Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT AMNESIA

Sambungan LAMSIJAN 2



Anak muda itu masih tercenung-cenung di bibir dipan.

Ada 2 hal yang membuat dirinya merasa aneh dan khawatir. Yang pertama adalah penisnya yang membengkak akibat gigitan lintah sungai. Dulu, dalam keadaan tertidur, batangnya hanya berdiameter 1,5 cm; kini membengkak menjadi 3 cm. Kalau sudah bangun bisa menggembung menjadi 5 atau 6 cm. Sedangkan panjangnya yang dulu hanya sepanjang telunjuk, kini berubah menjadi seperti panjangnya terong ungu muda; dengan panjang kurang lebih mencapai 20 cm. Bila sudah bangun, batang penisnya akan berubah menjadi pentungan Satpam. Bedanya, pentungan satpam bentuknya lurus sedangkan pentungan dia bentuknya melengkung seperti pisang dengan bulatan kepala ikan lele di atasnya. Tapi bukan pisang ambon. Pisang ambon memang besar tapi mudah layu, tidak cukup sanggup bertahan lama. Miliknya ini adalah jenis pisang yang lain, yang hanya tumbuh di Jawa Barat bagian selatan, yaitu: Pisang Raja Cere. Dinamakan begitu, karena jenis pisang ini merupakan rajanya penyebab perceraian.

Pisang raja cere merupakan pisang yang dilarang dimakan oleh perempuan Sunda. Sebab akan menimbulkan sakit pada selangkangan sehingga tidak bisa berjalan anggun. Tapi jalannya jadi mengangkang.

Dia merenung dan benar-benar merasa sangat aneh; ukuran penisnya ini adalah satu-satunya yang dia ingat secara persis dan secara sadar. Ya, dia merasa sangat aneh. Dia ingat, dulu dia sering memainkannya dengan memegang bagian pangkal dekat pelirnya, menggoyang-goyangkannya ke depan ke belakang atau ke kiri ke kanan. Hingga bangun dan memanjang. Waktu itu, dia pernah mengukur penisnya ketika tegang, dan panjangnya hanya 17 cm saja.

Meskipun secara diam-diam dia menyukai perubahan ini, namun muncul kekhawatiran dalam dirinya. Apakah adik kecilnya ini bisa berfungsi dengan baik? Apakah ia dapat melaksanakan tugas dengan loyalitas dan dedikasi yang baik serta memiliki kinerja yang tinggi? Ataukah cuma badannya aja yang gede sebesar terong tapi nyalinya ciut seperti kunyit? Tidak, tidak, tidak!
"Cepat atau lambat aku harus melakukan pembuktian... ya, pembuktian secara nyata dengan seorang wanita!" Dia berkata kepada dirinya sambil duduk menekur di bibir dipan.

Selama empat hari sejak dia terdampar di desa ini, dia merasa telah terjadi suatu revolusi yang sangat dahsyat yang melanda tubuh dan jiwanya. Tetapi bagaimana persisnya revolusi tersebut, dia tidak sanggup menginggatnya. Dia yakin bahwa dia terserang amnesia sebagai akibat benturan di kepala. Dan dia yakin bahwa itu adalah sementara. Cepat atau lambat, dia akan pulih seperti sedia kala.

Hal kedua yang membuatnya heran adalah mengenai tubuhnya. Dulu dia sering merasa cepat letih dan berat. Kini dia merasa sangat ringan dan gesit. Bahkan baju dan celananya yang kini sedang dikeringkan, terasa sangat longgar waktu kemarin kehujanan. Dia merasa khawatir dan bertanya-tanya, apakah tubuhnya yang menyusut ataukah baju dan celananya yang memuai?

Dia berharap baju dan celananyalah yang memuai dan bukan tubuhnya yang menyusut.

***​

Anak muda itu bangkit dari duduknya. Dia merasa bosan menunggu Bah Dadeng yang sudah satu jam lebih tidak datang-datang. Akhirnya dia mengambil bajunya yang sudah kering dan mengenakannya. Dia pergi ke luar dan bertemu dengan Koman yang sedang celingukan di luar rumah.
"Kang Ijan... maaf, lihat emak Koman enggak?" Tanyanya.

Sekejap anak muda itu merasa asing dengan panggilan itu. Tapi dia segera sadar kalau dia bernama Lamsijan.
"Enggak, Man." Jawab anak muda itu, "memangnya ada apa?"
"Ah, enggak ada apa-apa." Jawab Koman, "cuma mau minta uang buat beli rokok, rokok saya sudah habis."
"Oh." Seru anak muda itu pelan, "mmm, begini Man, kamu mau rokok sebungkus enggak?"
"Ya, mau atuh kang."
"Temenin akang ke warung terlengkap di sini, nanti akang traktir sebungkus rokok. Setuju?"
"Setuju sekali. Hayu Kang, kita pergi sekarang juga."
"Warungnya jauh enggak, Man?"
"Lumayan, Kang. Warung terlengkap ada di pinggir kantor desa." Kata Koman sambil mendahului langkah anak muda itu, "akang sudah 4 hari di sini ya? Kapan kembali lagi ke kota?"

Anak muda itu terdiam. "Ya, kapan aku kembali ke tempat asalku yang sebenarnya?" Tanyanya dalam hati.

"Koq diam, Kang?" Tanya Koman.
"Akang tahu maksud pertanyaan Koman." Kata anakmuda itu dengan senyum dikulum "maksudnya ngusir kan?"
"Eeh, enggak kang." Koman menjawab sontak, "bukan itu maksud Koman mah."
"Terus apa maksudnya? Masa saya baru empat hari di sini udah ditanyain kapan perginya? Kalau bukan ngusir, terus apa dong?" Anakmuda itu berkata dengan ekpresi wajah dingin dan kalem.
"Eum... maksud Koman sebenarnya kalau akang ke kota, Koman pengen ikut. Bosan di desa terus, enggak punya duit.... kang jalannya lewat sini."
"Kamu sebenarnya bukan bosan, Man." Kata anakmuda itu sambil mengikuti langkah Koman, "tapi karena kamu enggak punya cewek."
"Mau punya cewek gimana Kang kalau Koman engga punya duit. Cewek sekarang biar jelek juga mata duitan. Apalagi yang cakep... "
"Kamu ada benernya juga, Man. Tapi kalau suatu saat nanti kamu ikut ke kota sama akang, kamu harus loyal."
"Loyal itu apa sih, Kang?"
"Loyal itu setia kepada pimpinan, pertemanan atau kepada... aduuuhh..." Kata anakmuda itu sambil memegang kepalanya.
"Kenapa, Kang?" Koman berkata dengan suara khawatir.
"Ini, di dalam kepala akang, seperti ada yang mendenging... di sini ada dokter enggak, Man?"
"Oh, itu yang kata Bah Dadeng akang mengalami sakit kepala akibat jatuh itu ya... dokter ada Kang, tapi jauh. Di kota Kecamatan."
"Uh. Di kota kecamatan ya? Kalau di desa sekitar sini?"
"Enggak ada Kang, tapi kalau Bidan ada."
"Bidan? Emangnya akang hamil apa?"

Koman tertawa.
"Enggak, Kang. Banyak juga warga kalau sakit datang ke bidan, bukan yang hamil aja."
"Oh, gitu. Ini masih jauh, gak Man?"
"Kantor desa ada di ujung, tuh, Kang, kelihatan kan?"
"Ya, kelihatan. Lumayan juga ya." Kata Anakmuda itu
"Jangan lupa, Kang, rokoknya."
"Oke, Man. Kalem aja."

***​

Warung kelontong serba ada itu persis terletak di pinggir Kantor Desa, cukup besar, menyediakan berbagai macam kebutuhan warga. Dari bibit tanaman, pupuk, sabun, perabot dapur, makanan minuman kemasan, teh kopi, obat-obatan bahkan sampai pakaian dan sandal jepit pun ada. Bentuk warungnya mirip seperti mini market cuma lebih sederhana dan sistem pelayanannya tidak self service.

Anakmuda itu memasuki warung serba ada tersebut dan memperhatikan berbagai barang yang dipajang. Koman mengikuti.
"Kang, saya ambil rokoknya duluan boleh?"
"Boleh."
"Sama minuman ini ya kang?" Kata Koman sambil mengambil sebuah botol minuman kemasan berkarbonasi.
"Ya, sudah." Kata anakmuda itu.
"Teh Dian tolong rokoknya." Kata Koman kepada penjaga warung, seorang cewek berrambut panjang yang kelihatannya judes. Cewek itu memakai kaos lekbong warna biru dan celana pendek dari bahan jeans. Dia memiliki payudara tocil (toket kecil) dan tidak mengenakan Bra tapi mengenakan kaos singlet.
"Bayar dulu." Kata Penjaga itu.
"Nanti aku yang bayar sekalian." Kata anak muda itu sambil tersenyum.
"Kamu siapa? Warga baru ya?" Cewek penjaga itu berkata dengan level judes yang sama yang dilakukannya kepada Koman.
"Aku? Mm, ya warga baru. Memang kenapa?"
"Pantes. Kamu yang dari kota itu ya? Udah punya KTP sini belum?"
"Belum. Kamu calo KTP ya?" Kata anakmuda itu, nadanya sinis.
"Enak aja!" Kata Si cewek sewot.
"Eh, denger ya nek, aku datang ke sini mau belanja, bukan mau adu argumentasi. Emang ini tempat seminar apa? Jangan mentang-mentang kamu cewek jelek terus kamu bersikap arogan seperti itu. Yang ramah dong kalau jadi pelayan." Kata Anak muda itu dengan nada getas.

Sepasang mata cewek itu yang besar seperti boneka barbie, menatap dengan tatapan belo kepada anakmuda itu dan dengan ekspresi mulut cemberut.
"Apa lihat-lihat? Mau nangis ya?"

Tiba-tiba cewek itu benar-benar meledakkan tangis. Dia membalikkan badannya dan pergi ke sebuah pintu yang terletak di ujung paling belakang warung.
"Mamah... mamah...hiks... hiks... cowok baru itu jahat...dia jahat..." Katanya.
"Ada apa sayang?" Seorang STW yang kelihatannya baru saja mandi dan keramas, ke luar dari ruangan lain. Dia memakai kaos polos tipis yang membiarkan sepasang payudaranya yang berukuran cukup besar itu, menonjol dengan ketat.
"Cowok itu jahat. Dian dibilangin jelek." Kata si cewek.
"Makanya kamu jangan judes sama pembeli. Cup cup... Udah jangan nangis, nanti tambah jelek." Kata Si Mamah sambil membelai rambut si cewek penuh sayang. Lalu dia memasuki area warung dan menatap anak muda itu dengan tatapan tajam namun lembut.
"Ada perlu apa, dek?" Katanya sambil tersenyum.
"Saya perlu... mmm, cukup banyak. Odol, sikat gigi, sabun, shampo, handuk, kaos, celana pendek dan celana dalam cowok, kalau ada yang ukurannya XXL."
"Adek ini Lamsijan ya? Saudara jauh Bah Dadeng yang dari kota, kan?"
"Koq Teteh tahu?" Kata Anakmuda itu, wajahnya pura-pura heran.
"Ya, tahu dong. Saya wajib tahu. Saya kan Kades di sini."
"Oh, Teteh yang disebut Ceu Kades Uti... enggak nyangka..." Kata Anak muda itu sengaja menggantungkan kalimatnya, "yang barusan itu adiknya ya teh? Koq manggilnya mamah?"

Wajah Ceu Kades Uti seketika memerah karena jengah menerima tamparan gombal anak muda itu. Sepasang matanya membesar dan hidungnya yang mancung kembang kempis. Dia menatap anak muda itu dengan tatapan penuh selidik tapi juga tatapan itu mengandung penuh godaan.
"Itu Dian, Kang Ijan. Anak saya." Kata Ceu Kades Uti dengan nada yang manja, dia merubah panggilan 'dek' menjadi 'kang'. Dia mengambil beberapa barang yang diminta dan meletakkannya di atas lemari etalase. "Tadi maksudnya enggak nyangka itu apa ssiiiihh.. jangan suka bikin penasaran loh."
"Maksudnya, ehem, Enggak nyangka saya punya kades secantik ini... kayaknya betah deh jadi warga di sini."
"Ah, masa sih?" Kata Ceu Kades Uti sambil mengibaskan rambutnya yang basah. Harum shampo segera saja menampar hidung anak muda itu; dengan tenang dan kalem serta sambil senyam-senyum, anak muda itu memandangi Ceu Kades Uti yang tampaknya salah tingkah. "Eh, jadi Kang Ijan teh tadi pesan apa lagi?"
"Mmmm... ini Odol, sikat gigi, sabun, shampo... sudah. Sekarag tinggal handuk, baju kaos, celana pendek dan celana dalam cowok... eh, sekalian rokoknya buat Koman."
"Dian! Sini sayang, bantuin Mamah sebentar. Tolong ambilkan kotak yang di atas itu..."

Masih dengan sedikit memberengut, Dian memasuki area warung dari arah pintu belakang. Dia kemudian mengambil kursi plastik dan menyeretnya ke dekat dinding, persis di bawah kotak yang disimpan di rak paling atas. Dian menaiki kursi itu, memperlihatkan betis dan sebagian pahanya yang putih mulus, dan mengambil kotak yang dimaksud. Dian meletakkan kotak tersebut di depan anak muda itu.
"Ini A, pilih sendiri." Kata Dian, masih ada sisa isak di ujung kalimatnya.
"Ini apa?"
"Celana dalam cowok." Kata Dian, sekarang mulutnya agak nyengir. Ujung matanya melirik ke arah anak muda tersebut. "Maafin ya A, tadi dian sudah bersikap jutek."
"Dimaafin. Tapi jangan sekali-kali lagi."
"Kang Ijan kaosnya mau yang mana?" Tiba Ceu Kades Uti datang sambil membawa beberapa kaos dengan gantungannya sekaligus. "Terserah Teteh, bebas."
"Ini yang putih bagus." Kata Ceu Kades, "lucu deh kalau dipake sama akang mah."
"Bagus yang biru atuh, Aa jadi kelihatan lebih keren." Kata Dian menimpali.
"Atau pilih yang merah?" Kata Ceu Kades Uti.

Anakmuda itu tersenyum, dia menggerak-gerakkan bola matanya ke sana ke mari seakan-akan bingung.
"Mm, Man, sini kamu. Pilih yang menurut kamu paling bagus." Kata anakmuda itu. Koman yang sejak tadi bengong, menunjuk kaos warna putih. "Kalau begitu yang putih aja Teh." Kata anak muda itu dengan nada mantap.

Sekilas anak muda itu melihat bagaimana Dian menyembunyikan wajah kecewanya dan melengos sambil membawa kotak berisi CD itu lalu menyimpannya di rak paling atas. Setelah menyimpan kotak wadah CD itu, Dian pergi ke belakang dengan langkah dijejakkan keras ke lantai sebagai pertanda kesal.

Ceu Kades Uti pura-pura tidak tahu.

Selesai dengan semua barang-barang yang diperlukannya, anak muda itu merogoh dua lembar uang seratus ribuan yang agak basah, hendak membayar, ketika Koman tiba-tiba mendekatinya.
"Kang, beli mie instan dong. Biar nanti Koman yang masakin."
"Boleh." Kata anak muda itu. "Teh, ini semuanya jadi berapa?"
"Sebentar ya Kang, biar saya hitung dulu." Kata Ceu Kades Uti sambil memijit-mijit kalkulator, "jadi semuanya... sama rokok filter yang sudah diambil Koman dan akang sendiri rokok samsuji dua bungkus... jadi semuanya 155 ribu rupiah."
"Ini uangnya 200 ribu teh, kembaliannya semuanya ke mie instan-in." Kata anak muda itu. "Man, kamu yang milih deh mie instan-nya."
"I ya Kang, siap." Kata Koman dengan gembira.
"Kemarin sebetulnya teteh ke sana loh." Kata Ceu Kades Uti, "tapi kata Bah Dadeng kang Ijan lagi ke sungai nyari HPnya yang jatuh. Udah ketemu kang HPnya?"
"Udah, teh. Tapi basah. Enggak tahu apakah masih bisa dipake atau udah rusak, belum saya chek."
"Mudah-mudahan masih bisa selamat." Kata Ceu Kades, "teteh udah kasih nomor WA ke Bah Dadeng, kalau ada perlu apa-apa, kang Ijan tinggal telpon atau chat."
"Makasih, Teh. Udah mah cantik, baik perhatian lagi." Kata anak muda itu sambil mengedipkan matanya.
"Ini kan sudah tugas teteh sebagai kades." Kata Ceu Kades Uti, dia membalas kedipan mata anak muda itu dengan memonyongkan mulutnya dalam ekspresi wajah gembira yang mustahil tertutupi oleh kepura-puraan.

Putri Diah Pitaloka, Kepala Desa Sirnalaya.
Angely-Emitasari-4.jpg



***
(Bersambung)
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd