maaf buat ts, saya lanjutkan, sumber dr dari tetangga, biar gak nanggung,
Sudah dua bulan berlalu sejak saat itu, Tommy telah memindahkan hasil rekaman yang menakjubkan itu ke laptopnya, menyimpannya dalam folder terproteksi. Menghapus rekaman yang di HP. Bukan apa – apa, HP-nya suka dipakai sama Yeni, kadang Sandi suka pinjam, kalau lagi habis pulsa atau mau main game, lebih baik wapada. Sedang dia sendiri, makin terobsesi saja sama mamanya, bila dulu hanya berkhayal atau berfantasi saja membayangkan bagaimana tubuh mamanya, kini ia bisa melihat rekaman tubuh mamanya bahkan saat mamanya sedang bermartubasi. Sungguh sangat…sangat membuatnya terobsesi, namun tak bisa lebih dari itu, tahu hal itu mustahil dan sulit. Mau nekad…? Tommy tak berani. Maka rekaman itu menjadi sarana pelampiasannya saat ber-onani ria. Namun dalam keseharian Tommy makin sering memperhatikan mamanya, mencuri pandang ke arah teteknya, pantatnya. Terkadang Lena memang menangkap basah mata Tommy sedang menatap ke arah teteknya, dan Tommy buru – buru mengalihkan pandangannya ke arah lain, namun ia tak terlalu menaruh curiga, mungkin kebetulan saja Tommy sedang memandang ke arah situ.
Sudah malam saat ini. Doni sedang duduk di ruang tamu, merokok sambil melamun. Baru saja ia membuat kopi untuk menemaninya duduk merokok. Istrinya Lena dan anaknya Tommy sudah tidur. Doni menghembuskan asap rokoknya, pikirannya mengembara. 4 tahun yang berat…berat sekali. Dirinya bersyukur bisa selamat dari kecelakaan maut itu. Butuh waktu lama untuk pulih, namun akhirnya ia pulih, mampu berjalan kembali. Kembali sehat dan juga didukung anak dan istrinya. Bisnisnya juga lancar dan makin maju. Namun jauh di dasar hatinya, Doni tersiksa, bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk Lena, istrinya. Sebagai suami, Doni memang sudah melakukan segalanya, bahkan sangat berlebihan. Lena diberinya nafkah lebih dari cukup, sangat besar bahkan. Namun…..hanya nafkah materi saja. Tugasnya yang lain terbengkalai atau lebih tepatnya tak mampu ia lakukan. Ya, kecelakaan maut itu ternyata juga ikut mempengaruhi kejantanannya. Kata dokter, saat pinggang dan kakinya tergencet saat kecelakaan dulu, ada beberapa saraf dan urat yang berhubungan pada alat vitalnya yang ikut tergencet dan terputus. Awalnya memang ia tak menyadari, di awal penyembuhannya, tentu saja ia dan istrinya konsentrasi pada penyembuhan dan pemulihan fisik, tak kepikiran sedikitpun buat melakukan hubungan seks. Setelah melewati itu dan kondisinya membaik, juga karena lumayan lama tak berhubungan, maka ia kembali ingin menyetubuhi istrinya, ternyata kont01nya tak mampu berdiri. Mungkin hanya efek sementara pikir ia dan istrinya. Berikutnya ternyata sama saja, lalu berikutnya lagi sama juga, maka ia mulai memeriksakan diri, hasilnya ternyata memang ada gangguan pada alatnya dan itu…….permanen. Tak menyerah ia mencoba berbagai macam cara, tradisional, modern, meminum ramuan tradisional, dalam dan luar negeri…hasilnya….nihil. Tetap tak mampu. Segala macam kesuksesan seakan tak berarti saat ia menyadari kini ia impotent. Butuh waktu sebelum akhirnya ia menerima dengan pasrah keadaan ini.
Lalu Lena..? Sungguh, sangat beruntung ia memilikinya sebagai istri. Sangat pengertian dan amat membantunya. Saat kecelakaan itu, juga saat mengetahui ia sebagai suami tak mampu lagi memuaskan dirinya. Di usianya saat itu, gairah Lena sebagai seorang wanita sedang tinggi, saat ini pun juga, namun ia bisa menerima. Masih ia ingat kehidupan seks mereka sebelum musibah ini terjadi, betapa bergairahnya dan juga menyenangkannya Lena. Memang suatu waktu setelah hal ini, Lena pernah berbicara padanya, meminta ia membeli alat, Dildo, karena Lena malu untuk membelinya sendiri. Katanya saat itu, bahkan ia mengatakannya dengan nada amat menyesal, takut melukai hatiku sebagai suami, masih aku ingat jelas : ”Maafkan aku, sungguh aku tak mempermasalahkan keadaanmu, tapi sebagai istri terkadamg keinginan itu datang, jadi tolong mengerti, aku butuh itu saja, saat ini hanya itu yang terbaik, aku bisa memenuhi hasratku dengan alat itu, tolong jangan kau marah..” Marah…? Tentu saja tidak. Aku mengerti dan maklum, sekaligus merasa malu atas ketidakmampuanku. Lena sebagai wanita mempunyai hasrat dan memilih menyalurkannya dengan alat bantu. Lena sebagai istri memiliki hasrat dan memilih tidak mengkhianatiku dengan mencari lelaki lain. Sungguh, aku mengagumi ketabahan dan penerimaannya. Aku tahu betapa menderitanya ia. Dan malam ini, saat ia mengira aku tertidur, aku bisa mengetahui dia sedang bermartubasi, hatiku sedih dan pedih atas penderitaannya dan juga ketidakmampuanku. Lalu saat dia tertidur sekarang ini, aku keluar dan di sinilah aku, merokok, merenung dan berpikir. Ada suatu ide…ide gila atau tidak entahlah, sudah agak lama bermain di pikiranku. Tapi hari ini aku sudah bulatkan hati, aku akan mengatakannya pada Lena, sudah terlalu lama ia berkorban dan menderita, kini aku harus membalas semua itu. Donipun menghabiskan kopi dan rokoknya, lalu menuju kamar, senyum puas tersungging di bibirnya. Ya…ia bahagia dapat memutuskan hal ini dengan mantap.
Jam masih menunjukkan jam 10 lewat. Lena duduk di sofa. Rumah kosong, Tommy sedari pagi sudah pergi kuliah. Suaminya, baru saja ke kantor bersama supir. Matanya nanar menerawang, pikirannya dipenuhi berbagai macam hal, masih memikirkan pembicaraan suaminya tadi sebelum berangkat ke kantor. Pembicaraan di kamar mereka…pembicaraan yang sungguh gila baginya. Ia seperti masih bisa mengingat satu persatu percakapan mereka…..
”Len…ada yang mau aku bicarakan…”
”Ada apa mas Doni…?”
”Len, kamu tahu kondisiku kan…?”
”Kondisi apa mas…? Kalau kondisi mas yang itu…lebih baik nggak usah dibahas deh.”
”Memang yang…itu, dan harus aku bahas. Sekarang kamu dengarkan, mungkin kamu akan berpikir aku gila, tapi kamu dengarkan saja, nanti mungkin bisa kamu pertimbangkan.”
Lena mulai duduk dengan agak serius. Sekian lama menikah dengan lelaki yang ia cintai ini telah membuatnya mengetahui kalau suaminya sedang serius, berarti memang hal penting.
”Ngg…kamu puas hanya dengan alat itu saja buat memenuhi…ngg..kebutuhanmu…?”
”Duh…mas ini ada – ada saja deh pertanyaannya…”
”Jawab saja Len…jujur, tak usah kau pikirkan perasaanku.”
”….Hmm..gimana ya, antara ya dan tidak mas. Tapi mas, yakinlah aku nggak mempermasalahkan itu, aku tetap bisa menerima keadaanmu ini.”
”Ya…ya…aku tahu itu, dan aku bersyukur dengan pengertianmu. Terus kenapa kamu menjawab antara ya dan tidak tadi len…?”
”Ya…mas, maaf ya, sekian lama kita menikah, dan melewati hubungan dengan hubungan seks yang menyenangkan, tentu saja meninggalkan kesan. Sepuasnya memakai alat, tetap ada yang kurang mas. Alat tetaplah alat, tidak ada ’jiwa’ atau kesan yang tertinggal. Tak ada perasaan yang tercurah, murni hanya alat pemuas, tanpa ikatan atau melibatkan emosi.”
”Begitu ya..aku paham.”
Lalu Lena melihat suaminya agak merubah duduknya di ranjang, nampak agak berhati – hati ketika bicara…
”Len….kamu nggak kepikiran buat cari lelaki lain buat memenuhi hasrat kamu itu…?”
”ASTAGA MAS….APA – APAAN ITU…? Mas….apa mas menuduh aku macam – macam sementara mas di kantor..? Gila, aku tak serendah itu mas. Nggak mungkin aku melakukan hal itu.”
”Tenang…tenang dulu yang, jangan marah. Aku sudah menduga jawabanmu itu.”
”La…lalu kenapa mas menanyakan hal ini. Sebenarnya juga, apa tujuan semua pertanyaan mas kali ini. Sungguh membingungkan !”
Lena menatap suaminya, emosinya sudah mereda. Dilihatnya Doni, menatapnya sejenak, bimbang, lalu suaminya kembali berbicara…..suatu hal yang sangat gila yang pernah didengarnya.
”Len, sungguh aku berterimakasih dengan semua pengertian dan pengorbananmu. Dan sungguh, aku tahu kalau kau mau, kau bisa mencari lelaki lain diluar sana…eits dengar saja dulu omonganku, jangan marah dulu. Dan sejujurnya, aku tak akan pernah bisa menerima atau membayangkan sedikitpun kau melakukan hal ini dengan lelaki lain, sungguh.”
”Mas, kok makin aneh, muter – muter terus nggak jelas arahnya…”
”Sabar…namun aku sungguh sungguh paham akan kondisimu yang masih mempunyai gairah…yang tragisnya tak mampu kupenuhi. Setelah lama berpikir, aku merasa aku juga harus mengerti hasratmu, dan juga harus membalas pengertianmu…kau butuh sesuatu yang NYATA…bukan hanya mainan itu saja untuk memuaskan hasratmu. Tapi aku tak bisa menerima kalau kau melakukannya dengan lelaki lain. Hanya satu saja yang bisa aku terima, aku rela, aku ijinkan…singkatnya aku kasih lampu hijau.”
”Mak…maksud mas apa, makin bingung saja aku….”
”Len…kalau kamu mau, silahkan kamu melakukan hubungan dengan…dengan…Tommy.”
”APA…? MAS….MAS SADAR ATAU TIDAK SIH…MAS SUDAH GILA YA…? OMONGAN MACAM APA INI…? DENGAN ANAK KITA KAU SURUH AKU…..AH GILA.”