dari depan mobil, jalanan juga tengah lancar-lancarnya.

“Ehmm gelii ah”, responku ketika tangan mas Reza semakin mendekati kemaluanku, tapi justru membuka pahaku lebih lebar seperti meminta untuk diperlakukan lebih lagi. Agar lebih rileks, sebelah kakiku kusandarkan ke pintu mobil, tentu saja tangan mas Reza semakin leluasa di bawah sana.

“Ahh masshhh”, desahku saat jari mas Reza menyentuh bibir vaginaku dari luar celana dalam. Jarinya lalu ditekan agak ke dalam lubang vaginaku beberapa saat, lalu pelan-pelan bergeser agak ke atas, ke klitorisku. Di sana, tangannya menekan-nekan dan menggelitik tonjolan daging sebesar daging kacang itu. Cairan cintaku mulai membanjir dan membuat celana dalamku basah, tepat di bagian yang menutupi lubang vaginaku itu.

“Masukkhiinn jarihnya, Mas”, pintaku yang dijawab dengan jarinya yang menyibakkan celana dalamku ke samping. Tanpa perlu ku minta lagi, jari mas Reza langsung dimasukkan ke dalam sana, giliran dinding-dinding vaginaku yang memperoleh nikmat digesek jarinya itu.

“Kok kitahh nakal gini sihh… ehmm dih mobill ginih”, racauku sambil merebahkan kepalaku ke kursi. Aku memejamkan mata, tanganku menyelusup ke dalam kemeja kantorku yang sudah kubuka sebagian kancingnya itu. “Uhhhhmmmm”, aku mengerang ketika jari jempol dan telunjukku berhasil mendapatkan putting payudaraku dan langsung memilinnya sendiri.

Aku sudah tak peduli sedang berada di mana saat ini. Stimulasi yang kuterima menuntut aku untuk mendapatkan puncaknya. Pinggulku pun sedikit ku goyangkan menyambut datangnya jari mas Reza yang keluar-masuk, sesekali diputar-putarnya jarinya di dalam sana, menjelajah isinya. Mulutku tentu tak henti mendesah. Tapi, saat rasa geli dan nikmat di bawah sana sedang hebat-hebatnya, tiba-titba mas Reza menghentikan permainan jarinya.

“Ahh massh kokk”, teriakku yang kaget ketika mas Reza mencabut tangannya tiba-tiba dan cepat.
“Itu, di depan ada yang merhatiin kita”, kata mas Reza

Aku lalu sadar, kami tengah berhenti di lampu merah. Dan benar apa yang dikatakan mas Reza, ada seorang pria menggunakan motor sport sedang melihat ke arah kami dari depan. Dengan sigap aku langsung menurunkan kakiku dan membenarkan rokku, kancing bajuku tak sempat kubetulkan, hanya tas yang lalu ku gunakan untuk menutupi bagian dadaku, lagipula aku memang memainkannya dari dalam, tanpa mengeluarkan payudaraku. Semoga saja orang yang memperhatikan kami tak mengenali siapa kami, dan untungnya, setelah lampu berubah menjadi hijau, kami berpisah arah dengannya.

“Duhh…. tanggung banget mash”, kataku mengeluh sambil menggigir bibir bawahku sendiri.
“Gapapalah, daripada sampai direcokin tuh orang”, kata mas Reza
“Asem tuh orang… ga tau orang lagi enak aja”, kataku lagi
“Ntar malam aja nuntasinnya. Ini juga udah dekat rumah”, jawab mas Reza lagi
“Janji yaaa”.
“Pasti”, kata mas Reza dengan yakin dan wajah menggodanya.

****​

“Ehmm… ngiluhh rasanyahh yang”, mas Reza mengaduh-aduh kepadaku yang sedang mengerjai penisnya. Badannya sedang disandarkan ke kepala tempat tidur kami, sementara aku dalam posisi menungging menghadap ke arahnya sedang memainkan penisnya di dalam mulutku dan testisnya dengan jari-jariku. Mas Reza bukan hanya menikmati sesi ini, jari-jemarinya sibuk meremas dan memilin-milin putting payudaraku yang masih ditutupi tanktop hitamku, terkadang dengan lututnya Ia menggesek-gesek selangkanganku yang masih tertutupi celana dalam itu. Satu tangan mas Reza memegang kepalaku, sesekali tangannya menekan kepalaku ke bawah hingga penisnya masuk lebih dalam, hampir menyentuh dinding tenggorokan, sesekali tanggannya juga ia gunakan menggelitik daun telingaku. “Ehm..ehm..ehm..ehmm”, hanya suara itu yang keluar dari mulutku saat penisnya sedang di dalamnya.

“Hobihh mamam inii yahh skrngg”, desah mas Reza nampak amat menikmati ini, tegak dan keras batangnya saja ku rasakan sudah maksimal saat kugenggam.

“Mas ntar gantian mamam punyaku juga ya”, jawabku sambil melepaskan penis mas Reza dari mulutku sekalian menarik nafas. Kepala penisnya lalu ku gelitiki dengan ujung lidahku sambil tanganku mengocok batangnya dan ku masukkan lagi ke dalam mulutku. Hingga kurang lebih 5 menit batang penisnya kukerjai, mas Reza memintaku berhenti. “Aku belum mau keluar duluan”, katanya.

Badanku lalu ditariknya merapat dengan badannya hingga wajah kami tepat sejajar. Kami lalu berciuman sejenak. Tanktopku lalu dilepaskan dengan bantuannya, tangannya langsung menyambar payudaraku yang tak mampu ditutupi seluruhnya oleh tangannya itu. Maklum, ukurannya 36B.

Aku lalu mencondongkan payudaraku ke arah wajahnya. Kesempatan itu langsung digunakan mas Reza untuk mencumbui payudaraku dengan mulutnya. Lidahnya menari-nari di sekeliling putingku lalu dimasukkan ke dalam mulutnya sambil dihisap-hisap kecil.

“Ehmm… nihh buat bekal susunyaah”, racauku menikmati payudaraku yang sedang dikerjai mas Reza.
“Hemmhemmhemmm”, hanya itu yang keluar dari mulutnya yang sibuk dengan payudaraku.

Puas dengan payudaraku, mas Reza membaringkanku di sampingnya. Ku pikir mas Reza akan langsung menindihku atau menu foreplay lainnya, tapi, tiba-tiba mas Reza justru berdiri dari tempat tidur. Ia berjalan kea rah tasnya yang terletak tak jauh, sesuatu diambilnya dari dalam sana. Sebuah Dildo. Aku terkejut melihat benda itu. Sejak kapan mas Reza punya benda itu.

“Apaan sih, Mas?”, komentarku melihat benda berbentuk penis itu. Mas Reza tak langsung menjawab, ia hanya tersenyum sambil berjalan ke dekatku. Aku pun sedikit mundur hingga tubuhku bersandar ke kepala tempat tidur, posisiku setengah berbaring.

“Ini bekalmu pas aku di Sumatra”, kata mas Reza sambil menodongkan penis buatan itu ke arahku. Benda itu pun semakin jelas tertangkap oleh mataku, ukuran diameternya sedang, sedikti lebih besar dari penisnya mas Reza, tapi panjangnya jauh melebihi milik mas Reza, mungkin 17 cm lengkap dengan urat-urat yang menonjol sepanjang batangnya.

“Ihh ga perlu ah”, kataku.
“Gapapa kok, yang”, katanya.
“Sekalian buat kita pakai, daripada kamu nuntasin pakai tanganmu, enakan pakai ini”, katanya.
“Mas, jangan aneh-aneh ah”
“Ga papa. Ini ada yang buat kan memang untuk dimanfaatkan. Coba dulu aja”, rayunya.

“Mas… ehmm”, apa yang mau ku katakan tertahan, mas Reza menyergap tubuhku. Di rangkulnya tubuhku hingga kini aku ada di depannya, membelakangi tubuhnya. Tangannya meremas payudaraku, agak kuat hingga terasa sedikit sakit. Yang satu memeluk tubuhku, menahan agar tubuhku tak lari.

“Mashh apaan sih.. ehmm”, berontakku tapi tanpa tenaga.
“Tadi ku bilang kan, kalau kamu ga mau, ya aku perkosa”, katanya

“Mashhh iyahh iyahh, aku nurut”, kataku yang mengalah karena badanku terasa sakit diperlakukan seperti itu. Mas Reza masih memeluk tubuhku, ia lekas mengambil dildo yang letaknya tak jauh di samping kami itu. Pahaku dilebarkannya, lalu dildo itu pun di arahkan ke vaginaku yang masih ditutupi celana dalam, dielus-eluskannya benda itu di sepanjang bibir kemaluanku hingga klitorisku. Tangannya yang untuk menahan tubuhku pun telah berpindah posisi ke payudaraku. Rasa geli pun menyerang tubuhku lagi.

“Ehmm mash”, aku mulai menikmati permainannya. Gairahku yang sempat turun tadi kini kembali naik.
“Nikmatin dulu, yang. Cuppp… Kalau suka kan bisa kita pakai terus. Cuppp…”, bisik mas Reza sambil menciumi leher bagian belakangku.
“Iyah.. mash.. Ehmm… darihh samping mash. Aku pengeen nyium ahhh kamuhh”, pintaku.

Kami lalu berbaring menyamping saling berhadapan. Aku menurunkan celana dalamku dan membuka pahaku lebar-lebar agar memudahkan mas Reza bermain di bawah sana. Bibir kami kembali berpagutan, sambil mendesah pelan, lidah kami saling bergantian memasuki mulut kami. Dildo itu sudah dimainkan mas Reza untuk mengelus-elus langsung bibir kemaluan dan klitorisku lagi. Payudaraku aku mainkan sendiri dengan jariku yang sudah kubasahkan dengan ludahku sebelumnya.

“Aku masukin yah”, kata mas Reza
“Heehmm pelan-pelan mash”, jawabku mengiyakan
“ahhhmmm…”, erangku saat kepala dildo itu mulai menerobos masuk, Aku menggigit bibirku menahan nikmat saat batang dildo itu dimasukkan mas Reza ke dalam hingga terasa mentok, lekukan uratnya yang menonjol di batangnya amat terasa di dinding vaginaku. Meski rasanya lebih lembek daripada penis sungguhan dan terasa dingin, tetap saja, ukurannya memberikan stimulasi yang amat nikmat di dalam sana.
“Enak?”, tanya mas Reza
“ehmmm”, hanya itu jawabku sambil mengangguk kecil.

Mas Reza lalu memainkan dildo itu keluar-masuk secara perlahan di dalam sana. Bibir mas Reza kini merayapi leher jenjangku, perlahan turun ke payudaraku. Di sana, ia berhenti di putingnya. Diemutnya sambil digigit-gigit kecil. Tanganku yang tak kebagian kerjaan hanya bisa meremas-remas alas tidur kami untuk menahan derita berahi yang semakin lama semakin menuntut ingin dibawa ke puncaknya ini.

Puas dengan payudaraku, sapuan bibir dan lidah mas Reza perlahan merayap ke bawah hingga tiba di bukit kemaluanku. Dibantu tangannya yang membentuk huruf V, ia membuat klitorisku yang sudah membengkak itu semakin menonjol ke luar. Lidahnya lalu menyentuh klitorisku.

“Ehmmm ahhh enakkkhh bangethh masshh”, erangku menerima perlakuannya.
“Uhhh cepethinn massshh”, pintaku yang memang ingin dituntaskan tanggungku tadi siang itu.
“ahh ahh uhhh.. kamuuhh nakallhh mash”
“Ideehh dari manahh sihh inihhh… ahh akuu sukahh.. enakkk”
“Uhh… lidahmuuu cepetinn sayaangghhhh aku pengennnn ehmmm”

“Ahhh… massh kok”. Lagi-lagi, mas Reza membuat orgasmeku tertahan. Ia menghentikan permainan dildo itu dan sapuan lidahnya.
“Kalau mau keluar, harus tetap pakai punyaku”, katanya.
“ya udahh buruuu”

Tanpa diberi aba-aba, mas Reza langsung memposisikan dirinya di bawah sana. Penisnya yang lebih kecil dari Dildo tadi, ditambah cairan vaginaku yang sudah banjir membuatnya mudah memasukiku. Kupikir, mas Reza akan langsung memompa vaginaku, tapi dugaanku salah. Setelah masuk, batang itu didiamkannya. Pinggulku yang kubuat bergoyang-goyang pun hanya memberi ransangan yang kecil karena tak disambut dorongan olehnya.

“Aku ingin yang lebih buat bekalku”, katanya
“Ahh apah mash?”
“Kamu harus nurut”, katanya
“Ehmm jangan macam-macam ihh aku pengen nyampe nih sakitt kalo nanggung gini nih”, rengekku.
“Kamu harus nurut”, ulangnya lagi.
“Iyah iyah aku nurut”, jawabku, sambil pinggulku semakin menjadi-jadi bergoyang sendiri di bawah sana menuntut untuk segera dipuaskan.
“Kamu tutup mata kamu pakai ini”, katanya, sambil menyodorkan dasi hitam miliknya yang entah sejak kapan benda itu ada di kasur. Posisinya memang tergantung tepat di samping tempat tidur kami.
“Mauh ngapain sih”, rengekku manja
“Pakai aja”, katanya

Aku menurut. Aku mengangkat kepalaku sejenak ke atas untuk mas Reza pasangkan dasi hitam itu di kepalaku hingga membuat mataku tertutup. Sedikit rangsangan ku dapati karena penis mas Reza mau tak mau terdorong maju di dalam sana. Pinggulku pun menanggapinya dengan ikut bergoyang kecil.

“Ahhh.. masshh”, erangku saat mas Reza menarik sedikit penisnya lalu didorongnya kuat-kuat ke dalam lubang vaginaku dan didiamkannya lagi.
“Kita mulai ya permainannya”, katanya
“Main apaan sih mas… Akuhh nanggung nih”, tanyaku manja sambil menggodanya dengan menggoyang pinggulku lagi.
“Ahhhhhh…. dalemm”, teriakku karena mas Reza mengulangi lagi perbuatannya
“Aku kasi kamu pertanyaan, kamu harus jawab cepat dan jujur”, katanya
“Terserahh masshh”, kataku
“Oke, hadiahnya aku kasih 10 goyangan kalau langsung kamu jawab cepat”, katanya
“Duhh apaan sih… memekku gatall banget nih mash”, aku protes karena permainannya, bahkan sampai mengeluarkan kata “memek” untuk menyebut vaginaku yang di kehidupan rumah tanggaku dan mas Reza menganggapnya sedikit tabu.
“Ehh ngelawan ya? Aku cabut aja nih”, katanya mengancam
“Iya mas iya. Cepetan aja tanya”, rengekku.

“Ahhh”, mas Reza mendorong penisnya kuat-kuat lagi.
“Pertama, enak mana dildo atau punyaku dan alasannya?”
“Punya mas, kan asli”, jawabku cepat.

“Ouhcc… ehmmm iyahh mashhh trushhh”, mas Reza langsung menghadiahiku 10 goyangannya.
“Mashhh… lagihh duhh nanggung banget ini mahhh”, rengekku ketika 10 goyangan itu habis.

“Kedua, puas ga sama punyaku?”
“Puas”, Jawabku, tapi, mas Reza hanya diam.
“Puas? Bener?”, tanyanya lagi, sambil menarik pelan penisnya hingga kepalanya terasa tepat di bibir kemaluanku.
“Bener, Mas”, jawabku lagi.
“Bener?”, ulangnya lagi, kali ini penis itu terasa hampir terlepas dari vaginaku
“Kadang mas, kadang puas kadang ga”, jawabku.

“ahhh… masshh… ehmmmmm ehmmm”, erangku saat mas Reza mendorong penisnya kuat-kuat lalu memompa tubuhku tiba-tiba. Tetap 10 goyangan saja yang berikan. Aku berpikir mungkin bisa-bisa aku mati menderita berahi dariapda harus dibuat ‘tanggung’ seperti ini.

“Ketiga, mantanmu, si Aldi, sering ga sama kamu ngelakuin ini?”, tanyanya, yang tentu saja membuatku kaget setengah mati. Kenapa pertanyaan ini muncul?
“Jawab”, katanya sambil menarik penisnya perlahan.
“Iyah mash”, jawabku tanpa sadar.

“Ahchh mashsh ouhhh” erangku lagi saat dihadiahi goyangan itu, lebih dari 10 kali seperti yang dijanjikan.
“Naakhaaal ehmm yahh kamuhh dulu”, racau mas Reza sambil tetap memompa tubuhku.
“ehmm mashh uhh enakkhh mashh”, desahku yang bersahutan dengan desahan mas Reza.

Kupikir mas Reza sudah selesai karena ia tetap memompa tubuhku. Tapi, tiba-tiba, ia berhenti. Mencabut penisnya, dan memintaku membalikkan tubuhku hingga posisinya menungging. Ia lalu memasukkan kembali penisnya ke dalam vaginaku. Lalu kembali memompanya, dan sambil memompa, pertanyaan keempat muncul saat aku tengah sangat menikmati gesekan-gesekan di dalam sana.

“Keempat, Enak mana, aku atau Aldi”, tanyanya tiba-tiba.
“Ahh ahh mashhh ahhh enakkk aldihh mashhh”, jawabku tanpa sadar lagi karena sedang keenakan dibuat mas Reza. Bukannya berhenti atau apa, respon mas Reza justru seperti semakin bersemangat memompaku. Badanku hingga tersentak-sentak dibuatnya. Desahanku makin tak karuan.

“Sekarang bayangin kamu sama Aldi”, katanya cepat di tengah desahan-desahan kami
“Ahh ga mauhh mashhh”, jawabku yang mampu kukontrol
“Jangannhh ngelawanhhh” perintahnya
“Inihhh Aldiihh yang ngen.. totinn kamuhh”, sambungnya
“ahh.. iyahhh mashhh ehh aldihhhh”, racauku
“Apahh yanghh? Gah jelashh?”, giliran mas Reza meracau.
“Aldihhh ehmmm aldihh yangghh ngentootinn akuhh”, jawabku yang meracau pula

Diminta mas Reza seperti itu, tentu saja otakku meresponnya dengan cepat. Dengan mata yang memang ditutup, juga karena ingin mengejar kepuasan yang dari tadi digantung itu membuatku mudah membayangkan Aldi yang sedang menyetubuhiku saat ini. Bahkan amat jelas sekali yang ku rasakan dengan mata tertutup seperti ini.

“Dihh ahh cepetihh dihhh akuu pengenn nyampehhh”
“Ouuchh iyahhh gituhh cepethinnn ahhhh enakkhh ngentotthh ahh enakk”

Semakin mendekati orgasme, racauanku semakin menjadi. Tak sekali aku menyebut ‘kontol Aldi’. Hal itu tentu direspon dengan tubuhku dengan menguatkan goyangan pinggulku, menyambut penis mas Reza di dalamnya.

“Ahh dihh akuuhh mauhh sampehhh”, erangku
“Barenghannn”, kata mas Reza
“AHhh dihhh akuhh sampehhhhh”, teriakku menyambut orgasmeku.
“Cretss cretsss cretss cretsss”, sesuatu yang hangat menyembur. Mas Reza juga mencapai klimaksnya. Membuat sensasi orgasme semakin nikmat. Kedutan-kedutan nikmat dunia itu sampai membuat pinggulku kejang dan tersentak-sentak.

Kami ambruk bersamaa. Mas Aldi lalu menyampingiku, dipeluknya aku sambil mengusap-usap kedua pantat bulatku dan membuka ikatan penutup mataku. Kami sama-sama terdiam beberapa saat, mengatur nafas.

“Puashh?”, tanyanya masih dengan ngos-ngosan
“Gilaah.. Kamuh gilah mash”, jawabku
“Jangan ulangi. Aku ga suka bawa-bawa orang lain di hidup kita”, sambungku.
“Ga papa. Sesekali kita juga butuh fantasi, yang penting mainnya tetep sama aku”, balasnya.
“Memangg udah gila kau, Mas”
“Gapapa, yang penting puas. Kamu puas kan tadi?”, ejeknya.
“Kamu?”, aku balik bertanya
“Masih pengen sih”, katanya

Aku tersenyum, ku lirik batang penisnya di bawah sana. Sudah menegang kembali meski belum maksimal. Aku meraih batang yang terasa licin dan lengket karena sperma yang bercampur cairan cintaku tadi.

“Boleh, tapi jangan ada orang lain lagi”, kataku.
“Oke. Kamu yang ambil alih”, katanya

Aku lalu menaiki tubuhnya. Ku telan penisnya dengan lubang vaginaku itu. Kami pun mengulangnya sekali lagi. Meski aku meminta tanpa ada membayangkan orang lain lagi, diam-diam, aku sendiri yang membayangkan Aldi. Dan kuakui memang terasa lebih nikmat. Permainan kami malam itu pun ditutup dengan orgasmeku yang dibantu dengan Dildo setelah diizinkan oleh mas Reza karena dirinya yang memang keluar lebih dulu.

“Fantasi? Jangan sampai aku menginginkan yang sungguhan, Mas”, batinku dalam hati sambil menatap wajah mas Reza yang telah tertidur lebih dulu.

*****​

“Gila, mas Reza memang gila. Bisa-bisanya ia seperti itu”, kutukku dalam hati. Pagi ini aku dibuat kesal oleh tingkah mas Reza yang bodoh atau memang gila. Fantasi? Rupanya, kata fantasi tadi malam dan saran untuk itu ia dapat dari Rio, Aldi di versinya mas Reza. Aku mendapati chat WAnya yang berkonsultasi masalah ‘ranjang’ dengan Rio tadi pagi saat iseng membuka hp mas Reza yang ditinggalnya mandi.

Mas Reza pun habis kuomeli karena membuka masalah pribadi kepada orang lain. Terlebih, Rio atau Aldi itu mantanku, yang tentunya tak ku katakan ke mas Reza. Sepanjang jalan dari rumah ke kantor, mas Reza sibuk membujukku agar tak lagi marah dengan tingkahnya itu.

“Yang, udah dong, kan maksudku baik, buat kita juga, kamu lah terutama”, kata mas Reza yang mencoba membujukku.
“Alah, sembarangan banget kamu orangnya, Mas! Hidupku bukan soal ngentot aja, bahagia bisa banyak cara”, omelku.
“Aku janji ga akan bicara soal itu lagi dengan Rio”, katanya
“Telat, Mas. Pokoknya, masalah kerjaan, jangan bawa dia ke rumah. Malu aku jadinya”, kataku.
“Iya, iya. Aku juga tadinya masih pikir-pikir, tapi, begitu kupancing Andin dan tau kalau Rio memang jago di ranjang, aku langsung mikir minta tipsnya ke dia”, kata mas Reza, masih berusaha menjelaskan.
“Itu lagi. Kalian bener-bener ngejual si Andin ya, bisa-bisanya kamu bilang “pakai aja si Andin kalau bisa” ke Rio gitu. Ga habis pikir aku”, omelku lagi.
“Siapa yang ngejual. Dari awal, mereka berdua memang saling tertarik kok. Udah gede juga kok mereka, ga mungkin dilarang-larang. Andin juga Cuma stafku doing, ga mungkin diatur gimana-gimana”, jawabnya

Oh ya, ‘konsultasi’ itu berawal dari chat Mas Reza yang mengejek Rio dengan sebutan “Homo” saat membalas status WA Rio yang memajang fotonya tengah sendirian di dalam kamar. Chat pun berlanjut hingga Rio berkata “bisa aku buktikan, Andin” dan dijawab mas Reza, “Boleh. Aku tunggu buktinya”. Dan setelah mendengar testimoni Andin yang dipancing-pancing mas Reza sampai mau malu-malu mengaku telah melakukan hubungan intim dengan Rio dan bagaimana Rio di atas ranjang, mas Reza pun akhirnya percaya kalau Rio jago urusan ranjang dan entah setan apa yang lewat di depannya sampai-sampai ia curhat soal kehidupan ranjang kami dan meminta tips untuk memperbaikinya.

Rio pun akhirnya memberikan beberapa tips, dari mulai pengalamannya sampai dengan link-link artikel yang membahas urusan ranjang. Aku bahkan sampai malu membaca chat mereka karena ada beberapa bagian yang spesifik merujuk ke bagian tubuh wanita. Ada juga beberapa pengalaman Rio yang diceritakannya yang kupikir itu adalah pengalamannya denganku dulu.

Dan yang terakhir, masalah fantasi. Rio berkata, soal urusan ranjang, suami-istri butuh fantasi agar tak terasa bosan. Sampai pada akhirnya mas Reza yang mengajukan bagaimana dengan fantasi bersetubuh dengan orang lain. Dan dari semua orang untuk dibayangkan, mas Reza justru berpikir soal mantan pacarku, karena kalau orang-orang lain di sekitarku saat ini, mas Reza takut kalau aku lalu ingin mewujudkannya. Gila, itu yang membuatku berpikir mas Reza sudah gila. Seandainya dia tahu kalau Rio itu adalah Aldi, mantanku yang tadi malam ia suruh aku membayangkannya.

Mobil kami pun tiba di kantorku. Tanpa mengucap salam dan basa-basi, aku langsung keluar dan menutup pintu mobil karena masih terasa sangat kesal dengan mas Reza. Mas Reza diam beberapa saat sebelum mobilnya kembali melaju menuju ke kantor CVnya beralamat. Entah apa yang sekarang ia pikirkan.

“Andin? Kenapa tak bertanya langsung denganku saja, Mas? Aku lebih tahu soal Rio daripada Andin. Fantasi? Yang sungguhan pun aku pernah, dan mungkin mau melakukannya. Mas Reza… mas Reza. Gila kamu”, batinku sambil melangkah masuk menuju ruanganku di kantor.

~~~​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd