Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Aku Rindu Pada Sebuah Kesederhanaan

Kira-kira siapa tokoh "Aku" di judul cerita ini?


  • Total voters
    918
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
gelagatnya ian sama kiki,trus kiki mati ngasih anak,baru gita datang n happily ever after
 
gelagatnya ian sama kiki,trus kiki mati ngasih anak,baru gita datang n happily ever after

Bawa sial emang di ian, nikah bininya mati mulu. Kalo kiki mati juga, gita takut kali mau dinikahin. Takut ian jangan2 pegang tumbal tuyul. Wkwkwk
 
Kira2 umur gita am kiki sekarang berapa ya?? Bukannya sudah kelewat ngumur untuk nikah??
Hahahha
 
Jogjakarta

Seminggu ini aku tidak fokus dalam bekerja. Pikiran ku terpecah menjadi beberapa cabang. Pertama, beberapa waktu lalu Gita mengirimkan video ucapan selamatnya kepada Binar. Kedua, seminggu yang lalu gantian kiki yang mengirimkan ucapan bela sungkawa ke pada Tiara. Kenapa bisa kebetulan banget ya? Apa meraka berdua sengaja? Tidak mungkin. Aku tidak yakin mereka berdua masih saling berkomunikasi sekarang ini.

Aku hanya berharap Doni tidak ikut-ikutan muncul kembali di kehidupan ku. Itu hanya akan menambah beban pikiran ku saja.

Belum lagi ditambah Tiara yang selama seminggu ini selalu bercerita tentang Kiki. Inilah. Itulah. Semuanya. Berbeda dengan Gita yang hanya sekali menjalin komunikasi dengan Binar, Kiki ternyata masih terus mengirimkan pesan kepada Tiara. Dan Tiara aktif membalasnya. Mereka saling berkirim pesan. Ya meskipun hanya sebatas pesan. Anehnya, tidak sedikitpun mereka berdua membahas tentang ku. Tiara tidak pernah memulai. Dan Kiki juga tidak pernah menanyakan kabar ku.

Tapi kenapa? Kiki yang aku kenal dulu sangat perhatian kepada ku, kenapa sekarang jadi cuek? Apa karena kecewa? Dendam? Atau karena sudah menemukan laki-laki lain yang pas untuknya? Aku harap begitu. Tapi aku tidak berharap dia kecewa terhadap ku dan ujung-ujungnya akan menimbulkan konflik dengan ku.

Farah pun saat aku bercerita tentang masalah ini malah tertawa. Katanya aku ini pria yang sangat beruntung. Beruntung apanya? Pusing iya.

Sabtu pagi ini aku sudah berada di bandara. Berdua dengan Tiara. Kami akan terbang ke Jogja lagi karena hari ini adalah empat puluh hari meninggalnya keluarga kami. Dan tentu saja akan ada tahlilan. Kami hanya akan semalam. Besok kami sudah harus balik lagi ke jakarta karena senin kami harus masuk kerja dan sekolah.

"Kok bengong om?" Tiara mengagetkan ku saat tiba-tiba sudah duduk kembali di samping ku di ruang tunggu ini. Kami sudah selesai check in. Tinggal menunggu keberangkatan. Sedangkan barusan Tiara baru balik dari kamar kecil.

"Ah, enggak..."

"Takut baper ya om? Pulang lagi, kenangan bareng tante Diah pasti akan terbayang-bayang lagi," ledeknya. Dan memang tepat. Aku takut ga kuat.

"Hahaha. Sok tau!" balas ku sambil mengacak-acak rambutnya.

"Om ada rencana nikah lagi?" tanya nya tiba-tiba.

"Tidak," balas ku dengan cepat.

"Tidak tau maksudnya?" tegasnya.

"Bukan. Tapi emang ga ada rencana," balas ku.

"Kenapa?"

"Ga tau..."

"Takut kehilangan lagi ya om?"

"Mungkin. Atau juga udah ga nafsu lagi. Ibaratnya kalau nikah itu makanan, om udah kenyang. Hahaha," tawa ku.

"Hahaha," Tiara ikut tertawa.

"Kamu kenapa nanya itu?"

"Enggak kenapa-kenapa sih. Aku cuma mikir aja, om kan masih muda. Masih butuh sosok seorang wanita sebagai pendamping dan pelengkap hidup. Tapi kalau alasannya om udah capek. Atau mungkin takut kehilangan lagi, ya masuk akal juga. Mudah-mudahan om cepet bisa bangkit juga. Kalau gini ceritanya Tiara jadi ga tega. Tiara sedih. Om rela memberikan kehidupan om demi Tiara tapi Tiara ga bisa berbuat apa-apa buat om."

Aku memandangnya sejenak, dan sedikit memicingkan mata dengan tatapan penuh keheranan. Yang aku pandangi wajahnya ikutan bingung.

"Kenapa om? Rambut Tiara berantakan ya? Gara-gara om siii..." tanya Tiara memprotes ku karena tadi mengacak-acak rambutnya.

"Hehehe. Ga apa-apa. Heran aja kalimat sepanjang dan seberat itu keluar dari mulut kamu. Hahaha."

"Iiihhsshh. Ngeledek kan. Tapi yang tadi Tiara ucapin itu serius lho om. Tiara juga mau om bahagia."

"Caranya?"

"Menikah lagi, mungkin."

"Tidak sesimpel itu neng. Hahaha."

"Paling tidak kan itu salah satu usahanya. Hasilnya liat nanti."

"Terus dengan siapa nikahnya? Kamu punya guru cewek yang masih single? Hehehe," tanya ku sambil bercanda.

"Eh, enggak. Ga ada. Ga ada niat punya guru sekaligus istrinya om aku juga."

"Lalu?"

"Ehm..." Tiara nampak berfikir. Aku sepertinya mulai tau kemana arah ceritanya.

"Kamu tidak sedang mengarahkan om untuk berfikir ke arah tante Kiki kan?" aku mencoba menebak kemana arah jalan pembicaraan Tiara.

"Heheheee..." Tiara tersenyum dengan garingnya. Benar kan,

"Sudah om duga. Sini-sini," aku memberi isyarat agar Tiara duduk lebih mendekat. Aku lalu meraih bahu nya. Memeluknya dari samping.

"Tiara ga perlu kok ikut memikirkan masa depan om. Insyaallah om bahagia untuk kehidupan om yang sekarang. Selama Tiara bisa menjadi Tiara yang dulu lagi, om udah seneng banget."

"Tapi Tiara akan lebih bahagia kalau..."

"Biarin mengalir saja apa adanya. Percaya deh sama om. Om tau apa yang terbaik buat om. Bukannya om ga mau Tiara ikut campur, tapi untuk sekarang ini Tiara fokus aja dulu ke sekolah. Oke?"

"Iya om, maaf."

"Ga apa-apa sayang. Om ngerti kok. Tiara kalau mau terus berkomunikasi dengan tante Kiki ga apa-apa. Tapi om tidak ada pikiran menuju ke sana. Om masih belum bisa menjalin hubungan lagi. Jadi dari pada setengah hati, lebih baik om sendiri dulu untuk sementara. Maaf yaaa..."

"Iya om..."

Sebenarnya berat bagi ku untuk menolak kemauan dan harapan Tiara. Tapi aku juga tidak bisa kalau harus mengabulkan kemauannya yang satu ini. Aku belum bisa. Jujur aku masih lelah. Aku capek. Aku takut. Aku tidak bisa kalau nanti misal aku menjalin hubungan dengan wanita lagi, lalu ujung-ujungnya akan seperti ini lagi. Aku tidak mau kehilangan lagi. Dan aku tidak mau buru-buru lagi dalam mengambil keputusan. Dan yang paling utama sebenarnya aku belum bisa melupakan Diah. Dan belum ada yang bisa menggantikan posisinya sekarang. Dan...dan...

~•~•~•~

Lagi-lagi suasana haru itu muncul kembali. Ibuk masih belum bisa menahan tangisnya sesaat setelah acara tahlilan semalam selesai. Untungnya masih ada mba Laras dan Binar yang terus memberikan semangat kepada ibuk. Untungnya juga momen itu tidak berlangsung lama. Mungkin karena ibuk tau ada Tiara dan tidak mau cucu nya itu ikut larut dalam kesedihan bila melihat mba uti nya menangis.

Pagi ini aku akan ke makam bersama Tiara. Melepas kangen dan rindu. Rindu yang teramat dalam. Rindu karena kami sekarang dipisahkan oleh sesuatu yang bukan hanya jarak dan waktu lagi, tapi juga dunia.

"Iaaan...woooiii..." aku mendengar sebuat teriakan yang sangat lantang memanggil nama ku dari kejauhan saat aku menyusuri jalan menuju makam ini. Aku dan Tiara memang hanya berjalan kaki pergi ke makam nya karena sekalian untuk olahraga pagi. Aku lalu menoleh, ah ternyata dia. Seorang teman dari masa kecil ku.

"Ipin?" ucap ku pelan.

"Siapa om?" tanya Tiara.

"Temen masa kecil om."

Tiara lalu menatap ku heran. Mungkin Tiara bingung bagaimana mungkin aku bisa memiliki teman seperti Ipin. Dandanannya memang nyentrik, dan terkesan acak-acakan.

Nama asli dari temen ku ini sebenarnya Arifin. Namun karena orang tua jaman dulu suka susah menyebut huruf F, maka kami teman-temannya lebih sering memanggilnya Aripin, lalu lambat laun panggilannya itu berubah menjadi Ipin. Yang masih aku bingung, kalau orang tua nya susuah nyebut huruf F, kenapa menamai anaknya dengan ada huruf F nya? Entahlah.

"Itu temen om? Beda banget sama om?" ulang Tiara lagi.

"Huush! Ga boleh bilang gitu. Dia orangnya baik kok," jelas ku.

"Tetep aja om, nyentrik gitu, hehehe," tawa geli Tiara.

Dari kejauhan aku bisa melihat Ipin berlalu menuju arah kami. Atau mungkin dia memang punya tujuan yang searah dengan ku.

"Bener Ian to? Tak pikir siapa..." tegas nya lagi. Sialan. Ternyata dia tadi asal manggil nama ku saja. Untuk betul.

"Iyooo. Iki aku Alfian."

"Woalaah. Tenanan. Jaaan...Tambah ganteng wae koe ndes. Sukses saiki," balasnya dengan intonasi yang tinggi dan suara yang keras. Dan logat jawa yang kental. Persis seperti dulu.

"Alhamdulillah. Piye kabar mu? Anak mu wes piro?" tanya ku dengan bahasa jawa karena dia juga menanyai ku dengan bahasa jawa. Dan tidak etis bila aku membalasnya menggunakan bahasa Indonesia.

"Anak ku loro. Seng siji wes mlebu SD. Lha iki opo anak mu? Wes gede. Ayu meneh, hehehe," tanya Ipin sambil menatap ke arah Tiara. Tiara hanya tersenyum garing. Entah antara malu atau takut. Atau tidak nyaman. Mungkin semuanya.

"Udu, iki ponakan ku. Anake mba Endang...almarhum. Iki aku meh ziarah sek. Mengko bengi aku wes balik nang Jakarta maneh, sesok kudu nguli soale."

"Owalah anake mba Endang. Oiyo aku nderek belosungkowo yo. Sori banget sasi wingi ki aku juga lagi nguli di Surabaya. Tau kalau kamu dapet musibah itu juga dikabari sama simbok. Diri mu ki sok merendah. Kuli kantoran to?"

"Hahaha, kantoran opo udu kan judule podo-podo kuli. matur suwun yo, hehehe. Koe ki jan iseh podo wae. Hahaha." aku tertawa. Tapi bukan karena isi kalimatnya. Melainkan bahasanya.

"Lha ngopo kok malah ngguyu?"

"Bahasamu lek ra nggenah. Campur aduk. Nek jowo yo jowo wae ora sah sok-sok di Indonesiakan."

"Yo aku kan menghormati diri mu. Sopo ngerti wes lali boso jowo..."

"Insyaallah ora. Oiya ki kenal ke ponakan ku. Jenenge Tiara. Tiara, ini om Ipin. Temen om Ian main di kali dulu waktu seumuran kamu. Hehehe."

Tiara nampak ragu namun kemudian mengulurkan tangannya.

"Tiara, om..."

"Ipin. Saya temannya om Ian," balas Ipin dengan bahasa Indonesia yang teranat sangat baku.

"Lha awak mu arep ngandi Pin?"

"Aku juga mau ke makam, di suruh simbok bersih-bersih makam nya mbah buyut."

"Owh...kebetulan. Yo udah yok bareng."

"Ayook."

Kami bertiga lalu berjalan menuju makam. Aku minta agar Tiara berjalan di depan sedang aku dan Ipin mengikutinya di belakang.

"Jadi kamu itu sudah nikah dua kali ya?" tanya Ipin basa-basi. Jawabannya sudah jelas.

"Iya. Dan sekarang aku mau ziarah ke makam dua istri ku itu."

"Kok yo tragis ya? Aku kalau jadi diri mu mungkin sudah stress. Hahaha. Seng sabar yo bro..."

"Belum ngejalanin kok udah bilang stres. Tergantung menyikapinya aja kok. Buktinya aku biasanya aja."

"Kamu mungkin kuat kali. Kalau aku kan belum tentu."

"Ga kuat karena belum ngejalanin. Kalau udah ngejalanin pasti juga kuat."

"Ga tau lah kalau itu. Oiya diri mu udah sukses ya sekarang. Kemana-mana naik pesawat terus. Aku yang namanya masuk bandara saja belum pernah. Hahaha."

"Ya...beginilah Pin, seperti yang kamu lihat sendiri. Sukses atau enggaknya itu tergantung dari sudut pandang yang melihat."

"Omongan mu, selalu berat seperti dulu, hahaha."

"Serius. Kalau dari sisi materi, tanpa mengecilkan kalian-kalian, aku memang sedikit lebih beruntung. Tapi dari sisi keluarga. Aku sudah menikah dua kali dan kamu sendiri tau nasib ku sekarang kaya gimana. Masih enakan kamu Pin punya anak dan Istri. Hidup tenang di desa dan bahagia."

"Kalau kamu bicara soal meninggal nya dua istri mu, itu takdir. Bukan nasib."

"Bedanya?"

"Kalau takdir Tuhan yang mengatur. Sudah ada garis nya sendiri-sendiri. Kalau nasib, masih bisa dirubah. Makanya ada ungkapan, mengubah nasib. Ndak ada ungkapan mengubah takdir kan?"

"Hahaha, lha sekarang ungkapan mu juga berat Pin?" aku meledeknya.

"Hahaha, ketularan diri mu."

Kami tertawa bersama. Tidak menyangka aku akan bertemu dengan kawan masa SD ku ini.

Kami berjalan bersama. Jalan ini, yang masih bebatuan dan belum di aspal, jalan yang sering kami lalui dulu. Suasananya masih terasa sama. Pohon jati kiri kanan jalan dan semak-semak di pinggir jalan menjadi pemandangan yang tidak henti-hentinya memanjakan mata ku yang sudah mulai terbiasa melihat gedung bertingkat.

Sebenarnya jalan ini arahnya menuju ke hutan. Dan di ujung jalan sana ada sebuah mata air alami yang digunakan sebagai sumber mata air penduduk desa jaman dulu sebelum mereka memiliki sumur sendiru di masing-masing rumah seperti sekarang. Dulu aku dan teman-teman ku, salah satunya si Ipin ini sering mandi di sana. Mencari ikan. Atau apapun. Kami sering main di sana. Namun yang paling menyenang kan tentunya, curi-curi pandang untuk melihat para gadis atau ibu-ibu muda yang sedang mandi. Hahaha. Sering aku tersenyum sendiri bila mengingat kemesuman masa kecil ku dulu.

Tak terasa kami bertiga sudah masuk ke area pemakaman. Tadi kami sempat berpapasan dengan beberapa warga. Hangat. Itu yang aku rasakan. Sapaan mereka. Senyuman mereka. Masih seperti dahulu. Ramah. Bersaha at. Beberapa aku lupa namanya, tapi aku masih ingat wajahnya.

Tempat ini. Kampung ini. Memang istimewa. Dan yang akan aku kunjungi pagi ini adalah yang paling istimewa yang pernah aku miliki.

Retno Atu Dewanti. Diah Nawang Wulan. Adipati Ageng Restu Kusuma. Kayla Sekar Wulandari. Kalian lah alasan ku untuk selalu pulang ke tempat ini. Tempat dimana mungkin aku nanti juga akan beristirahat. Jogjakarta.

Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja

Walau kini kau t'lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Ijinkanlah aku untuk s'lalu pulang lagi
Bila hati mulai sepi tanpa terobati


[Bersambung]
Suhu, klo bisa yang bahasa daerah diterjemahkan. Saya gak ngerti om
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Uapdatenya besok. Tidak terlalu panjang juga. Tapi lumayan sih, seminggu tiga kali. Tapi intinya update an pendek itu akan berisi poin2 dan kepingan memori yang ada yang akan bertautan membentuk kisah kehidupa Alfian. Mulai sekarang dan seterusnya alur tidak akan berbelit-belit lagi. Dan mungkin akan tamat dalam 10-15 chapter lagi.


yang sebelah kapan update?
 
Uapdatenya besok. Tidak terlalu panjang juga. Tapi lumayan sih, seminggu tiga kali. Tapi intinya update an pendek itu akan berisi poin2 dan kepingan memori yang ada yang akan bertautan membentuk kisah kehidupa Alfian. Mulai sekarang dan seterusnya alur tidak akan berbelit-belit lagi. Dan mungkin akan tamat dalam 10-15 chapter lagi.
:mantap:
Ini yg ane tungguh om ian..
Lancroootkan om..
 
matur suwun suhu eins..mugi2 suhu slalu d paringi seger waras.
 
Uapdatenya besok. Tidak terlalu panjang juga. Tapi lumayan sih, seminggu tiga kali. Tapi intinya update an pendek itu akan berisi poin2 dan kepingan memori yang ada yang akan bertautan membentuk kisah kehidupa Alfian. Mulai sekarang dan seterusnya alur tidak akan berbelit-belit lagi. Dan mungkin akan tamat dalam 10-15 chapter lagi.
Waoo.. Bentar lagi si ian nikah ma kiki.. Trus gita bunuh diri karena gak trima... Dan....... The end hehehe
 
Bimabet
Uapdatenya besok. Tidak terlalu panjang juga. Tapi lumayan sih, seminggu tiga kali. Tapi intinya update an pendek itu akan berisi poin2 dan kepingan memori yang ada yang akan bertautan membentuk kisah kehidupa Alfian. Mulai sekarang dan seterusnya alur tidak akan berbelit-belit lagi. Dan mungkin akan tamat dalam 10-15 chapter lagi.
siap suhu @eins99
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd