Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Alana

CHAPTER 11




Present




POV 3rd



“Pak Erga… 5 menit lagi AGS dan DS akan invite meeting bersama para pemegang saham di regional lain” tiba-tiba, Amisya baru saja masuk ke dalam ruangan CEO. Ruangan Erga - yang sepertinya sedang menunggu seseorang yang baru saja ia tanyakan pada bagian frontline dibawah tadi.

Beginilah Amisya. Jika berada di kantor, dan sebagai sekertaris CEO dia akan seprofesional mungkin akan menghormati Erga selaku pimpinan tertinggi di perusahaan.

Tentu saja, selain sang owner yang berada di belakang layar, dan Amsiya juga paham hal itu. Tapi kan, ownernya amat sangat jarang datang ke kantor. Beliau selalu bekerja dengan cara me-remote darimana saja, dimana saja sang owner berada, bukan? Jadi, memang sudah sepantasnya yang di kenal sebagai pimpinan tertinggi di perusahaan ini adalah si Erga sendiri. Tapi jangan tanyakan apabila mereka berada di luar kantor, apalagi jika hanya berdua baik di appartemen pribadi Erga sendiri, atau sang gadis, atau bahkan di hotel berbintang, maka gadis itu akan berubah menjadi liar yang akan siap untuk menunggangi sang pejantan untuk menuntaskan hasrat birahi.

“Oh gitu… ya sudah, gue siap-siap sekarang” balas Erga. Padahal jelas-jelas, beberapa jenak yang lalu, ada beberapa hal yang ia pikirkan dan harus mendapatkan jawabannya secepat mungkin. Semisal, dia akan menelfon dokter Alex yang sempat di bawa serta namanya oleh orang yang ingin bertemu dengannya, kemudian akan menanyakan apa yang sedang sang dokter rencanakan? Lalu, dia pun telah merencanakan untuk bertemu dengan orang yang katanya di suruh dokter Alex itu. Namun, begitu mendengar dua inisial nama yang sakral tadi, maka pikiran Erga langsung hanya terfokus ke dua orang itu, lantas melupakan apa yang telah ia pikirkan sejak tadi.

“Baik pak Erga…. kalo begitu Amisya tinggal ya”

“Oh gak, lo ikut juga… panggilkan sekalian Robert.” ujar Erga, karena memang, untuk meeting bersama para owner, Erga membutuhkan kedua orang itu untuk membantunya menyiapkan data saat nanti muncul pertanyaan dari salah satu orang yang di sebutkan tadi.

“Baik pak… Amisya persiapkan sekarang, dan juga memanggil Pak Robert di luar”

“Sipp….”

Setelah sepeninggalan Amisya, Erga benar-benar mulai terfokus pada meeting yang akan di laksanakan 5 menit lagi, dan melupakan segalanya.









Tak sampai 5 menit saja, Erga bersama dua orang kepercayaannya itu sudah mulai fokus dan serius di ruangan, tanpa menyadari - sosok yang sedang di antar oleh salah satu bagian frontline di bawah sana, telah sampai di lantai 15 ini.

“Permisi Ibu… tadi Pak Erga menyuruh saya untuk mengantarkan tamunya untuk bertemu dengannya langsung di ruangan” frontline itu langsung mendekat ke salah satu staf administrasi bawahan Amisya yang kebetulan sedang duduk di meja kerjanya. Karena, ia juga tentu saja tak bisa langsung masuk begitu saja ke ruangan Erga tanpa izin.

“Eh Pak Erga dan tim lagi meeting sama Dewan Direksi, dek….”

“Padahal barusan loh bu, pak Erga sendiri yang ngomong di telfon tadi….”

“Oh gitu… tunggu bentar, saya coba hubungi Pak Robert, karena kebetulan beliau ada di dalam”

“Baik bu”

Sambil menunggu staf administrasi itu menelfon, frontline yang bernama Tania itu pun mendekat ke tamu Erga. “Mbak. Tunggu ya, karena sepertinya bos besar lagi meeting di ruangannya”

Sosok yang di temuinya itu, hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya bu, gak apa-apa, nanti saya tunggu saja”

“Iya tapi bentar, tuh, ibunya lagi nelfon assistennya si bos yang kebetulan berada di dalam juga”

“Baik bu. Terima kasih ya”

Namun, nyatanya staf admin itupun kesulitan menghubungi assisten Erga, alias tidak di jawab. Karena tanpa mereka ketahui, ketiganya, di dalam ruangan yang di depan pintu kacanya bertuliskan ‘Chief Executive Officer / Cermen’ itu, sudah mengadakan meeting secara online bersama para dewan direksi perusahaan.

Sosok Alana, yang kebetulan memang sengaja datang hari ini untuk bertemu dengan pimpinan perusahaan, atas niat untuk berterima kasih karena telah di bantu meringankan biaya perawatan dan operasi putranya itu, hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Tapi, tentu dia tak langsung putus asa, tak wajar jika baru mendengar hal itu lantas dia bersedih. Dia gigih, sosok yang kuat, dan menunggu sampai meetingnya selesai, bukan perkara sulit. Begitu wanita cantik itu membatin.

Yang pada akhirnya, Alana di persilahkan menunggu di waiting room, tapi masih di lantai 15 ini. Sedangkan Tania, izin untuk kembali ke bawah, kembali menjalani pekerjaannya.

Menunggu, memang agak sedikit menyesakkan. Tapi Alana masih bisa menunggu sampai meeting selesai.

Cayooo, Alana. Kamu pasti kuat. Karena beliau telah bantu kamu keluar dari masalahmu yang bahkan kamu sendiri tidak mampu untuk memecahkannya. Alana lantas membatin sembari mulai sibuk dengan ponselnya.







Sejam telah terlewati.

Dua jam….

Tiga jam….

Alana, masih terus dan terus menunggu, bahkan ia tanpa sadar mulai terlelap, dan karena kelelahan, sepasang bola mata indahnya itu pun mulai terlelap.

Nyaris 4 jam Alana menunggu. Hingga tanpa sadar, dia terjaga saat staf admin tadi yang menyuruhnya menunggu di ruangan ini tiba, dan memanggilnya. Karena kebetulan meeting sudah selesai.

“Ibu, Pak Erganya menyuruh ibu ke ruangannya sekarang”

“Eh iya. Bu… maaf… maaf ketiduran.”

“Iya bu, hehehe, mau basuh muka dulu?”

“Hmm, boleh bu, kalo gak merepotkan”

“Baik ibu Alana, mari saya antar”

Alana pun di antar ke toilet untuk sekedar membasuh wajahnya, memastikan jika ia tak tampak habis ketiduran di ruangan.



Singkat cerita….

Alana telah siap untuk menemui Erga.

Dia melangkah bersisian dengan staf admin tadi menuju ke ruangan CEO. Begitu baru tiba di pintu masuk yang terbuat dari kaca itu, ia berpapasan dengan Amisya yang hari ini berpenampilan sangat anggun dan cantik, semua yang di miliki wanita itu sangat proporsional. Alana mengangguk hormat padanya. ‘Cantik sekali. Pasti dia salah satu petinggi di perusahaan ini’. Begitu Alana membatin saat melihat sosok Amisya.

“Bu” staf admin pun menyempatkan untuk menyapa Amisya.

“Hmm…. siapa,?” Amisya menghentikan langkahnya untuk sekedar bertanya.

“Oh ini, ibu Alana, kebetulan sudah janjian dengan Pak Erga”

“Ohh…” Amisya hanya mengangguk, sempat melempar senyum, “Pak Erga-nya udah free tuh di dalam. Masuk aja”

“Baik bu”

“Permisi bu…” Alana ikut izin pada wanita cantik dan seksi itu.

“Iya silahkan”


-----00000-----​





Beberapa jenak sebelumnya….




POV Erga



Ah kelar juga meetingnya. Jir! Gak berasa banget, 4 jam meeting sampai badan agak pegal dan linu-linu nih.

“Sepertinya AGS dan khususnya ketua dewan sangat puas dengan hasil LF 3 bulan ini” ujar Amisya yang tampak sedang saja siap-siap untuk kembali ke ruangannya.

“Ya sepertinya. Nanti gue akan menemui babe, buat memberikan penjelasan lebih detailnya lagi. Karena tadi jujur, ada beberapa hal yang seharusnya juga gue sampaikan tapi kenapa bisa kelewat ya” aku membalas.

“Hehe, bos mah tadi keliatan gugup.”

“Ya gimana gak gugup, Sya. Begitu di tanya plan apa lagi yang akan kita lakukan, gue gak mungkin sembarang menjawab, wong, yang membuat segala rencana di perusahaan ini, datangnya dari yang bertanya pula. Kalo gue salah jawab, kan gue juga yang kena nantinya” aku mengambil jeda, “apalagi meeting kali ini, ketua dewan juga ikutan kan? Jadinya gue harus hati-hati tadi. Tapi untuknya kita bisa menunjukkan pertumbuhan profit perusahaan yang begitu signifikan ke beliau….” ku ambil kembali jeda sesaat.

“Meski… LF Finance ini tidak ada hubungannya dengan beliau” aku bergumam. Dan aku yakin, baik Robert maupun Amisya mendengarnya.

Tapi bagusnya, mereka seakan tidak tertarik untuk ikut campur, untuk mengetahui lebih dalam maksud yang ku sebutkan itu.

“Ya udah, bos, kalo gak ada lagi, Amisya balik ruangan dulu”

“Ya oke… silahkan”

Amisya pun berpamitan dan melangkah keluar dari ruanganku. Meninggalkanku berdua dengan Robert.

“Bos… sepertinya bos melupakan sesuatu kan?” kata Robert setelah Amisya keluar ruangan.

“Eh iya…. eh gilaaaaa…. gue gak ingat kalo tadi udah nyuruh tamu yang mau bertemu ama gue ke atas sini. Orangnya masih ada gak?”

“Masih sepertinya bos.”

“Ya udah lo suruh masuk aja sekarang”

“Sip bos”







Satu kata untuk menggambarkan sosok yang sedang berdiri di hadapanku ini, yang baru saja di antarkan oleh stafnya Amisya ke ruangan.

Cantik….

Ya, jangan pernah ragukan pandanganku pada sosok hawa loh. Karena aku sudah amat sangat berpengalaman mengenai hal ini, jadi, apapun penilaianku terhadap sosok kamu hawa itu, bisa di pertaruhkan keabsahannya. Sama seperti sosok di hadapanku saat ini. Cantik, tapi sayangnya berhijab. Dan aku paling malas berurusan dengan wanita yang sudah menutup auratnya sama seperti wanita ini.

Ah iya. Dia kan di suruh dokter Alex ke sini?

Eh tunggu! Sepertinya wajahnya sangat tidak asing deh.

“Baik mba….?” sengaja nadanya ku buat bertanya di akhir.

“Alana Pak.” wanita itu mengulurkan tangannya.

Aku membalas, akhirnya kami bersalaman. Ahh! Tangannya juga halus.

“Ah iya, I know you. Alana…. sepertinya kita pernah bertemu sekali di sebuah acara” ujarku membalasnya, sembari melempar senyum terbaikku padanya.

Tampak ekspresi wanita itu sedang berfikir.

“Forget it… gak penting juga.” aku langsung berbicara padanya, “Silahkan duduk Alana. Aku manggil nama saja gak apa-apa kan? Dan sepertinya kamu masih jauh lebih muda dariku”

“Iya Pak.”

“Erga….” aku menyebut namaku, karena saat bersalaman tadi aku kelupaan menyebutnya. “Panggil Erga saja”

“Baik pak Erga.” wanita cantik berkerudung itu mulai duduk di depan meja kerjaku.

“Oke… sepertinya, sebelum kita ngobrol. Aku harus mengucapkan permohonan maafku pada Alana, karena tadi tiba-tiba ada meeting bersama anggota dewan direksi yang tak bisa aku abaikan. Jadi membuatmu harus menunggu selama ini”

Alana lantas mengangguk, senyumnya terkembang. Duhh, wajahnya sungguh cantik, cantiknya amat sangat alami. Tanpa polesan, hanya sedikit pemanis bibir tapi tetap, aku menyukai wajah alami seperti ini. Hmm, boleh lah di kondisikan kalo seperti ini.

Eh tunggu….

Mata itu.

Matanya berbeda dari mata orang indo pada umumnya. Warna sepasang bola mata itu, agak sedikit kebiruan. Ini bukan karena terkena efek lampu dalam ruanganku, kan? Aku sedikit bertanya-tanya dalam hati, setelah memperhatikan sepasang bola mata indah nan mempesona wanita ini.

“Pak… Pak Erga?” ah, aku melampun rupanya. Suara Alana lah yang mengembalikanku tersadar.

“Ups maaf, aku terlalu mengagumi kecantikan kamu Alana… sungguh!”

Bukannya tersipu, bukannya yang terjadi seperti wanita pada umumnya setelah ku goda seperti itu, dia malah mengernyit. Tak ada kesan, jika wanita ini tertarik dengan permainan silat lidahku ini.

Aku penasaran.

“Maaf Pak… jadi kedatangan Alana ke sini ingin menyampaikan terima kasih yang sangat sangat besar, karena telah membantu Alana keluar dari masalah yang begitu besar kemarin, pak” See? Dia dengan cepat langsung mengalihkan obrolan, dia bahkan tak menampakkan ketertarikan sama sekali padaku. Biji, padahal kan aku ganteng bro. Kaya raya pula. Dan aku yakin, tak ada kaum hawa satu pun yang bisa menolak pria sepertiku. Bahkan sekalipun wanita di hadapanku ini. Ku yakin, sedikit ku lakukan improvisasi, dia akan tertarik padaku.

“Pak… Pak Erga.”

“Oh iya, maafkan aku. Sungguh, kamu cantik sekali Alana. Apalagi mata kamu, aku jadi tersihir oleh sepasang matamu itu”

Dia sekali lagi tidak tersipu sama sekali. Wanita ini tangguh, kawan.

Wanita yang sangat sulit kalian temukan di luar sana.

“Dan Alhamdulillah, atas bantuan bapak, anak saya sudah melewati masa kritisnya semalam, dan operasinya pun berjalan dengan lancar, pak Erga”

Eh tunggu.

Anak? Anjir, binor kah?

“Anak? Kamu sudah menikah?”

Dia terdiam. Dan sepertinya, dia memilih untuk tidak menjawab.

“Ini Pak… selain ucapan terima kasih, Alana tak memiliki apa-apa untuk membalas kebaikan bapak”

“Hmm, jujur, aku masih tidak mengerti apa yang kamu bicarakan, Alana”

Dia terlihat mengernyit.

“Apa itu? Apa yang kamu bawa?” aku melihat di tangannya masih memegang map berwarna merah.

“Ini kontrak pemberian bantuan yang Alana terima dari dokter Alex, pak”

Giliranku mengernyit.

“Boleh lihat?”

Alana pun memberikan map tersebut padaku. Aku lantas membukanya, dan segera kerutan pada keningku tercipta, alias mengernyit, karena menemukan keanehan di dalamnya. Ini apa-apaan? Perusahaan LF tidak pernah memberikan bantuan seperti ini.

Apa maksud Dokter Alex ya?

Aku semakin penasaran di buatnya.

Baiklah, Alex. Bukan hanya kamu yang bisa bermain di belakang sana, kamu pikir, kamu lebih hebat dariku, huh?

Kita lihat, siapa yang akan tersenyum di akhir cerita. Aku membatin, dan sepertinya, aku juga pantas untuk mengerjainya, karena ini sudah jelas-jelas, adalah kerjaan si Alex yang mencoba untuk mempermainkanku.

“Begini Alana… satu hal yang akan aku sampaikan, jika perusahaan Lana Finance adalah perusahaan yang bergerak di bidang investmen” wanita itu menatapku. Dia masih keliatan sangat bingung dengan apa yang ku sampaikan. “Singkatnya, kami bergerak di bidang jual beli perusahaan yang sedang bermasalah. Apabila sebuah perusahaan yang sedang berada di ujung tanduk, alias akan bangkrut, dan kami melihat ada potensi untuk mendapatkan profit di sana, maka kami akan mengambil alih perusahaan tersebut, begitupun sebaliknya, perusahaan yang telah kami kuasai dan kami menilai tidak layak di pertahankan, maka kami akan melepasnya.”

Alana masih tampak bingung.

Aku kembali menjelaskan, “Nah, kami sama sekali tidak pernah memberikan bantuan, apalagi melakukan kerja sama dengan sebuah rumah sakit, wong, rumah sakit yang Alana maksudkan ini, salah satu yang juga telah kami kuasai, alias salah satu anak perusahaanku juga, kok. Jadi mengapa kami harus sampai menambahkan biaya buat rumah sakit? Seharusnya rumah sakitlah yang mencarikan profit buat induknya. Paham ya sampai sini”

“Ja… jadi ma… maksud pak Erga?” ah aku paling tak kuat melihat wanita yang mulai menunjukkan kesedihan di hadapanku seperti ini. Sepasang mata kebiruannya itu mulai berkaca-kaca.

“Tapi bukan berarti aku akan permasalahkan hal ini, loh Alana. Seriusan, hehe, aku tadi menjelaskan agar kamu mengerti. Masalah biaya ini, mungkin saja dokter Alex lah dalangnya, mungkin dia sudah memutuskan untuk tidak menarik biaya buat Alana. Mungkin loh, tapi lebih jelasnya, apakah Alana mau aku telfonkan sekarang?”

“Sumpah pak… Alana masih tidak mengerti.”

“Wait….” aku yang tak kuasa melihatnya sudah menunjukkan kesedihan, akhirnya memutuskan untuk segera menghubungi si Alex sialan itu, yang tanpa ngomong dulu, malah langsung bikin drama kayak gini. Pasti Alex menyukai wanita ini, makanya dia tidak memungut bayaran buat perawatan putranya. Dasar buaya darat karbitan. Kurang jauh maennya nih orang. Gak inget bininya cakepnya ampun-ampun di rumahnya, malah masih tertarik ama wanita berhijab kayak gini.

Tak lama, Alex pun menjawab panggilan telfonku.

“Siang dokter”

“Oh iya, Pak Erga. Saya hampir lupa, kalo….” belum juga dia selesaikan ucapannya, aku menyela.

“Ya, orangnya ada di depan saya sekarang.”

“Ha?”

“Jadi, apa yang harus saya lakukan sekarang?”

“Alana tepat berada di depan pak Erga?”

“Ibu Alana… di……” Anehnya, Alana malah menggeleng. Itu tandanya, dia mulai menyadari ada yang tidak beres di sini. Aku menunjukkan gesture untuk izin meloadspekaer. Dia mengangguk. “Oh dia tidak benar-benar di depan saya, sih dok. Kebetulan orangnya di luar ruangan saya” aku berhasil meloadspekaer ponselku.

“Oh syukurlah”

“Nah sekarang, katakan, drama apalagi yang ente buat?”

“He? Drama?”

“Ya kalo bukan drama, apa namanya? Memalsukan kontrak kayak gini,”
baru saja ku sebut kata ‘kontrak palsu’, sepasang mata wanita di hadapanku semakin berkaca-kaca. Ekspresinya tampak lemah.

Maafkan aku Alana, aku tidak bermaksud membuatmu bersedih. Tapi, ini harus di clearkan, biar aku tidak merasa bersalah padamu.

“Kasian loh dia. Sudah capek-capek ke sini, menunggu saya meeting selama 4 jam, dan hasilnya, ternyata semuanya hanya kebohongan yang dokter Alex ciptakan”

“Hiks… hiks… Ya Allah. Dokter…. ke… kenapa dokter melakukan ini semua? Kenapa dokter membohongi Alana dok? Hiks….” yah! Nih betina pake acara menangis segala, kan gak asyik. Ketahuan kan kalo aku baru saja berbohong ke si Alex.

“Eh Pak Erga? Ini apa-apaan?”

“Maaf… maaf bro. Gak sengaja… tiba-tiba-” aku tak melanjutkan ucapanku, karena Alana langsung berdiri.

“Mau kemana Alana?”

“Maafkan saya pak Erga. Saya minta maaf karena sudah mengganggu bapak, kalo begitu… hiks… kalo begitu, Alana pamit sekarang untuk kembali ke rumah sakit, karena Alana harus segera mencari cara buat membayar biaya rumah sakit putra saya. Hiks…. Assalamualaikum wr wb!”

Aku membeku, kawan. Wanita itu, benar-benar pergi begitu saja setelah mengucapkan salam padaku yang bahkan, untuk membalas salamnya pun aku kesulitan.

“Kemana Ibu Alana, Pak Erga?” rupanya, aku masih tersambung dengan dokter Alex.

“Dia pergi bro. Dia bersedih….”

“Ahhhh…… Pak Erga. Anda sudah membuat masalah besar dengan membiarkannya menangis”



“Ha? Maksud ente?”

“Jangan salahkan saya apabila nanti kamu bermasalah dengannya. Permisi”

Tut! Tut! Tut!



Aneh?


Si Alex sialan malah langsung memutuskan sambungan telfon seperti itu. Ahhh benar-benar hari yang aneh bagiku hari ini. Dan lagi, maksudnya aku baru saja buat masalah dengannya? Dengan siapa? Dengan Alana yang dia maksudkan? Atau dengan orang lain? Kalian patut mencatat, jika Erga Dirgantara tidak akan pernah takut sama siapapun. Titik.

Kecuali…. ya kalian paham siapa yang ku maksud. Wong dia yang ngasih kekayaan seperti ini padaku.​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd