Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Architect! I'm In Love (Update Chapter-8)

Status
Please reply by conversation.
Magang?



Desember 2019, Minggu keempat menjelang tahun baru


"Eh, itu siapa bro??" tanyaku kepada Hadi

"Oh anak magang, biasa. Lulusan Interior Jakarta." jawab temanku yang periang ini

"Eh?? Waktu gue disini kayaknya dia gak ada deh" tanyaku penasaran

"Baru pertengahan desember ini dia masuk. Lagian lo kan udah hampir 2 tahun keluar dari sini. Gimana kantor lo yang baru?? Betah??" tanyanya

"Ya lo tahu sendiri kan, enggak ada yang bikn betah selain perusahaan milik sendiri. Tapi gak masalah sih, kan waktu itu udah gue jelasin" ujarku sambil menghisap rokok

"Kurang-kurangin rokok bro, gue aja udah mulai hidup sehat." saran Hadi

Aku tertawa mendengar perkataannya, memang benar kehidupanku sangat tidak sehat semenjak masuk ke dunia arsitektur. Bukan karena memang seperti itu dunianya, bukan. Hanya saja aku yang memilih opsi ini untuk hidup tidak sehat. Terkadang aku harus begadang sampai pagi dan tentu saja ditemani segelas kopi hitam pahit dan sebungkus rokok untuk menyelesaikan tugas kuliah, menyiapkan gambar konsep, gambar kerja, hingga maket atau model desain. Bukan karena aku buruk dalam hal manajemen waktu pengerjaan tugas, melainkan terkadang otak ini sulit diajak bekerja sama. Inspirasi datang tak kenal waktu.

Aku berjalan berkeliling kantor ini, kantor yang kudirikan bersama Hadi sejak pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Aku yang berasal dari Surabaya, merasa beruntung kenal dengan Hadi yang merupakan mahasiswa arsitek dari Jakarta namun lebih tertarik dengan dunia interior desain. Buat yang belum tahu, arsitektur dan interior desain sedikit berbeda, namun tentu saling berkaitan. Aku yang mengenalnya karena kegiatan antar kampus yang sering disebut dengan TKIMAI yang diadakan tiap tahun. Temu Karya Ilmiah Mahasiswa Arsitektur Indonesia, begitu kepanjangannya, kegiatan yang rutin dilakukan untuk bertemu dan berkumpul dengan perwakilan dari masing-masing kampus yang mempunyai jurusan arsitektur. Kegiatannya beragam, mulai sharing-sharing dunia perkuliahan, issue-issue yang merebak di dunia arsitektur, hingga peran arsitek dan arsitektur dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa pegawai lama yang masih mengingatku tersenyum memberikan salam hangat. Aku dan mereka sempat bekerja sama dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun. Sebelum akhirnya aku dengan mantap mengutarakan unek-unek dalam hatiku yang berujung dengan pengunduran diriku dari jajaran pengurusan perusahaan.

"Van, kalau lo mau balik ke sini, gue gak akan keberatan" ujar Hadi yang tiba-tiba mengganggu kenanganku bersama kantor ini dulu

"Eh, lo bikin kaget aja bro. Tenang aja, ini demi cita-cita gue sendiri. Gue harus menerima segala konsekuensinya" jawabku

"Ya juga sih bro. Gue sangat berterimakasih, karena lo sudah sangat membantu gue mewujudkan mimpi besar gue."

"Santai aja bro, gue juga bangga pernah berada di proses menuju kesuksesan lo. Sekarang mimpi lo untuk punya perusahaan di bidang interior desain sudah terwujud, dan sebentar lagi kuliah interior lo juga mau selesai. Well, gue bener-bener bangga punya temen kaya lo bro" ujarku mantap

"Thankyou bro, kalau lo ada apa-apa jangan sungkan untuk calling gue. Jangan sampai lo butuh bantuan dan gak ngabarin gue sama sekali. Gue akan bunuh lo bro!!" ujarnya dengan nada bercanda

"Weiittss, serem amat" jawabku yang disertai tawa kami berdua

Disela-sela kami tertawa, dia berjalan melewati kami dan menyapa Hadi. Ya, hanya Hadi yang dia sapa dan tersenyum. Ku maklumi itu karena memang temanku itu adalah bosnya, jadi aku tidak ambil pusing. Hanya saja, wajahnya yang manis menghipnotisku. Rambutnya yang sebahu, bibir tipisnya yang tersenyum manis. Sial, aku bisa gila dibuatnya.

"Namanya Yona, anak magang baru. Dia asli Bogor dan disini ngekos. Sikat aja kalau tertarik" ujar Hadi sambil menyikut pinggangku

"Ha? Gue cuma lihat doang, siapa tahu kenal." jawabku sekenanya

"Ajak kenalan aja, masa iya gue yang kenalin. Cemen amat lo bro haha" ujarnya sambil berlalu kedalam ruangannya

Oke, perkataan Hadi sedikit memantik jiwa Casanova dalam diriku. Aku menuju toilet kantor, sedikit merapikan penampilan. Masih cakep, masih berwibawa, pikirku dalam hati.

Segera aku menuju ke ruangan staff, dan melihat kesana kemari. Ada Hadi yang sedang memberikan instruksi di meja karyawannya, tak sengaja dia melihatku dan memberikan isyarat untuk ke tempatnya. Akupun bergegas menghampirinya tanpa kutahu maksud tujuannya, dan terlebih lagi aku tidak bisa menemukan meja gadis magang itu.

"Nah Yon, ini prinsipal arsitek untuk proyek rumah tinggal di daerah Jagakarsa" kata Hadi tiba-tiba

Aku yang kaget mendengar perkataannya hanya terdiam dan pasti terlihat seperti orang bodoh yang hanya Ha? Ha? dan Ha?. Padahal memang benar aku menemuinya untuk memberikan proyek tentang rumah tinggal yang cukup mewah. Proses perencanaannya sudah mendekati selesai, hanya saja sang pemilik meminta untuk sekalian dengan interiornya. Jadilah aku di tempat ini. Tapi maksudku juga bukan dengan dia yang baru saja diterima sebagai anak magang. Ayolah Had, bukan begini maksudku.

Dia menyikut pinggangku seakan memberi kode dan membuatku tersadar. Gadis itu menyodorkan tangannya kepadaku "Ah, baik pak. Nama saya Yona", aku menyambut uluran tangannya seraya berkata "Panggil aja Evan, saya belum terlalu tua untuk dipanggil pak"

"Baik pak Evan, eh. Saya yang handle interior untuk rumah tinggal tersebut." ujarnya tersenyum

"Baiklah, saya tinggal dulu. Kalian ngobrol-ngobrol aja dulu, nanti kalau sudah pak Evan bisa temui saya di ruangan" ujarnya seraya menjabat tanganku dan berlalu meninggalkan kami berdua yang masih diam mematung

"Mmm, baiklah jadi bagaimana??" tanyaku sedikit gugup. Aku sudah sedikit lupa caranya memulai pembicaraan dengan seorang gadis. Terakhir kali aku memiliki pacar juga sekitar 4 tahun lalu. Tepat setahun setelah aku lulus dan wisuda dia meninggalkanku dengan pilihan orang tuanya.

"Maaf pak Evan, bagaimana apanya ya? Saya masih belum menerima informasi apa-apa tentang perencanaan rumah itu" jawabnya tersenyum

Sial, aku terhipnotis dengan senyumannya. Easy Van, easy. Kontrol diri, kontrol diri. jangan mengacaukan semuanya, oke??

"Oh iya, semua datanya ada di flashdisk ini sih. Boleh kupakai komputernya??" tanyaku sambil menunjukkan flashdisk yang berwarna hitam dari sakuku

"Silahkan pak, sebentar saya ambilkan kursi dulu" ujarnya sambil beranjak dan mengambil kursi yang tidak jauh dari meja kerjanya

Aku membuka file yang berisi data-data serta gambar perencanaan rumah tersebut. Aku memberikan briefing kepadanya tentang konsep rumah itu dan juga keinginan klien terhadap interior rumahnya. Dia mencatat beberapa bagian yang penting, dan juga memperhatikan dengan seksama. Perasaan grogi ku di awal perlahan menghilang dan kurasakan mulai nyaman saat aku melontarkan beberapa jokes yang disambut dengan gelak tawanya. Meskipun aku yakin dia tertawa dengan terpaksa mengingat proyek ini berasal dariku.

"Jadi begitu, mungkin dibikin lebih terlihat mewah. Pilihan materialnya juga gak jadi masalah sih" ujarku mengakhiri penjelasan

"Baik pak, nanti saya desainkan sesuai briefing yang bapak minta tadi." jawabnya penuh keyakinan

"Oh ya, kalau boleh tahu nih ya lulusan mana??" tanyaku iseng

"Saya lulusan Lassa College Jakarta pak. Lulus tahun ini"

"Proyek pertama??" tanyaku

"Mmm, iya pak" jawabnya dengan sedikit ragu dan menegang

"Kalau begitu mohon bantuannya ya, usahain hasilnya maksimal!!" ujarku memberikan semangat padanya

Raut wajahnya yang menegang tadi berangsur rileks, wajar saja karena dulu aku pun begitu ketika mendapat proyek pertama. Seperti ada stigma tidak percaya dan underpressure ketika mengetahui bahwa itu adalah proyek pertama yang kita handle.

"Semua orang pasti pernah mengalamai hal pertama dalam hidupnya. So, jangan khawatir. Lakukan dengan maksimal, saya juga yakin pasti pak bos gak akan lepas tangan begitu aja" ujarku meyakinkannya. "Dan juga, jangan ragu bertanya pada saya ya. Apapun itu" ujarku tersenyum

"Ba-baik pak" jawabnya

"Oh ya, panggilnya Evan aja ya. Jangan pakai pak." ujarku seraya berdiri dan pamit padanya

"I-iya, Va-Van" ujarnya sedikit ragu mengucapkan namaku

"Evan, Evan Renova Winters"

Aku berlalu setelah menyebutkan nama lengkapku, ku ketok pintu dengan tulisan direktur utama yang menggantung. Kubuka pintu itu setelah sebuah suara mempersilahkanku untuk masuk. Terlihat senyum merekah di wajah Hadi.

"Nah, gimana bro??" tanyanya sambil terkekeh

"He, gimana apanya?? Lo yang bener aja dong bro, meskipun gue bukan tipe orang yang gampang meremehkan orang lain, nyatanya dia masih fresh graduate dan klienku ini merupakan relasi yang sangat potensial. Gue gak mau kalau kedepannya ada apa-apa" ujarku sambil melemparkan tubuhku di sofa berwarna krem di depan meja kerjanya

"Lo tenang aja, gue yang jamin semuanya akan baik-baik saja. Gua akan backup tuh anak magang. Lo percaya kan sama gue??" tanyanya

Aku terdiam sejenak, memikirkan segala resiko yang mungkin akan terjadi. Tapi ya sudahlah, Hadi berani bertanggung jawab jika terjadi sesuatu kedepannya.

"Dia biasa pulang naik ojek online, lo anter tuh anak" ujarnya sambil membuka beberapa dokumen di atas mejanya

"Gila aja lo, baru kenalan juga langsung main antar pulang. Tapi usul lo boleh juga, mungkin bukan hari ini. Eh, dia sudah punya pacar??" tanyaku penasaran

"Ya kali gue ngurusin hal begituan, lo tanya aja langsung ke anaknya" jawabnya

"Eh ngomong-ngomong dia umur berapa sih??" tanyaku penasaran

"Seingatku dia kelahiran 94, tahun depan umur 26. Kalau lo tertarik, seriusin aja. Sepertinya dia juga sedang cari pasangan untuk serius. Lo tau kan umur segitu bagi seorang cewek pasti udah ditodong orangtuanya"

"Ha? Umur segitu baru freshgraduate??" tanyaku

"Iya, waktu interview dia sempat bilang kalau putus kuliah karena dia harus pindah ke Jakarta dan akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliahnya. Dan disini dia memilih untuk masuk ke Lassa College, ambil interior desain. Waktu gue browsing institusinya cukup kredibel karena merupakan cabang dari sekolah tinggi level internasional"

"Internasional ya, baiklah itu cukup menenangkan gue" jawabku singkat sambil mengecek beberapa chat yang masuk pada ponselku

"Habis ini gue tinggal ya, ada meeting dengan beberapa vendor. Lo kalau mau disini gak masalah, sekalian nunggu tuh anak pulang. Mungkin sejam lagi, kebetulan ini hari jumat. Siapa tau lo mau ajak dia jalan" ujar Hadi yang membereskan tumpukan kertas di mejanya

"Enggak deh bro, gue juga masih ada urusan." ujarku berbohong padanya

"Ya udah bro, gue duluan ya" pamit Hadi

"He, tunggu gue juga mau balik. Lagian ini kan kantor lo, masak lo yang pamit ke gue" jawabku sambil bangkit dari sofa

Aku dan Hadi berjalan menuju lobi kantor dan berpisah disana karena aku ingin pergi ke toilet. Sambil mengecek ponsel tak sengaja aku menabrak seseorang, kami berdua jatuh dan terlihat beberapa lembar kertas berhamburan di lantai. Aku sedikit panik dan mencoba membantunya berdiri. Tebak siapa yang kutabrak?? Tentu saja dia, si gadis manis anak magang baru itu.

"Aduh, maaf gak sengaja" ujarku membantunya berdiri

"Ma-maaf pak, saya yang salah" jawabnya sambil merapikan lembaran kertas yang berhamburan

Beberapa saat aku sadar, lembaran kertas tersebut berisi beberapa gambar interior yang bisa kutebak adalah interior sebuah rumah tinggal. Dan yang membuatku cukup terkejut adalah, gambar interior tersebut adalah postingan dari akun instagram yang ku buat sewaktu baru pertama kali lulus. Ketika itu aku benar-benar gila akan desain, aku mendesain beberapa interior dan bentuk bangunan lalu menguploadnya di akun instgram yang kuberi nama inspiration interior design. Aku sengaja melakukannya karena pada waktu itu akun utamaku ku fokuskan kepada proyek-proyek real yang aku kerjakan. Sedangkan pada second account itu merupakan desain-desain angan dan imajinerku saja.

"Eh, ini bagus interiornya. Desainmu sendiri??" tanyaku iseng

"Ah, bukan pak. Ini saya ambil dari instagram. Buat referensi dan bahan pembelajaran aja. Kontennya bagus-bagus pak, konsepnya juga menarik. Oleh karena itu saya mencetaknya untuk dipelajari lagi" jawabnya dengan sedikit panik

"Oh begitu ya" jawabku. Aku sedikit bangga, karena ternyata desainku membuat orang lain ingin mempelajarinya. "Main instagram juga?? Akunnya namanya apa??" tanyaku kepo

"Ini pak inspiration_interiordesigns" jawabnya dengan polos

"Loh, bukan. Maksud saya akun instagrammu" jawabku

Dia terdiam beberapa saat, terlihat di wajahnya sedikit kebimbangan untuk memberitahuku tentang akun instagramnya. "Yon?? Gue tanya sama lo nih" tanyaku ulang mengagetkannya.

"Ah iya pak, ini jkt48yona" ujarnya

Aku pun langsung mengetikkan usernamenya tanpa bertanya macam-macam. Dan voila! Aku sudah memfollow akun instagramnya. "Jangan lupa di folback ya" ujarku yang disambut dengan anggukan dan senyum manis di bibirnya.

"Baik pak, saya duluan ya" dia berlalu dengan lembaran kertas tersebut di tangannya. "Eh yon, lo bisa temenin gue gak?? Gue mau ketemu beberapa vendor untuk proyek rumah Jagakarsa, siapa tau bisa menambah inspirasi desain lo nanti" ajakan yang keluar dari mulutku terlontar begitu saja.

Dan sekali lagi, dia terdiam dan tampaknya sedikit terkejut. Beberapa saat kemudian dia mengangguk. "Tapi pak, saya pulangnya masih 40 menit lagi" jawabnya ragu

"Ya udah gak masalah. Gue tunggu di minimarket sebelah ya, nanti kalau udah selesai lo hubungi gue. Oh iya, nomor ponsel lo berapa" tanyaku dengan penuh semangat

"Bener enggak apa-apa pak?? Ini nomer saya" jawabnya sambil mengeja nomer ponselnya

"Enggak apa-apa, gue tunggu di sebelah ya. Dan satu lagi, jangan panggil gue pak please, gue gak tua-tua amat kan??" tanyaku dengan wajah memelas

Dia tertawa sejenak dan mengiyakan omonganku, "Siap Evan!! Saya ke meja duluan ya" ujarnya

Oke Van, lampu hijau sudah menyala!! *ting


28421358add66e633a0014e66c759abe92520eac.jpg


Kuteguk minuman kaleng yang kubeli sambil memandangi batang rokok yang tinggal setengah. Terlintas di pikiranku untuk berhenti merokok, tapi apa bisa?? Mengingat sejauh ini aku sudah seperti kecanduan dengan rokok.

"Gimana pak?? Saya sudah selesai" sebuah suara mengagetkanku, membuyarkanku dari pertimbangan untuk berhenti merokok

"Eh, yon?? Udah beres?? Ngapain lo kesini, seharusnya tunggu aja di sana. Biar gue yang balik kesana" balasku sambil mematikan rokok

"Ah, enggak apa-apa pak, kan sebelahan doang enggak jauh-jauh amat"

Aku tersenyum kecut mendengar jawabannya, bukan karena dia yang menghampiriku di minimarket ini yang letaknya bersebelahan dengan kantornya, hanya saja...

"I-iya sih yon, cuma mobil gue kan masih di kantormu" ujarku sambil menggaruk kepalaku

Dia terkejut, tak lama kemudian dia tertawa sambil menutup mulutnya. Mungkin dia sedikit merasa tidak enak untuk tertawa lepas di hadapanku. Tapi itu tidak masalah bagiku, yang aku tahu saat itu bahwa aku merasa senang ketika melihatnya tertawa. Entahlah, ada yang pernah merasakan hal yang sama sepertiku??

"Ya sudah, lo tunggu disini sebentar. Gue mau ambil mobil dulu" ujarku beranjak dari tempat dudukku

"Mmm, saya ikut sekalian aja pak. Ada yang ketinggalan ternyata" timpalnya

Aku mengiyakan dan menggandeng tangannya, sedikit membuatnya terkejut dan terdiam. "Loh, kok diem aja??" tanyaku. Dia terlihat bingung dan memandang ke arah tangan kami yang bergandengan. Aku tersenyum seraya berkata "Tiap kali lo manggil gue dengan sebutan pak, gue bakal gandeng tangan lo. Gue mau lihat, kalau tangan lo gue gandeng apa masih pantes gue dipanggil pak sama lo"

"Ta-tapi pak" balasnya

"Oke, kita jalan lagi" ujarku sambil sedikit menariknya. Terlihat seperti pemaksaan memang, tapi tak apa lah. Aku juga sedikit kesal selalu dipanggil pak, setua itukah wajahku??

"Loh loh, ada apa ini. Eh mas Evan, masih di sini toh??" tanya satpam kantor yang melihatku yang sedikit menarik Yona. Namanya pak Seto, pegawai satpam pertama disini ketika kantor ini pertama kali dibuka dan merupakan rekomendasiku kepada Hadi. Pak Seto merupakan pegawai satpam di kantor lamaku yang berada di Surabaya. Beliau dipecat karena ada rekan seprofesinya yang menjebaknya, sekitar sebulan sebelum aku berangkat ke Jakarta. Aku yang mengetahui ceritanya bahwa dia dijebak merasa marah, namun apadaya aku waktu itu sudah bukan pegawai di tempat itu.

"Eh pak, iya ini ada beberapa barang yang tertinggal" jawabku sambil melihat ke arah Yona yang secara refleks melepaskan gandengan tanganku. Kemudian dia berlalu ke dalam kantor untuk mengambil barangnya yang ketinggalan. Entahlah apa itu, mungkin dompet atau ponsel.

"Gimana pak?? Gak ada masalah kan disini??" tanyaku padanya

"Aman semua kok mas Van, gak ada masalah sejauh ini. Mas Van sendiri gimana kabarnya?? Kantor barunya di daerah mana toh??" tanyanya lagi

"Oh di daerah Bintaro pak. Sama-sama konsultan desain kok. Cuma ada divisi konstruksinya juga. Padahal seharusnya divisi konstruksi harus punya badan hukum sendiri yang legal karena sertifikasi dan surat ijinnya pun berbeda dari konsultan desain" ujarku panjang lebar

"Oh seharusnya kayak kantor lama yang di Surabaya kan mas? Kontraktor tapi masih ada arsiteknya sebagai konsultan desain" balasnya

"Ya betul sekali!! Kalau kayak kantor Surabaya itu baru enggak ada masalah. Karena basicnya emang perusahaan konstruksi, dan ada konsultan desainnya. Bapak tinggal dimana sekarang??" tanyaku basa-basi

"Saya kos dideket sini kok mas, sebentar ya mas saya tinggal" pamitnya setelah melihat ada sebuah mobil suv hitam yang masuk ke kantor. Beliau mengarahkannya untuk parkir diluar karena kantor memang sudah tutup. Hanya ada beberapa karyawan yang lembur, dan mereka sudah tidak menerima tamu lagi.

Pak Seto terlihat mengobrol dengan pengemudi mobil itu, bersamaan dengan munculnya Yona dari dalam kantor.

"Maaf lama ya, sudah b-be..." katanya terpotong sambil menutup mulutnya. Dia sedikit terkejut dan cepat-cepat melihat ke ponselnya, kemudian dengan sedikit berlari dia menghampiri mobil suv yang terparkir itu dan berbicara dengan pak Seto, kemudian masuk kedalam mobil tersebut. Meninggalkanku yang bingung dengan apa yang telah dia lakukan. Dia mengacuhkanku nih ceritanya??

"Ada apa pak??" tanyaku kepada pak Seto yang kembali

"Ah itu, laki-laki yang menjemputnya. Mereka sedang mengobrol" jawabnya

Ha?? Laki-laki?? Menjemputnya?? Pacarnya?? Kekasihnya?? Duh, kok udah punya pacar segala sih? Jadi tambah ribet dong nantinya??

Sekitar 5 menit berlalu kulihat Yona keluar dari mobil tersebut, yang kemudian disusul dengan perginya mobil itu dari parkiran kantor. "Maaf, tadi ada sedikit urusan. Sekarang saya sudah siap" ujarnya dengan senyum manis di bibirnya.

Aku tersenyum lega, kupikir bakalan batal. Tapi, masih ada sedikit yang mengganjal. Siapa laki-laki itu??

"Ya udah, yuk. Kami pamit dulu ya pak" ujarku kepada pak Seto

"I-iya mas Van, hati-hati" ujarnya ramah

Kami berlalu dan menuju mobilku yang berada di parkiran basement. Aku terdiam di sepanjang perjalanan, kulihat begitu juga dengan dia. Sesekali mengecek ponselnya, dan kurasa dia membalas beberapa chat yang masuk.

"Ya halo??" ujarku yang mengangkat panggilan di ponselku. Sebuah panggilan dari vendor yang hendak kami temui. Dia hanya mengabari bahwa sudah sampai di cafe, tepatnya di PIM 2. Aku bergegas memacu mobilku, sedikit macet jalanan penuh dengan kendaraan yang mungkin punya kepentingan yang sama.

"Kita mau kemana pak??" tanyanya memecah keheningan yang berlanjut

"PIM 2, sekalian cari makan" jawabku singkat. Entahlah, waktu itu tiba-tiba aku tidak bersemangat. Terdengar jahat ya??

Dia terkejut dan terdiam. Wajahnya mulai tidak nyaman dan aku sedikit merasa bersalah.

"Jadi, kenapa interior??" tanyaku sedikit berbasa-basi

Dia menoleh ke arahku, mungkin terkejut karena pertanyaanku yang tiba-tiba membahas hal itu. "Sudah passion mungkin, dan emang dari dulu pengennya jadi desainer" jawabnya.

Kami terlibat obrolan yang bisa dibilang tidak terlalu seru, karena lebih banyak diamnya. Tapi satu hal yang kusadari, dia sudah tidak memanggilku dengan sebutan pak lagi.


2842135995f53a5ca8afca864017adad3de6e78d.jpg


"Baiklah, jadi seperti itu pak produk dari kami. Untuk masalah diskon dan potongan seperti yang bapak tanyakan tadi, dari kami mengajukan penawaran sekian" ujar pria dari vendor yang menangani elektrikal. Kebetulan proyek rumah tinggal di Jagakarsa mengusung tema Kontemporer Smart House, selain desainnya yang minimalis, aku juga memasukkan konsep smart home smart living. Mulai dari pintu pagar sampai eletrikal dan perabot semuanya terkoneksi pada satu server yang kemudian bisa dikontrol oleh si pemilik rumah melalui smartphonenya dan juga sensor suara.

"Kalau saya lihat dari layout rumah, sepertinya perlu menambahkan ruangan untuk ruang server pak. Tidak terlalu besar, seukuran toilet menurut pengalaman saya sudah cukup" tambahnya

Aku mengangguk dan kembali melihat ke gambar layout yang berada di atas meja, "Kalau begitu perlu ada perubahan ruang. Coba lo lihat yon, ada ide??" tanyaku padanya yang hanya diam memperhatikan

"Hmm, kalau dari saya ya, mungkin kita bisa pakai ruangan di bawah tangga ini. Jarak antara lantai kerja dengan bordes sekitar 1m lebih kan, terus saya lihat di spesifikasi kebutuhan ruang server juga tidak terlalu besar. Dengan tinggi kurang dari 90cm, saya rasa cukup. Daripada harus merubah ruang atau menambahnya. Nanti ruang server itu bisa ditutup dengan rangka hollo dan finishing mulitplek dan HPL, atau bisa juga dengan pintu kecil supaya bisa diakses" jelasnya panjang lebar.

Wow!! Oke, aku terkejut atas jawabannya!! Aku tidak memperhatikan ruangan di bawah bordes tangga yang berbentuk huruf L tersebut. Gadis ini cerdas untuk ukuran freshgraduate.

"Baiklah kalau begitu, nanti saya kirimkan lagi gambar lengkapnya. Jalur elektrik dari furniturenya juga. Setelah itu saya tunggu penawaran fix dari anda." jawabku mengakhiri meeting sore itu

Kami berdua bersalaman dengan pria perwakilan dari vendor tersebut, dan aku kembali meneguk minumanku yang hampir habis. Terlihat dia melihat ponselnya dengan wajah sedikit gusar.

"Kenapa yon?? Lo ditungguin??" tanyaku

"Enggak sih, setelah ini kemana??" tanyanya

"Makan?? Lo mau makan apa?? Gue traktir deh" ujarku

"Terserah aja deh, saya ngikut" jawabnya tersenyum

"Makanan jepang ya?? Suka??" tanyaku seraya bangkit

"Hmm, boleh" jawabnya dengan antusias

2 jam berlalu di restoran jepang ini, aku membalas beberapa chat di grup chatting kantor dan juga beberapa tukang yang menanyakan teknis pemasangan material baru yang mereka belum pernah menggunakannya. Aku bilang pada mereka untuk menunggu besok pagi saja, karena ada teknisi khusus yang didatangkan oleh vendor pemilik material tersebut. Sedangkan dia?? Kulihat juga sibuk dengan ponselnya, scrolling terus menerus dan sesekali mengetik sesuatu.

"Lo tinggal dimana yon??" tanyaku

"Saya ngekos, di daerah pusat" jawabnya

"Hmm lumayan ya dari kantor, oke kalau udah selesai yuk gue anter lo pulang" ujarku sambil meminta bill pada waiters

"Mmm, Van. Enggak usah repot-repot, gue udah dijemput kok" ujarnya tiba-tiba

Aku terkejut mendengarnya memanggil namaku langsung, "Oh udah dijemput?? Dimana??" tanyaku

"Lagi diperjalanan sih, mungkin bentar lagi sampai kok" jawabnya

Aku tersenyum dan membayar billnya, meninggalkan tip untuk waitersnya dan mengajak Yona untuk berkeliling sebentar sambil menunggu jemputannya.

"Gimana?? Udah dateng??" tanyaku padanya di lobi mall

"Udah itu, gue duluan ya Van. Thankyou traktiran makan malamnya" ujarnya sambil tersenyum

"Santai, kapan-kapan bisa lo bales" ujarku terkekeh

"Siap, nanti gantian gue yang traktir. See you" ujarnya sambil berlalu menuju mobil suv hitam yang sama dengan yang tadi sore menghampirinya di kantor

Aku terdiam mematung melihatnya menghilang ke dalam mobil suv itu yang perlahan meninggalkan kerumunan orang dan kendaraan yang mengantri, berbaur menjadi satu di jalanan utama yang tersendat. Oke, apa ini yang disebut dengan lampu hijau?? Rasanya seperti tertabrak kendaraan yang mempunyai prioritas utama di traffic light. Mau lampu hijau merah atau kuning sekalipun, tetap harus tersingkir.



**To Be Continued**
 
Ya atau tidak?



Aku keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutku, dengan celana boxer yang kupakai dan bertelanjang dada, gadis itu menatapku dengan tatapan tajam menggairahkan. "Kok udah pakai boxer aja sih??" tanyanya manja

"Jam berapa ini, nanti kamu telat ke proyek" ujarku sambil memilih kemeja yang akan kugunakan. Sedangkan dia beranjak dari tempat tidur, tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya, berjalan ke arahku dan memelukku dari belakang, payudaranya yang kenyal membuat bulu kudukku berdiri. "Aku masih kangen, hampir sebulan kamu diluar negeri" ujarnya menciumi punggungku. Aku berbalik dan dengan cepat mengangkat tubuhnya keatas, dan membenamkan wajahku pada payudaranya. "Yaaanggg, aaahhhhh" gumamnya lembut.

"Itu semua udah selesai, aku disini sekarang. Mmmphhhh" ujarku seraya melumat bibirnya yang lembut

"Mmpphhhssss aahhhmmm" gumamnya melepaskan ciuman. Dia menatapku dalam-dalam, aku rasa dia benar-benar mencintaiku dengan sepenuh hatinya. "Mandi sana, aku bikinin sarapan" ujarku seraya menurunkannya. Dia mengangguk lembut dan berjalan menuju kamar mandi tanpa membawa apa-apa. Dasar, selalu saja menggoda, pikirku.

Aku menghampiri dry kitchenku, dan mulai membuat sarapan. Sederhana saja, roti isi telur atau bahkan roti selai kacang saja. Sarapan yang biasa kubuat sehari-hari, bahkan sebelum aku berpacaran dengannya. Kadang kalau bosan, aku memutuskan untuk makan diluar.

"Sayaang, ambilin handuk doonngg" teriaknya dari dalam kamar mandi. Aku tersenyum dan menggelengkan kepala, kemudian mengambil handuk bersih di dalam lemari.

Ting!!

Ponselnya menyala karena pop up notifikasi chat dari seseorang. Neo?? Nama yang tidak asing bagiku, dan benar saja, orang ini yang sempat membuat aku dan yona berjauhan waktu itu. Bukan, dia bukan pengemudi suv hitam yang menjemputnya di kantor waktu itu. Dia adalah teman satu jurusan di Lassa College, yang ngebet banget dengannya. Aku tidak menyalahkannya, karena memang Yona semenarik itu dimata para lelaki.

"Hmm..." gumamku sambil berlalu kembali menuju kamar mandi dan menyerahkan handuk itu padanya.

Dia telah keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di tubuhnya. Belahan dadanya menyembul dan pahanya terekspos jelas karena handuk itu hanya menutupi bagian intimnya. "Sengaja ya ngambilin handuk yang kecil??" ujarnya sambil melotot ke arahku. Aku tersenyum dan menoleh ke arahnya sebentar. Iya memang sengaja, pikirku. Dia terlihat lebih seksi dengan tampilan seperti itu. "Yaaang dengerin aku ngomong gak sih??" teriaknya.

Aku meletakkan roti yang kusiapkan diatas piring dan berjalan ke arahnya. Tahu apa yang dia lakukan?? Dia berusaha menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya. Memasang ekspresi ketakutan dan panik, padahal aslinya pasti juga bodoamat.

Aku menarik tubuhnya dan memeluknya, tercium aroma khas dari tubuhnya. Segar dan menggoda. Aku memeluknya erat penuh kehangatan. Awalnya dia bingung, namun perlahan mulai membalas pelukanku. Tanganku turun dari pinggang menuju ke bongkahan pantatnya yang hanya tertutup oleh handuk.

"Evan sayang, aku barusan mandi" bisiknya lembut

"I know, it just.. Let me hug you" balasku lembut sambil mengusap rambutnya

"Hei, kenapa??" tanyanya

Dia tahu dan hafal betul, ketika aku memeluknya dengan cara seperti ini menandakan ada sesuatu yang salah.

"Hey baby, r u okay??" tanyanya lagi sambil memegang wajahku dengan kedua tangannya

"Sstt.." bisikku sambil memeluknya lagi lebih erat

Dia terlihat bingung dan hanya memelukku dalam diam. "Siap-siap gih, sarapan" ujarku melepas diri dari pelukannya

"Lho, udahan nih melownya??" senyumnya manja

"Udah, nanti telat loh" selorohku sambil berlalu menuju kamar tidur

Kuletakkan kembali ke dalam lemari kemejaku yang sebelumnya telah kusiapkan, aku mengambil jas warna abu-abu dan juga kaos warna hitam. Kupadukan dengan celana yang senada juga. Aku bukan sedang berduka, bukan. Namun warna hitam identik dengan arsitek. Karena hitam yang berarti netral dan begitu juga dengan warna putih, sama seperti hal mendasar yang dilakukan seorang arsitek untuk mendesain, yaitu tidak mempunyai kecondongan terhadap warna apapun. Semua desain dan pilihan warna memiliki pertimbangan dan fungsionalitas tertentu.

Aku kembali ke dry kitchenku yang terdapat minibar dengan meja yang tinggi dan kursi yang menyelaraskannya. Kulihat gadis manisku membuka laptop untuk mengecek beberapa dokumen, sambil sesekali menikmati sarapannya yang kubuat.

Chuuuupppp.... "Yuk, aku sudah siap" ujarnya setelah mendaratkan sebuah kecupan dipipiku, di memelukku sesaat dan ku balas dengan menggosok-gosok lengannya yang tertutup dengan blouse putih di tubuhnya.

Aku beranjak dan segera mengambil tas yang berisikan laptop dan beberapa dokumen, kupikir daripada bolak-balik lebih baik sekalian saja. Setelah mengantar gadis manisku ini, aku akan menemui seseorang.

"Kenapa lagi dengan rumah tinggal Jagakarsa??" tanyaku sambil membelah jalanan dengan mobil sedan putihku. "Tinggal cek finishing beberapa bagian aja kok, setelah itu kan kembali ke kamu untuk serah terima dengan klien" jawabnya

Benar juga, setelah proses konstruksi selesai dan tinggal mengerjakan interior, aku sudah tidak pernah mengunjunginya. Hanya ada pegawai kantor yang setiap minggu melaporkan kepadaku progres pengerjaan interior yang dikerjakan oleh kantor Yona. Mungkin nanti sekalian mampir sebentar dan melihat-lihat.

"Hari ini ke kantor??" tanyanya

"Enggak sih, lagi dikasih cuti sama bos. Setelah perjuangan berat di negeri orang, bos pikir aku perlu liburan." jawabku sambil menyalakan musik player.

"Oh, kok tumben cakep banget pagi ini" ujarnya sedikit sinis

Aku tertawa mendengar pertanyaannya, aku tidak bisa bohong kepadanya. Kuakui itu, mana bisa aku tega berbohong kepadanya. "Yaa, kebetulan hari ini mau ketemu seseorang. Beberapa hari yang lalu waktu di luar negeri, ada orang datang ke kantor untuk mencariku. Dia bilang kalau dia temenku waktu kuliah dan ada sedikit keperluan. Namun karena aku sedang tidak ada dikantor dia bilang akan datang lagi ketika aku sudah pulang. Dan hari ini kami berjanji untuk ketemuan di kantor"

"Oohh" timpalnya singkat. "Cewe atau cowo??" sambungnya

"Eh??" aku terkejut ketika dia tiba-tiba menanyakannya. "Entahlah, aku sendiri belum ngobrol langsung dengannya, hanya via email" jawabku. "Kenapa emang??" tanyaku

"Eh?? Bukan apa-apa kok" ujarnya dengan wajah memerah. Haha, lucu sekali wajahnya. Aku tersenyum dan tidak menanggapinya. Tapi, terimakasih sudah sedikit cemburu dan mengkhawatirkanku yon.

"Baiklah kita sudah sampai tuan putri" ujarku sambil memakirkan mobil di pinggir jalan dan bergegas membukakan pintu mobil untuknya.

"Tumben baik banget sih" ujarnya memuji

Aku hanya tersenyum dan menemaninya untuk masuk ke dalam rumah itu. Tidak ada yang miss, semua sesuai dengan perencanaan gambar yang kubuat. Detail dan juga spesifikasi material semua sesuai. Beberapa tukang menyapa kami berdua, dan dilanjutkan dengan kepala pelaksana yang menghampiri kami.

"Pagi pak Evan, lama tidak ketemu." ujarnya menyapa

"Ah iya pagi pak Russhi. Gimana ada kendala apa??" tanyaku

"Semua beres kok pak, tinggal kitchen set di dapur yang sedikit bermasalah. Perlu menambahkan jalur listrik untuk peralatan dapur. Kata bu Yona enggak usah sampai jebol dinding, cukup ditaruh luar tapi dimasukkan kedalam pipa dan dicat sama dengan warna cat dinding. Selebihnya sih aman, progres sebelumnya juga saya laporkan ke pak Edward yang sering ke lokasi." jelasnya panjang lebar

"Ah iya Edward juga tiap minggu laporan ke saya kok" jawabku

"Kalau begitu saya tinggal ya pak" pamitnya kembali mengecek pekerjaan anak buahnya

Kulihat Yona juga berkeliling melihat-lihat beberapa detail yang sudah terpasang. Dia menuju kamar utama yang terletak di lantai 2, sedangkan aku menuju taman belakang. Melihat pemasangan keramik untuk lantai kolam renang dan juga finishing kayu untuk side pool deck.

Setelah 1 jam, aku berpamitan kepada pak Russhi. Awalnya kukira Yona masih lama, dan kemudian dia bilang kalau sudah selesai dan ingin balik ke kantor juga.

Setelah mengantar Yona ke kantor, akhirnya aku tiba di kantorku dan segera menemui Edward dan sedikit mengobrol tentang rumah tinggal di Jagakarsa. Ternyata orang yang mengaku sebagai temanku itu belum datang, jadi aku bisa sedikit menghabiskan waktu dengan sebatang rokok di open space kantor yang terletak di lantai 5.

"Loh Van, ngapain ke kantor??" sebuah suara membuyarkan lamunanku

"Eh pak Charles, kebetulan ada janji dengan seorang teman. Sepertinya berhubungan dengan pekerjaan. Jadi saya putuskan untuk ketemuan disini pak" jawabku

"Oh begitu. Jangan terlalu lelah, take your time. Liburanlah" ujarnya sambil menyalakan rokok

"Iya pak, mungkin setelah ini saya akan pergi liburan. Ngomong-ngomong bagaimana keadaan istri bapak??" tanyaku setelah mendengar bahwa istrinya sedang sakit keras. Sejenis tumor atau apalah, atau bisa jadi sudah ke tahap kanker.

"Dia dirawat di rumah sakit di Singapura, besok operasi pengangkatan tumor. Nanti sore saya akan terbang kesana" ujarnya dengan nada sedikit pahit

Aku terdiam dan turut merasakan kesedihan yang dia rasakan. "Semoga semuanya baik-baik saja pak, dan ibu bisa kembali sehat" ujarku menyemangatinya. Dia mengangguk dan kembali menghisap rokoknya sebelum sebuah suara mengagetkan kami berdua.

"Maaf pak Evan, ada yang ingin bertemu dengan anda. Katanya sudah buat janji dengan anda" ujar seorang gadis yang bekerja di resepsionis lobi kantor. "Ah baiklah, sebentar lagi saya kesana. Ruangan mana ya??" tanyaku. "Ruang Silver pak. Terimakasih" ujarnya pamit.

"Baiklah, saya mau balik dulu. Mau siap-siap. Kalau ada apa-apa, berkoordinasilah dengan Edward dan lainnya, dan jangan lupa untuk kabari saya. Saya duluan ya" ujarnya pamit

Aku melepasnya dengan jabat tangan dan sebuah senyuman untuk membangkitkan semangatnya supaya kuat menjalani musibah yang dia terima. Setelah itu aku berlalu menuju ruang Silver dan melihat seorang wanita berada di dalam. Ruangan ini sebagian besar hanya dibatasi oleh kaca setebal 10 cm, namun di bagian tengahnya terdapat stiker blur sehingga tidak terlalu terlihat jelas dari luar. Sepertinya dia tengah melihat-lihat beberapa 3D modeling / maket bangunan yang telah dibangun oleh perusahaan ini.

"Selamat siang" sapaku ketika masuk ke dalam ruangan

"Si-siang" ujarnya sedikit terkejut.

Kami terdiam beberapa saat dan saling memandang. Dari tatapannya sepertinya memancarkan keceriaan dan kelegaan, sedangkan aku, menatapnya dengan penuh kebingungan.

"Hai, bagaimana kabarmu??" tanyanya dengan senyuman

"Eh?? Baik. Saya baik. Dan bagaimana keadaanmu??" ujarku yang masih kebingungan karena di satu sisi aku bisa dibilang tidak mengenalnya atau mungkin lupa? Sedangkan dia seperti sudah mengenalku sejak lama.

"Baik juga, lo masih inget gue kan Van??" tanyanya dengan ekspresi terkejut karena menyadari bahwa mungkin aku tidak mengenalnya atau bahkan lupa

"Mmm, sebenarnya itu..." ujarku sedikit ragu

"Shinta, dari jurusan komunikasi. Anak musik dulu" jawabnya singkat memotong ucapanku

"Ah, Shinta?? Tentu saja gue ingat. Haha, ya tentu saja. Bagaimana bisa lupa" jawabku sambil tertawa. "Apa yang lo kerjakan sekarang??" lanjutku

"Gue hanya ibu rumah tangga, yang masih menata masa depan" jawabnya lirih

Aku cukup terkejut mendengarnya sudah menikah, "Jadi, apa yang suami lo kerjakan??" tanyaku

"Dia seorang dokter muda, namun beberapa hal tidak berjalan dengan baik" dia terdiam tidak melanjutkan ceritanya

Aku mempersilahkannya duduk, dan beberapa saat kami kembali saling pandang. Tidak ada yang bisa kukatakan lagi pada kalian soal wanita ini. Dia yang membuatku sangat bergairah di kampus, tapi dia juga yang membuatku menjadi acuh terhadap perasaanku sendiri kepada seorang wanita.

"Jadi begini.." ujarnya sambil mengeluarkan 2 lembar kertas yang berisi gambar masterplan dari sebuah developer perumahan. "Kenapa??" ujarku bingung sambil melihat kedua kertas tersebut.

"Gue denger lo udah pindah ke Jakarta, dan juga membantu orang untuk membangun rumah impian mereka. Jadi disini gue, meminta bantuan lo. Oh, tenang saja, gue akan bayar secara profesional dan juga gue enggak meminta harga teman" ujarnya dengan wajah penuh keyakinan

Aku membolak-balik kedua kertas itu secara bergantian, dan terdiam sejenak. Beranjak dari kursi dan menyalakan rokok menjauh darinya. Aku bersandar pada meja lemari dokumen di salah satu sudut dinding yang terdapat whiteboard diatasnya. Aku menghela nafas panjang seiring dengan keluarnya asap rokok yang tipis dari mulutku.

"Masih ngerokok aja Van, inget kesehatan" ujarnya mengingatkan

Aku tersenyum kecut mendengar perkataannya. Kata-kata yang dulu sering dia ucapkan ketika menemaniku mengerjakan tugas kuliah.

"Sepertinya enggak bisa" ujarku singkat

"Ya, gue tahu lo gak akan bisa berhenti dari rokok" jawabnya

"Bukan itu, tapi maksud kedatanganmu kesini enggak bisa gue wujudkan"

Dia terkejut dan terdiam sejenak, "Maksud lo gimana?? Apa soal uang?? Apa karena menurut lo proyek ini dananya gak besar??" tanyanya dengan nada sedikit meninggi

"Tenang-tenang" ujarku sambil kembali duduk di hadapannya

"Lo beli tanah kavling ini di developer perumahan. Pembangunannya seharusnya ikut developer. Gue gak bisa secara tiba-tiba masuk dan mengambil alih pembangunan disana. Ada peraturan yang berlaku" jelasku

"Itu sudah terbangun, dan gue ingin merenovasinya. Gak ada masalah kan??" tanyanya

Aku terdiam mendengar penjelasannya dan begitu juga dengan dia. Hanya terdengar hisapan rokok yang lebih dalam dari sebelumnya, diikuti dengan bunyi rokok yang dimatikan di atas asbak.

"Jadi kapan?? Kita bisa lihat-lihat kalau lo mau" tanyanya lagi

"Gue gak bisa mutusin itu sekarang. Ada beberapa pihak yang harus gue ajak diskusi." jawabku

"Kalau gitu kabarin aja setelah lo selesai berdiskusi" ujarnya yang terlihat hendak pamit

"Kenapa gak beli rumah baru aja?? Maksud gue, lo dan suami lo yang dokter itu pasti gak keberatan kan untuk beli rumah baru daripada merenovasinya" ujarku dengan tiba-tiba

Dia terdiam, sedikit terkejut pikirku. Dan juga tampak menahan amarah. Oke Van, kali ini perkataanmu terdengar menyakitkan.

"Kalau lo emang gak mau, ya udah!! Gak usah banyak tanya dan mencampuri urusan pribadi gue!!" jawabnya sedikit berteriak dan berlalu meninggalkanku yang menyesal karena perkataan yang kulontarkan.


284273916bc3784f2d3e44f3f94dec6bec9e94f6.jpeg




Aku membuka mataku, terbangun dari tidurku yang sepertinya cukup lelap. Kulihat ada Yona di hadapanku, membelakangiku dan menampakkan punggungnya yang halus. Ah iya, kami melakukannya lagi selepas sampai di apartement, dan berujung dengan terlelapnya kami berdua. Aku beranjak dari tempat tidur dengan sangat perlahan, mengambil boxer ku yang berada di lantai. Gila, ternyata kami masih telanjang!! Ku melihat ke arah tubuh Yona yang masih terlelap, lalu kucoba untuk membetulkan posisi selimut yang sedikit berantakan karena aku yang terbangun.

"Setengah 12 malam??" ujarku yang melihat jam dinding di ruang tengah. Aku mengambil rokokku dan berjalan menuju balkon apartement.

Hembusan asap rokok yang tertiup angin malam membuatku mengingat kembali kejadian tadi siang. Haha, lucu. Aku mengejarnya setelah dia marah atas ucapanku. Bukan untuk meminta maaf, tapi untuk mengembalikan kunci mobilnya yang tertinggal, begitu juga dengan ponselnya. Dia masih sama seperti dulu, ceroboh, grusa-grusu, dan juga menawan.



*****​

"Nih kunci mobil lo" ujarku setelah menghampirinya dan melihat dia mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Tentu saja yang dia cari adalah kunci mobilnya yang tertinggal

Dia mengambilnya dengan wajah yang masih ditekuk karena mungkin kecewa dan marah kepadaku.

"Nih ponsel lo juga" ujarku beberapa saat kemudian yang disambut dengan wajahnya yang berubah, mungkin dia sedikit malu karena meninggalkan banyak barang disaat seharusnya dia benar-benar marah kepadaku

"Ma-makasih" ujarnya sedikit sewot.

Melihat sikapnya yang ternyata benar-benar marah, aku memberanikan diri untuk meminta maaf padanya. "Gue minta maaf, karena gak seharusnya gue ikut campur urusan pribadi lo" ucapku datar

Dia terdiam ketika hendak membuka pintu mobil begitu mendengar perkataan maaf dariku. "Seberapa penting lo harus tahu alasan kenapa orang membangun rumah sama lo??" tanyanya sambil menutup kembali pintu mobil sedan silver miliknya.

"Ya karena gue memang harus tau alasan kenapa seseorang ingin membangun rumah. Supaya rumah yang gue bangun sesuai dengan apa yang mereka inginkan" jawabku

"Gue cuma pengen punya rumah gue sendiri. Itu aja" jawabnya lirih

Kulihat wajahnya menahan tangis, entah apa yang sedang dia hadapi. Namun itu terlihat berat baginya. "Gue minta maaf sebelumnya. Sudah berapa lama kalian berpisah??" tanyaku

Dia terkejut mendengar pertanyaanku, namun kali ini berbeda. Dia tidak marah padahal mungkin pertanyaanku terlihat terlalu ikut campur. "Gue nikah awal tahun 2019, dan dalam beberapa hal gue dan dia sama sekali gak berhasil. Akhir tahun lalu kami resmi berpisah. Dan sekarang gue pengen punya rumah sendiri. Lo tau lah, gue butuh waktu sendiri banget" ujarnya sedikit bercerita.

"Gue minta maaf. Gue gak bermaksud bikin lo ingat-ingat lagi" ujarku bersimpati

"Gak apa-apa. Bukan masalah" dia terdiam sambil menyeka air matanya yang mulai menetes keluar. "Anyway, darimana lo tau gue dan dia berpisah??" tanyanya

"Semenjak lo bilang beberapa hal berjalan tidak baik, setelah itu lo gak pernah menyinggung soal suami lo. Darisitu gue menduga bahwa kalian mungkin sudah berpisah" jawabku

Dia hanya memandang dalam ke arahku, dan kemudian tersenyum. "Kalau lo emang gak mau ngambil, gue bisa cari tempat lain. Gue gak akan maksa lo" ujarnya

"Tenang, besok gue kabarin. Sebaiknya sekarang lo pulang. Sebelum kena macet di jalan" ujarku yang disambut dengan senyuman dan anggukan darinya. Beberapa saat kemudian dia berlalu meninggalkanku mematung. Kuambil rokok dari kantongku dan mulai menghisapnya. Mobilnya perlahan menghilang diantara hembusan asap yang mengepul di wajahku.


*****​



"Sayang.." suara Yona tiba-tiba memecah ingatanku

"Hei sayang, kok bangun??" ujarku meraih tangannya dan membiarkan dia bersandar di dadaku dengan selimut yang dikenakan untuk menutupi tubuhnya

"Dingin.." ujarnya manja

"Kalau gitu di dalem aja, di luar sini malah lebih dingin" ajakku

Dia menggeleng lemah dan terlihat semakin nyaman bersandar di pelukanku. "Lagi mikirin apa??" tanyanya

"Klien tadi siang" jawabku. Kupikir aku harus menceritakannya, karena aku tidak bisa membohongi gadis ini.

"Oh, kenapa?? Proyek apa jadinya??" tanyanya antusias. Dia selalu antusias mendengarkan ketika aku bercerita banyak hal, terlebih lagi mengenai pekerjaan

"Gak terlalu besar sih, cuma renovasi rumah tinggal" jawabku

"Ooh. Itu temen kuliahmu kan??" tanyanya lagi

"Iya, dia temen waktu kuliah. Cuma beda jurusan dan fakultas." jawabku lagi

"Kok bisa kenal??" tanyanya sambil mendekapkan tanganku ditubuhnya

"Dingin kan?? Yuk masuk ke dalem" ajakku

"Gendong.." ujarnya manja bebarengan dengan gelengan kepalanya

"Dasar ya!!" balasku sambil berniat mencium bibirnya namun dia menghindar. "Loh, berani-beraninya menghindar" ujarku terkekeh.

Dia hanya tertawa geli karena kemudian aku menggelitik seluruh tubuhnya yang hanya tertutup oleh selimut. "Sayaaang udaah ah, capeeekkk" ujarnya memelas untuk berhenti. Namun tidak semudah itu Viviyona!! Aku membawanya masuk dan melemparkan tubuh kami berdua di atas sofa.

"Yaangg, gimana tadi temenmu... Ahhhhh" ujarnya mengalihkan perhatianku yang masih menggelitik tubuhnya, namun kali ini dengan lidahku yang membuat tubuhnya sedikit lengket.

"Eh?? Masih penasaran??" tanyaku

"I-iyaa, aku lagi capek banget yang. Besok juga masih ngantor" ujarnya dengan wajah yang memelas dan sedikit terengah-engah

"Haha, iya sayang" ujarku mencium keningnya. "Jadi sampai mana tadi??" tanyaku mengingat-ingat

"Kenal darimana??" tanyanya dengan penasaran

Aku bercerita kalau kenal dengannya dari UKM musik di kampusku. Waktu itu dia maba, sedangkan saat itu merupakan tahun kedua ku di kampus. Dia tidak lama berada di kampus, sekitar 4 bulan kudengar dia pindah ke Jakarta. Namun waktu singkat itu menjadi yang terindah semenjak kehidupanku menjadi mahasiswa arsitektur.

"Terus, proyeknya kamu terima??" tanyanya lagi setelah aku hanya bercerita tentang UKM musik dimana aku mengenalnya, selebihnya tentang apa yang terjadi antara aku dan dia, kupikir Yona tidak perlu tahu. Karena bagiku sekarang hal itu bukan lah sesuatu yang penting.

"Entahlah, masih bingung" jawabku

"Kenapa??"

Ada sesuatu yang tidak bisa kumengerti kenapa aku tidak dengan mudahnya menerima tawaran proyek itu. Ini lebih ke perasaan pribadi yang aku sendiri juga tidak mengerti.

"Enggak semudah itu sayang, banyak tahapannya. Lagipula dia memintaku langsung untuk mengerjakan proyeknya, sementara pihak kantor bagaimana?? Kalau aku menerimanya bisa saja aku kena pinalti gara-gara melanggar peraturan" ujarku

"Hmm ya juga sih. Aku ngantuk. Kamu enggak mau nemenin bobo??" ujarnya manja sambil berdiri dari pelukanku.

"Kamu duluan, aku masih mau rokok an" jawabku

"Enggak mau aku aja yang ngerokok kamu nih??" ujarnya memicingkan mata dengan wajah menggoda

"Jangan coba-coba ya, nanti pagi kamu ke kantor" ujarku memperingatkannya dengan senyum nakal

Tanpa diduga, dia mengikat rambutnya dengan kunciran ekor kuda. Dan berlanjut berlutut pada lututnya di hadapanku tanpa sepatah kata pun. Aku hanya tersenyum membayangkan apa yang akan dia lakukan. Namun apa yang terjadi?? Dia membungkuk terlaluh kebawah, wajahnya melewati kejantananku yang berbalut boxer dengan tanpa rasa bersalah sama sekali. Beberapa saat kemudian dia bangkit dan menunjukkan puntung rokok yang sudah mati di depanku.

"Lain kali kalau habis ngerokok, puntungnya dibuang ke tempat sampah ya" ujarnya sambil meninggalkanku yang tertipu olehnya.

Dasar Viviyona!!


28427408313e81acb4b7cc99da30af75ac327104.jpg



**To Be Continued**
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd