Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Aku Rindu Pada Sebuah Kesederhanaan

Kira-kira siapa tokoh "Aku" di judul cerita ini?


  • Total voters
    918
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Wah asik update nih, kalau ane sih sregnya sama kiki sih, dari awal udah rela lihat orang yang dicintai bahagia sama orang lain :')
 
hmm, Suhu @eins99 sengaja bikin ngambang nih di update kali ini :kentang: :pandajahat: biar pendukung Gita ma Kiki slalu H2C,
sementara pendukung Diah kayaknya minoritas deh & cenderung adem2 aja :ngeteh:
 
Satu Di Antara Tiga, Atau Tiga Menjadi Satu?

Sekarang aku sudah tidak tinggal di kontrakan lagi. Tentu saja. Tidak mungkin aku bisa merawat Adipati seorang diri, atau meminta mba Endang yang pindah ke kontrakan. Tidak mungkin. Mau tidak mau aku dan Adipati lah yang akhirnya boyongan ke rumah mba Endang. Tapi ini justru malah membuat keluarga kecil itu bahagia, terutama si kecil Tiara. Eh bukan sikecil lagi deng. Karena sekarang Adipatilah yang paling pantas disebut sikecil. Sedangkan Tiara tahun ini sudah berumur sepuluh tahun. Sudah kelas empat SD.

Ya, Tiara menjadi orang yang paling bahagia dengan kedatangan ku dan Adipati. Ada beberapa hal yang membuatnya bahagia. Pertama, sebenarnya dia masih merasa kehilangan saat aku pindah dari rumah ini setelah menikah dulu. Itu karena kedekatan kami dulu dimana aku sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Kedua, tentu saja keberadaan Adipati. Sudah sejak lama Tiara menginginkan adanya seorang adik. Namun apa daya, apa yang diharapkannya itu tak kunjung tiba.

Sebenarnya bukan karena mba Endang atau mas Rizal tidak mau nambah anak, mereka tidak menahannya, tapi ya mungkin mereka ditakdirkan hanya memiliki satu anak, atau mungkin memang belum waktunya. Tidak ada yang tau takdir Tuhan. Tapi pada intinya, sosok adik itu kini hadir pada diri Adipati. Bahkan Tiara sudah berikrar bahwa Adipati sudah di "paten" kan olehnya sebagai adiknya. Yah, apa kata Tiara saja lah pikir ku. Aku sih seneng-seneng aja asal mereka semua bahagia.

Kadang aku merasa waktu berjalan dengan begitu cepat. Rasanya baru kemarin, saat aku datang ke rumah ini, dan ke kota ini tentunya, sebagai seorang pendatang. Padahal itu sudah berlalu lima tahun lamanya. Banyak sekali kenangan yang tersimpan di dalamnya. Bagaimana ketika awal-awal aku tinggal di sini. Saat pertama belajar membuat hardcase. Saat-saat aku mendaftar kuliah. Awal-awal kuliah. Awal mula pertemuan dengan Gita. Dan segudang masalah yang kamu ciptakan bersama.

Ah, Gita ya? Bagaimana ya kabar anak itu. Kadang aku ngerasa kangen juga. Kangen dengan sifat manja dan jahilnya. Hehehe. Tapi semua itu tinggal masa lalu. Kabar Kiki dan Doni bagaimana juga ya? Gita dan Kiki sudah jelas tidak di Indonesia lagi. Kalau Doni? Parah juga sih itu anak ga ada kabar sama sekali sampai sekarang. Padahal kemarin saat aku mendapatkan musibah itu, beberapa teman seangkatan kuliah dulu pada ngelayat. Sedangkan Doni, menanyakan kabar saja tidak. Dan tidak mungkin juga dia tidak mendengar kabar tentang meninggalnya istri ku. Tapi ya sudah lah.

Aku sudah dua minggu tinggal di rumah ini. Dan artinya Adipati sudah berumur tiga minggu. Dan sampai saat ini aku belum bisa mengurus Adipati sendiri. Mulai dari memandikannya, mengganti popok nya, semu dikerjakan sendiri oleh mba Endang. Sejauh ini aku hanya bisa membantu membelikannya susu dan kebutuhan bayi lainnya. Tidak lebih.

Sebenarnya aku merasa tidak enak. Khawatir akan merepotkannya. Tapi mba Endang selalu berkata kalau bagi seorang Ibu sepertinya, tidak ada yang namanya merepotkan bila mengurus anak. Justru dia merasa sangat senang karena bisa mengurus bayi lagi. Sesuatu yang sangat dia harapkan sejak lama. Apalagi ini kan anak ku, katanya itu sama saja seperti anaknya sendiri.

Beberapa hari ini aku juga berkomunikasi secara intens dengan Diah. Kami saling berkabar. Menanyakan keadaan masing-masing. Sedikitpun kami tidak pernah membayangkan status kami berdua yang seperti sekarang ini. Keadaan kami yang secara tidak langsung bernasib sama. Janda dan duda, meskipun dengan cerita yang berbeda.

Dan satu hal lagi, dia sudah tau dengan perihal pesan yang Ayu wasiatkan sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya. Ya, aku menceritakannya juga, tapi aku berpesan tidak ada yang tau kecuali dia. Reaksinya? Biasa saja. Ya, Diah adalah tipe orang yang melakukan sesuatu, atau mengambil suatu keputusan tidak bergantung pada apa atau kemauan dari orang lain. Bila dia ingin, maka dia akan melakukannya. Tapi dari hatinya sendiri. Bukan karena paksaan, kecuali paksaan dari bapaknya dulu mungkin, tapi itu aku bisa mengerti karena begitu besar rasa sayangnya kepada bapaknya. Termasuk apabila nantinya aku dan dia akan menyambung sebuah kisah lama yang sempat terputus, maka itu akan kami lakukan dari hati, bukan karena wasiat Ayu. Itu apabila kami menginginkannya.

Dan kami pun sepakat. Apapun yang terjadi nanti, kita akan menjalaninya saja dulu apa adanya. Seperti air sungai yang mengalir. Biarkan saja mengalir sesuai dengan kehendak ilahi. Apakah akan bersama melewati celah bebatuan yang sama, atau akan terpisah lagi karena melewati celah batu yang berbeda. Atau bahkan mungkin bisa saja akan terpisah selamanya oleh aliran sungai yang bercabang, dan mengambil jalan sendiri-sendiri. Tidak ada yang tahu. Yang aku tahu, aku wajib menjalaninya dengan penuh rasa syukur. Seperti sore ini saat kami berlima berkumpul dan santai di rumah. Lengkap dengan Adipati, yang kebetulan habis dimandikan dan sekarang sudah rapi. Tampan sekali anak ini. Mewarisi ketampanan bapaknya. Hahaha.

"Dedek Adi ganteng ya mah?" celetuk Tiara kepada kami semua. Baru saja aku membatinnya.

"Itu masih bayi lho Tiara, ga kebayang nanti gedenya kaya gimana, pasti seganteng ayahnya," aku menimpali. Tiara yang mendengar balasan ku langsung memberikan ekspresi anehnya. Mulut monyong dengan mata yang berputar-putar seperti mau muntah, mungkin.

"Hiisshh...kalau dedek Adi udah gede mah om Ian ga ada apa-apanya, lewat..." ejeknya tanpa melihat ku. Pandangannya fokus pada Adipati yang sedang tertidur pulas. Seperti layaknya anak bayi seumurnya, abis mandi, minum susu, dan bobo. Indah sekali pikir ku. Sedangkan mba Endang dan mas Rizal yang ada disekitar kami hanya tersenyum mendengar ledekan dan candaan antara aku dan Tiara.

"Mba, aku bener-bener makasih banget mba Endang mau bantuin ngerawat Adipati."

"Halaaah, kalau bukan aku siapa lagi? Lagipula aku seneng kok Ian. Udah lama ga ngurusin bayi, rasanya kangen. Ga terasa juga Tiara udah segede itu."

"Iya Ian, kamu tenang aja. Tuh lihat aja Tiara juga seneng banget punya temen baru," mas Rizal menambahkan.

"Makasih mas, mba, aku ga tau mesti bilang apa lagi. Dulu, empat tahun aku nunpang disini, sekarang, lagi-lagi aku cuma bisa ngrepotin. Dengan beban yang lebih berar lagi."

"Heh! Ngomong apa sih? Dibilangin ga usah ngerasa ga enak juga. Kamu dan Adipati bukan beban di keluarga ini. Kamu sudah bisa cari duit sendiri. Masalah repot, aku suka dan seneng-seneng aja ngerawat anak kamu ini. Tapi, kalau kamu bisa segera mencari pengganti Ayu, mungkin akan lebih baik. Biar kamu ada pendamping juga."

"Diah apa kabar Ian?" tanya mas Rizal tiba-tiba.

"Ehm..." jujur aku bingung mau menjawab apa, karena aku yakin ada maksud tersirat dari pertanyaan mas Rizal. Ya, baik mas Rizal maupun mba Endang tau kalau dulu aku pernah ada hubungan khusus dengan Diah, namun kandas di tengah jalan.

Tapi ya hanya sebatas tau kalau Diah dulu dijodohkan, mereka tidak sampai tau tentang insiden penghinaan keluarga itu. Dan baru-baru ini mereka juga tau kalau pernikahaannya juga sudah berakhir. Itu semua mereka tau dari aku tentu saja dengan adanya beberapa hal yang aku saring, yang aku rasa mereka tidak perlu tau ya aku tidak ceritakan.

"Diah baik mas, hehee..."

"Ga nyoba melakukan pendekatan lagi kalian?"

"Eh, ehm...dibilang lagi pendekatan enggak, dibilang enggak tapi ya kita lagi menjalaninya."

"Kalau kalian masih ada rasa, ya jalanin aja ga apa-apa."

"Hahaha, aku sih juga begitu mas. Jalanin aja dulu."

"Om Ian kenapa ga sama tante Kiki aja sih?" tanya Tiara tiba-tiba tanpa menoleh ke arah ku. Pandangannya masih fokus pada Adipati.

Hahaha. Si Tiara masih saja ngarepin si Kiki. Seandainya dia tau kalau Kiki sendiri juga punya perasaan terhadap ku, mungkin dia akan semakin memaksa ku untuk dengan Kiki.

"Lha kamu sendiri kenapa ngebet banget gitu ngejodohin om dengan tante Kiki?" tanya ku balik dengan nada bercanda.

"Iihh...om Ian mah dodol, masa pake nanya kenapa? Tante Kiki kan baik, perhatian, keibuan, dan cantik. Kurang apa lagi?"

"Hahaha, nanti kalau kamu udah gede kamu akan tau kurangnya apa."

"Yeee, Tiara kan udah gedeee," balas Tiara dengan gemas.

"Iya Tiara udah gede, tolong ambilin kotak susu dan botol nya dede Adi dong," ucap mba Endang tiba-tiba. Yang disuruh pun dengan sigap langsung bangun dan segera menuju dapur untuk mengambil apa yang diperintahkan.

"Ian," panggil mba Endang.

"Ya?"

"Mba juga setuju sama Tiara," balas mba Endang.

"Maksudnya?"

"Enggak, semua keputusan ada di tangan mu sih. Tapi mba lebih sreg kalau kamu sama Kiki. Tiara bener."

"Oh itu, aku ngerti mba. Tapi kembali lagi, ini kan masalah hati. Aku tidak bilang seratus persen akan kembali dengan Diah. Tapi untuk sekarang ini juga tidak mungkin aku dengan Kiki."

"Kenapa?"

"Dia sudah ga di Indonesia."

"Dimana?"

"Mesir."

"Ngapain?"

"Kuliah S2..."

"Oooo..."

"Kalau Gita?" dan sekarang ganti mas Rizal yang menanyakan Gita.

"Kenapa tiba-tiba nanya Gita deh mas?"

"Sama kaya mba mu, mas lebih sreg kalau kamu sama Gita."

"Kenapa?" tanya mba Endang spontan.

"Ya kan kalau Ian sama Gita kita bisa jadi keluarga sama pak Weily..."

"Wooo, dasar...tetep aja ya urusan kerjaan ujung-ujungnya."

"Hahaha," aku tertawa.

"Jadi gimana?"

"Sama kaya Kiki, dia lagi ga di Indonesia."

"Dimana?"

"Australia,"

"Ngapain?"

"Ikut kakaknya yang di sana..."

"Oooo..."

"Kalau soal perasaan?" tanya mas Rizal lagi.

"Aaahhh pada kepo nih," balas ku.

"Ya kan kali aja kamu pengen curhat..."

"Aku ga tau mas kalau sekarang. Masih belum bisa melepaskan Ayu mungkin."

"Ngerti...yaa untuk sekarang ini sih memang masih sulit. Tapi kan kalau nanti bisa aja kan?"

"Mungkin, aku juga ga tau. Semoga saja. Bisa dengan salah satu dari mereka bertiga, atau bisa juga dengan orang lain. Tidak ada yang tau mas."

"Kenapa ga dengan ketiga nya aja?" celetuk mas Rizal sambil cengar-cengir.

Buugghh..!!!

Sebuah bantal melayang ke arah kepala mas Rizal dan tepat mengenainya. Sebuah lemparan yang tepat sasaran dari mba Endang.

"Jangan ngajarin yang enggak-enggak!!" bentak mba Endang pelan dengan muka juteknya. Mas Rizal malah makin nyengir. Dan kami pun tertawa bersama. Berbarengan dengan kembalinya Tiara yang dengan polosnya bertanya kenapa.

"Kenapa?"

"Enggaaaaak..." jawab kami bertiga kompak. Dan kami bertiga kembali tertawa meledek Tiara yang kebingungan. Dan kami ga sadar suara kami telah membuat Adipati terbangun.

"Opss..."

~•~•~•~

"Ian?"

"Ya mas?"

Aku dan mas Rizal sedang duduk berdua di teras samping rumah. Tempat yang dulu kita gunakan untuk membuat hardcase, kantor pertama ku. Tempat ini sekarang sudah tidak digunakan untuk membuat hardcase lagi. Ya karena usaha itu sudah tidak lanjut. Selain karena memang aku sudah tidak ada waktu lagi, aku sudah tidak mood untuk melanjutkannya setelah kepergian Gita dan Doni. Sekarang jadi taman layaknya pekarangan rumah biasa.

"Siapapun yang kamu pilih, kita semua tetep mendukung."

"Maksudnya?"

"Jangan terpengaruh dengan pilihan ku, mba mu, apalagi Tiara. Pilihlah yang akan menjadi pendamping hidup mu sesuai dengan pilihan hati mu."

"Mas ini ngomongnya kaya aku tinggal nyomot aja, hahaha."

"Hahaha, namanya juga laki, sejelek-jelek nya kita, kita masih bisa milih."

"Hahaha, bener juga sih. Tapi kan ga tinggal milih juga. Belum tentu yang dipilih mau kan? Dan yang dua di luar, ada konflik pribadi yang rumit yang ga bisa aku aku ceritakan."

"Bener, belum tentu langsung mau, tapi kalau kamu berusaha, gampang kok ngeluluhin hati cewek tuh. Dan yang namanya konflik, pasti ada kok jalan keluarnya."

"Pengalaman ya mas ngeluluhin hati mba Endang? Hehehe," tanya ku iseng. Mas Rizal langsung sedikit menoleh ke arah depan. Lalu tersenyum nyengir kepada ku. Hahaha. Kayanya bener pengalaman pribadi nih dulu bisa ngeluluhin hati mba Endang.

"Jadi, kamu mau memperjuangkan yang mana nih? Yang dewasa dan sabar? Atau yang ceria dan manja? Atau yang penyayang dan keibuan?"

"Mungkin kalau ketiga-tiganya sekaligus akan jadi pendamping hidup yang lengkap kali ya mas? Hahaha," seloroh ku lalu tertawa. Mas Rizal malah manggut-manggut sambil mengacungkan jempolnya.

[Bersambung]
Weh..suhu Alf.. mantap tenan..
Mengikuti jejak master Ichi...
Ane setuju Gan..
Masih jarang yg ky gini...
 
Koyok kopi susu ae hu 3in1.
Diah kliatannya gampang hu dengan status janda serta punya beban pernah meninggalkan ian.
Kiki mau gak ya ama duda, sedangkan banyak masyarakat menilai rendah jika perawan cantik nikah ama duda.
Apalagi Gita, dengan harta dan kcantikannya pasti lebih mudah untuk mencari pendamping hidup.
 
Masih penasaran nunggu lanjutannya, type cewe pilihan Ian ini yg seperti apa ya
Thanks hu Updatenya
 
Terakhir diubah:
Selamat lebaran semua.

Sepertinya.. apa yg kita2 cita-citakan di awal2 banyak yg diikuti oleh suhu eins.. mulai dr kontroversi Ayu menikah dgn Ian, semua warga semprot protes. Soalnya kita2 sdh disodori pooling dan yg unggul adalah Gita.. kok ayu yg dinikahi.

Waktu itu sdh beredar desakan wafatin Ayu karena suhu eins bilang ngak bakal Ian dikasih kesempatan poligami. Soalnya peluang itu ada, dan Kiki memang ngarepin Ian. Namun akhirnya Ayu beneran wafat setelah lahiran. Yang sebelumnya dimunculkan sosok Diah yang janda kembang.

Artinya sekarang 2 gadis dan 1 janda menantikan belaian ian. Dan ian pun mulai berpikiran untuk itu. Namun sepertinya pikiran ian sudah tidak sederhana lagi. Ian pengen ketiganya. Ini artinya, cerita ini skip saat Ayu wafat. Poling yg lama masih berlaku, walau kemudian ada poling baru.

Namun pilihannya sekarang bukan lagi satu. Bisa jadi Diah-Kiki atau Kiki-Gita. Atau justru Diah-Kiki-Gita. Semuanya masih mungkin terjadi.. keliaran cerita suhu eins masih memungkinkan semua terjadi. Artinya ada kemungkinan poligami.. sesuatu yg bila terjadi, berarti melanggar garis yg dibuat sendiri oleh suhu eins..

Cerita terbaik adalah cerita yg tidak bisa ditebak akhirnya. Dan cerita ini salah satunya. Semoga updatenya kembali rutin seperti diawal.

Terakhir. 4 jempol buat suhu eins..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd