Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Aku Amelia [Hijab Story with No SARA] UPDATE BAGIAN VII! STILL CONTINUES!

BAGIAN V
BRIDGE - INTRO


“…ahhhh, ahhhh….terusssss, Ay….” desahku tak terkontrol. Ali terus mencumbu leherku dari belakang. Bulu kudukku berdiri, putingku mengeras. Tangannya begitu gemas meremas payudaraku. Batang penisnya mengocok lubang senggamaku sangat kencang sekali. Terasa vaginaku berdenyut-denyut. Nafasnya memburu. “…Ay, aaaahhhmmm….Aku keluarrrrr Ayyy…Ahhmmmm…” desahnya. Ali terus menggoyangku. Bokongkku ditampar, diremas. “….Ayyyy, enaaakkk banggghheeetttt, ahhh….”aku ‘tak kuasa menahan kenikmatan ini.



AAAHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!



Aku membuka mataku. Samar-samar kulihat jam dinding di kamar kosku menunjukkan pukul 08.30. Aku masih terbaring terlentang telanjang tertutupi selimut. Aku menoleh ke kanan dan kiri. Dimana Ali? Ay? Ay? Tanyaku dalam hati.



DAMN!
JADI TADI CUMA MIMPI? HMM!




Aku bangkit duduk dari tidurku. Mencoba mengingat kejadian semalam bersama Dwita. Aku raih tantop hitam disebelahku, lalu membuka handphone. Aku masih tidak percaya apa yang kulakukan bersama Dwita tadi malam. Sambil mengingat-ingat, aku buka WA-ku. 84 notifikasi? Hmm, ada apa ya? Tanyaku dalam hati.

Dwita : Li…! Bangun, Li!
Dwita : Kuliah gak, lo?!
Dwita : Liaaaa!!!!!
Dwita : P!!!!!
Dwita : Ah! Gue duluan, ya! Dasar Kebo!

Astaga! Hari ini ada jam kelas dosen killerku pukul 09.30! Duh, aku kesiangan!

Aku beranjak dari tempat tidurku, mengambil handuk, dan mandi. Setelah mandi, aku siap-siap bergegas ke kampus. Aku tidak mau nilaiku di mata kuliah dosen killer dan mesum itu jelek. Aku tidak mau mengulang.


09.28


Terengah-engah nafasku. Keringat membasahi wajahku. Aku berjalan sangat cepat sekali. Begitu sampai dikelas, betapa beruntungnya aku, dosenku belum datang. Aku duduk di kursi sebelah Dwita. Terlihat Dwita sedang sibuk dengan handphone-nya.

Dwita : Eh! Kebo banget, sih lo! Baru datang lagi. Mandi gak lo? (Tanyanya dengan mata tidak menatapku, fokus menatap handphone-nya).
Aku : Taaaa! Hmmm, gue ngantuk banget! (memanyunkan bibirku seraya menyandarkan kepalaku di pundaknya).
Dwita : Hahaha, keenakan sih ya semalem. Jadi tidur nyenyak banget! Hahahaha ngorok lagi!
Aku : (aku baru tersadar dengan apa yang terjadi semalam) Eh, hmm apa sih lo, Ta!
Dwita : Santai, gue udah sering kok. Jadi santai aja.
Aku : Udah ah. Apa sih lo, Ta. Bisa-bisanya ya lo merkosa gue. Ih! (aku mendongahkan kepalaku menghadap wajahnya dari samping).
Dwita : Kalau merkosa, lo pasti nolak. Nah, lo kan nikmatin juga. Udahlah yaaaa. Hahahaha
Aku : Eh eh ttaaa-tttapii gak gitu, Ta! (jawabku kaget).

Belum sempat Dwita menjawab, Pak Sucipto masuk ke kelas kami. Mukanya seram sekali. Matanya fokus pada langkahnya. Tanpa banyak basa-basi, dia berdiri didepan kelas, menaruh bukunya di mimbar kelas. Semua seisi kelas terdiam. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Aku duduk tegap. Merapikan sedikit kerudungku, dan mulai memperhatikannya.

Sucipto : Ok! Saya tidak akan lama-lama. Saya harap semua mendengar ucapan saya baik-baik! Paham?!
Kelas : PAAAHAAAMMM, PAAAKK!
Sucipto : Saya mau bagi seluruh mahasiswa di kelas ini menjadi beberapa kelompok praktik. Saya mau kalian melakukan penelitian tentang Kesehatan, Keselamatan, dan Dampak Lingkungan pabrik industry. Masalah tempat, kalian cari sendiri! Paham?!
Kelas : PAAHAAMMM, PAAAKKK!
Sucipto : Ok! (dia membuka laptopnya, dan disambungkan ke proyektor kelas). Paham ya?! Saya tunggu tugasnya maksimal satu minggu dari sekarang! Jika ada satu kelompok yang telat mengumpulkan tugasnya, saya tidak izinkan kalian satu kelompok itu untuk ikut UAS! PAHAM?!
Kelas : PPPPP----Pahaam, Pak! (terdengar lesu).

Aku memperhatikan nama-nama kelompok yang ditampilkan Pak Sucipto didepan.

KELOMPOK IV
  • Amelia Andini
  • Dwita Rahmawati
  • Mohamad Iqbal Damanhuri
  • Damar Satya Wibowo
Aku satu kelompok dengan Dwita, dan dua anak laki-laki yang sangat berbeda sekali secara karakter. Iqbal adalah sosok yang sangat populer sekali di kampusku. Wajahnya biasa saja, badannya kurus, tapi karismanya memang tidak tertandingi. Dia salah satu pemain band punk rock indie yang banyak dikagumi oleh wanita-wanita di kampusku. Walaupun begitu, dia sosok yang humble, tidak sombong, dan punya good manner terhadap wanita-wanita disekitarnya. Berbeda dengan Iqbal, Damar adalah sosok yang biasa saja, malah terkesan tidak populer. Circle pertemanannya hanya itu-itu saja. Aku saja bahkan tidak pernah ngobrol atau minimal menyapanya selama 4 semester. Padahal, aku dan Damar sudah satu kelas semenjak di semester awal kuliah.

Iqbal fokus mencatat sesuatu di buku catatannya. Lalu menoleh padaku dan Dwita sambil tersenyum, dan kembali fokus mencatat.

Dwita : Gila, Li. Kita satu kelompok sama Si Iqbal (senyum-senyum tidak jelas).
Aku : Iya, tapi dia bisa fokus gak ngerjain tugas ini? Seminggu loh, Ta.
Dwita : Gak peduli gue, Li dia bisa fokus apa gak. Senyumnya itu loh. Kok bisa ya ada cowo kurus tapi manisnya itu uuhhh….
Aku : Apa sih, Ta. Mulai ngawur lo nih!

Damar : Hai Ta, Hai Li (tiba-tiba dia menyapa kami dari belakang)

Dwita : Heeeuuhhh! Apa lo, Mar?!
Damar : Eh eh, gak kok. Gue cuma mau bilang, kita satu kelompok hehehe (tertawa gugup sambil membenarkan kacamatanya).
Dwita : Hah? Satu kelompok? Wah beruntung banget lo bisa satu kelompok sama gue
Damar : Iii-iya, Ta. Nanti gue bantu semaksimal mungkin tugas kita (jawab Damar gugup).

Damar memang sosok yang mengagumi Dwita. Banyak cerita tentang bagaimana Damar mencoba mendekati Dwita. Bahkan sering jadi bahan bully anak laki-laki lain di kelasku karena hal tersebut. Seperti tidak tahu diri, kata mereka.

Aku : Eh Damar. Kamu sehat?
Damar : Eee-eh iya, Li. Sehat. Kita satu kelompok loh.
Aku : Iya Damar. Kita satu kelompok. Kamu bantu kita-kita, ya.
Damar : Iya, Li. Aku bantu. Aku punya kenalan HRD di salah satu pabrik besi, dan baja didaerah Banten. Mungkin kita bisa pake pabriknya untuk ambil data penelitian kita.
Dwita : Lo punya temen? Oh (jawabnya sambil memainkan handphone tanpa menoleh ke Damar).
Aku : Ih Ta, lo nih begitu banget sih sama Damar. Gak boleh gitu ah!
Damar : Gak apa, Li. Hehe udah biasa.

Iqbal beranjak dari kursinya, dan menghampiri kami.

Iqbal : Hai guys. Kita satu kelompok, ya? Yaudah, ini nomor gue (memberikan secarik kertas), nanti bikin group WA aja ya. Sorry gue harus cabut dulu. Oh iya, Ta, Li. Nih gue ada roti, buat lo ya. Sarapan biar cantiknya ga ilang. Hehehe
Damar : Iii-iiya, Bal. Makasih.
Iqbal : Lo ini? Hmmm?
Damar : Damar, Bal. Kita satu kelompok loh pas ospek.
Iqbal : Oh iya, Damar. Oke deh. Gua cabut dulu ya. Ta, Li, duluan (sambil melempar senyum manisnya pada kami).
Dwita : LIIII!!!! Gila, manis banget sih, tuh cowo!!! Baru disenyumin aja udah gerah gue, melting banget!!!
Aku : Hah? Hmm. Apa sih lo, Ta? Hahahaha.

Aku dan Dwita pun keluar kelas menuju kantin. Aku baru ingat, aku belum makan dari tadi pagi. Aku menuju sebuah stall makanan. Aku memesan fish and chip untukku dan burger untuk Dwita. Setelah memesan, aku kembali ke meja kantinku. Disana Dwita sedang sibuk menyimpan nomor Iqbal di handphonenya. Tidak lama, Damar menghampiri meja kami. Dia menyapa kami dan meminta izin untuk duduk satu meja dengan kami. Dwita hanya diam saja. Aku menyapa Damar, dan mengizinkan dia untuk duduk bersama kami. Damar memulai percakapan dengan kami. Lagi-lagi, Dwita seperti tidak acuh. Aku tidak suka pada sikap sombongnya Dwita terhadap Damar. Aku ambil sikap untuk lebih menghargai pembicaraan Damar. Aku perhatikan obrolan yang Damar coba buka kepada kami. Dia mulai membicarakan tentang konsep kerja kelompok kami. Dia menawarkan untuk sekitar 3 hari menginap di rumah kontrakan milik saudaranya di Banten agar akses kami menuju pabrik tersebut tidak susah.

Damar : Gue ada rumah kontrakan gitu dideket pabriknya. Punya saudara gue. Gimana kalau kita nginep 3 hari disana. Kamarnya ada tiga kok. Jadi aman dan nyaman. Biar gampang juga kita ke pabriknya? Gimana?
Dwita :
Aku : Nginep disana? Bayar berapa, Mar?
Damar : Eee-eh, gak, Li. Gak bayar. Gratis. Nanti gue ngomong sama uwa gue. Dia pasti kasih kok. Lagi pula, tempatnya juga kosong. Belum ada yang nyewa.
Dwita : Ya gratislah! Emang harusnya gitu, Li. Dia seharusnya bersyukur udah satu kelompok sama kita. Kapan lagi bisa nginep sama cewe cantic kaya kita? (jawabnya cuek sambil tetap matanya fokus pada handphone).
Aku : Ta! Ih! Gak suka ah gue sama sikap lo. Damar udah baik loh mau bantu kita, Ta (kataku sambil mencubit lengannya).
Damar : Hehehe gak apa, Li. Udah kenal banget gue sama karakternya Dwita (sambil tersenyum).
Aku : Terus, kamu butuh apa aja? Aku harus bawa apa aja nih nanti?
Damar : Bawa pakaian aja, Li. Cukup. Nanti masalah makanan dan lain halnya, kita patungan ya.
Aku : Oh yaudah, ok.
Damar : Gue bikin group WA ya. Nanti kalian masukin nomornya Iqbal. Gue gak punya nomornya hehe.
Dwita : Hah? Oh iya. Oke. Bye, Damar (nadanya mengusir).
Aku : Ta!
Dwita : Apa sih, Li? Yaudah, iya. Nanti gue masukin nomornya si Iqbal ke group WA kita. Makasih ya Damar (jawabnya sinis).

Makanan kami pun datang. Damar izin pamit dari meja kami, dan pergi menuju kelas tambahannya. Setelah kami makan. Kami lanjut ke kelas untuk mengikuti mata kuliah kami selanjutnya.



Beberapa jam kemudian….



Kuliahku selesai hari ini. Aku keluar kelas. Iqbal menyapaku. Dia mulai mempertanyakan bagaimana alur kerja kelompok tugas kami. Aku menjelaskan beberapa hal. Iqbal memperhatikanku sangat detail. Dia mencatat apa yang menurutnya penting.

Iqbal : Gue ada kamera SLR tua. Gue gak tau masih bagus apa gak (sambil mengeluarkan kamera dari tas nya).
Aku : Coba aja, Bal. Kita butuh kamera buat dokumentasiin penelitian kita kan.
Dwita : Eh hai, Bal. Gak manggung?
Iqbal : Iya nanti gue coba. Eh hai, Ta. Iya, gue sabtu malam besok manggung. Eh gue lupa. Ini gue ada tiket buat tiga orang. Satu buat lo, Li. Satu lagi, buat lo, Ta. Satu lagi nanti tolong kasih ke Damar, ya. Tapi kayanya lo gak akan suka sama musik gue deh. Hehehe.
Dwita : Ih makasih loh! Gak kok. Gue pasti sukaaaaaa! (jawabnya sambil mengambil tiket itu dan menggandeng lengan Iqbal).
Iqbal : Hehehe, dasar lo, Ta. Yaudah, gue mau cabut dulu, mau test kamera gue.
Dwita : Mau test foto-foto? Foto gue aja, Bal (katanya excited).
Iqbal : Hmm, boleh deh. Yaudah yuk ke lorong sebelah. Disini agak gelap, gue gak dapet cahanya.

Kami bertiga pun berjalan menuju ke lorong gedung disebelah kelas kami. Cahaya matahari menyinari disana. Lorong terbuka itu memang sering jadi spot foto anak-anak UKM Fotografi disana.

Iqbal mulai mempersiapkan kameranya, dan memotret beberapa foto Dwita. Dwita sangat semangat sekali. Berbagai macam gaya dia peragakan untuk difoto oleh Iqbal.

Iqbal : Masih bagus kok kameranya. Kita pake kamera ini aja ya buat dokumentasinya.
Dwita : Baguslah, gue modelnya sih hehe. Disimpen ya, Bal foto gue. Sebelum tidur, lo perhatiin foto gue. Siapa tau kangen, lo japri gue. Hehehe.
Iqbal : Iya, Ta. Gue pindahin foto lo ke laptop gue biar memory card nya kosong. Nanti gue cetak beberapa buat lo.
Dwita : Atau kita mau sesi foto private malam ini? (godanya sambil menggandeng lengan Iqbal).
Iqbal : Private? Hehehe gak deh, Ta. Makasih (dengan sopan Iqbal melepaskan gandengan tangan Dwita).
Aku : Nanti aku masukin nomor kamu ke group kelompok kita ya.
Iqbal : Oh, iya, Li. Masukin aja. Yaudah, gue cabut duluan ya. Nanti berkabar aja kalau ada apa-apa (pamit sambil tersenyum pada kami berdua).

Ku akui, Iqbal memang sosok laki-laki yang sangat memiliki sikap yang baik menghadapi wanita. Tidak jarang karisma dan sikapnya meluluh lantahkan wanita-wanita di kampusku.

Aku dan Dwita pun berjalan ke depan kampus. Kami membeli es pocong sambil menunggu angkot menuju kosan kami. Tidak lama, angkot yang kami tunggu dating. Kami naikki angkot itu. Didalam sangat sempit. Hingga akhirnya kami sampai di kosan. Dwita masuk ke kamarnya. Katanya, pacarnya mau berkunjung ke kosannya malam ini. Hmm, dasar Dwita, hehe.

Sesampainya aku di kamarku. Aku melepas kerudung, membuka cardigan, dan mengganti celana jeansku dengan celana pendek. Aku menyalakan televisi di kamar kosanku sambil membuka WA di handphoneku. Aku mulai chat Dimas.

Aku : Dim! Lagi apa lo?
Dimas : Baru kelar mandi nih. Kenapa? Mau liat? Mau enak-enak? Hahaha
Aku : Dih! Gak-gak. Awas lo, macem-macem!
Dimas : Hahahaha, apa sih lo? Masih aje!
Aku : Iyuuhh, dasar lemah! Hahaha. Eh Dim. Gue dapet tugas kampus ke Banten nih.
Dimas : Wih, ngapain? Alah alesan aja lo. Paling mau ketemuan sama Ali kan lo. Hahaha.
Aku : Ih Dimas! Gak, Dim. Beneran tugas kampus. Gue disuruh dosen gue buat bikin penelitian K3 gitu di pabrik.
Dimas : Loh, keren dong. Mau kapan kesininya? Mau gue cariin pabriknya? Gue kebetulan ada beberapa kenalan Serikat Buruh gitu, sih.
Aku : Gak usah, Dim. Temen sekelompok gue udah ada tempat. Gue kayanya juga sama temen-temen gue nginep deh disana nanti.
Dimas : Nginep? Oh yaudah. Nanti kalau butuh apa-apa, hubungin gue, Li!
Aku : Iya, sering-sering bawain makanannya, Dim! Hahahaha nanti gue shareloct tempat gue nginep.
Dimas : Makanan? Pisang bakar maksudnya? Nih ada, tapi jangan digigit, diisep aja! Hahahaha.
Aku : Dim!!!!!!!! Gua potong ye titit lo! Ih!
Dimas : Hahahaha yaudah berkabar ya.
Aku : Iya, Dim.

Tidak lama, muncul notifikasi chat baru dari nomor yang tidak ku kenal.

??? : Lia?
Aku : Iya, siapa ya?
??? : Iqbal, Li.
Aku : Oh iya, Bal. Kenapa?
Iqbal : Gue dapet nomor lo di group. Gue udah cetakin beberapa fotonya Dwita, eh ternyata ada keselip foto lo satu disitu.
Aku : Fotoku? Sejak kapan kamu fotoin aku? Wah wah, penggemar rahasia nih hehehe.
Iqbal : Bukan, bukan penggemar rahasia juga. Hahaha. Waktu itu gue lagi nyeting ISO, gak sengaja lo nengok ke kamera gue, jadi ke foto deh. Tapi bagus kok.
Aku : Tergantung modelnya juga sih. Hahaha. Mana mana? Mau liaattt…
Iqbal : (sending picture). Lumayan kan?

Aku : Kayak Doraa tau akunya hahahaha.
Iqbal : Dora? Hahahaha.

Setelah chat-an beberapa lama, aku memutuskan untuk melanjutkan aktifitasku seperti biasa. Mandi, mencuci beberapa pakaian bekas kupakai, makan, dan lain sebagainya. Aku keluar kamarku untuk menjemur cucian dan handukku. Ku lihat sepatu Bang Bowo sudah ada didepan pintu kamarnya Dwita. Hmm, asik banget dikunjungi pacarnya. Jadi iri hahaha.

Sebelum aku melakukan kebiasaanku sebelum tidur, yaitu menonton film di laptopku, aku memperhatikan tubuhku di cermin kamar mandi kosanku. Aku berdiri tegap, membusungkan dada, mengahadap ke kanan, dan kiri. Hmm, bagus kok badan gue, pikirku dalam hati. Aku sedikit menarik bagian bawah kaos yang ku kenakan, dan mulai memperhatikan payudaraku. Hmm, sexy kok. Tapi emang gue harus olahraga, nih. Perut gue duuh, gumamku.



...

...

...

BERSAMBUNG….
(PS: Penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya? Stay tune....)

BACK TO INDEX
Mantap hu, teruskan 🔥
 
Kayanya bagus nih... ijin baca sist, tapi ntar lagi,, sekarang mau menikmati waktu berbuka dulu... Wkwkwk

Semangat sista nulis nya, Semoga dilancarkan ampe tamat
:Peace: :Peace:
 
Jujur ini bagus sih ceritanya, menghanyutkan yg baca
 
BAGIAN V
BRIDGE - INTRO


“…ahhhh, ahhhh….terusssss, Ay….” desahku tak terkontrol. Ali terus mencumbu leherku dari belakang. Bulu kudukku berdiri, putingku mengeras. Tangannya begitu gemas meremas payudaraku. Batang penisnya mengocok lubang senggamaku sangat kencang sekali. Terasa vaginaku berdenyut-denyut. Nafasnya memburu. “…Ay, aaaahhhmmm….Aku keluarrrrr Ayyy…Ahhmmmm…” desahnya. Ali terus menggoyangku. Bokongkku ditampar, diremas. “….Ayyyy, enaaakkk banggghheeetttt, ahhh….”aku ‘tak kuasa menahan kenikmatan ini.



AAAHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!



Aku membuka mataku. Samar-samar kulihat jam dinding di kamar kosku menunjukkan pukul 08.30. Aku masih terbaring terlentang telanjang tertutupi selimut. Aku menoleh ke kanan dan kiri. Dimana Ali? Ay? Ay? Tanyaku dalam hati.



DAMN!
JADI TADI CUMA MIMPI? HMM!




Aku bangkit duduk dari tidurku. Mencoba mengingat kejadian semalam bersama Dwita. Aku raih tantop hitam disebelahku, lalu membuka handphone. Aku masih tidak percaya apa yang kulakukan bersama Dwita tadi malam. Sambil mengingat-ingat, aku buka WA-ku. 84 notifikasi? Hmm, ada apa ya? Tanyaku dalam hati.

Dwita : Li…! Bangun, Li!
Dwita : Kuliah gak, lo?!
Dwita : Liaaaa!!!!!
Dwita : P!!!!!
Dwita : Ah! Gue duluan, ya! Dasar Kebo!

Astaga! Hari ini ada jam kelas dosen killerku pukul 09.30! Duh, aku kesiangan!

Aku beranjak dari tempat tidurku, mengambil handuk, dan mandi. Setelah mandi, aku siap-siap bergegas ke kampus. Aku tidak mau nilaiku di mata kuliah dosen killer dan mesum itu jelek. Aku tidak mau mengulang.


09.28


Terengah-engah nafasku. Keringat membasahi wajahku. Aku berjalan sangat cepat sekali. Begitu sampai dikelas, betapa beruntungnya aku, dosenku belum datang. Aku duduk di kursi sebelah Dwita. Terlihat Dwita sedang sibuk dengan handphone-nya.

Dwita : Eh! Kebo banget, sih lo! Baru datang lagi. Mandi gak lo? (Tanyanya dengan mata tidak menatapku, fokus menatap handphone-nya).
Aku : Taaaa! Hmmm, gue ngantuk banget! (memanyunkan bibirku seraya menyandarkan kepalaku di pundaknya).
Dwita : Hahaha, keenakan sih ya semalem. Jadi tidur nyenyak banget! Hahahaha ngorok lagi!
Aku : (aku baru tersadar dengan apa yang terjadi semalam) Eh, hmm apa sih lo, Ta!
Dwita : Santai, gue udah sering kok. Jadi santai aja.
Aku : Udah ah. Apa sih lo, Ta. Bisa-bisanya ya lo merkosa gue. Ih! (aku mendongahkan kepalaku menghadap wajahnya dari samping).
Dwita : Kalau merkosa, lo pasti nolak. Nah, lo kan nikmatin juga. Udahlah yaaaa. Hahahaha
Aku : Eh eh ttaaa-tttapii gak gitu, Ta! (jawabku kaget).

Belum sempat Dwita menjawab, Pak Sucipto masuk ke kelas kami. Mukanya seram sekali. Matanya fokus pada langkahnya. Tanpa banyak basa-basi, dia berdiri didepan kelas, menaruh bukunya di mimbar kelas. Semua seisi kelas terdiam. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Aku duduk tegap. Merapikan sedikit kerudungku, dan mulai memperhatikannya.

Sucipto : Ok! Saya tidak akan lama-lama. Saya harap semua mendengar ucapan saya baik-baik! Paham?!
Kelas : PAAAHAAAMMM, PAAAKK!
Sucipto : Saya mau bagi seluruh mahasiswa di kelas ini menjadi beberapa kelompok praktik. Saya mau kalian melakukan penelitian tentang Kesehatan, Keselamatan, dan Dampak Lingkungan pabrik industry. Masalah tempat, kalian cari sendiri! Paham?!
Kelas : PAAHAAMMM, PAAAKKK!
Sucipto : Ok! (dia membuka laptopnya, dan disambungkan ke proyektor kelas). Paham ya?! Saya tunggu tugasnya maksimal satu minggu dari sekarang! Jika ada satu kelompok yang telat mengumpulkan tugasnya, saya tidak izinkan kalian satu kelompok itu untuk ikut UAS! PAHAM?!
Kelas : PPPPP----Pahaam, Pak! (terdengar lesu).

Aku memperhatikan nama-nama kelompok yang ditampilkan Pak Sucipto didepan.

KELOMPOK IV
  • Amelia Andini
  • Dwita Rahmawati
  • Mohamad Iqbal Damanhuri
  • Damar Satya Wibowo
Aku satu kelompok dengan Dwita, dan dua anak laki-laki yang sangat berbeda sekali secara karakter. Iqbal adalah sosok yang sangat populer sekali di kampusku. Wajahnya biasa saja, badannya kurus, tapi karismanya memang tidak tertandingi. Dia salah satu pemain band punk rock indie yang banyak dikagumi oleh wanita-wanita di kampusku. Walaupun begitu, dia sosok yang humble, tidak sombong, dan punya good manner terhadap wanita-wanita disekitarnya. Berbeda dengan Iqbal, Damar adalah sosok yang biasa saja, malah terkesan tidak populer. Circle pertemanannya hanya itu-itu saja. Aku saja bahkan tidak pernah ngobrol atau minimal menyapanya selama 4 semester. Padahal, aku dan Damar sudah satu kelas semenjak di semester awal kuliah.

Iqbal fokus mencatat sesuatu di buku catatannya. Lalu menoleh padaku dan Dwita sambil tersenyum, dan kembali fokus mencatat.

Dwita : Gila, Li. Kita satu kelompok sama Si Iqbal (senyum-senyum tidak jelas).
Aku : Iya, tapi dia bisa fokus gak ngerjain tugas ini? Seminggu loh, Ta.
Dwita : Gak peduli gue, Li dia bisa fokus apa gak. Senyumnya itu loh. Kok bisa ya ada cowo kurus tapi manisnya itu uuhhh….
Aku : Apa sih, Ta. Mulai ngawur lo nih!

Damar : Hai Ta, Hai Li (tiba-tiba dia menyapa kami dari belakang)

Dwita : Heeeuuhhh! Apa lo, Mar?!
Damar : Eh eh, gak kok. Gue cuma mau bilang, kita satu kelompok hehehe (tertawa gugup sambil membenarkan kacamatanya).
Dwita : Hah? Satu kelompok? Wah beruntung banget lo bisa satu kelompok sama gue
Damar : Iii-iya, Ta. Nanti gue bantu semaksimal mungkin tugas kita (jawab Damar gugup).

Damar memang sosok yang mengagumi Dwita. Banyak cerita tentang bagaimana Damar mencoba mendekati Dwita. Bahkan sering jadi bahan bully anak laki-laki lain di kelasku karena hal tersebut. Seperti tidak tahu diri, kata mereka.

Aku : Eh Damar. Kamu sehat?
Damar : Eee-eh iya, Li. Sehat. Kita satu kelompok loh.
Aku : Iya Damar. Kita satu kelompok. Kamu bantu kita-kita, ya.
Damar : Iya, Li. Aku bantu. Aku punya kenalan HRD di salah satu pabrik besi, dan baja didaerah Banten. Mungkin kita bisa pake pabriknya untuk ambil data penelitian kita.
Dwita : Lo punya temen? Oh (jawabnya sambil memainkan handphone tanpa menoleh ke Damar).
Aku : Ih Ta, lo nih begitu banget sih sama Damar. Gak boleh gitu ah!
Damar : Gak apa, Li. Hehe udah biasa.

Iqbal beranjak dari kursinya, dan menghampiri kami.

Iqbal : Hai guys. Kita satu kelompok, ya? Yaudah, ini nomor gue (memberikan secarik kertas), nanti bikin group WA aja ya. Sorry gue harus cabut dulu. Oh iya, Ta, Li. Nih gue ada roti, buat lo ya. Sarapan biar cantiknya ga ilang. Hehehe
Damar : Iii-iiya, Bal. Makasih.
Iqbal : Lo ini? Hmmm?
Damar : Damar, Bal. Kita satu kelompok loh pas ospek.
Iqbal : Oh iya, Damar. Oke deh. Gua cabut dulu ya. Ta, Li, duluan (sambil melempar senyum manisnya pada kami).
Dwita : LIIII!!!! Gila, manis banget sih, tuh cowo!!! Baru disenyumin aja udah gerah gue, melting banget!!!
Aku : Hah? Hmm. Apa sih lo, Ta? Hahahaha.

Aku dan Dwita pun keluar kelas menuju kantin. Aku baru ingat, aku belum makan dari tadi pagi. Aku menuju sebuah stall makanan. Aku memesan fish and chip untukku dan burger untuk Dwita. Setelah memesan, aku kembali ke meja kantinku. Disana Dwita sedang sibuk menyimpan nomor Iqbal di handphonenya. Tidak lama, Damar menghampiri meja kami. Dia menyapa kami dan meminta izin untuk duduk satu meja dengan kami. Dwita hanya diam saja. Aku menyapa Damar, dan mengizinkan dia untuk duduk bersama kami. Damar memulai percakapan dengan kami. Lagi-lagi, Dwita seperti tidak acuh. Aku tidak suka pada sikap sombongnya Dwita terhadap Damar. Aku ambil sikap untuk lebih menghargai pembicaraan Damar. Aku perhatikan obrolan yang Damar coba buka kepada kami. Dia mulai membicarakan tentang konsep kerja kelompok kami. Dia menawarkan untuk sekitar 3 hari menginap di rumah kontrakan milik saudaranya di Banten agar akses kami menuju pabrik tersebut tidak susah.

Damar : Gue ada rumah kontrakan gitu dideket pabriknya. Punya saudara gue. Gimana kalau kita nginep 3 hari disana. Kamarnya ada tiga kok. Jadi aman dan nyaman. Biar gampang juga kita ke pabriknya? Gimana?
Dwita :
Aku : Nginep disana? Bayar berapa, Mar?
Damar : Eee-eh, gak, Li. Gak bayar. Gratis. Nanti gue ngomong sama uwa gue. Dia pasti kasih kok. Lagi pula, tempatnya juga kosong. Belum ada yang nyewa.
Dwita : Ya gratislah! Emang harusnya gitu, Li. Dia seharusnya bersyukur udah satu kelompok sama kita. Kapan lagi bisa nginep sama cewe cantic kaya kita? (jawabnya cuek sambil tetap matanya fokus pada handphone).
Aku : Ta! Ih! Gak suka ah gue sama sikap lo. Damar udah baik loh mau bantu kita, Ta (kataku sambil mencubit lengannya).
Damar : Hehehe gak apa, Li. Udah kenal banget gue sama karakternya Dwita (sambil tersenyum).
Aku : Terus, kamu butuh apa aja? Aku harus bawa apa aja nih nanti?
Damar : Bawa pakaian aja, Li. Cukup. Nanti masalah makanan dan lain halnya, kita patungan ya.
Aku : Oh yaudah, ok.
Damar : Gue bikin group WA ya. Nanti kalian masukin nomornya Iqbal. Gue gak punya nomornya hehe.
Dwita : Hah? Oh iya. Oke. Bye, Damar (nadanya mengusir).
Aku : Ta!
Dwita : Apa sih, Li? Yaudah, iya. Nanti gue masukin nomornya si Iqbal ke group WA kita. Makasih ya Damar (jawabnya sinis).

Makanan kami pun datang. Damar izin pamit dari meja kami, dan pergi menuju kelas tambahannya. Setelah kami makan. Kami lanjut ke kelas untuk mengikuti mata kuliah kami selanjutnya.



Beberapa jam kemudian….



Kuliahku selesai hari ini. Aku keluar kelas. Iqbal menyapaku. Dia mulai mempertanyakan bagaimana alur kerja kelompok tugas kami. Aku menjelaskan beberapa hal. Iqbal memperhatikanku sangat detail. Dia mencatat apa yang menurutnya penting.

Iqbal : Gue ada kamera SLR tua. Gue gak tau masih bagus apa gak (sambil mengeluarkan kamera dari tas nya).
Aku : Coba aja, Bal. Kita butuh kamera buat dokumentasiin penelitian kita kan.
Dwita : Eh hai, Bal. Gak manggung?
Iqbal : Iya nanti gue coba. Eh hai, Ta. Iya, gue sabtu malam besok manggung. Eh gue lupa. Ini gue ada tiket buat tiga orang. Satu buat lo, Li. Satu lagi, buat lo, Ta. Satu lagi nanti tolong kasih ke Damar, ya. Tapi kayanya lo gak akan suka sama musik gue deh. Hehehe.
Dwita : Ih makasih loh! Gak kok. Gue pasti sukaaaaaa! (jawabnya sambil mengambil tiket itu dan menggandeng lengan Iqbal).
Iqbal : Hehehe, dasar lo, Ta. Yaudah, gue mau cabut dulu, mau test kamera gue.
Dwita : Mau test foto-foto? Foto gue aja, Bal (katanya excited).
Iqbal : Hmm, boleh deh. Yaudah yuk ke lorong sebelah. Disini agak gelap, gue gak dapet cahanya.

Kami bertiga pun berjalan menuju ke lorong gedung disebelah kelas kami. Cahaya matahari menyinari disana. Lorong terbuka itu memang sering jadi spot foto anak-anak UKM Fotografi disana.

Iqbal mulai mempersiapkan kameranya, dan memotret beberapa foto Dwita. Dwita sangat semangat sekali. Berbagai macam gaya dia peragakan untuk difoto oleh Iqbal.

Iqbal : Masih bagus kok kameranya. Kita pake kamera ini aja ya buat dokumentasinya.
Dwita : Baguslah, gue modelnya sih hehe. Disimpen ya, Bal foto gue. Sebelum tidur, lo perhatiin foto gue. Siapa tau kangen, lo japri gue. Hehehe.
Iqbal : Iya, Ta. Gue pindahin foto lo ke laptop gue biar memory card nya kosong. Nanti gue cetak beberapa buat lo.
Dwita : Atau kita mau sesi foto private malam ini? (godanya sambil menggandeng lengan Iqbal).
Iqbal : Private? Hehehe gak deh, Ta. Makasih (dengan sopan Iqbal melepaskan gandengan tangan Dwita).
Aku : Nanti aku masukin nomor kamu ke group kelompok kita ya.
Iqbal : Oh, iya, Li. Masukin aja. Yaudah, gue cabut duluan ya. Nanti berkabar aja kalau ada apa-apa (pamit sambil tersenyum pada kami berdua).

Ku akui, Iqbal memang sosok laki-laki yang sangat memiliki sikap yang baik menghadapi wanita. Tidak jarang karisma dan sikapnya meluluh lantahkan wanita-wanita di kampusku.

Aku dan Dwita pun berjalan ke depan kampus. Kami membeli es pocong sambil menunggu angkot menuju kosan kami. Tidak lama, angkot yang kami tunggu dating. Kami naikki angkot itu. Didalam sangat sempit. Hingga akhirnya kami sampai di kosan. Dwita masuk ke kamarnya. Katanya, pacarnya mau berkunjung ke kosannya malam ini. Hmm, dasar Dwita, hehe.

Sesampainya aku di kamarku. Aku melepas kerudung, membuka cardigan, dan mengganti celana jeansku dengan celana pendek. Aku menyalakan televisi di kamar kosanku sambil membuka WA di handphoneku. Aku mulai chat Dimas.

Aku : Dim! Lagi apa lo?
Dimas : Baru kelar mandi nih. Kenapa? Mau liat? Mau enak-enak? Hahaha
Aku : Dih! Gak-gak. Awas lo, macem-macem!
Dimas : Hahahaha, apa sih lo? Masih aje!
Aku : Iyuuhh, dasar lemah! Hahaha. Eh Dim. Gue dapet tugas kampus ke Banten nih.
Dimas : Wih, ngapain? Alah alesan aja lo. Paling mau ketemuan sama Ali kan lo. Hahaha.
Aku : Ih Dimas! Gak, Dim. Beneran tugas kampus. Gue disuruh dosen gue buat bikin penelitian K3 gitu di pabrik.
Dimas : Loh, keren dong. Mau kapan kesininya? Mau gue cariin pabriknya? Gue kebetulan ada beberapa kenalan Serikat Buruh gitu, sih.
Aku : Gak usah, Dim. Temen sekelompok gue udah ada tempat. Gue kayanya juga sama temen-temen gue nginep deh disana nanti.
Dimas : Nginep? Oh yaudah. Nanti kalau butuh apa-apa, hubungin gue, Li!
Aku : Iya, sering-sering bawain makanannya, Dim! Hahahaha nanti gue shareloct tempat gue nginep.
Dimas : Makanan? Pisang bakar maksudnya? Nih ada, tapi jangan digigit, diisep aja! Hahahaha.
Aku : Dim!!!!!!!! Gua potong ye titit lo! Ih!
Dimas : Hahahaha yaudah berkabar ya.
Aku : Iya, Dim.

Tidak lama, muncul notifikasi chat baru dari nomor yang tidak ku kenal.

??? : Lia?
Aku : Iya, siapa ya?
??? : Iqbal, Li.
Aku : Oh iya, Bal. Kenapa?
Iqbal : Gue dapet nomor lo di group. Gue udah cetakin beberapa fotonya Dwita, eh ternyata ada keselip foto lo satu disitu.
Aku : Fotoku? Sejak kapan kamu fotoin aku? Wah wah, penggemar rahasia nih hehehe.
Iqbal : Bukan, bukan penggemar rahasia juga. Hahaha. Waktu itu gue lagi nyeting ISO, gak sengaja lo nengok ke kamera gue, jadi ke foto deh. Tapi bagus kok.
Aku : Tergantung modelnya juga sih. Hahaha. Mana mana? Mau liaattt…
Iqbal : (sending picture). Lumayan kan?

Aku : Kayak Doraa tau akunya hahahaha.
Iqbal : Dora? Hahahaha.

Setelah chat-an beberapa lama, aku memutuskan untuk melanjutkan aktifitasku seperti biasa. Mandi, mencuci beberapa pakaian bekas kupakai, makan, dan lain sebagainya. Aku keluar kamarku untuk menjemur cucian dan handukku. Ku lihat sepatu Bang Bowo sudah ada didepan pintu kamarnya Dwita. Hmm, asik banget dikunjungi pacarnya. Jadi iri hahaha.

Sebelum aku melakukan kebiasaanku sebelum tidur, yaitu menonton film di laptopku, aku memperhatikan tubuhku di cermin kamar mandi kosanku. Aku berdiri tegap, membusungkan dada, mengahadap ke kanan, dan kiri. Hmm, bagus kok badan gue, pikirku dalam hati. Aku sedikit menarik bagian bawah kaos yang ku kenakan, dan mulai memperhatikan payudaraku. Hmm, sexy kok. Tapi emang gue harus olahraga, nih. Perut gue duuh, gumamku.



...

...

...

BERSAMBUNG….
(PS: Penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya? Stay tune....)

BACK TO INDEX
Gila :'v uhh enak nih punya fwb gini wkwkwk
 
Cepetan update lah , uhh sexy bgt 😆 apalagi itu bakpau 2 berasa pengen remas" dari belakang
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd