Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

ADVENTURER DIARY - true story

Iya di band..soalnya banyak id clone berkeliaran di thread ini..
 
Terakhir diubah:
Ceritanya bagus dng ksh status true story yg dipaksakan, buat sy sangat ragu2..
tp sayang attitude TS yg minim..

Ngapain jg bikin klone buat ngangkat nama urusan dumay? Spy dpt nocan para TO kah? Pingin FOC?
 


Adventurer Diary
(Buku Harian Sang Petualang)




Minggu, 17 Desember 2006….



Minggu pagi itu aku tak punya rencana ke mana-mana. Karena di musim hujan aku suka malas bepergian, kecuali kalau ada yang sangat penting. Masalahnya kalau keluar di musim hujan, pulangnya pasti harus cuci motor yang penuh lumpur.

Padahal Papa dan Mama sedang ke Jawa Tengah, baru berangkat tadi subuh. Dan aku kesepian, hanya sendirian di rumah. Tapi aku tak mau pergi ke mana-mana. Mendingan istirahat saja di rumah, sambil mendengarkan musik kegemaranku.

Setelah mandi, kubuat sendiri roti bakar dengan keju dan telur. Lalu menyetelkan musik dengan volume agak keras, mumpung Papa dan Mama gak ada (karena kalau ada mereka, volume musik harus selalu kecil).

Setelah roti bakar dan capucinoku habis, aku masuk ke dalam kamarku. Karena teringat sesuatu.

Kubuka laptop di atas meja tulisku. Kuputar video bokep yang baru kucopy kemaren dan tersimpan di external hardiskku. Semuanya dibintangi oleh Melanie Hicks, sosok yang belakangan ini sangat kugemari, karena sangat seksi dan sering berperan sebagai ibu tiri yang terlibat skandal dengan anak tirinya.

Entah kenapa, kalau melihat video bokep yang dibintangi oleh artis porno yang satu itu, aku selalu saja terangsang berat. Baru melihatnya telanjang saja, si dede langsung bangun.

Ketika aku sedang asyik nonton bokep, hujan turun dengan derasnya. Suaranya bergemuruh, seolah bersaing dengan suara musik di ruang depan yang belum kumatikan.

Aku tak peduli dengan bunyi hujan dan musik yang tengah bersaing itu. Karena aku sedang berkonsentrasi ke layar laptopku.

Tapi ketika pandanganku terpusat ke layar laptop, terawanganku mulai melayang ke sesuatu yang masih hangat… yang terjadi tepat pada hari ulang tahunku kedelapanbelas…. dua minggu yang lalu, tepatnya Sabtu, 2 Desember 2006.

Saat itu, selesai mandi aku keluar dari kamar, langsung dihampiri oleh ibu tiriku yang sudah terbiasa kupanggil Mama itu. Ia merentangkan kedua tangannya sambil menghampiriku. Lalu ia memelukku sambil berkata, “Selamat ulang tahun, Gar. Hari ini kamu berusia genap delapanbelas tahun ya ?”

“Iya Mam,” sahutku sambil membiarkan Mama mencium pipi kanan dan kiriku.

“Semoga kamu panjang umur, sukses dalam pendidikan dan sukses di masa depanmu,” kata Mama lagi.

“Iya Mam. Terima kasih. Papa ngantor ? Kan sekarang hari Sabtu.”

“Papa terbang ke Medan tadi subuh. Ada urusan mendadak dari kantornya. Mungkin Senin atau Selasa baru pulang.”

Aku duduk di sofa ruang keluarga. Mama pun duduk di sampingku.

“Untuk hadiah ulang tahunmu sekarang, mau hadiah apa ?” tanyanya.

Aku tak menyahut.

“Apa motormu mau diganti dengan mobil kecil ? Kalau mau kan bisa nyicil.”

“Gak Mam. Belum waktunya aku punya mobil segala.”

“Terus mau apa hadiahnya ? Masa kamu gak punya keinginan sama sekali. Kan biasanya juga tiap ulang tahun kamu ada request.”

Aku menatap wajah jelita ibu tiriku yang usianya sepuluh tahun lebih tua dariku itu. Lalu berkata sambil menunduk, “Ada sih yang sangat… sangat kuinginkan. Bahkan sudah menjadi khayalan sejak tiga tahun yang lalu… sejak umurku baru limabelas tahun.”

“Jadi kamu punya keinginan yang terpendam selama tiga tahun ?”

“Iya Mam.”

“Apa sih yang kamu inginkan itu ? Ceritain aja sama mama, jangan sungkan-sungkan.”

“Takut Mama marah.”

“Lho masa marah ?! Cerita aja terus terang, mama takkan marah.”

“Soalnya keinginanku ini… aaah… Mama janji dulu takkan marah.”

“Iya, mama janji takkan marah. Apa pun yang kamu inginkan, mama takkan marah.”

“Begini Mam… sejak aku masih di SMA, aku sering mimpiin sesuatu yang aneh tapi terus-terusan jadi ingatan. Berkali-kali aku mengalami mimpi aneh itu. Bahkan seminggu yang lalu pun aku bermimpi yang itu lagi.”

“Mimpi apa ?” Mama mengerutkan dahinya.

“Takut Mama marah,” sahutku sambil menunduk lagi.

“Lho… kan mama udah janji, mama takkan marah meski apa pun yang kamu katakan. Terus terang dong… mimpi apa ?”

Aku tidak langsung menjawabnya. Lalu menguatkan hati untuk berterus-terang, “Mimpi gituan sama Mama… “

“Haaa ?!” Mama tercengang dan melotot.

“Tuh kan… Mama marah kan ?”

“Nggak. Mama gak marah… cuma kaget aja.”

Aku memalingkan muka, tidak berani beradu tatapan dengan ibu tiriku.

“Terus… setelah mimpi itu, kamu basah ?” Mama menepuk lututku sambil tersenyum.

“Iii… iiiyaa… setiap habis mimpi, celanaku basah Mam… ” sahutku tersipu.

“Lalu… apa hubungan antara mimpi-mimpimu dengan hadiah ulang tahun ?”

“Kalau Mama sayang padaku… aku… aku ingin mimpi-mimpi itu jadi… jadi kenyataan… “ sahutku tersendat-sendat.

Mama tampak bingung. Lalu mengelus punggung tanganku, “Mama sayang sekali padamu, Gar. Mama sudah menganggapmu sebagai anak kandung mama satu-satunya. Tapi… keinginanmu itu… duhhh… mama jadi bingung Gar… “

Ya, Mama sering mengatakan hal itu. Bahwa aku ini dianggap sebagai anak tunggalnya. Karena setelah sekian lamanya menikah dengan Papa, Mama tak pernah punya anak seorang pun, sehingga Mama mencurahkan kasih sayangnya padaku.

Lalu kenapa aku sering digoda mimpi-mimpi yang tak diundang itu ?

“Sudahlah… jangan pikirkan dulu mimpi-mimpi itu, Gar. Sekarang ganti baju dulu gih. Mama mau nraktir kamu makan di restoran langganan Papa itu, sebagai salah satu acara merayakan ulang tahunmu. Oke ?” Mama menepuk bahuku.

“Iya Mam. Mau pake motor apa mobil Papa ?”

“Ya pakai mobil Papa dong. Kalau dibonceng di motor, mama suka takut-takut.”

“Iya,” aku mengangguk, “aku mau ganti baju dulu ya Mam.”



Beberapa saat kemudian, aku dan Mama sudah berada di dalam sedan Papa yang sangat enak dikemudikannya. Maklum built up dari Eropa.

Aku mengenakan celana blue jeans dan t-shirt putih bersih, sementara Mama mengenakan celana panjang corduroy biru tua dengan blouse katun berwarna biru muda, dengan gambar bunga sakura putih di sekeliling lehernya.

Mama memang wanita yang sangat cantik di mataku. Dalam pakaian apa pun Mama selalu tampak cantik.

Aku masih ingat bahwa waktu usiaku baru enam tahun, ibuku meninggal. Dua tahun kemudian Papa menikah lagi dengan gadis yang baru berusia delapanbelas tahun, ya Mama itu.

Kuakui Papa hebat dalam memilih calon istri. Meski usia Papa saat itu sudah tigapuluhlima tahun, tapi Papa mampu memperistrikan gadis yang usianya tujuhbelas tahun lebih muda daripada Papa.

Maklum Papa menduduki jabatan tinggi di sebuah perusahaan besar. Sehingga beliau bisa memikat hati gadis cantik yang kemudian menjadi ibu tiriku itu.

Kalau aku menghitung-hitung, pada waktu aku berulang tahun yang ke delapanbelas ini, berarti usia ibu tiriku duapuluhdelapan tahun. Masih muda sih, menurutku.

Ohya, aku bukan anak tunggal. Aku punya dua orang kakak, yang sulung perempuan bernama Laras, sudah menikah dengan seorang crew kapal pesiar. Yang kedua cowok bernama Gordon, juga sudah menikah dengan anak seorang milyarder.

Dan aku, si Garin ini, masih tinggal bersama ayah kandung dan ibu tiriku.



“Ceritain dong secara mendetail, apa saja yang terjadi dalam mimpi-mimpimu itu,” kata Mama dalam perjalanan menuju restoran langganan Papa itu.

“Gak tau kenapa Mam… di dalam mimpi-mimpi itu, kejadiannya selalu saja di dalam kamar mandi,” sahutku jujur.

“Ohya ? Jangan-jangan kamu pernah ngintip mama mandi ya.”

“Memang pernah Mam. Tapi cuma satu kali. Itu pun waktu umurku baru tigabelas tahun.”

“Berarti dulu kamu diam-diam udah nakal yaaaa, ” cetus Mama sambil mencubit pipi kiriku.

“Hehehee… mungkin sejak itulah pikiranku selalu tertuju ke Mama.”

“Makanya cepat nyari pacar. Masa cowok seganteng kamu gak bisa nyari pacar.”

Aku cuma menjawabnya dengan senyum. Kata teman-teman, salah satu kelebihanku adalah pintar berkomunikasi dalam memperjuangkan sesuatu. Maka kini aku akan mencobanya untuk menundukkan ibu tiriku.

“Mam… boleh aku berterus terang ?”

“Ya terus teranglah. Sama mama jangan ada yang disembunyikan lagi.”

“Sejak aku ngintip Mama mandi, cewek mana pun nggak ada yang semenarik Mama.”

“Masa sih ?!” Mama menatapku, sambil memegang tangan kiriku yang nganggur (karena mobilnya matic).

Aku menatapnya juga sekilas, lalu menyahut, “Betul Mam. Seandainya ada cewek yang mirip Mama dalam segalanya, pastgi kukejar dia sampai dapat.”

Obrolan itu terputus, karena kami sudah tiba di restoran yang dituju.

Setelah kami duduk berhadapan di sudut restoran itu, aku dikejutkan oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka 1 dan 8.

Yang lebih mengejutkan lagi, adalah munculnya teman-teman Mama, seperti Tante Ami dan suaminya, Tante Lina dan Tante Maya dengan suaminya masing-masing. Ada pula beberapa teman Mama yang belum kukenal. Bahkan tampak pula beberapa orang cewek yang kutaksir usianya sebaya denganku. Entah siapa mereka. Mungkin termasuk grup bisnis Mama juga. Atau mungkin mereka anak-anak teman Mama.

Ternyata restaurant itu sudah dicarter oleh Mama, khusus untuk merayakan ulang tahunku. Rata-rata tamu yang hadir itu teman-teman bisnis Mama. Dan semuanya tampil glamour. Sementara aku sendiri hanya mengenakan pakaian casual. Namun sebelum aku meniup lilin yang sudah dinyalakan, Mama mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sehelai jacket yang terbuat dari benang keemasan, seperti jacket yang suka dikenakan oleh artis-artis. Pasti itu jacket mahal. Dan Mama menyuruhku untuk memakai jacket itu, sehingga aku tak kalah glamour jika dibandingkan dengan teman-teman Mama. Padahal waktu berangkat dari rumah tadi, aku hanya mengenakan celana jeans dan t-shirt.

Aku pun berdiri di depan kue ulang tahun, sambil make a wish. Pada saat itulah aku make a wish dengan mulut berkomat-kamit, namun tidak mengeluarkan suara. Sebenarnya inilah pertama kalinya aku make a wish yang lain dari biasanya. Aku seolah berdoa, semoga Mama mewujudkan mimpi-mimpiku dalam kenyataan… !

Kemudian kutiup lilin berbentuk angka 1 dan 8 itu. Diikuti bunyi tepuk tangan dan suara nyanyian Mama beserta teman-temannya, “Happy birthday to you… happy birthday to you… happy birthday to Garin… happy birthday to you….”

Kemudian tamu-tamu bergiliran menjabat tanganku sambil mengucapkan selamat ulang tahun. Salah seorang cewek yang sebaya denganku tidak hanya menjabat tanganku. Setelah menjabat tanganku, ia mengenalkan namanya, “Garin… kamu anak ekonomi ya ?”

“Iya,” aku mengangguk, “Kok tau ?”

“Kita sekampus. Aku anak psikologi.”

“Ohya ? Semester berapa ?”

“Semester tiga. “

“Lho… seangkatan denganku dong. Terima kasih sudah mau hadir di sini.”

“Sama-sama. Nanti ngobrolnya kita lanjutkan di kampus yaaa.”

“Oke… oke… namanya Ayana ya !”

Cewek itu mengangguk sambil tersenyum manis. Cantik sekali cewek itu. Tapi… pikiranku tetap saja tertuju pada ibu tiriku… !

Kemudian aku memotong kue ulang tahun untuk Mama sebagai sosok pertama di dalam hatiku. Mama pun mencium pipi kanan dan kiriku sambil berkatra setengah berbisik, “Terima kasih ya sayang…”

Kue ulang tahun itu besar sekali. Selanjutnya Mama yang memotong kue itu untuk tamu-tamunya.

Kemudian para tamu dipersilakan makan hidangan yang sudah disiapkan oleh restoran dengan system buffet.



Setelah tamu-tamu bubar, aku menghampiri mobil yang kuparkir di depan restoran itu. Aku hanya ingin melepaskan jaket dan menaruhnya di mobil. Ternyata seat belakang sudah penuh dengan kado. Dan ketika kubuka tutup bagasi, ternyata di situ pun penuh dengan kado-kado.

Siapa yang memasukkan kado-kado itu ke mobil ? O, aku ingat, tadi Mama pinjam kunci mobil beberapa saat, lalu dikembalikan lagi padaku. Mungkin waiters yang mengangkut kado-kado itu ke dalam mobil.

Dalam perjalanan pulang, aku bertanya kepada Mama, “Tadi tamunya banyak sekali Mam. Ada cewek-cewek remajanya segala. Apakah semuanya itu teman bisnis Mama ?”

“Yang cewek-cewek itu sih anak teman-teman sekantor Papa. Malah anak boss Papa juga hadir. Kan yang ngatur semuanya tadi itu Papa. Sayangnya Papa malah mendadak harus terbang ke Medan.”

“Tadi yang namanya Ayana itu ternyata sekampus denganku Mam.”

“Ohya ?! Dia itulah puteri boss Papa, Gar.”

“Jadi ayah Ayana itu pemilik perusahaan tempat Papa bekerja ?”

“Pemilik perusahaan itu banyak. Tapi Pak Abraham paling besar sahamnya. Lebih dari tujuhpuluh persen sahamnya. Jadi Pak Abraham itulah yang bisa disebut big boss di perusahaan tempat Papa kerja. Ohya, tadi Ayana sempat ngomong-ngomong sama kamu ya Gar ?”

“Iya Mam. Dia anak psikologi. Seangkatan denganku. Sama-sama semester tiga.”

“Nah… boleh tuh dijadiin pacar sama kamu Gar. Dia kan anak konglomerat. Cantik pula.”

“Mama… sampai detik ini Mama adalah perempuan tercantik di mataku. Aku hanya menginginkan Mama… ”

“Mmm… kalau udah bisa gombal, bagusnya diucapkan buat cewek seusiamu, Gar. ”

“Mama… aku serius Mam. Sejak aku mengintip Mama mandi… aku hanya tertarik pada Mama. Tapi baru hari inilah aku berani mengatakannya. ”

“Tapi Mama ini kan milik Papa, Gar.”

“Iya Mam. Itu juga yang bikin aku bingung dan memendam perasaanku selama bertahun-tahun. Tapi hari ini aku udah telanjur mengatakannya. Mudah-mudahan aja Mama gak tega membiarkanku tersiksa terus dan hanya mendapat mimpi-mimpi lagi. ”

Setibanya di rumah, kumasukkan mobil ke dalam garasi, lalu kututup dan kukunci pintu garasi. Lalu mengangkut kado-kado di dalam mobil itu ke dalam kamarku.

“Banyak sekali kadonya Mam… kayak kado buat resepsi pernikahan aja,” kataku setelah kado-kado itu kusimpan dan kurapikan di dalam kamarku.

“Ada yang sudah dibuka ?” tanya Mama yang mau masuk ke dalam kamarnya.

“Belum, “ sahutku, “Mau mandi dulu… gak terasa hari udah sore Mam. “

“Iya. Mama juga mau mandi sore. Mau ikut ?” Mama tersenyum menggoda lagi.

“Mau Mam… mauuu… ! “ sahutku penuh semangat.

“Jangan ah… mama takut terjadi sesuatu… “

“Aku janji takkan nakal… hanya ingin melihat Mama mandi doang… “

Mama mencibir, lalu masuk ke dalam kamarnya.

Rumah kami punya empat kamar. Tiap kamar ada kamar mandinya. Kamar terbesar dipakai oleh Mama dan Papa, sementara aku memilih kamar yang agak besar juga. Dua kamar yang nganggur itu disediakan untuk tamu yang mau menginap di rumah kami.



Setelah mengambil handuk, setengah berlari aku menuju pintu kamar Mama yang masih terbuka. Ternyata pintu kamar mandi Mama pun masih terbuka. Maka bergegas aku menyerbu masuk ke dalam kamar mandi itu.

“Kamu beneran mau ikut mandi sama mama ?” tanya ibu tiriku yang masih mengenakan celana corduroy dan blouse katun itu.

Aku memberanikan diri memeluk ibu tiriku dari belakang, “Iya Mam… aku ingin merasakan asyiknya mandi sama Mama. ”

“Waktu ngintip mama mandi, kamu sudah lihat apa aja ?”

“Mama setiap kali mandi selalu memunggungi lubang yang kupakai ngintip. Jadi… aku cuma bisa melihat punggung dan pantat Mama aja. “

“Terus… sekarang kamu mau lihat semuanya ?”

“Kalau Mama sayang sma aku dan tidak berkeberatan… tentu saja aku ingin lihat semuanya Mam.”

“Kalau gitu, kamu harus telanjang dulu. Supaya mama gak ragu melepaskan semua pakaian mama.”

“Iya Mam,” aku mengangguk. Tiada keraguan waktu melepaskan t-shirt dan celana jeansku. Bahkan juga ketika melepaskan celana dalamku, sehingga batang kemaluanku yang sudah agak ngaceng ini kubiarkan dilahap oleh pandangan Mama.

“Gar… ! Gak salah nih… ?! Tititmu malah lebih gede daripada titit Papa ?!” cetus Mama dengan suara bergetar, sambil memegang penisku.

“Mungkin karena almarhumah Umi keturunan Arab,” sahutku sambil membiarkan Mama memegang dan meremas-remas penisku (Umi panggilanku kepada ibu kandungku).

“Wooow… makin ngaceng makin panjang dan makin gede Gar !” seru Mama yang masih meremas-remas penisku, sehingga alat vitalku ini jadi semakin tegang dibuatnya.

“Hmm… ereksinya sempurna pula,” suara Mama terdengar bergetar lagi.

“Aku aja yang bukain pakaian Mama ya,” ucapku melompat ke target utamaku.

“Iya,” Mama mengangguk sambil melepaskan penis ngacengku dari genggamannya, “Hari ini mama mau manjain kamu. Apa pun yang kamu inginkan, akan mama ikuti. “

Kujawab dengan pelukan dan ciuman ke pipi Mama, dilanjut dengan bisikan, “Mama… aku semakin sayang pada Mama….”

Lalu dengan hati-hati gemetaran kulepaskan blouse Mama, dengan tangan gemetaran. Kususul dengan melepaskan celana corduroynya. Sehingga tinggal bra dan celana dalam saja yang masih melekat di tubuh ibu tiri yang sangat kugilai itu.

Wah… rasanya bentuk tubuh Mama tak jauh beda dengan Melanie Hicks yang sangat kusukai itu. Tinggi tegap, dengan toket aduhai, pinggang kecil namun bokongnya semok. Seksi sekali.

Yang membuatku heran, kenapa Mama belum bisa hamil juga. Entahlah.

Pada waktu mau menanggalkan beha Mama, masih sempat aku berkata, “Rasanya semuanya ini mirip dengan yang kualami dalam mimpi-mimpiku Mam.”

“Ohya ? Semua mimpimu terjadinya di kamar mandi ?” Mama menatapku dengan sorot mata yang lain dari biasanya. Mungkin sorot mata wanita yang mulai pasrah, entahlah.

“Iya Mam, “ sahutku sambil berlutut di depan kaki ibu tiriku. Lalu… inilah yang paling mendebarkan… bahwa aku mulai menurunkan celana dalam Mama yang tipis dan putih bersih itu, sedikit demi sedikit, sampai terlepas dari kakinya.

Sesuatu yang sangat indah terbuka di depan mataku. Sebentuk kemaluan yang bulunya sangat tipis… ooo… tak kuasa lagi aku menahan diri.

Maka ketika aku masih berlutut di depan kaki Mama, dengan wajah sejajar dengan kemaluannya yang sangat menggiurkan itru… kupeluk kedua paha Mama dan kuciumi kemaluannya dengan sepenuh hasrat di dadaku.

Mama tersentak, “Gaaaaarrr ! Jangan begitu ah. Mending kita mandi dulu yuk. Nanti abis mandi mama kasih apa pun yang kamu inginkan. Tapi jangan di kamar mandi begini… ”

“Iya Mam… “ sahutku sambil berdiri, “Maafkan aku barusan Mam… soalnya aku merasa seperti sedang bermimpi… karena gak nyangka kalau Mama… “

“Sudahlah,” sergah Mama sambil menepuk bahuku, “Mending mandi dulu biar seger badan kitanya… “

“Iya Mam… “

Lalu Mama memutar kran ke shower ke arah tanda merah. Air hangat pun memancar dari atas kepala kami, membuat sekujur tubuh kami basah dan hangat.

Sesaat kemudian, Mama menyerahkan botol sabun cairnya padaku. “Mau nyabunin punggung mama ?” tanyanya dengan senyum menggoda.

“SIap Mam, “ sahutku sambil menjemput botol sabun shower itu, “Jangankan cuma punggung, dari ujung kaki ke ujung rambut Mama pun aku siap untuk menyabuninya.”

“Untuk hari ini cukup punggungnya aja. Karena punggung kan sulit menyabuninya kalau nggak ada yang membantu,” kata Mama sambil memunggungiku.

“Siap Mam,” sahutku sambil menuangkan cairan sabun ke telapak tangan kananku. Lalu mulai menyabuni punggung Mama yang mulus dan padat.

Sebenarnya aku ingin sekali menyabuni bagian depan tubuh Mama. Tapi karena belum diijinkan, aku tak berani memaksanya. Biar bagaimana, aku tak mau merusak suasana yang sudah sangat mengasyikkan ini.

Mama sudah mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Kemudian handuk itu digunakan untuk melilit tubuh seksinya. Aku pun ikut-ikutan mengeringkan tubuhku dengan handuk dan membelitkan handukku ke tubuhku. Kemudian mengikuti langkah Mama keluar dari kamar mandinya.

Di ruang tidur, Mama duduk di pinggiran bednya sambil tersenyum padaku. Dan memegang pergelangan tanganku sambil bertanya, “Kamu sudah siap untuk mewujudkan mimpi-mimpimu ?”

“Siap Mam… “ kataku dengan suara terasa bergetar. Karena sudah terlalu membayangkan apa yang sebentar lagi akan terjadi.

“Supaya semuanya jadi indah, jangan buru-buru ya. Mulai dari dada ke atas dulu,” kata Mama sambil menurunkan belitan handuknya, sehingga dari bagian dada ke atas terbuka, tapi dari perut ke pahanya masih tertutup lilitan handuknya.

Lalu Mama merebahkan diri di tempat tidurnya sambil menarik pinggangku sehingga aku tertelungkup di atas tubuh ibu tiriku.

Kutatap wajah Mama dari jarak yang sangat dekat, “Boleh cium bibir Mama ?”

“Boleh, “ sahutnya, “Apa pun boleh kamu lakukan, tapi dari dada ke atas saja dulu. Memangnya kamu belum pernah menyetubuhi cewek ?”

“Belum Mam… “ sahutku, “tapi kalau nonton filmnya sih sering… “

Sahutku sambil mendekatkan bibirku ke bibir Mama, sementara tangan kiriku sudah kurayapkan ke toket kanannya.

Cruppp… ! Bibirku sudah merapat ke bibir Mama, yang disambut dengan pelukan Mama di leherku. Tak cuma merapat, 4-5 detik kemudian mulai berubah jadi saling lumat.

Inilah pertama kalinya aku merasakan berciuman bibir dengan Mama. Sebelumnya hanya cipika-cipiki doang.

Aku berusaha tidak terlalu jauh dulu membayangkannya, karena berciuman dan saling lumat begini pun terasa indah sekali. Terlebih setelah kedua tanganku bebas meremas sepasang payudara Mama.

Beberapa saat kemudian Mama berkata setengah berbisik, “Mama paling suka kalau dijilatin leher, ketiak, pentil toket dan memek… terutama itilnya…”

“Tadi juga di kamar mandi aku sudah mau jilatin memek Mama. Tapi gak boleh sama Mama,” sahutku.

“Mama nggak mau bersetubuh di kamar mandi. Kesannya murahan banget… apalagi bersetubuh sambil berdiri… kayak pelacur kelas teri aja.”

Aku cuma tersenyum. Dan mulai beraksi.

Aku akan mengikuti ucapan Mama tadi. Bahwa Mama senang kalau dijilati lehernya, ketiaknya, pentil toketnya dan…. memeknya, terutama itilnya… !

Kulakukan apa yang Mama sukai itu. Berawal dengan menjilati lehernya yang harum parfum, yang membuat Mama terpejam-pejam… seperti sedang menikmati aksiku.

Agak lama lidahku beraksi di leher Mama. Kemudian pindah ke ketiaknya yang juga harum parfum. Ini pun membuat Mama terpejam-pejam. Terlebih lagi ketika mjulutku sudah menggasak pentil toket Mama… mengisap-isap sambil menjilatinya…!

Tubuh Mama pun terasa mulai menghangat. Tapi pada suatu saat Mama mendorong kepalaku ke bawah. Mungkin beliau ingin agar aku mulai menjilati memeknya.

Mulutku pun melorot turun, sementara Mama menarik handuk yang masih melilit tubuhnya, dari perut sampai ke pahanya.

Setelah handuk itu terusir dari tubuh Mama, aku mulai menjilati pusar perutnya… lalu menurun ke bawah, ke arah memeknya yang berjembut jarang dan tipis sekali.

DI situlah aku mengikuti apa yang sering kulihat di film-film bokep. Menjilati memek Mama dengan rakus. Tanpa merasa jijik sedikit pun, karena memek Mama tidak mengeluarkan aroma ya ng kurang sedap. Bahkan sebaliknya, harum parfum tersiar juga ke penciumanku ketika sedang rakus-rakusnya aku menjilati memek ibu tiriku ini…

Sesaat kemudian tanganku ikut campur, mencarfi-cari di mana letaknya itil Mama itu. Akhirnya kutemukan juga. Nyempil kecil di bagian atas kemaluan ibu tiriku.

Aku pun mulai menjilati itil yang kecil dan agak tersembunyi itu.

Mama mulai terkejang-kejang kali ini. Nafasnya pun tertahan-tahan, pasti karena lidah dan bibirku sedang menggasak itilnya ini. Sementara kontolku ini.. ohh… tak tahan lagi rasanya… ingin segera dimasukkan ke dalam liang memek Mama yang aku belum tau rasanya itu…. !

Mama seperti mengerti apa yang sedang kurasakan ini. Karena pada suatu saat ia mencolek-colek telingaku sambil berkata perlahan, “Sudah… masukin aja kontolmu Gar. “

Senang sekali aku mendengar perintah Mama itu. Aku menjawabnya, “Rasanya seperti bermimpi Mam. Gak nyangka… akhirnya Mama kudapatkan juga… “

Mama cuma tersenyum, lalu memegangi kontolku yang sudah mau dimasukkan ke dalam memeknya.
Ternyata harus di quote baru muncul
 
Suhu-suhu yang budiman.
Semua komentarnya sudah nubie baca. Terima kasih atas kesudiannya meluangkan waktu
untuk membuat komentar-komentar tersebut.
Nubie mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena seolah melepaskan tanggung jawab dan
membiarkan thread ini tanpa diupdate-update. Selama ini nubie terlalu berkonsentrasi pada
thread yang satu lagi. Mungkin suhu-suhu juga sudah tau thread apa yang nubie maksudkan itu.
Nah... sekarang mumpung sedang agak senggang waktunya, nubie mau mengupdate sedikit demi
sedikit ya... mohon maaf cum

“Mama juga seperti bermimpi bakal disetubuhi oleh kontol segagah ini. Ayo dorong Gar,” kata Mama sambil meletakkan moncong kontolku pada arah yang Mama anggap pas.

Cepat kulakukan perintah Mama itu, dengan mendorong kkontolku sekuat tenaga… hmmm… terasa kontolku mulai membenam ke dalam liang memek Mama.

“Udah masuk Gar… ayo dorong sedikit lagi… iyaaaa…. udah makin dalam nih masuknya. Sekarang entotin dulu sedikit-sedikit, tapi awas jangan sampai terlepas dari memek Mama ya. “

“Iii… iya Mam… “ sahutku terengah karena sedang mendorong kontolku sekuat tenaga.

Lalu kjuikuti perintah Mama, untuk mengentotkan kontolku sedikit-sedikit… makin lama makin lancar dan makin dalam juga kontolku pada waktu sedang kudorong.

“Naaah… sekarang udah pandai nih kamu… enak gak ?”

“Enak Mam… enak sekali… dududuuuh… bener-bener enak ini sih Mam… “

“Kontolmu juga enak, Sayang… ayo entot terus jangan berhenti-berhenti… “

Aku pun mulai mengentotnya dengan kecepatan lebih tinggi. Sehingga desahan-desahan Mama pun mulai terdengar, “Iya Gar… enak Gar… iya… entot terus Gar… duuuh… enak benget Gar… ooooh…. enak sekali Gar…. oooooh…. “

“Memek Mama juga duuuuh… enak sekali Maaam…. “ sahutku terengah-engah karena sedang merasakan sesuatu yang luar biasa nikmatnya.

Mama tidak menjawab. Hanya desahan-desahan nafasnya yang terdengar, diselingi ocehan-ocehan histerisnya, “Aaaahhhh… aaaaah…. aaaah kontolmu enak Gar…. aaaaah… aaaah… nanti lepasin di dalam aja yaaa….. mama kan mandul…. aaaah… aaaah… duuuuh enaknya sampai desar-desir gini Gar… dududuuuuh…. ayo entot terus Gaarrrrrrrrrr………. !”

“Ja… jadi… nanti… lepasin di… dalam memek Mama aja ? Hhhhhhhhhhhhh… “

“Iyaaaa…. biar mama rasain dimuntahin air mani bujangan… biar mama awet muda… duuuuh…. bener-bener enak kontolmu ini Garrr… rasa enaknya mengalir dari kaki sampai ke ubun-ubun… pentil toket mama emut Gar… biar lebih enak lagi… “

Aku menjawabnya dengan tindakan. Menyelomoti pentil toket Mama yang terasa mengeras ini. Mungkin seperti ngacengnya kontol pada waktu sedang dikuasai nafsu birahi.

Mama mulai merem melek ketika aku mengentotnya sambil “menyusu” di teteknya. Memang aku pun sering mendengar bahwa pentil toket termasuk yang sangat peka bagi perempuan. Bahkan ada juga perempuan yang bisa orgasme hanya dengan dimainkan pentil toketnya.

Bagiku sendiri, kejadian yang tengah kualami ini adalah suatu kejutan yang luar biasa. Karena tadinya kupikir bahwa menyetubuhi Mama hanya bisa terjadi di dalam mimpi-mimpiku belaka.

Ternyata mimpiku sudah menjadi kenyataan kini.

Dan Mama pun seperti menikmatinya. Menikmati gerakan kontolku yang makin lama makin massive, bermaju-mundur di dalam jepitan liang kemaluan Mama.

Tapi sebagai pemula, aku belum pandai mengatur irama birahiku. Aku merasa sudah mau ngecrot. Hingga aku melapor terengah-engah, “Mama… aku udah mau ngecrot Mam… “

“Tahan dulu dikit… mama juga udah mau lepas nih… biar bereng-bareng lepasinnya !”

Sebenarnya saat itu aku belum mengerti ap[a itu yang disebut ngecrot bareng. Tapi aku berusaha menahan letusan air maniku dengan memperlambat ayunan kontolku.

Ternyata berhasil. Mama berkata terengah, “Iyyaaaaa… sekarang lepasin Gar…. lepasin…. “

Tanpa disuruh pun aku sudah ingin melepaskannya. Maka dengan lugu kudorong kontolku sedalam mungkin, lalu memuntahkan air maninya di dalam memek ibu tiriku.

Saat itulah Mama tampak tersenyum, seolah telah mencapai suatu kepuasan yang diinginkannya.

Aku merasa bahagia sekali karena telah mendapatkan sesuatu yang sangat kuimpikan sejak masih di SMP.

Tapi sayangnya, hanya beberapa jam setelah persetubuhan yang sangat mengesankan itu, Mama memberitahu, “Gar… mama langsung dapet nih. “

“Dapet apa Mam ?”

“Datang bulan… !”

“Jadi ?”

“Jadi ya harus istirahat dulu selama mama haid. “

“Selama berapa hari Mam ?”

“Biasanya sih antara sembilan sampai sepuluh hari. “

“Waduuuh… tapi gak apa-apa deh. Asalkan Mama janji untuk ngasih aku yang kayak tadi lagi setelah Mama bersih ya. “

“Iya Sayang. Yang penting harus rapi. Jangan memperlihatkan gejala-gejala mencurigakan kalauPapa sedang ada di rumah. “

“Iya Mama. “

Hari demi hari pun kulalui dengan gelisah. Karena ingin menyetubuhi ibu tiriku lagi.

Tapi sialnya, setelah Mama bersih, Papa datang pula. Sehingga aku tak berkutik dibuatnya.

Lalu, tadi subuh Papa dan Mama berangkat ke Jateng pula, yang katanya sih mau menengok ibu Mama yang sakit keras.

Yaaah… biarlah. Hanya kesabaran yang bisa menenangkanku.



Ketika aku masih menerawang kejadian di hari ulang tahunku itu, sementara video bokep masih terputar terus di layar laptopku, hujan pun turun dengan derasnya. Membuatku semakin malas keluar rumah. Lalu memusatkan perhatianku pada film bokep yang tengah ditayangkan di layar laptopku. Sambil memasukkan tangan ke balik celana pendekku… untuk meremas-remas kontolku sendiri.

Tapi lama-lama kantukku datang, karena hujan yang begitu deras sering membuatku ngantuk. Lalu aku tertidur dan lupa bahwa aku sedang memegang kontolku yang sudah kusembulkan dari balik celana pendekku.

Begitu pulasnya aku tertidur, sampai gak ingat lagi bahwa laptopku masih menayangkan bokep koleksiku yang ratusan jumlahnya. Gak ingat pjula bahwa aku sedang menggenggam kontolku sendiri.

Aku baru tersadar setelah malam dan merasa ada yang merayap-rayap di kontolku. Tentu saja aku kaget. Siapa tahu ada kalajengking merayapi kontolku ?!

“Haaaa !?! “ seruku kaget sambil bangkit dan menolah ke kanan kiriku. Ternyata ada Kak Laras di sampingku. Dia yang memegang kontolku, sambil tersenyum-senyum dan berkata, “Nonton video bokep sambil megangin kontol… iiih… emangnya Papa dan Mama pada ke mana ?” tanyanya sambil melepaskan kontolku dari genggamannya, lalu kumasukkan lagi kontolku ke dalam celana pendekku.

Aku punya dua orang kakak kandung yang sudah pada menikah.

Yang sulung perempuan, bernama Laras, sudah menikah dengan pelaut bernama Tono. Yang kedua laki-laki bernama Gordon, sudah menikah dengan Mbak Mien.


“Udah lama Kak ?” tanyaku.

Udah lebih dari dua jam. Tidurmu nyenyak sekali, aku kasian ngebanguninnya juga. Eehh pertanyaanku belum dijawab. Papa dan Mama pada ke mana ? Nonton bioskop ?”

“Lagi ke Jawa Tengah. “

“Ngapain ke Jateng ?”

“Katanya sih mau nengok ayah Mama yang sedang sakit . “

“Ooo… lantas kamu sendirian aja di rumah ?”

“Ya iyalah. Emang sama siapa lagi ? Eh… Kakak nggak sama Mas Tono ?”

“Udah ke laut lagi seminggu yang lalu. “

“Owh.. Cici mana ? Kok nggak kedengaran suaranya ?”

“Dijemput sama ibunya Mas Tono. Seneng dia mah ngasuh cucu di rumahnya. “

Aku cuma mengangguk-angguk.

“Lain kali kalau cuma sendirian di rumah, kunciin semua pintu. Kalau ada orang jahat masuk gimana ? “

“Tadi kan hujan gede banget. Jadi ketiduran deh, serasa dininabobokan sama suara hujan, “ kataku sambil men-shutdown laptopku.

“Kenapa dimatiin laptopnya ? Hidupin lagi dong. Aku suka kok nonton bokep. “

“Ntar kalau horny gimana ?”

“Kan ada kamu. Hihihihiii… “

“Gila ! Memangnya kita keluarga incest ?”

Setelah menghidupkan lagi laptop, sekalian memutar video bokep yang jumlahnya ratusan juddul itu, aku pun turun dari bed sambil berkata, “Mau mandi dulu ah. Kak Lastri udah mandi ?”

“Udah. Tadi aku udah mandi, udah makan… sementara kamu malah tidur aja terus. Ohya Gar… nanti aku tidur di sini aja ya. Tidur sendirian takut, lagi sepi gini sih. “

“Ya udah. Biasanya juga Kakak suka tidur sama aku kan ?”

“Iya. terima kasih deh punya adek baik hati… “

Aku tersenyum, lalu masuk ke kamar mandi. Diam-diam aku memikirkan ucapan Kak Laras tadi, “Kan ada kamu. Hihihihiii… “

Apa maksud ucapannya itu ? Apakah maksudnya kalau dia horny akan memintaku untuk menyetubuhinya ? Iiiih… dia kan kakak kandungku. Mana mungkin aku bisa menyetubuhinya. Itu sangat dilarang !

Tapi kenapa diam-diam kontolku ngaceng gini ?

Aaaaahhh… persetan dengan Kak Laras ! Aku sudah punya memek ibu tiriku. Sepulangnya dari Jateng, masa Papa mau diem di rumah terus ? Pasti ada kesempatan untuk menggasak memek Mama lagi nanti.

Selesai mandi, aku makan nasi goreng yang terhidang di atas meja makan Pasti buatan Kak Laras.

“Kak ! Nasi goreng ini buatan Kak Laras ya ?” seruku waktu baru mau makan nasi goreng itu.

“Bukan ! “sahut kakakku dari kamarku. Mungkin masih asyik nonton bokep, “Itu beli tukang nasi goreng yang lewat tadi. “

“Pantesan gak enak. Kalau Kakak sih yang bikinnya, pasti jauh lebih enak. “

“Iya. Besok aku bikinin. Satai aja. Aku kan mau lama nginep di sini. “

“O gitu… baguslah. Biar rumah ini gak kayak kuburan… “

Tiba-tiba Kak Laras keluar dari kamarku. memelukku dari belakang kursiku, “Apa kamu bilang tadi ? Kuburan ? Hiiii… aku takuuuut Gar !”

Aku seperti diingatkan, bahwa kakak sulungku itu sangat penakut. Kalau lagi sepi, mau kencing juga minta ditungguin di depan pintu kamar mandi.

Tapi… pada saat Kak Laras memelukku dari belakang kursiku ini… terasa ada yang empuk-empuk mendesak bagian belakang kepalaku. Wah, itu pasti toketnya Kak Laras… !

Lalu… kenapa kontolku diem-diem ngaceng lagi ?

“Kak… toket Kakak perasaan jadi tambah gede aja. “

“Ya iya lah. Kan aku udah punya anak. Udah neetekin … wajar aja kalau ngegedein. “

Tiba-tiba aku membalikkan badan, tapi masih duduk di kursi yang sama, hanya kini aku menghadapi sandaran kursi.

“Kak… boleh gak aku megang toket Kakak ? “

“Buat apa pengen megang tetekku segala ?” tanyanya.

“Pengen tahu seperti apa bedanya tetek yang belum netekin dan sudah netekin, “ sahutku.

Tiba-tiba Kak Laras melepaskan behanya, lalu mengangkat baju kausnya sampai nyembul sepasang toketnya yang sudah agak turun tapi lebih montok daripada sebelum kawin dahulu.

“Paganglah, “ katanya, “Mau netek kayhak bayi juga boleh. “

“Haaa ? E,mang masih ada air susunya ?”

“Nggak lah Becanda doang. Ayo pegang tetekku… katganya mau megang. “

Aku pun memegang salah satu toket kakakku. Bahkan agak meremasnya sedikit. Terasa empuk-empuk kenyal. Tapi putingnya agak mengeras. Anehnya, Kak Laras jadi terpejam. seperti sedang merasakan sesuatu.

Lalu ia menjauh, “Udah ah… mendingan kita tidur yuk. Udah malem nih, “ katanya sambil melangkah ke kamarku. Aku pun mengikuti langkahnya.

“Gar… setelah punya suami, aku malah jadi semakin penakut. Nanti tidurnya peluk-pelukan ya. Biar hilang rasa takutnya. “

a sedikit...
 


Adventurer Diary
(Buku Harian Sang Petualang)




Minggu, 17 Desember 2006….



Minggu pagi itu aku tak punya rencana ke mana-mana. Karena di musim hujan aku suka malas bepergian, kecuali kalau ada yang sangat penting. Masalahnya kalau keluar di musim hujan, pulangnya pasti harus cuci motor yang penuh lumpur.

Padahal Papa dan Mama sedang ke Jawa Tengah, baru berangkat tadi subuh. Dan aku kesepian, hanya sendirian di rumah. Tapi aku tak mau pergi ke mana-mana. Mendingan istirahat saja di rumah, sambil mendengarkan musik kegemaranku.

Setelah mandi, kubuat sendiri roti bakar dengan keju dan telur. Lalu menyetelkan musik dengan volume agak keras, mumpung Papa dan Mama gak ada (karena kalau ada mereka, volume musik harus selalu kecil).

Setelah roti bakar dan capucinoku habis, aku masuk ke dalam kamarku. Karena teringat sesuatu.

Kubuka laptop di atas meja tulisku. Kuputar video bokep yang baru kucopy kemaren dan tersimpan di external hardiskku. Semuanya dibintangi oleh Melanie Hicks, sosok yang belakangan ini sangat kugemari, karena sangat seksi dan sering berperan sebagai ibu tiri yang terlibat skandal dengan anak tirinya.

Entah kenapa, kalau melihat video bokep yang dibintangi oleh artis porno yang satu itu, aku selalu saja terangsang berat. Baru melihatnya telanjang saja, si dede langsung bangun.

Ketika aku sedang asyik nonton bokep, hujan turun dengan derasnya. Suaranya bergemuruh, seolah bersaing dengan suara musik di ruang depan yang belum kumatikan.

Aku tak peduli dengan bunyi hujan dan musik yang tengah bersaing itu. Karena aku sedang berkonsentrasi ke layar laptopku.

Tapi ketika pandanganku terpusat ke layar laptop, terawanganku mulai melayang ke sesuatu yang masih hangat… yang terjadi tepat pada hari ulang tahunku kedelapanbelas…. dua minggu yang lalu, tepatnya Sabtu, 2 Desember 2006.

Saat itu, selesai mandi aku keluar dari kamar, langsung dihampiri oleh ibu tiriku yang sudah terbiasa kupanggil Mama itu. Ia merentangkan kedua tangannya sambil menghampiriku. Lalu ia memelukku sambil berkata, “Selamat ulang tahun, Gar. Hari ini kamu berusia genap delapanbelas tahun ya ?”

“Iya Mam,” sahutku sambil membiarkan Mama mencium pipi kanan dan kiriku.

“Semoga kamu panjang umur, sukses dalam pendidikan dan sukses di masa depanmu,” kata Mama lagi.

“Iya Mam. Terima kasih. Papa ngantor ? Kan sekarang hari Sabtu.”

“Papa terbang ke Medan tadi subuh. Ada urusan mendadak dari kantornya. Mungkin Senin atau Selasa baru pulang.”

Aku duduk di sofa ruang keluarga. Mama pun duduk di sampingku.

“Untuk hadiah ulang tahunmu sekarang, mau hadiah apa ?” tanyanya.

Aku tak menyahut.

“Apa motormu mau diganti dengan mobil kecil ? Kalau mau kan bisa nyicil.”

“Gak Mam. Belum waktunya aku punya mobil segala.”

“Terus mau apa hadiahnya ? Masa kamu gak punya keinginan sama sekali. Kan biasanya juga tiap ulang tahun kamu ada request.”

Aku menatap wajah jelita ibu tiriku yang usianya sepuluh tahun lebih tua dariku itu. Lalu berkata sambil menunduk, “Ada sih yang sangat… sangat kuinginkan. Bahkan sudah menjadi khayalan sejak tiga tahun yang lalu… sejak umurku baru limabelas tahun.”

“Jadi kamu punya keinginan yang terpendam selama tiga tahun ?”

“Iya Mam.”

“Apa sih yang kamu inginkan itu ? Ceritain aja sama mama, jangan sungkan-sungkan.”

“Takut Mama marah.”

“Lho masa marah ?! Cerita aja terus terang, mama takkan marah.”

“Soalnya keinginanku ini… aaah… Mama janji dulu takkan marah.”

“Iya, mama janji takkan marah. Apa pun yang kamu inginkan, mama takkan marah.”

“Begini Mam… sejak aku masih di SMA, aku sering mimpiin sesuatu yang aneh tapi terus-terusan jadi ingatan. Berkali-kali aku mengalami mimpi aneh itu. Bahkan seminggu yang lalu pun aku bermimpi yang itu lagi.”

“Mimpi apa ?” Mama mengerutkan dahinya.

“Takut Mama marah,” sahutku sambil menunduk lagi.

“Lho… kan mama udah janji, mama takkan marah meski apa pun yang kamu katakan. Terus terang dong… mimpi apa ?”

Aku tidak langsung menjawabnya. Lalu menguatkan hati untuk berterus-terang, “Mimpi gituan sama Mama… “

“Haaa ?!” Mama tercengang dan melotot.

“Tuh kan… Mama marah kan ?”

“Nggak. Mama gak marah… cuma kaget aja.”

Aku memalingkan muka, tidak berani beradu tatapan dengan ibu tiriku.

“Terus… setelah mimpi itu, kamu basah ?” Mama menepuk lututku sambil tersenyum.

“Iii… iiiyaa… setiap habis mimpi, celanaku basah Mam… ” sahutku tersipu.

“Lalu… apa hubungan antara mimpi-mimpimu dengan hadiah ulang tahun ?”

“Kalau Mama sayang padaku… aku… aku ingin mimpi-mimpi itu jadi… jadi kenyataan… “ sahutku tersendat-sendat.

Mama tampak bingung. Lalu mengelus punggung tanganku, “Mama sayang sekali padamu, Gar. Mama sudah menganggapmu sebagai anak kandung mama satu-satunya. Tapi… keinginanmu itu… duhhh… mama jadi bingung Gar… “

Ya, Mama sering mengatakan hal itu. Bahwa aku ini dianggap sebagai anak tunggalnya. Karena setelah sekian lamanya menikah dengan Papa, Mama tak pernah punya anak seorang pun, sehingga Mama mencurahkan kasih sayangnya padaku.

Lalu kenapa aku sering digoda mimpi-mimpi yang tak diundang itu ?

“Sudahlah… jangan pikirkan dulu mimpi-mimpi itu, Gar. Sekarang ganti baju dulu gih. Mama mau nraktir kamu makan di restoran langganan Papa itu, sebagai salah satu acara merayakan ulang tahunmu. Oke ?” Mama menepuk bahuku.

“Iya Mam. Mau pake motor apa mobil Papa ?”

“Ya pakai mobil Papa dong. Kalau dibonceng di motor, mama suka takut-takut.”

“Iya,” aku mengangguk, “aku mau ganti baju dulu ya Mam.”



Beberapa saat kemudian, aku dan Mama sudah berada di dalam sedan Papa yang sangat enak dikemudikannya. Maklum built up dari Eropa.

Aku mengenakan celana blue jeans dan t-shirt putih bersih, sementara Mama mengenakan celana panjang corduroy biru tua dengan blouse katun berwarna biru muda, dengan gambar bunga sakura putih di sekeliling lehernya.

Mama memang wanita yang sangat cantik di mataku. Dalam pakaian apa pun Mama selalu tampak cantik.

Aku masih ingat bahwa waktu usiaku baru enam tahun, ibuku meninggal. Dua tahun kemudian Papa menikah lagi dengan gadis yang baru berusia delapanbelas tahun, ya Mama itu.

Kuakui Papa hebat dalam memilih calon istri. Meski usia Papa saat itu sudah tigapuluhlima tahun, tapi Papa mampu memperistrikan gadis yang usianya tujuhbelas tahun lebih muda daripada Papa.

Maklum Papa menduduki jabatan tinggi di sebuah perusahaan besar. Sehingga beliau bisa memikat hati gadis cantik yang kemudian menjadi ibu tiriku itu.

Kalau aku menghitung-hitung, pada waktu aku berulang tahun yang ke delapanbelas ini, berarti usia ibu tiriku duapuluhdelapan tahun. Masih muda sih, menurutku.

Ohya, aku bukan anak tunggal. Aku punya dua orang kakak, yang sulung perempuan bernama Laras, sudah menikah dengan seorang crew kapal pesiar. Yang kedua cowok bernama Gordon, juga sudah menikah dengan anak seorang milyarder.

Dan aku, si Garin ini, masih tinggal bersama ayah kandung dan ibu tiriku.



“Ceritain dong secara mendetail, apa saja yang terjadi dalam mimpi-mimpimu itu,” kata Mama dalam perjalanan menuju restoran langganan Papa itu.

“Gak tau kenapa Mam… di dalam mimpi-mimpi itu, kejadiannya selalu saja di dalam kamar mandi,” sahutku jujur.

“Ohya ? Jangan-jangan kamu pernah ngintip mama mandi ya.”

“Memang pernah Mam. Tapi cuma satu kali. Itu pun waktu umurku baru tigabelas tahun.”

“Berarti dulu kamu diam-diam udah nakal yaaaa, ” cetus Mama sambil mencubit pipi kiriku.

“Hehehee… mungkin sejak itulah pikiranku selalu tertuju ke Mama.”

“Makanya cepat nyari pacar. Masa cowok seganteng kamu gak bisa nyari pacar.”

Aku cuma menjawabnya dengan senyum. Kata teman-teman, salah satu kelebihanku adalah pintar berkomunikasi dalam memperjuangkan sesuatu. Maka kini aku akan mencobanya untuk menundukkan ibu tiriku.

“Mam… boleh aku berterus terang ?”

“Ya terus teranglah. Sama mama jangan ada yang disembunyikan lagi.”

“Sejak aku ngintip Mama mandi, cewek mana pun nggak ada yang semenarik Mama.”

“Masa sih ?!” Mama menatapku, sambil memegang tangan kiriku yang nganggur (karena mobilnya matic).

Aku menatapnya juga sekilas, lalu menyahut, “Betul Mam. Seandainya ada cewek yang mirip Mama dalam segalanya, pastgi kukejar dia sampai dapat.”

Obrolan itu terputus, karena kami sudah tiba di restoran yang dituju.

Setelah kami duduk berhadapan di sudut restoran itu, aku dikejutkan oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka 1 dan 8.

Yang lebih mengejutkan lagi, adalah munculnya teman-teman Mama, seperti Tante Ami dan suaminya, Tante Lina dan Tante Maya dengan suaminya masing-masing. Ada pula beberapa teman Mama yang belum kukenal. Bahkan tampak pula beberapa orang cewek yang kutaksir usianya sebaya denganku. Entah siapa mereka. Mungkin termasuk grup bisnis Mama juga. Atau mungkin mereka anak-anak teman Mama.

Ternyata restaurant itu sudah dicarter oleh Mama, khusus untuk merayakan ulang tahunku. Rata-rata tamu yang hadir itu teman-teman bisnis Mama. Dan semuanya tampil glamour. Sementara aku sendiri hanya mengenakan pakaian casual. Namun sebelum aku meniup lilin yang sudah dinyalakan, Mama mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sehelai jacket yang terbuat dari benang keemasan, seperti jacket yang suka dikenakan oleh artis-artis. Pasti itu jacket mahal. Dan Mama menyuruhku untuk memakai jacket itu, sehingga aku tak kalah glamour jika dibandingkan dengan teman-teman Mama. Padahal waktu berangkat dari rumah tadi, aku hanya mengenakan celana jeans dan t-shirt.

Aku pun berdiri di depan kue ulang tahun, sambil make a wish. Pada saat itulah aku make a wish dengan mulut berkomat-kamit, namun tidak mengeluarkan suara. Sebenarnya inilah pertama kalinya aku make a wish yang lain dari biasanya. Aku seolah berdoa, semoga Mama mewujudkan mimpi-mimpiku dalam kenyataan… !

Kemudian kutiup lilin berbentuk angka 1 dan 8 itu. Diikuti bunyi tepuk tangan dan suara nyanyian Mama beserta teman-temannya, “Happy birthday to you… happy birthday to you… happy birthday to Garin… happy birthday to you….”

Kemudian tamu-tamu bergiliran menjabat tanganku sambil mengucapkan selamat ulang tahun. Salah seorang cewek yang sebaya denganku tidak hanya menjabat tanganku. Setelah menjabat tanganku, ia mengenalkan namanya, “Garin… kamu anak ekonomi ya ?”

“Iya,” aku mengangguk, “Kok tau ?”

“Kita sekampus. Aku anak psikologi.”

“Ohya ? Semester berapa ?”

“Semester tiga. “

“Lho… seangkatan denganku dong. Terima kasih sudah mau hadir di sini.”

“Sama-sama. Nanti ngobrolnya kita lanjutkan di kampus yaaa.”

“Oke… oke… namanya Ayana ya !”

Cewek itu mengangguk sambil tersenyum manis. Cantik sekali cewek itu. Tapi… pikiranku tetap saja tertuju pada ibu tiriku… !

Kemudian aku memotong kue ulang tahun untuk Mama sebagai sosok pertama di dalam hatiku. Mama pun mencium pipi kanan dan kiriku sambil berkatra setengah berbisik, “Terima kasih ya sayang…”

Kue ulang tahun itu besar sekali. Selanjutnya Mama yang memotong kue itu untuk tamu-tamunya.

Kemudian para tamu dipersilakan makan hidangan yang sudah disiapkan oleh restoran dengan system buffet.



Setelah tamu-tamu bubar, aku menghampiri mobil yang kuparkir di depan restoran itu. Aku hanya ingin melepaskan jaket dan menaruhnya di mobil. Ternyata seat belakang sudah penuh dengan kado. Dan ketika kubuka tutup bagasi, ternyata di situ pun penuh dengan kado-kado.

Siapa yang memasukkan kado-kado itu ke mobil ? O, aku ingat, tadi Mama pinjam kunci mobil beberapa saat, lalu dikembalikan lagi padaku. Mungkin waiters yang mengangkut kado-kado itu ke dalam mobil.

Dalam perjalanan pulang, aku bertanya kepada Mama, “Tadi tamunya banyak sekali Mam. Ada cewek-cewek remajanya segala. Apakah semuanya itu teman bisnis Mama ?”

“Yang cewek-cewek itu sih anak teman-teman sekantor Papa. Malah anak boss Papa juga hadir. Kan yang ngatur semuanya tadi itu Papa. Sayangnya Papa malah mendadak harus terbang ke Medan.”

“Tadi yang namanya Ayana itu ternyata sekampus denganku Mam.”

“Ohya ?! Dia itulah puteri boss Papa, Gar.”

“Jadi ayah Ayana itu pemilik perusahaan tempat Papa bekerja ?”

“Pemilik perusahaan itu banyak. Tapi Pak Abraham paling besar sahamnya. Lebih dari tujuhpuluh persen sahamnya. Jadi Pak Abraham itulah yang bisa disebut big boss di perusahaan tempat Papa kerja. Ohya, tadi Ayana sempat ngomong-ngomong sama kamu ya Gar ?”

“Iya Mam. Dia anak psikologi. Seangkatan denganku. Sama-sama semester tiga.”

“Nah… boleh tuh dijadiin pacar sama kamu Gar. Dia kan anak konglomerat. Cantik pula.”

“Mama… sampai detik ini Mama adalah perempuan tercantik di mataku. Aku hanya menginginkan Mama… ”

“Mmm… kalau udah bisa gombal, bagusnya diucapkan buat cewek seusiamu, Gar. ”

“Mama… aku serius Mam. Sejak aku mengintip Mama mandi… aku hanya tertarik pada Mama. Tapi baru hari inilah aku berani mengatakannya. ”

“Tapi Mama ini kan milik Papa, Gar.”

“Iya Mam. Itu juga yang bikin aku bingung dan memendam perasaanku selama bertahun-tahun. Tapi hari ini aku udah telanjur mengatakannya. Mudah-mudahan aja Mama gak tega membiarkanku tersiksa terus dan hanya mendapat mimpi-mimpi lagi. ”

Setibanya di rumah, kumasukkan mobil ke dalam garasi, lalu kututup dan kukunci pintu garasi. Lalu mengangkut kado-kado di dalam mobil itu ke dalam kamarku.

“Banyak sekali kadonya Mam… kayak kado buat resepsi pernikahan aja,” kataku setelah kado-kado itu kusimpan dan kurapikan di dalam kamarku.

“Ada yang sudah dibuka ?” tanya Mama yang mau masuk ke dalam kamarnya.

“Belum, “ sahutku, “Mau mandi dulu… gak terasa hari udah sore Mam. “

“Iya. Mama juga mau mandi sore. Mau ikut ?” Mama tersenyum menggoda lagi.

“Mau Mam… mauuu… ! “ sahutku penuh semangat.

“Jangan ah… mama takut terjadi sesuatu… “

“Aku janji takkan nakal… hanya ingin melihat Mama mandi doang… “

Mama mencibir, lalu masuk ke dalam kamarnya.

Rumah kami punya empat kamar. Tiap kamar ada kamar mandinya. Kamar terbesar dipakai oleh Mama dan Papa, sementara aku memilih kamar yang agak besar juga. Dua kamar yang nganggur itu disediakan untuk tamu yang mau menginap di rumah kami.



Setelah mengambil handuk, setengah berlari aku menuju pintu kamar Mama yang masih terbuka. Ternyata pintu kamar mandi Mama pun masih terbuka. Maka bergegas aku menyerbu masuk ke dalam kamar mandi itu.

“Kamu beneran mau ikut mandi sama mama ?” tanya ibu tiriku yang masih mengenakan celana corduroy dan blouse katun itu.

Aku memberanikan diri memeluk ibu tiriku dari belakang, “Iya Mam… aku ingin merasakan asyiknya mandi sama Mama. ”

“Waktu ngintip mama mandi, kamu sudah lihat apa aja ?”

“Mama setiap kali mandi selalu memunggungi lubang yang kupakai ngintip. Jadi… aku cuma bisa melihat punggung dan pantat Mama aja. “

“Terus… sekarang kamu mau lihat semuanya ?”

“Kalau Mama sayang sma aku dan tidak berkeberatan… tentu saja aku ingin lihat semuanya Mam.”

“Kalau gitu, kamu harus telanjang dulu. Supaya mama gak ragu melepaskan semua pakaian mama.”

“Iya Mam,” aku mengangguk. Tiada keraguan waktu melepaskan t-shirt dan celana jeansku. Bahkan juga ketika melepaskan celana dalamku, sehingga batang kemaluanku yang sudah agak ngaceng ini kubiarkan dilahap oleh pandangan Mama.

“Gar… ! Gak salah nih… ?! Tititmu malah lebih gede daripada titit Papa ?!” cetus Mama dengan suara bergetar, sambil memegang penisku.

“Mungkin karena almarhumah Umi keturunan Arab,” sahutku sambil membiarkan Mama memegang dan meremas-remas penisku (Umi panggilanku kepada ibu kandungku).

“Wooow… makin ngaceng makin panjang dan makin gede Gar !” seru Mama yang masih meremas-remas penisku, sehingga alat vitalku ini jadi semakin tegang dibuatnya.

“Hmm… ereksinya sempurna pula,” suara Mama terdengar bergetar lagi.

“Aku aja yang bukain pakaian Mama ya,” ucapku melompat ke target utamaku.

“Iya,” Mama mengangguk sambil melepaskan penis ngacengku dari genggamannya, “Hari ini mama mau manjain kamu. Apa pun yang kamu inginkan, akan mama ikuti. “

Kujawab dengan pelukan dan ciuman ke pipi Mama, dilanjut dengan bisikan, “Mama… aku semakin sayang pada Mama….”

Lalu dengan hati-hati gemetaran kulepaskan blouse Mama, dengan tangan gemetaran. Kususul dengan melepaskan celana corduroynya. Sehingga tinggal bra dan celana dalam saja yang masih melekat di tubuh ibu tiri yang sangat kugilai itu.

Wah… rasanya bentuk tubuh Mama tak jauh beda dengan Melanie Hicks yang sangat kusukai itu. Tinggi tegap, dengan toket aduhai, pinggang kecil namun bokongnya semok. Seksi sekali.

Yang membuatku heran, kenapa Mama belum bisa hamil juga. Entahlah.

Pada waktu mau menanggalkan beha Mama, masih sempat aku berkata, “Rasanya semuanya ini mirip dengan yang kualami dalam mimpi-mimpiku Mam.”

“Ohya ? Semua mimpimu terjadinya di kamar mandi ?” Mama menatapku dengan sorot mata yang lain dari biasanya. Mungkin sorot mata wanita yang mulai pasrah, entahlah.

“Iya Mam, “ sahutku sambil berlutut di depan kaki ibu tiriku. Lalu… inilah yang paling mendebarkan… bahwa aku mulai menurunkan celana dalam Mama yang tipis dan putih bersih itu, sedikit demi sedikit, sampai terlepas dari kakinya.

Sesuatu yang sangat indah terbuka di depan mataku. Sebentuk kemaluan yang bulunya sangat tipis… ooo… tak kuasa lagi aku menahan diri.

Maka ketika aku masih berlutut di depan kaki Mama, dengan wajah sejajar dengan kemaluannya yang sangat menggiurkan itru… kupeluk kedua paha Mama dan kuciumi kemaluannya dengan sepenuh hasrat di dadaku.

Mama tersentak, “Gaaaaarrr ! Jangan begitu ah. Mending kita mandi dulu yuk. Nanti abis mandi mama kasih apa pun yang kamu inginkan. Tapi jangan di kamar mandi begini… ”

“Iya Mam… “ sahutku sambil berdiri, “Maafkan aku barusan Mam… soalnya aku merasa seperti sedang bermimpi… karena gak nyangka kalau Mama… “

“Sudahlah,” sergah Mama sambil menepuk bahuku, “Mending mandi dulu biar seger badan kitanya… “

“Iya Mam… “

Lalu Mama memutar kran ke shower ke arah tanda merah. Air hangat pun memancar dari atas kepala kami, membuat sekujur tubuh kami basah dan hangat.

Sesaat kemudian, Mama menyerahkan botol sabun cairnya padaku. “Mau nyabunin punggung mama ?” tanyanya dengan senyum menggoda.

“SIap Mam, “ sahutku sambil menjemput botol sabun shower itu, “Jangankan cuma punggung, dari ujung kaki ke ujung rambut Mama pun aku siap untuk menyabuninya.”

“Untuk hari ini cukup punggungnya aja. Karena punggung kan sulit menyabuninya kalau nggak ada yang membantu,” kata Mama sambil memunggungiku.

“Siap Mam,” sahutku sambil menuangkan cairan sabun ke telapak tangan kananku. Lalu mulai menyabuni punggung Mama yang mulus dan padat.

Sebenarnya aku ingin sekali menyabuni bagian depan tubuh Mama. Tapi karena belum diijinkan, aku tak berani memaksanya. Biar bagaimana, aku tak mau merusak suasana yang sudah sangat mengasyikkan ini.

Mama sudah mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Kemudian handuk itu digunakan untuk melilit tubuh seksinya. Aku pun ikut-ikutan mengeringkan tubuhku dengan handuk dan membelitkan handukku ke tubuhku. Kemudian mengikuti langkah Mama keluar dari kamar mandinya.

Di ruang tidur, Mama duduk di pinggiran bednya sambil tersenyum padaku. Dan memegang pergelangan tanganku sambil bertanya, “Kamu sudah siap untuk mewujudkan mimpi-mimpimu ?”

“Siap Mam… “ kataku dengan suara terasa bergetar. Karena sudah terlalu membayangkan apa yang sebentar lagi akan terjadi.

“Supaya semuanya jadi indah, jangan buru-buru ya. Mulai dari dada ke atas dulu,” kata Mama sambil menurunkan belitan handuknya, sehingga dari bagian dada ke atas terbuka, tapi dari perut ke pahanya masih tertutup lilitan handuknya.

Lalu Mama merebahkan diri di tempat tidurnya sambil menarik pinggangku sehingga aku tertelungkup di atas tubuh ibu tiriku.

Kutatap wajah Mama dari jarak yang sangat dekat, “Boleh cium bibir Mama ?”

“Boleh, “ sahutnya, “Apa pun boleh kamu lakukan, tapi dari dada ke atas saja dulu. Memangnya kamu belum pernah menyetubuhi cewek ?”

“Belum Mam… “ sahutku, “tapi kalau nonton filmnya sih sering… “

Sahutku sambil mendekatkan bibirku ke bibir Mama, sementara tangan kiriku sudah kurayapkan ke toket kanannya.

Cruppp… ! Bibirku sudah merapat ke bibir Mama, yang disambut dengan pelukan Mama di leherku. Tak cuma merapat, 4-5 detik kemudian mulai berubah jadi saling lumat.

Inilah pertama kalinya aku merasakan berciuman bibir dengan Mama. Sebelumnya hanya cipika-cipiki doang.

Aku berusaha tidak terlalu jauh dulu membayangkannya, karena berciuman dan saling lumat begini pun terasa indah sekali. Terlebih setelah kedua tanganku bebas meremas sepasang payudara Mama.

Beberapa saat kemudian Mama berkata setengah berbisik, “Mama paling suka kalau dijilatin leher, ketiak, pentil toket dan memek… terutama itilnya…”

“Tadi juga di kamar mandi aku sudah mau jilatin memek Mama. Tapi gak boleh sama Mama,” sahutku.

“Mama nggak mau bersetubuh di kamar mandi. Kesannya murahan banget… apalagi bersetubuh sambil berdiri… kayak pelacur kelas teri aja.”

Aku cuma tersenyum. Dan mulai beraksi.

Aku akan mengikuti ucapan Mama tadi. Bahwa Mama senang kalau dijilati lehernya, ketiaknya, pentil toketnya dan…. memeknya, terutama itilnya… !

Kulakukan apa yang Mama sukai itu. Berawal dengan menjilati lehernya yang harum parfum, yang membuat Mama terpejam-pejam… seperti sedang menikmati aksiku.

Agak lama lidahku beraksi di leher Mama. Kemudian pindah ke ketiaknya yang juga harum parfum. Ini pun membuat Mama terpejam-pejam. Terlebih lagi ketika mjulutku sudah menggasak pentil toket Mama… mengisap-isap sambil menjilatinya…!

Tubuh Mama pun terasa mulai menghangat. Tapi pada suatu saat Mama mendorong kepalaku ke bawah. Mungkin beliau ingin agar aku mulai menjilati memeknya.

Mulutku pun melorot turun, sementara Mama menarik handuk yang masih melilit tubuhnya, dari perut sampai ke pahanya.

Setelah handuk itu terusir dari tubuh Mama, aku mulai menjilati pusar perutnya… lalu menurun ke bawah, ke arah memeknya yang berjembut jarang dan tipis sekali.

DI situlah aku mengikuti apa yang sering kulihat di film-film bokep. Menjilati memek Mama dengan rakus. Tanpa merasa jijik sedikit pun, karena memek Mama tidak mengeluarkan aroma ya ng kurang sedap. Bahkan sebaliknya, harum parfum tersiar juga ke penciumanku ketika sedang rakus-rakusnya aku menjilati memek ibu tiriku ini…

Sesaat kemudian tanganku ikut campur, mencarfi-cari di mana letaknya itil Mama itu. Akhirnya kutemukan juga. Nyempil kecil di bagian atas kemaluan ibu tiriku.

Aku pun mulai menjilati itil yang kecil dan agak tersembunyi itu.

Mama mulai terkejang-kejang kali ini. Nafasnya pun tertahan-tahan, pasti karena lidah dan bibirku sedang menggasak itilnya ini. Sementara kontolku ini.. ohh… tak tahan lagi rasanya… ingin segera dimasukkan ke dalam liang memek Mama yang aku belum tau rasanya itu…. !

Mama seperti mengerti apa yang sedang kurasakan ini. Karena pada suatu saat ia mencolek-colek telingaku sambil berkata perlahan, “Sudah… masukin aja kontolmu Gar. “

Senang sekali aku mendengar perintah Mama itu. Aku menjawabnya, “Rasanya seperti bermimpi Mam. Gak nyangka… akhirnya Mama kudapatkan juga… “

Mama cuma tersenyum, lalu memegangi kontolku yang sudah mau dimasukkan ke dalam memeknya.
Maaf yaa momod saya penasaran jd pengen quote2in biar bisa baca
 


Adventurer Diary
(Buku Harian Sang Petualang)




Minggu, 17 Desember 2006….



Minggu pagi itu aku tak punya rencana ke mana-mana. Karena di musim hujan aku suka malas bepergian, kecuali kalau ada yang sangat penting. Masalahnya kalau keluar di musim hujan, pulangnya pasti harus cuci motor yang penuh lumpur.

Padahal Papa dan Mama sedang ke Jawa Tengah, baru berangkat tadi subuh. Dan aku kesepian, hanya sendirian di rumah. Tapi aku tak mau pergi ke mana-mana. Mendingan istirahat saja di rumah, sambil mendengarkan musik kegemaranku.

Setelah mandi, kubuat sendiri roti bakar dengan keju dan telur. Lalu menyetelkan musik dengan volume agak keras, mumpung Papa dan Mama gak ada (karena kalau ada mereka, volume musik harus selalu kecil).

Setelah roti bakar dan capucinoku habis, aku masuk ke dalam kamarku. Karena teringat sesuatu.

Kubuka laptop di atas meja tulisku. Kuputar video bokep yang baru kucopy kemaren dan tersimpan di external hardiskku. Semuanya dibintangi oleh Melanie Hicks, sosok yang belakangan ini sangat kugemari, karena sangat seksi dan sering berperan sebagai ibu tiri yang terlibat skandal dengan anak tirinya.

Entah kenapa, kalau melihat video bokep yang dibintangi oleh artis porno yang satu itu, aku selalu saja terangsang berat. Baru melihatnya telanjang saja, si dede langsung bangun.

Ketika aku sedang asyik nonton bokep, hujan turun dengan derasnya. Suaranya bergemuruh, seolah bersaing dengan suara musik di ruang depan yang belum kumatikan.

Aku tak peduli dengan bunyi hujan dan musik yang tengah bersaing itu. Karena aku sedang berkonsentrasi ke layar laptopku.

Tapi ketika pandanganku terpusat ke layar laptop, terawanganku mulai melayang ke sesuatu yang masih hangat… yang terjadi tepat pada hari ulang tahunku kedelapanbelas…. dua minggu yang lalu, tepatnya Sabtu, 2 Desember 2006.

Saat itu, selesai mandi aku keluar dari kamar, langsung dihampiri oleh ibu tiriku yang sudah terbiasa kupanggil Mama itu. Ia merentangkan kedua tangannya sambil menghampiriku. Lalu ia memelukku sambil berkata, “Selamat ulang tahun, Gar. Hari ini kamu berusia genap delapanbelas tahun ya ?”

“Iya Mam,” sahutku sambil membiarkan Mama mencium pipi kanan dan kiriku.

“Semoga kamu panjang umur, sukses dalam pendidikan dan sukses di masa depanmu,” kata Mama lagi.

“Iya Mam. Terima kasih. Papa ngantor ? Kan sekarang hari Sabtu.”

“Papa terbang ke Medan tadi subuh. Ada urusan mendadak dari kantornya. Mungkin Senin atau Selasa baru pulang.”

Aku duduk di sofa ruang keluarga. Mama pun duduk di sampingku.

“Untuk hadiah ulang tahunmu sekarang, mau hadiah apa ?” tanyanya.

Aku tak menyahut.

“Apa motormu mau diganti dengan mobil kecil ? Kalau mau kan bisa nyicil.”

“Gak Mam. Belum waktunya aku punya mobil segala.”

“Terus mau apa hadiahnya ? Masa kamu gak punya keinginan sama sekali. Kan biasanya juga tiap ulang tahun kamu ada request.”

Aku menatap wajah jelita ibu tiriku yang usianya sepuluh tahun lebih tua dariku itu. Lalu berkata sambil menunduk, “Ada sih yang sangat… sangat kuinginkan. Bahkan sudah menjadi khayalan sejak tiga tahun yang lalu… sejak umurku baru limabelas tahun.”

“Jadi kamu punya keinginan yang terpendam selama tiga tahun ?”

“Iya Mam.”

“Apa sih yang kamu inginkan itu ? Ceritain aja sama mama, jangan sungkan-sungkan.”

“Takut Mama marah.”

“Lho masa marah ?! Cerita aja terus terang, mama takkan marah.”

“Soalnya keinginanku ini… aaah… Mama janji dulu takkan marah.”

“Iya, mama janji takkan marah. Apa pun yang kamu inginkan, mama takkan marah.”

“Begini Mam… sejak aku masih di SMA, aku sering mimpiin sesuatu yang aneh tapi terus-terusan jadi ingatan. Berkali-kali aku mengalami mimpi aneh itu. Bahkan seminggu yang lalu pun aku bermimpi yang itu lagi.”

“Mimpi apa ?” Mama mengerutkan dahinya.

“Takut Mama marah,” sahutku sambil menunduk lagi.

“Lho… kan mama udah janji, mama takkan marah meski apa pun yang kamu katakan. Terus terang dong… mimpi apa ?”

Aku tidak langsung menjawabnya. Lalu menguatkan hati untuk berterus-terang, “Mimpi gituan sama Mama… “

“Haaa ?!” Mama tercengang dan melotot.

“Tuh kan… Mama marah kan ?”

“Nggak. Mama gak marah… cuma kaget aja.”

Aku memalingkan muka, tidak berani beradu tatapan dengan ibu tiriku.

“Terus… setelah mimpi itu, kamu basah ?” Mama menepuk lututku sambil tersenyum.

“Iii… iiiyaa… setiap habis mimpi, celanaku basah Mam… ” sahutku tersipu.

“Lalu… apa hubungan antara mimpi-mimpimu dengan hadiah ulang tahun ?”

“Kalau Mama sayang padaku… aku… aku ingin mimpi-mimpi itu jadi… jadi kenyataan… “ sahutku tersendat-sendat.

Mama tampak bingung. Lalu mengelus punggung tanganku, “Mama sayang sekali padamu, Gar. Mama sudah menganggapmu sebagai anak kandung mama satu-satunya. Tapi… keinginanmu itu… duhhh… mama jadi bingung Gar… “

Ya, Mama sering mengatakan hal itu. Bahwa aku ini dianggap sebagai anak tunggalnya. Karena setelah sekian lamanya menikah dengan Papa, Mama tak pernah punya anak seorang pun, sehingga Mama mencurahkan kasih sayangnya padaku.

Lalu kenapa aku sering digoda mimpi-mimpi yang tak diundang itu ?

“Sudahlah… jangan pikirkan dulu mimpi-mimpi itu, Gar. Sekarang ganti baju dulu gih. Mama mau nraktir kamu makan di restoran langganan Papa itu, sebagai salah satu acara merayakan ulang tahunmu. Oke ?” Mama menepuk bahuku.

“Iya Mam. Mau pake motor apa mobil Papa ?”

“Ya pakai mobil Papa dong. Kalau dibonceng di motor, mama suka takut-takut.”

“Iya,” aku mengangguk, “aku mau ganti baju dulu ya Mam.”



Beberapa saat kemudian, aku dan Mama sudah berada di dalam sedan Papa yang sangat enak dikemudikannya. Maklum built up dari Eropa.

Aku mengenakan celana blue jeans dan t-shirt putih bersih, sementara Mama mengenakan celana panjang corduroy biru tua dengan blouse katun berwarna biru muda, dengan gambar bunga sakura putih di sekeliling lehernya.

Mama memang wanita yang sangat cantik di mataku. Dalam pakaian apa pun Mama selalu tampak cantik.

Aku masih ingat bahwa waktu usiaku baru enam tahun, ibuku meninggal. Dua tahun kemudian Papa menikah lagi dengan gadis yang baru berusia delapanbelas tahun, ya Mama itu.

Kuakui Papa hebat dalam memilih calon istri. Meski usia Papa saat itu sudah tigapuluhlima tahun, tapi Papa mampu memperistrikan gadis yang usianya tujuhbelas tahun lebih muda daripada Papa.

Maklum Papa menduduki jabatan tinggi di sebuah perusahaan besar. Sehingga beliau bisa memikat hati gadis cantik yang kemudian menjadi ibu tiriku itu.

Kalau aku menghitung-hitung, pada waktu aku berulang tahun yang ke delapanbelas ini, berarti usia ibu tiriku duapuluhdelapan tahun. Masih muda sih, menurutku.

Ohya, aku bukan anak tunggal. Aku punya dua orang kakak, yang sulung perempuan bernama Laras, sudah menikah dengan seorang crew kapal pesiar. Yang kedua cowok bernama Gordon, juga sudah menikah dengan anak seorang milyarder.

Dan aku, si Garin ini, masih tinggal bersama ayah kandung dan ibu tiriku.



“Ceritain dong secara mendetail, apa saja yang terjadi dalam mimpi-mimpimu itu,” kata Mama dalam perjalanan menuju restoran langganan Papa itu.

“Gak tau kenapa Mam… di dalam mimpi-mimpi itu, kejadiannya selalu saja di dalam kamar mandi,” sahutku jujur.

“Ohya ? Jangan-jangan kamu pernah ngintip mama mandi ya.”

“Memang pernah Mam. Tapi cuma satu kali. Itu pun waktu umurku baru tigabelas tahun.”

“Berarti dulu kamu diam-diam udah nakal yaaaa, ” cetus Mama sambil mencubit pipi kiriku.

“Hehehee… mungkin sejak itulah pikiranku selalu tertuju ke Mama.”

“Makanya cepat nyari pacar. Masa cowok seganteng kamu gak bisa nyari pacar.”

Aku cuma menjawabnya dengan senyum. Kata teman-teman, salah satu kelebihanku adalah pintar berkomunikasi dalam memperjuangkan sesuatu. Maka kini aku akan mencobanya untuk menundukkan ibu tiriku.

“Mam… boleh aku berterus terang ?”

“Ya terus teranglah. Sama mama jangan ada yang disembunyikan lagi.”

“Sejak aku ngintip Mama mandi, cewek mana pun nggak ada yang semenarik Mama.”

“Masa sih ?!” Mama menatapku, sambil memegang tangan kiriku yang nganggur (karena mobilnya matic).

Aku menatapnya juga sekilas, lalu menyahut, “Betul Mam. Seandainya ada cewek yang mirip Mama dalam segalanya, pastgi kukejar dia sampai dapat.”

Obrolan itu terputus, karena kami sudah tiba di restoran yang dituju.

Setelah kami duduk berhadapan di sudut restoran itu, aku dikejutkan oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka 1 dan 8.

Yang lebih mengejutkan lagi, adalah munculnya teman-teman Mama, seperti Tante Ami dan suaminya, Tante Lina dan Tante Maya dengan suaminya masing-masing. Ada pula beberapa teman Mama yang belum kukenal. Bahkan tampak pula beberapa orang cewek yang kutaksir usianya sebaya denganku. Entah siapa mereka. Mungkin termasuk grup bisnis Mama juga. Atau mungkin mereka anak-anak teman Mama.

Ternyata restaurant itu sudah dicarter oleh Mama, khusus untuk merayakan ulang tahunku. Rata-rata tamu yang hadir itu teman-teman bisnis Mama. Dan semuanya tampil glamour. Sementara aku sendiri hanya mengenakan pakaian casual. Namun sebelum aku meniup lilin yang sudah dinyalakan, Mama mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sehelai jacket yang terbuat dari benang keemasan, seperti jacket yang suka dikenakan oleh artis-artis. Pasti itu jacket mahal. Dan Mama menyuruhku untuk memakai jacket itu, sehingga aku tak kalah glamour jika dibandingkan dengan teman-teman Mama. Padahal waktu berangkat dari rumah tadi, aku hanya mengenakan celana jeans dan t-shirt.

Aku pun berdiri di depan kue ulang tahun, sambil make a wish. Pada saat itulah aku make a wish dengan mulut berkomat-kamit, namun tidak mengeluarkan suara. Sebenarnya inilah pertama kalinya aku make a wish yang lain dari biasanya. Aku seolah berdoa, semoga Mama mewujudkan mimpi-mimpiku dalam kenyataan… !

Kemudian kutiup lilin berbentuk angka 1 dan 8 itu. Diikuti bunyi tepuk tangan dan suara nyanyian Mama beserta teman-temannya, “Happy birthday to you… happy birthday to you… happy birthday to Garin… happy birthday to you….”

Kemudian tamu-tamu bergiliran menjabat tanganku sambil mengucapkan selamat ulang tahun. Salah seorang cewek yang sebaya denganku tidak hanya menjabat tanganku. Setelah menjabat tanganku, ia mengenalkan namanya, “Garin… kamu anak ekonomi ya ?”

“Iya,” aku mengangguk, “Kok tau ?”

“Kita sekampus. Aku anak psikologi.”

“Ohya ? Semester berapa ?”

“Semester tiga. “

“Lho… seangkatan denganku dong. Terima kasih sudah mau hadir di sini.”

“Sama-sama. Nanti ngobrolnya kita lanjutkan di kampus yaaa.”

“Oke… oke… namanya Ayana ya !”

Cewek itu mengangguk sambil tersenyum manis. Cantik sekali cewek itu. Tapi… pikiranku tetap saja tertuju pada ibu tiriku… !

Kemudian aku memotong kue ulang tahun untuk Mama sebagai sosok pertama di dalam hatiku. Mama pun mencium pipi kanan dan kiriku sambil berkatra setengah berbisik, “Terima kasih ya sayang…”

Kue ulang tahun itu besar sekali. Selanjutnya Mama yang memotong kue itu untuk tamu-tamunya.

Kemudian para tamu dipersilakan makan hidangan yang sudah disiapkan oleh restoran dengan system buffet.



Setelah tamu-tamu bubar, aku menghampiri mobil yang kuparkir di depan restoran itu. Aku hanya ingin melepaskan jaket dan menaruhnya di mobil. Ternyata seat belakang sudah penuh dengan kado. Dan ketika kubuka tutup bagasi, ternyata di situ pun penuh dengan kado-kado.

Siapa yang memasukkan kado-kado itu ke mobil ? O, aku ingat, tadi Mama pinjam kunci mobil beberapa saat, lalu dikembalikan lagi padaku. Mungkin waiters yang mengangkut kado-kado itu ke dalam mobil.

Dalam perjalanan pulang, aku bertanya kepada Mama, “Tadi tamunya banyak sekali Mam. Ada cewek-cewek remajanya segala. Apakah semuanya itu teman bisnis Mama ?”

“Yang cewek-cewek itu sih anak teman-teman sekantor Papa. Malah anak boss Papa juga hadir. Kan yang ngatur semuanya tadi itu Papa. Sayangnya Papa malah mendadak harus terbang ke Medan.”

“Tadi yang namanya Ayana itu ternyata sekampus denganku Mam.”

“Ohya ?! Dia itulah puteri boss Papa, Gar.”

“Jadi ayah Ayana itu pemilik perusahaan tempat Papa bekerja ?”

“Pemilik perusahaan itu banyak. Tapi Pak Abraham paling besar sahamnya. Lebih dari tujuhpuluh persen sahamnya. Jadi Pak Abraham itulah yang bisa disebut big boss di perusahaan tempat Papa kerja. Ohya, tadi Ayana sempat ngomong-ngomong sama kamu ya Gar ?”

“Iya Mam. Dia anak psikologi. Seangkatan denganku. Sama-sama semester tiga.”

“Nah… boleh tuh dijadiin pacar sama kamu Gar. Dia kan anak konglomerat. Cantik pula.”

“Mama… sampai detik ini Mama adalah perempuan tercantik di mataku. Aku hanya menginginkan Mama… ”

“Mmm… kalau udah bisa gombal, bagusnya diucapkan buat cewek seusiamu, Gar. ”

“Mama… aku serius Mam. Sejak aku mengintip Mama mandi… aku hanya tertarik pada Mama. Tapi baru hari inilah aku berani mengatakannya. ”

“Tapi Mama ini kan milik Papa, Gar.”

“Iya Mam. Itu juga yang bikin aku bingung dan memendam perasaanku selama bertahun-tahun. Tapi hari ini aku udah telanjur mengatakannya. Mudah-mudahan aja Mama gak tega membiarkanku tersiksa terus dan hanya mendapat mimpi-mimpi lagi. ”

Setibanya di rumah, kumasukkan mobil ke dalam garasi, lalu kututup dan kukunci pintu garasi. Lalu mengangkut kado-kado di dalam mobil itu ke dalam kamarku.

“Banyak sekali kadonya Mam… kayak kado buat resepsi pernikahan aja,” kataku setelah kado-kado itu kusimpan dan kurapikan di dalam kamarku.

“Ada yang sudah dibuka ?” tanya Mama yang mau masuk ke dalam kamarnya.

“Belum, “ sahutku, “Mau mandi dulu… gak terasa hari udah sore Mam. “

“Iya. Mama juga mau mandi sore. Mau ikut ?” Mama tersenyum menggoda lagi.

“Mau Mam… mauuu… ! “ sahutku penuh semangat.

“Jangan ah… mama takut terjadi sesuatu… “

“Aku janji takkan nakal… hanya ingin melihat Mama mandi doang… “

Mama mencibir, lalu masuk ke dalam kamarnya.

Rumah kami punya empat kamar. Tiap kamar ada kamar mandinya. Kamar terbesar dipakai oleh Mama dan Papa, sementara aku memilih kamar yang agak besar juga. Dua kamar yang nganggur itu disediakan untuk tamu yang mau menginap di rumah kami.



Setelah mengambil handuk, setengah berlari aku menuju pintu kamar Mama yang masih terbuka. Ternyata pintu kamar mandi Mama pun masih terbuka. Maka bergegas aku menyerbu masuk ke dalam kamar mandi itu.

“Kamu beneran mau ikut mandi sama mama ?” tanya ibu tiriku yang masih mengenakan celana corduroy dan blouse katun itu.

Aku memberanikan diri memeluk ibu tiriku dari belakang, “Iya Mam… aku ingin merasakan asyiknya mandi sama Mama. ”

“Waktu ngintip mama mandi, kamu sudah lihat apa aja ?”

“Mama setiap kali mandi selalu memunggungi lubang yang kupakai ngintip. Jadi… aku cuma bisa melihat punggung dan pantat Mama aja. “

“Terus… sekarang kamu mau lihat semuanya ?”

“Kalau Mama sayang sma aku dan tidak berkeberatan… tentu saja aku ingin lihat semuanya Mam.”

“Kalau gitu, kamu harus telanjang dulu. Supaya mama gak ragu melepaskan semua pakaian mama.”

“Iya Mam,” aku mengangguk. Tiada keraguan waktu melepaskan t-shirt dan celana jeansku. Bahkan juga ketika melepaskan celana dalamku, sehingga batang kemaluanku yang sudah agak ngaceng ini kubiarkan dilahap oleh pandangan Mama.

“Gar… ! Gak salah nih… ?! Tititmu malah lebih gede daripada titit Papa ?!” cetus Mama dengan suara bergetar, sambil memegang penisku.

“Mungkin karena almarhumah Umi keturunan Arab,” sahutku sambil membiarkan Mama memegang dan meremas-remas penisku (Umi panggilanku kepada ibu kandungku).

“Wooow… makin ngaceng makin panjang dan makin gede Gar !” seru Mama yang masih meremas-remas penisku, sehingga alat vitalku ini jadi semakin tegang dibuatnya.

“Hmm… ereksinya sempurna pula,” suara Mama terdengar bergetar lagi.

“Aku aja yang bukain pakaian Mama ya,” ucapku melompat ke target utamaku.

“Iya,” Mama mengangguk sambil melepaskan penis ngacengku dari genggamannya, “Hari ini mama mau manjain kamu. Apa pun yang kamu inginkan, akan mama ikuti. “

Kujawab dengan pelukan dan ciuman ke pipi Mama, dilanjut dengan bisikan, “Mama… aku semakin sayang pada Mama….”

Lalu dengan hati-hati gemetaran kulepaskan blouse Mama, dengan tangan gemetaran. Kususul dengan melepaskan celana corduroynya. Sehingga tinggal bra dan celana dalam saja yang masih melekat di tubuh ibu tiri yang sangat kugilai itu.

Wah… rasanya bentuk tubuh Mama tak jauh beda dengan Melanie Hicks yang sangat kusukai itu. Tinggi tegap, dengan toket aduhai, pinggang kecil namun bokongnya semok. Seksi sekali.

Yang membuatku heran, kenapa Mama belum bisa hamil juga. Entahlah.

Pada waktu mau menanggalkan beha Mama, masih sempat aku berkata, “Rasanya semuanya ini mirip dengan yang kualami dalam mimpi-mimpiku Mam.”

“Ohya ? Semua mimpimu terjadinya di kamar mandi ?” Mama menatapku dengan sorot mata yang lain dari biasanya. Mungkin sorot mata wanita yang mulai pasrah, entahlah.

“Iya Mam, “ sahutku sambil berlutut di depan kaki ibu tiriku. Lalu… inilah yang paling mendebarkan… bahwa aku mulai menurunkan celana dalam Mama yang tipis dan putih bersih itu, sedikit demi sedikit, sampai terlepas dari kakinya.

Sesuatu yang sangat indah terbuka di depan mataku. Sebentuk kemaluan yang bulunya sangat tipis… ooo… tak kuasa lagi aku menahan diri.

Maka ketika aku masih berlutut di depan kaki Mama, dengan wajah sejajar dengan kemaluannya yang sangat menggiurkan itru… kupeluk kedua paha Mama dan kuciumi kemaluannya dengan sepenuh hasrat di dadaku.

Mama tersentak, “Gaaaaarrr ! Jangan begitu ah. Mending kita mandi dulu yuk. Nanti abis mandi mama kasih apa pun yang kamu inginkan. Tapi jangan di kamar mandi begini… ”

“Iya Mam… “ sahutku sambil berdiri, “Maafkan aku barusan Mam… soalnya aku merasa seperti sedang bermimpi… karena gak nyangka kalau Mama… “

“Sudahlah,” sergah Mama sambil menepuk bahuku, “Mending mandi dulu biar seger badan kitanya… “

“Iya Mam… “

Lalu Mama memutar kran ke shower ke arah tanda merah. Air hangat pun memancar dari atas kepala kami, membuat sekujur tubuh kami basah dan hangat.

Sesaat kemudian, Mama menyerahkan botol sabun cairnya padaku. “Mau nyabunin punggung mama ?” tanyanya dengan senyum menggoda.

“SIap Mam, “ sahutku sambil menjemput botol sabun shower itu, “Jangankan cuma punggung, dari ujung kaki ke ujung rambut Mama pun aku siap untuk menyabuninya.”

“Untuk hari ini cukup punggungnya aja. Karena punggung kan sulit menyabuninya kalau nggak ada yang membantu,” kata Mama sambil memunggungiku.

“Siap Mam,” sahutku sambil menuangkan cairan sabun ke telapak tangan kananku. Lalu mulai menyabuni punggung Mama yang mulus dan padat.

Sebenarnya aku ingin sekali menyabuni bagian depan tubuh Mama. Tapi karena belum diijinkan, aku tak berani memaksanya. Biar bagaimana, aku tak mau merusak suasana yang sudah sangat mengasyikkan ini.

Mama sudah mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Kemudian handuk itu digunakan untuk melilit tubuh seksinya. Aku pun ikut-ikutan mengeringkan tubuhku dengan handuk dan membelitkan handukku ke tubuhku. Kemudian mengikuti langkah Mama keluar dari kamar mandinya.

Di ruang tidur, Mama duduk di pinggiran bednya sambil tersenyum padaku. Dan memegang pergelangan tanganku sambil bertanya, “Kamu sudah siap untuk mewujudkan mimpi-mimpimu ?”

“Siap Mam… “ kataku dengan suara terasa bergetar. Karena sudah terlalu membayangkan apa yang sebentar lagi akan terjadi.

“Supaya semuanya jadi indah, jangan buru-buru ya. Mulai dari dada ke atas dulu,” kata Mama sambil menurunkan belitan handuknya, sehingga dari bagian dada ke atas terbuka, tapi dari perut ke pahanya masih tertutup lilitan handuknya.

Lalu Mama merebahkan diri di tempat tidurnya sambil menarik pinggangku sehingga aku tertelungkup di atas tubuh ibu tiriku.

Kutatap wajah Mama dari jarak yang sangat dekat, “Boleh cium bibir Mama ?”

“Boleh, “ sahutnya, “Apa pun boleh kamu lakukan, tapi dari dada ke atas saja dulu. Memangnya kamu belum pernah menyetubuhi cewek ?”

“Belum Mam… “ sahutku, “tapi kalau nonton filmnya sih sering… “

Sahutku sambil mendekatkan bibirku ke bibir Mama, sementara tangan kiriku sudah kurayapkan ke toket kanannya.

Cruppp… ! Bibirku sudah merapat ke bibir Mama, yang disambut dengan pelukan Mama di leherku. Tak cuma merapat, 4-5 detik kemudian mulai berubah jadi saling lumat.

Inilah pertama kalinya aku merasakan berciuman bibir dengan Mama. Sebelumnya hanya cipika-cipiki doang.

Aku berusaha tidak terlalu jauh dulu membayangkannya, karena berciuman dan saling lumat begini pun terasa indah sekali. Terlebih setelah kedua tanganku bebas meremas sepasang payudara Mama.

Beberapa saat kemudian Mama berkata setengah berbisik, “Mama paling suka kalau dijilatin leher, ketiak, pentil toket dan memek… terutama itilnya…”

“Tadi juga di kamar mandi aku sudah mau jilatin memek Mama. Tapi gak boleh sama Mama,” sahutku.

“Mama nggak mau bersetubuh di kamar mandi. Kesannya murahan banget… apalagi bersetubuh sambil berdiri… kayak pelacur kelas teri aja.”

Aku cuma tersenyum. Dan mulai beraksi.

Aku akan mengikuti ucapan Mama tadi. Bahwa Mama senang kalau dijilati lehernya, ketiaknya, pentil toketnya dan…. memeknya, terutama itilnya… !

Kulakukan apa yang Mama sukai itu. Berawal dengan menjilati lehernya yang harum parfum, yang membuat Mama terpejam-pejam… seperti sedang menikmati aksiku.

Agak lama lidahku beraksi di leher Mama. Kemudian pindah ke ketiaknya yang juga harum parfum. Ini pun membuat Mama terpejam-pejam. Terlebih lagi ketika mjulutku sudah menggasak pentil toket Mama… mengisap-isap sambil menjilatinya…!

Tubuh Mama pun terasa mulai menghangat. Tapi pada suatu saat Mama mendorong kepalaku ke bawah. Mungkin beliau ingin agar aku mulai menjilati memeknya.

Mulutku pun melorot turun, sementara Mama menarik handuk yang masih melilit tubuhnya, dari perut sampai ke pahanya.

Setelah handuk itu terusir dari tubuh Mama, aku mulai menjilati pusar perutnya… lalu menurun ke bawah, ke arah memeknya yang berjembut jarang dan tipis sekali.

DI situlah aku mengikuti apa yang sering kulihat di film-film bokep. Menjilati memek Mama dengan rakus. Tanpa merasa jijik sedikit pun, karena memek Mama tidak mengeluarkan aroma ya ng kurang sedap. Bahkan sebaliknya, harum parfum tersiar juga ke penciumanku ketika sedang rakus-rakusnya aku menjilati memek ibu tiriku ini…

Sesaat kemudian tanganku ikut campur, mencarfi-cari di mana letaknya itil Mama itu. Akhirnya kutemukan juga. Nyempil kecil di bagian atas kemaluan ibu tiriku.

Aku pun mulai menjilati itil yang kecil dan agak tersembunyi itu.

Mama mulai terkejang-kejang kali ini. Nafasnya pun tertahan-tahan, pasti karena lidah dan bibirku sedang menggasak itilnya ini. Sementara kontolku ini.. ohh… tak tahan lagi rasanya… ingin segera dimasukkan ke dalam liang memek Mama yang aku belum tau rasanya itu…. !

Mama seperti mengerti apa yang sedang kurasakan ini. Karena pada suatu saat ia mencolek-colek telingaku sambil berkata perlahan, “Sudah… masukin aja kontolmu Gar. “

Senang sekali aku mendengar perintah Mama itu. Aku menjawabnya, “Rasanya seperti bermimpi Mam. Gak nyangka… akhirnya Mama kudapatkan juga… “

Mama cuma tersenyum, lalu memegangi kontolku yang sudah mau dimasukkan ke dalam memeknya.
kok penasaran
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd