Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Menurut pembaca siapa tokoh yang bakal MATI di episode akhir cerita 'Astaga Bapak' ?

  • Suhardi

    Votes: 92 16,4%
  • Dahlia

    Votes: 24 4,3%
  • Yuda

    Votes: 27 4,8%
  • Bayu

    Votes: 23 4,1%
  • Mang Ujang

    Votes: 394 70,4%

  • Total voters
    560
Status
Please reply by conversation.
Gpp suhu yg penting update dulu hehe
Ini sdh mlm suhu kok blm update
Makasih ditunggu nih sambil ngopi
 
[HIDE]Update

"Rina!! Rin!! Rinaaa!!", sepulang sekolah kusapa, rina malah sama sekali tak menengok ke arahku. Sikapnya masih sama saja ketika istirahat tadi, ia tetap tak mau berbicara denganku. Maka, jalan satu-satunya aku berlari mendekati, membujuknya untuk berbicara empat mata berdua. Barangkali ia masih marah atas sikapku kemarin hari.
"Rina, tunggu rin!!"
"....."
"Huh...huh...huh...."
"Rina, lo gue panggilin juga, malah gak nengok-nengok sih..."

"Ohh lo manggil gue yaaa???"
"Gue perasaan gak denger tuh..."
"Ada apa yaa.....", rina bersikap tak seperti biasanya padaku.

"Iya, gue ke sini mau minta maaf sama lo rin, soal kemarin-kemarin gue cuekkin lo..."

"Oohh.... jadinya kemarin lo itu cuekkin gue???"
"Yaudah, cuekkin lagi aja juga gapapa kok...."
"Udahan ya, gue mau pulang bareng sama temen-temen...", kini, justru rina yang berbalik sikap kepadaku.

"Rin, pliss, rin!! Gue kemarin itu cuma emosi aja...."
"Rinaa!!!"
"....."
"Aaahhh, siaalll!!!", rina seakan balas dendam kepadaku. Ia mengabaikanku dan memilih pulang bersama kawan-kawan wanitanya. Hmm..begini ternyata rasanya diabaikan oleh wanita yang sebenarnya kita sukai, kesal. Alhasil, jelang sore, aku memilih berjalan pulang sendiri. Akan tetapi, situasi perasaanku sekarang membuatku malas pulang. Lagipula rumahnya juga bukan rumah pribadiku. Oleh karena itu, sambil berjalan tak tentu arah, kupikir-pikir kemanakah aku kan melangkah jadinya karena semua rencanaku hari ini telah gagal total dan juga membuyarkan pikiranku. "Duhh..."

"Yudaa!! yudd!!! Yyudaaa!!!", kudengar suara wanita yang tak begitu asing buatku memanggil-manggil, menyebut namaku. Perlahan-lahan suara yang terasa jauh itu justru semakin jelas terdengar di telinga. Ternyata, benarlah dugaanku bahwasanya yang memanggilku adalah orang yang kukenal, tante dahlia, wanita yang pernah menjadi ibuku. Ah, aku tak sepenuhnya sial hari ini. Rencanaku separuhnya terwujud walaupun ujungnya rina masih mencuekki diriku.
"Eh ibu?!! Maaf, maksudku tantee....."

"Gapapa yud, panggil ibu aja..."
"Tante masih tetep anggap kamu anak kok...", tersenyum tante dahlia memandangku. Lantas, sebagai rasa hormat, aku menyalami telapak tangan yang dahulu sering kucium sebelum pamit berangkat ke sekolah.

"Ada apa ya bu? Kok di sini?", tak hanya lega rasa, akhirnya aku bisa menyebut kata itu lagi, ibu. Di lain hal, aku merasa aneh mengapa tante dahlia berdiri tidak di dekat sekolah. Kupikir ia mau menemui rina.

"Iya nih, ibu lagi cari rina. Rina kemana yaa?" Tanya tante dahlia melihat sekeliling aku berdiri.

"Rina pulang gak lewat sini bu..."
"Dia tadi jalan bareng temen-temennya.."
"Kemungkinan sih mampir dulu..."

"Hhmmm begitu...", raut wajah tante dahlia menampakkan mimik kecewa.

"Bu, aku susul aja rinanya, bagaimana?"

"Udah gak usah...."
"Biarin aja rina ngumpul sama temennya"
"......"

Lalu, kulihat tante dahlia malah diam. Dalam lamunannya seakan kecewa tak bertemu rina, spontan saja aku berkata.
"Bu, ibu gak cari aku....???"
"Aku kangen loh sama ibu..."
"Maaf ya bu, aku gak maksud nyalahin ibu soal itu...", dihadapan tante dahlia, aku tak menyia-nyiakan waktu untuk jujur meminta maaf.

"Hmmm yudaa...", tante dahlia lantas memeluk hangat diriku. Berada dalam pelukan lembutnya, kudengar ia berkata, "ibu juga sebenernya kangen sama kamu yud...."
"Tapi sikap kamu yang seakan benci ibu kemarin, ibu jadi pasrah aja. Dan, melampiaskannya ke rina..."
"Tenang aja yud, kamu gak salah kok untuk masalah itu........"
"Kamu musti sabar ya yud...", ucap tante dahlia sambil mengelus bahuku.

"Iya bu...", jawabku sembari menitikkan air mata dan meneguhkan hati.

Tak lama, aku melepaskan dekapan tante dahlia. Kemudian aku hendak ajak ia pulang bersamaku walaupun aku tahu sudah tak satu rumah lagi dengannya. Akan tetapi, aku amat terkejut ketika tante dahlia mengatakan bahwasanya ia sudah tidak tinggal satu atap lagi dengan rina. Ketika kutanya mengapa. Ternyata tante dahlia telah diperlakukan kurang ajar oleh bapak kandung rina, pak usman. Lelaki itu tak ada bedanya dengan bapak tiri rina. Dia belum juga berubah. Apalagi ia tak sadar-sadar juga bahwa rina sudah tak perawan. Masihkan pak usman pertahankan cara berpikir seperti itu. Tak ada kapoknya....

Mengetahui hal tersebut, aku jadi kasihan dengan tante dahlia. Semua laki-laki telah berbuat kurang ajar padanya. Aku bertekad menemani tante dahlia sebentar. Mungkin bisa menghibur hatinya. "Terus, ibu sekarang mau kemana?", tanyaku setelah mengetahui ia tidak tinggal lagi bersama rina. Lantas, kemudian ia mengatakan kepadaku kan mengajakku ke sebuah tempat dimana sekarang ia tinggal.
"Ibu, sekarang ngontrak, yud..."
"Mampir ketempat ibu yukk, mau..", tante dahlia membujukku.

"Iya bu, boleh....", tak ada rencana mau kemana-mana, aku mengangguk mau. Lagipula aku penasaran tante dahlia sekarang tinggal bersama siapa. Mengetahui aku tak menolak ajakannya, tiba-tiba tante dahlia langsung menyetop sebuah bajaj yang lewat. Ia lalu segera mengajakku naik. Dan, dengan bajaj itu tante dahlia pergi bersamaku menuju tempat kontrakkannya terletak. Di dalam bajaj, obrolanku bersamanya kembali berlanjut.
"Aku juga udah gak tinggal sama bapak lagi kok bu..."

"Hhmm kenapa begitu? Terus kamu tinggal dimana sekarang?"

"Aku sekarang tinggal sama tante linda di rumah kawannya"
"Soal kenapa, yaa aku marah banget sama bapak lah buu..."
"Aku merasa jadi anak yang rasanya tak musti dilahirkan..."
"Kelahiranku seperti kecelakaan bu....", curhatku.

"Jangan ngomong begitu yuda..."
"Ibu tahu kok bapak kamu aslinya bagaimana..."
"Jangan marah terlalu lama ya sama bapak kamu hanya karena masa lalu itu..."
"Ibu aja udah maafin kok..."
"Cumaa yaaa, ibu sebagai wanita tak bisa dikhianatin terus-terusan..."
"......."
"Tapinya kamunya gak usah khawatir...."
"Bapak kamu itu sayang banget kok sama kamu..."
"Jadinya, kamu jangan lama-lama ya ninggalin bapak kamu sendirian di rumah..."

"Iyaa bu... tapi,..."
"Itu maksud ibu dikhianatin terus-terusan bagaimana?", tanyaku penasaran sekali, seakan masih ada dosa bapak yang lain yang masih belum kuketahui. Tetapi, tante dahlia malah berbicara lain.
"Emm..."
"Enggak kok, ibu cuma kasihan aja sama rina..."
"Maaf ya yud, bukan ibu bermaksud ninggalin kamu demi rina...", tante dahlia terkesan menutupi sesuatu dariku. Namun, aku berjanji di kontrakkan tante dahlia nanti, aku kan mengorek lebih dalam mengenai masa lalu bapak.
"Tenang aja bu, aku ngerti kok..."

Tak hanya bicara mengenai bapak, aku juga bercerita kepada ibu tentang rina yang sedang marah kepadaku gara-gara aku mencuekkinya kemarin-kemarin. Berbeda dengan masalah bapak, ibu menjawab santai masalah rina. Malahan, ia berhasil menebak bahwasanya aku menyukai rina. Sebaliknya, ia memberitahuku bahwa rina juga memyukaiku. Hanya saja, mengetahui rina menyukaiku tak begitu berasa kasmarannya di tengah kepelikan hidup yang sedang kuhadapi sekarang. Berbagai masalah sedang menantiku. Tentunya, tak bisa kutinggalkan begitu saja. Apalagi masalah bayu yang walaupun sepertinya tak begitu penting buat kuurusi.

"Oohh ya bu, setuju gak kalo bapak menikah lagi bu....", kukabari ke tante dahlia bahwasanya bapak bakal menikah lagi.

"Setuju aja, lagipula ibu sama bapak kan sudah pisah...."

"Emmhhhh, kira-kira wanita yang pantes buat bapak yang bagaimana ya bu?", tanyaku, berharap tante dahlia memberi masukan karena ia sudah biasa menghadapi bapak.

"Gimana yaa, intinya musti bisa atur keuangan, yang sabar, perhatian, gak emosian..."
"Sama satu lagi..."
"....."
"Kamu udah 17 kan..."
"Jadi ibu terangin aja yaa..."
"Yaa bapak kamu kalau diranjang nafsunya suka meledak-ledak banget..."
"Ibu sampai kewalahan ngelayaninnya..."
"Jadi intinya, ya musti ngerti kebutuhan lahir batin bapak kamu, yud..."

"Hmmm....."

"Kenapa nanya begitu?"
"Bapak kamu udah punya calon istri?", tante dahlia menerka-nerka. Hanya saja, aku merahasiakannya. Tak ingin tante dahlia tahu, aku lantas mengalihkan pembicaraan. Aku bertanya kepada tante dahlia bagaimana kehidupannya sekarang. Siapa yang menafkahi? Karena sebagai ibu rumah tangga, ia biasa bergantung dengan seorang lelaki yang bekerja. Masih belum tahu, begitu jawabannya. Selama ini tante dahlia mengaku telah berhutang budi padankawan wanitanya sekaligus pemilik kontrakkan. Beruntung, sang kawan mau mengerti kondisi tante dahlia sehingga ia diberi izin tinggal, sampai-sampai diberi makan. Aku jadi prihatin dengan nasib ibuku yang satu ini.

Di lain hal, tante dahlia berbagi cerita kepadaku mengenai rumah sang kawan yang katanya dihantui. Menurut tante dahlia, awalnya ia tak percaya akan hal itu. Namun, setelah beberapa kali mengalami kejadian aneh baru ia bisa mempercayainya. Ketika kutanya kejadian macam apa, entah mengapa jawaban tante dahlia malah tidak begitu jelas kutangkap. Alhasil, aku jadi penasaran keangkeran seperti apa yang dialami kawan tante dahlia. Sebab, tante dahlia yang mulanya tidak percaya akan hal gaib kini justru mempercayainya.

Pembicaraan yang cukup serius dengan tante dahlia barusan, tak berasa mengantarkanku dengannya sampai di depan sebuah pagar dimana di dalamnya terdapat beberapa bangunan dan halaman rumah yang luas. Pantas saja berhantu menurutku karena di dalam terdapat beberapa pohon besar, meskipun suasana kehijauan yang disemarakkan tetumbuhan membikin suasana tampak asri.
"Yuk yud, turun....", tante dahlia memintaku turun saat bajaj sudah berhenti berjalan. Sementara aku masih tersihir oleh situasi pemandangan lingkungan dimana tante dahlia tinggal memgontrak.

"Iyaaa......"

...................​

"Ihh si ibu mah, cerita dong, dikhianatin terus bagaimana??!!", Sesampainya di dalam kontrakkan tante dahlia, tepat di ruang depannya, aku mendesak ibu untuk mengatakan sesuatu yang belum kutahu tentang bapak.

"Ibu gak mau, yud.."
"Itu juga udah masa lalu, gak usah dibahas lagi..."
"Yang ada nanti kamu malah tambah gak suka sama bapak kamu...", tante dahlia masih tak mau mengatakannya, ia khawatir aku makin benci bapak. Akan tetapi, aku tak menyerah. Aku terus mendesak hingga aku berkata seolah-olah ibu selalu pilih kasih antara aku dan rina. Dan, karena itu, tante dahlia akhirnya luluh juga. Kemauan kerasku memaksanya bercerita.

Dalam ceritanya kepadaku, tante dahlia mengatakan bahwa dirinya sempat digadaikan bapak demi pekerjaan semata. Aku yang menyimak baik bertanya apa maksud dari menggadai tersebut. Tante dahlia lalu melanjutkan bahwasanya dia pernah sekali dijadikan alat pemuas nafsu atasannya bapak. Itu terjadi di rumahku saat ia masih mencintai bapak. Sebaliknya Bapak nyatanya telah menggadaikan tante dahlia kepada bosnya demi statusnya bisa menjadi pekerja tetap. Awalnya ibu tak mau, tetapi bapak bersikeras. Hingga tanpa sepengetahuan ibu, bosnya bapak dibiarkan masuk ke rumah oleh bapak. Di sana tante dahlia mengatakan ia telah diperkosa oleh bos bapak yang berjumlah dua orang. Akan tetapi, bapak mengakunya tak terlibat masalah itu. Sampai pada suatu saat akhirnya bapak berkata jujur dan minta maaf pada tante dahlia.

Bercerita kenangan buruknya bersama bapak, membuat tante dahlia tak sanggup menahan tangis. Alhasil, Aku jadi merasa bersalah telah membuka luka lamanya walaupun pada akhirnya aku paham, bahwa bapak tidak hanya sekali mengkhianati tante dahlia. Oleh karena itu, aku ragu menyetujui perjodohan bapak dengan ibunya bayu. Aku cemas kelakuan bapak demikian gampang kambuh. Semakin kasihan saja ibunya bayu menerima suami macam bapak. "Heuuh..." Bapak telah membuatku lelah hati. Rasanya aku menyesal telah menjadi putra lelakinya. Apakah aku harus percaya bapak lagi? Dan menganggapnya bapakku?

"Udahlah yud, ibu yakin kok bapakmu sekarang udah berubah....", ucap tante dahlia sembari mengusap sisa air matanya.

"....", aku terdiam usai mendengar cerita tante dahlia. Meskipun demikian, sulit mengiyakan apa kata tante dahlia yang beranggapan bapak sudah lebih baik. Apalagi ia belum tahu bapak telah menyetubuhi tante linda. Kalau sudah mengetahuinya, aku yakin tante dahlia bakal mengubah kesimpulan dia tentang bapak hari ini.

"Mbak dahlia, mbak....!!"
"Tok....tok....tok...", situasi emosi yang memuncak telah membuat aku dan tante dahlia tak menyadari ada seseorang berdiri di depan pintu kontrakkannya. Kuintip dari jendela kaca, ia seorang wanita yang usianya lumayan sepuh. Tante dahlia yang daritadi duduk bersamaku lekas berdiri hendak membukakan pintu.

"Siapa bu?? Kayaknya dia bawa makanan untuk kita....", tanyaku kepada tante dahlia.

"Itu temen ibu, yang punya kontrakkan ini..."

"Oooh..."

Setelah tante dahlia membuka pintu, ia lekas menyalami perempuan tersebut dan menerima sepiring kue. Aku yang tak sabar menyantap cemililan itu juga tidak ketertinggalan. Di depannya, tante dahlia memperkenalkanku sebagai anaknya. Sebaliknya tante dahlia memperkenalkan kepadaku bahwa dia adalah tante sarni, teman wanitanya. Aku kira seusianya lebih pantas disapa nenek. Lalu kepada tante sarni yang diajaknya duduk, tante dahlia mengatakan bahwa aku ikut dengan bapakku setelah permasalahan rumah tangga yang menimpa.

Tak betah berlama-lama mengamati sepasang wanita sedang mengobrol, aku pamit keluar untuk berkeliling, melihat-lihat lingkungan rumah tante sarni yang katanya berhantu. Maka, kutinggal tante dahlia yang sedang duduk bercengkrama dengan kawannya itu di dalam kontrakkan. Sembari mencari angin, aku terpancing mendekat ke arah rumah tante sarni. Apalagi pintu rumahnya sedang terbuka lebar. Bagiku, aneh saja memandangi rumah sebersih ini, ternyata ada hantunya. Apakah hanya sekedar ilusi yang melihat saja.

Sesampainya langkah kakiku di depan pintu rumah tante sarni, karena penasaran sekali tanpa permisi aku lantas masuk. Di dalam, semua benda yang mudah kulihat begitu tertata rapi. Langit-langitnya pun bersih dari sarang laba-laba. Barangkali menurutku terbilang berhantu karena aura kesunyian rumah ini yang memberi kesan ada penunggunya. Tak lama, aku mengendus bau sesuatu yang terbakar, namun harum. Asal bau itu kuduga berasal dari sebuah kamar yang pintunya terbuka sedikit. Karena kepengen tahu bau apa, aku mencoba mengeceknya, selagi tante sarni masih bersama tante dahlia.

"Kok di dalam kamar ada ruangan klenik gini yaa..."
"Tante sarni ini dukun kali ya..."
"Gimana rumah gak berhantu coba kalau begini yang ada", batinku berucap, melihat kamar yang sebetulnya elok dipandang, namun ada banyak kembang di sana sini. Terlebih, tak wajarnya peralatan perdukunan berada di sana pula. Asyik mengamati. Tiba-tiba.....

"Enak atuh yaa ngintip-ngintip...."

"Eh?!! Maaf pak, maaf, maafff.", aku dikejutkan seorang lelaki tua, memakai singlet putih, bertubuh kurus, namun tangannya berurat nan kekar. Kukira dia adalah suami tante sarni. Nah, langsung kutebak saja dia ini pasti dukun yang punya kamar. Kehadirannya yang telah membuat kaget lantas aku balas dengan menunduk minta maaf sekaligus berulang kali menciumi tangannya.
"Maaf pak, maaf saya gak permisi masuk ke sini....", aku jadi ketakutan sendiri, paranoid bapak ini akan menyantetku dengan ilmunya.

"Sudah, sudah..."
"Lain kali jangan diulangi yaa", bapak ini menepuk-nepuk bahuku seolah-olah ia menerima permintaan maaf yang kulakukan

"Iya pak... iyaa, saya tadi itu bener-bener gak tahu apa-apa,, bener..." Bapak tua itu lalu membimbingku duduk seakan-akan dia tidak lagi mempermasalahkan apa yang kubuat. Tak hanya itu, dia bertanya macam hal padaku. Aku yang mengira dia bakal menasehatiku karena kesalahan tadi, justru berbicara layaknya seorang kakek dengan cucunya. Sungguh, ramah bapak tua ini. Aku jadi tidak yakin dia seorang dukun yang kerjanya menerima pesanan santet orang.

"Ada apa atuh kamu bisa sampai kemari??", tanya si bapak tua, duduk berhadap-hadapan denganku.

"Ini pak, saya itu anaknya bu dahlia yang ngontrak di sana"
"Kebetulan, tadi saya lagi nyari angin aja di luar pas bu dahlianya lagi ngobrol sama tante sarni....".

"Ohhh kamu teh anaknya mbak dahliaa...", si bapak duduk mengangkat salah satu kakinya.

"Iyaaa...."
"Emm maaf, kalo boleh tahu bapak siapa yaa?"

"Saya teh pak ujang, masih sodaranya bu sarni..." "terserah kamu atuh mau panggil saya apa. Asal jangan om ajah.."
"Hehe..."

"Hehe, iya pak..", aku mengangguk-ngangguk sembari mengumbar senyum.

"Ngomong-ngomong, nama kamu teh siapa?", giliran si bapak bertanya kepadaku.

"Saya yuda pak...", jawabku memperkenalkan diri.

"Ohh nak yuda...."
"Emmmhh, nak yuda, Bapak teh boleh tanya sesuatu sama kamu?",

"Silahkan pak, tanya aja..."

"Iya teh yaa..."
"Mmmmm, ngomong-ngomong ibu kamu teh kenapa sampai ngontrak di sini?"
"Kamunya juga kenapa atuh gak ngikut ibu?"

"Yaaa karena masalah rumah tangga, biasalah pakk suami-istri..."
"Lagian, Ibu saya rencana itu bakal cerai sama bapak saya.."
"Nah, kemungkinan besarnya sih sayanya bakal ngikut bapak saya...", terang diriku kepada si bapak yang kepengen tahu masalah keluargaku, tapi tidak kuceritakan teran-terangan.

"Mmmhh begitu teh...."
"Jadinya, kamu rela aja atuh kalau ibu atau bapak kamu menikah lagi???"

"Yaa mau gak mau, ya harus rela 'lah pak..."
"Apalagi bapak saya rencananya yang mau nikah duluan...."

"Oohh begitu, bagus atuh, kamu jadinya punya ibu dua..."
"Hehe..."

"Wahh, iya ya pak...", balasku memaklumi candaannya.

Setelah percakapan yang sedang terbangun baik antara aku dengan bapak tua bernama pak ujang, aku jadi ingin bertanya kepadanya terkait peralatan klenik yang tadi kuintip di kamar. Awalnya aku tak berani. Namun, melihat pak ujang orangnya terlihat ramah, tak ragu aku untuk menanyakannya. Harapanku tentu dia tidak marah jika aku menuduhnya seorang dukun 'orang pintar'. Apalagi jikalau benar pak ujang seorang dukun, ada beberapa pertanyaan yang ingin aku ajukan padanya.
"Pak, maaf nih ya pak, saya gak ada maksud nyinggung loh..."
"Saya pengen nanya begini..."
"Bapak itu dukun yahh???", jantungku entah mengapa berdegup kencang menanti reaksinya atas pertanyaanku.

"Kalau bener teh bapak dukun, kenapa?", pak ujang malah bertanya balik. Kedua matanya lalu menyorot tajam ke arah mataku. Namun, aku tak ciut, tetap melanjutkan pembicaraan mengenai hal ini.
"Kalau bener, saya mau nanya nih pak..."
"Seorang dukun itu bisa tahu sesuatu yang kita gak tahu gak sih pak?"
"Mirip-mirip peramal gitulah..."
Mengetahui aku bertanya demikian, si bapak malah melempar senyum. "Kalau bisa, memangnya, kamu mau nanya apa?" Dan, lagi-lagi pak ujang melempar pertanyaan balik. Seolah-olah ditantang, aku lantas mencarikan sebuah pertanyaan yang aku tidak mengetahuinya sama sekali. Maka, terlintas di benakku untuk menanyakan masalah bayu.

"Jadi gini pak, temen saya itu ada yang masuk penjara gara-gara dia disangka polisi bunuh kakeknya sendiri.."
"Aku sih entah mengapa masih ragu aja dia yang ngebunuh kakeknya..."
"Kalau menurut pandangan bapak bagaimana?"

"Sebentar ya, bapak teh konsentrasi dulu...", tiba-tiba setelah mendengar pertanyaanku si bapak tua ini memejamkan matanya seakan menerawang. Sedangkan aku, amat menanti jawaban darinya. Lagipula, jawaban dari pak ujang siapa tahu bisa jadi pertimbangan buatku. Lebih bagus lagi, kalau ada informasi tambahan dari pak ujang. Tak beberapa lama aku menunggu, pak ujang kemudian membuka kedua kelopak matanya.

"Temen kamu teh sebenernya gak salah nak yuda..."
"Cuma, dia teh dijadiin alat saja..", ucap pak ujang menatap ke arahku.

"Ooh begitu, mmmm"
"Kira-kira siapa ya pak pelaku sesungguhnya...", aku berharap pak ujang menjawab pertanyaanku ini.

"Kalau pelaku, bapak teh gak tahu namanya, apalagi teh gak begitu jelas wajahnya"
"cuma bapak teh dapat kasih tahunya sedikit hal aja ke kamu..."

"Mmmm gitu ya pak, boleh deh..."
"Apa ya kira-kira?", amat serius aku mengamati kata demi kata yang terlontar dari bibir pak ujang.

"Jadi, Dia itu teh orang berpunya, banyak uang begitu, kayak juraganlah....."
"Terakhir atuh, bener atau tidaknya yaahh, yang ini bapak masih ragu..."
"Kalau si pelaku teh kayaknya ibu kamu kenal....."

"Hah?!! kenal ibu aku??!!!", yang ini aku benar-benar terperanjat bahwasanya tante dahlia kenal dengan dalang di balik pembunuhan kakeknya bayu.

"Iyaaa...."

Setelah berdiskusi panjang dengan pak ujang yang sepertinya dia seorang dukun, aku mendapat bekal informasi penting bahwa sesungguhnya bayu tidaklah salah terkait pembunuhan sang kakek. Sayangnya, pak ujang tak mengetahui percis nama pelaku aslinya, begitu pula raut wajahnya. Namun, setidaknya aku dapat informasi berharga bahwa tante dahlia mengenal si pelaku. Kupikir-pikir sementara ini, aku tidak akan menanyakan hal itu kepada tante dahlia. Bisa-bisa dia ikut terseret dalam masalah bayu. Terlebih, kata pak ujang, tante dahlia kenal dengan pelaku aslinya. Oleh karenanya, aku kan menyimpan informasi ini dulu baik-baik. Jika memungkinkan, aku kan memberitahu tante linda.

Di sisi lain, timbul niat dalam diriku untuk menggaet pak ujang. Siapa tahu dia bisa banyak membantuku memecahkan masalah bayu. Akan tetapi, apakah ia mau. Lagipula, aku tidak bisa membayarnya sedikitpun. Namun, aku berusaha menanyakanya dahulu. Kalau dia menolak, tidaklah menjadi persoalan berarti.

"Pak, kira-kira bisa bantuin saya gak nanganin masalah temen saya ini?"
"Kalau enggak, gapapa sih, apalagi saya gak punya uang buat bayar bapak..."

"Hehe, tenang nak yyuda..."
"bapak bakal bantu atuh secara cuma-cuma..."
"Tapi teh, ada syaratnya..."

"Emm, kalau boleh tahu syaratnya apa ya?"

"Syaratnya teh mudah..."
"Nak yuda cukup jangan bilang sama ibu nak yuda masalah bapak bantuin nak yuda, bagaimana?"

"Ohhh itu, oke deh pak...", aku menyanggupi syarat enteng yang diberikan pak ujang kepadaku. Terlebih, bantuannya kan sangat berarti nanti. Selanjutnya, pak ujang bertanya kepadaku mulai darimana ia bisa membantu lagi. Lalu, aku mengatakan bahwa untuk sementara ini pak ujang cukup menjawab saja pertanyaanku. Tentunya, yang bisa dia jawab melalui kemampuan yang ia miliki.

"Baik deh pak, saya balik lagi ke kontrakan..."
"Nanti keburu ibu saya nyusul kemari lagi...", aku berpamitan kepada pak ujang.

"Oh mangga atuh...", sembari beranjak berdiri, pak ujang menemaniku berjalan sampai depan pintu rumah. Kami berdua sempat mengobrol sedikit.

"Pak katanya rumah ini berhantu, bener?", tanyaku setelah mendengar cerita tante dahlia.

"Bener, tapi itu teh dulu......."
"Semenjak ada bapak di sini, rumah ini teh aman .."

"Hmmm, bener-bener canggih pak ujang"..
"Yaudah pakk, saya betul-betul berterima kasih nih sama bapak..."
"Mohon maaf juga ya yang tadi pak..." aku lantas memujinya sekaligus kembali berpamitan.

"Iya nak yuda..."
"Pak ujang teh juga selalu siap kok bantuin nak yuda..."

...................​

Ketika yuda, sedang berada di rumah bu sarni, bu sarni sibuk mengobrol dengan dahlia, tak memperhatikan anak itu masuk ke dalam.
"Jeng, kok anakmu gak ikut kamu ajaa..", tanya bu sarni ke dahlia.

"Lebih bagus sama bapaknya bu..."
"Bapaknya kan bisa ngurus dia, punya duit lagi...", dahlia terpaksa berbohong kepada bu sarni. Padahal, yuda bukanlah putra kandungnya.

"Ehmm, kamu terus gimana dong mbak dahlia...?", tanya bu sarni, prihatin dengan nasib dahlia jika berpisah dengan sang suami dan anak tercinta.

"Yaa saya jalanin aja bu, mau bagaimana lagi.."
"Rezeki juga kan gak kemana..."

"Oh iyaa, yaa.."
"Tapinya, kalau gak dicari kan repot juga mbak..."

"Iya sih..."
"Tapi saya musti gimana lagi bu"
"Kerjaan kan saya gak punya...", terdesak oleh pertanyaan bu sarni. Dahlia akhirnya mengadu masalah keadaan ekonominya

"Mmm, gimana kalau mbak dahlia bantu-bantu saya sajaa..."
"Ada gajinya kok..", beruntung, karena kasihan, bu sarni menawarkan pekerjaan kepada dahlia walaupun pekerjaan tersebut hanya sebagai buruh cuci.

"Boleh itu bu, bantu-bantu bagaimana?", tanya dahlia yang tampak antusias.

"Saya rencana mau cari penghasilan dari cuci pakaian warga sekitar, hitung-hitung nambah duit..."
"Nah, gimana mbak dahlia yang bagian mencuci dan setrikanya? Saya yang cari pelanggan.."
"Mbak dahlia porsi untungnya lebih gede kok.."

"Boleh bu, boleh. Bisa saya lakuin kapan kira-kira?"

"Besok sepertinya mbak, soalnya sih kemarin udah banyak yang nanyain ke saya, kira-kira bu sarni bisa nyuci gak.."

"Kalau begitu, saya berarti tinggal tunggu kabar dari ibu aja ya...?"

"Iya...", tersenyum bu sarni mengiyakan.

Walaupun sedang bercengkrama, dahlia coba memakan kue yang dibawa bu sarni.
"Emmm...nyemmm"
"Ohh iya, ngomong-ngomong kuenya enak nih bu.."

"Ya jelas dong, saya kan beli..."
"Kalau masak saya gak bisa mbak...."

Mendapat pekerjaan sebagai buruh cuci bu sarni, dahlia tidak merasa terhina maupun rendahan. Lagipula, halal. Dia pula sekarang bisa mandiri dan tanpa harus pusing mencari uang kemana. Alhasil, tak sabar jadinya dahlia menanti hari esok. Pekerjaan yang kiranya bisa menyibukkan diri ketimbang ia malas tanpa berpenghasilan sama sekali. Dengan demikian, hidupnya bisa bebas, tidak bergantung lagi kepada bekas orang terkasihnya, baik itu pak usman ataupun suhardi. Kini, dahlia siap memulai lembaran baru dalam kehidupannya, tanpa suami, tanpa anak yang menemani.

Tak hanya bicara masalah pekerjaan, dahlia juga melapor ke bu sarni bahwasanya kontrakkannya yang dihantui makhlus halus. Padahal, sebetulnya wanita itu disetubuhi oleh mang ujang semalam. Bukan itu maksud dahlia, melainkan ia hanya penasaran bagaimana mungkin mang ujang kembali. Selebihnya ia bisa masuk melalui dua pintu yang nyatanya terkunci rapat. Di lain hal, ia masih aneh ketika menemukan bercak di sprei kasurnya. Apakah hal itu mang ujang juga yang melakukan.

Laporan dahlia barusan hendak bu sarni adukan kepada mang ujang. Siapa tahu informasi itu penting mang ujang ketahui. Sayangnya, sesuai dengan kesepakatan, bu sarni tidak bisa menyarankan mang ujang kepada dahlia. Barangkali menurut bu sarni mang ujang sebagai paman bisa membersihkan gangguan di kontrakkan keponakannya. Oleh karena itu, bu sarni hanya bisa menutup mulut dan mendengarkan cerita dahlia tanpa mampu memberikan solusi.

#######​



Jelang siang, ketika matahari lambat laun naik, mobil sedan pak arso sedang memasuki area ladang jagung yang cukup luas wilayahnya. Ya, pak arso dan suhardi sudah tiba di Garut. Akan tetapi, pak arso tidak langsung mengantarkan suhardi menuju villa yang ia rencanakan. Pak arso justru hendak mengajak suhardi berkeliling dulu, berjalan-jalan menuju sebuah tempat. Dalam batin bekas atasan suhardi itu, ia tak akan lupa tempat ini, dimana ia bertemu seorang kakek yang berhasil ia ambil alih ladang jagungnya. Tentu, itu bukan hal yang mudah. Namun, dia pastinya tidak akan menceritakan hal tersebut pada suhardi. Maka, kedatangannya kemari bertujuan hanya sekedar memamerkan kesuksesan dirinya sebagai bekas bos.

Sebaliknya suhardi, cukup terkesima memandangi hamparan ladang jagung dimana ia sekarang berada. Barangkali, ini imbas karena dirinya jarang liburan karena terlalu sibuk bekerja di Jakarta. Tak lama, seiring berjalan mobil pak arso, suhardi melihat sebuah rumah yang jaraknya agak berjauhan. Ia kira rumah yang berada di ujung itu adalah rumah si pemilik ladang jagung ini. Sementara yang berada di dekat pandangan matanya hanyalah rumah seorang pengawas ladang.
"Rumah yang di sana itu villa bapak?", suhardi menunjuk ke arah rumah yang jauh.

"Suhardi, suhardi,..."
"Ya jelas bukanlah...."
"Rumah jelek macam itu, masa dibilang villaku..."

"Lalu?", melirik ke arah pak arso yang memyetir, suhardi dibuat terheran-heran, mempertanyakan apa tujuan pak arso datang ke tempat ini bersama dengannya.

"Baiklah, daripada kamu penasaran, mari kita kesana saja..."

Perlahan tapi pasti, semakin mendekat mobil yang ditumpangi suhardi ke rumah yang ditunjuki olehnya. Anehnya, suhardi berubah pendapat. Ia jadi meyakini itu bukan villa milik pak arso karena rumah tersebut tampak lusuh, tua, dan tidak terurus. Sedangkan pak arso, merupakan orang yang hidup di tatanan kemewahan. Akan tetapi, perubahan sikap itu tidak mengaburkan rasa penasaran suhardi atas rumah itu. Ia jadi semakin ingin tahu. Lalu, pikir suhardi, apa maksud pak arso hendak menunjukkan hal tersebut pada dirinya. Apakah itu sedemikian penting.

Terus mendekat, pada akhirnya mobil yang dikemudi pak arso berhenti di perkarangan rumah yang tadi ditunjuk suhardi. Melalui jendela mobil Ia mengamati tiap bagian bangunan rumah tersebut. Rumah siapakah gerangan. Suhardi amat prihatin karena bangunan rumah itu sudah selayaknya direnovasi oleh yang punya. Kalau demikian adanya, tidak usah heran rumah ini bakal rubuh atau jadi sarang hantu ke depannya. Suhardi kira kemudian, ia akan terus-terusan berada di dalam mobil. Nyatanya, pak arso mengajaknya keluar. Saat berdiri di luar, betapa udara bersih suhardi hirup dalam-dalam. Lagipula, ia terlalu lama bersama pendingin udara mobil sejak keberangkatan dari Jakarta.
"Jadinya rumah siapa ini?", tanya suhardi, menagih pak arso yang sudah berjanji memberitahu.

"Lihat-lihat saja dulu, kamu juga nanti bakal tahu sendiri har..."

"Oh, terus kenapa ini tidak terurus begini pak?"

"Bagaimana tidak terurus, yang tinggal di sini saja sudah lama meninggal, sedangkan anggota keluarganya tinggal di Jakarta", pak arso memandangi hamparan ladang yang ia miliki.

"Lalu, ladang jagung ini punya siapa?", lanjut suhardi kembali bertanya.

"Tentu ladang seluas ini milikku..."
"Aku beli ini semua dari yang punya rumah..."

"Hmmm...." gumam suhardi meyakini.

Rasa penasaran kemudian menyelimuti pikiran suhardi, ia pun berjalan menghampiri rumah yang ia ingin tahu siapa pemiliknya. Sayangnya, suhardi tidak bisa masuk ke dalam. Ia tertahan di luar karena pintu rumah terkunci, hanya mampu mengamati melalui jendela kaca rumah. Alhasil, suhardi manfaatkan betul-betul pemandangan suasana di dalam rumah dari jendela. Menurut suhardi, meskipun luarnya terkesan lusuh, kondisi di dalam rumah, ruang tamu, tampak begitu rapi. Ia justru jadi heran kalau rumah ini ditinggal cukup lama oleh penghuninya. Pelan-pelan suhardi amati tiap bagian ruang tamu, tak lama pandangannya tertuju pada sebuah bingkai foto yang tergantung pada sebuah paku yang menancap di tembok.

Meskipun tidak begitu jelas, suhardi setidaknya mampu menangkap gambaran sekadarnya. Ya, Suhardi melihat sebuah bingkai foto keluarga. Melihat foto tersebut semampunya, beragam ekspresi tiba-tiba muncul di otak suhardi. Ia jadi termenung sejenak seakan sangat kaget sekali. Hanya saja, ia lantas buru-buru membuang pandangan ketika pak arso kiranya menyadari suhardi sedang memandangi sebuah foto.
"Terkunci har??? Wah, sayang sekali yaa.."
"Kamu jadi gak tahu siapa penghuni rumah ini..."
Sementara pak arso membiarkan suhardi bebas berkeliling. Ia hanya memperhatikan langkah mantan anak buahnya tersebut. Beberapa saat kemudian, suhardi berjalan mendekatinya.

"Yuk pak, jadi kita ke villa bapak...??", tanya suhardi yang situasi perasaannya sedang campur aduk.

"Jadi...."
"Oh iya, sayang sekali ya kamu gak bisa masuk..."
"Padahal, saya kepengen kamu tahu siapa pemilik rumah ini.."
"Yasudahlah, lagipula pintu rumahnya terkunci"
Suhardi entah mengapa tak terlalu ngotot ingin mendapatkan jawaban sesungguhnya dari pak arso, seolah-olah dia sudah tahu pemilik rumah tersebut. Maka, kini ia berdua bersama pak arso lekas masuk kembali ke dalam mobil. Tak menyiakan-nyiakan waktunya, suhardi dengan pak arso lalu meninggalkan rumah itu.

Dalam perjalanan menuju villa pak arso, suhardi kembali mengobrol dengan pak arso.
"Bapak masih megang berapa anak buah sekarang??"

"Yaa, samalah seperti dulu har.."
"Gak banyak..."
"Pusing saya kalau pegang banyak-banyak..."

"Emmhh....."
"Gak kepikiran buat nikmatin masa tua pak?"
"Lagipula bapak sudah memiliki semuanya 'kan..", selagi diajak bicara oleh suhardi, pak arso tetap fokus dengan pandangan matanya selama menyetir.

"Semuanya??? Istri kan belum har...."
"Hehe..."
"Ya tentu saya kepikiranlah buat istirahat dan bebas dari pekerjaan mengurus perusahaan.."
"Ohh iya, ngomong-ngomong boleh kan ya saya menikahi istrimu, dahlia?", tanpa malu-malu pak arso mengutarakan niat baiknya di hadapan suhardi, walaupun keduanya belum secara resmi berpisah. Lantas, kemudian niat baik pak arso tersebut disambut baik oleh suhardi.
"Bapak serius mau nikahin dahlia?"
"Atau cuma bercanda saja...." tanya suhardi terkesan meragukan.

"Seriuslah,, har...", sudah tidak pantas lagi seusia saya ini bermain perempuan.

"Heemm, okeelah kalau bapak benar serius, saya akan coba membantu bapak..."

"Waah, saya jadi gak enak nih har sama kamu..."
"Masa mantan suami jodohin saya sama mantan istrinya.."
"Kamu ini benar-benar anak buah saya yang paling loyal..."

Entah apa yang ada di pikiran suhardi. Ia mau saja memenuhi keinginan pak arso, untuk menjodohkan lelaki paruh baya itu dengan dahlia. Padahal, suhardi sendiri tahu dahlia sudah nyaman bersama pak usman. Barangkali ada sesuatu yang suhardi sembunyikan dari pak arso sebagai bosnya dulu, karena sebagai anak buah, suhardi tahu betul perilaku baik atau buruk bosnya. Akan tetapi, bukanlah mengenai kemauan pak arso suhardi dibikin pusing, melainkan karena ia melihat foto di rumah yang akhirnya ia tahu rumah milik siapa. Alhasil, Suhardi lagi-lagi dihantui perilaku buruknya di masa lalu. Mengingatnya kembali, buat suhardi menyesal tujuh turunan. Lihat saja dampaknya yang sudah ketahuan. Putra semata wayang jadi membencinya.

Dari rangkaian perbuatan negatifnya di masa lalu, suhardi bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Memang, awalnya kesenangan itu ia rasakan. Tapi pahitnya perlahan ia alami sekarang. Suhardi jera terhadap semua perbuatan yang pernah ia lakukan. Dia pun bertanya-tanya mengapa dirinya bisa sampai berperilaku sesedemikian rupa di masa lalu. Lantas, suhardi melirik ke arah pak arso. Ada sesuatu yang tersirat dari raut wajahnya yang tak biasa memandang datar.

"Kenapa kamu melihat aku begitu har??"
"Ada yang ingin kamu sampaikan??? Heh??", tanya pak arso agak bingung dengan sorotan mata suhardi.

"Gak apa apa kok pak..."
"Saya cuma lagi lupa aja, tadi mau ngomong apa....."

...................​

Tiba di villa pak arso, suhardi malah berdiri seorang diri di dalamnya. Kini, di ruang tamu, ia sedang mengamati satu per satu barang antik yang dimiliki pak arso di villa yang memiliki dua lantai. Ya, ketika sampai di villa, pak arso lekas pamit dengan suhardi untuk menemui seseorang. Seakan tergesa-gesa, Suhardi pun kemudian dibiarkannya sendirian menikmati indah dan sejuknya lingkungan sekeliling villa pak arso. Akan tetapi, sejenak meresapi, suhardi malah kembali lagi mengingat-ngingat foto yang tadi dilihatnya di rumah dekat hamparan ladang jagung. Akibatnya, Suhardi jadi kebingungan sendiri. Penyesalan mendalam akan masa lalu kembali ia rasakan.

Di sela memikirkan hal tersebut, suhardi tertarik menjamah lantai dua villa pak arso. Padahal, lantai dasar belum semuanya ia telusuri. Suhardi pun menapak setapak demi setapak tangga yang menuju lantai dua, namun tiba-tiba perutnya merasa keroncongan. Apalagi dia tak sempat sarapan di rumah. Walau demikian, ia tak bisa apa-apa, sedangkan pak arso baru saja pergi. Alhasil, suhardi memilih berjalan-jalan untuk mengusir rasa laparnya hingga pak arso datang. Sampai di lantai dua, suhardi agak kebingungan karena banyak kamar di sana sini ketimbang barang-barang yang untuk dilihat. Sebagai mantan tangan kanan pak arso, suhardi dengan penuh percaya diri berjalan semaunya. Dia juga penasaran apa isi kamar sebanyak itu. Apalagi, suhardi tidak pernah mengunjungi villa yang diperkirakan belum berdiri selama ia menjadi orang kepercayaan pak arso.

Ketika semua kamar ia masuki satu per satu, anehnya dari semua kamar isinya kosong, hanya ranjang dan lemari. Dalam benak suhardi, villa pak arso seakan lebih mirip kamar kos tanpa penghuni. Barangkali menurutnya pak arso juga menyewakan villa ini untuk orang lain. Selagi memikirkan hal itu mendadak suhardi mendengar teriakan seorang wanita dari satu-satunya kamar yang belum ia susupi.
"Tolong!!! Tolong!! siapapun di luar sana tolong sayaa!! Saya mohon!!! Tolongg!!!" jerit seorang wanita amat histeris. Sontak, suhardi bergerak secepat kilat menuju ke sana. Ketika mendatangi kamar itu, kamar dimana seorang wanita memohon pertolongan terkunci, suhardi mengalami kesulitan.

"Beeerrghhh.....bergghhhhh.......berghhhhhh", suhardi tanpa banyak berkomentar berusaha mendobrak pintu, tapi sepertinya tak mampu. Ia tak kehabisan akal. Ia mengambil jarak sedikit dengan pintu seperti melakukan ancang-ancang. Lalu, dengan sekuat tenaganya tiba-tiba ia menendang gagang pintu.

"Bbbbbbbraaaaaaaaaaaakkkkkkk!!!", jebol 'lah pintu tersebut. Seketika pintu yang sudah dirusak itu terbuka lebar, suhardi melihat jelas seorang wanita berambut panjang dengan mata tertutup kain, duduk di atas ranjang dimana kaki beserta tangannya terikat. Beruntung, mulut wanita itu tidak tersumpal sehingga suhardi bisa menolongnya.
"Tenang yaa mbak, saya bakal lepas semua ikatan mbak....", ucap suhardi seusai menghampiri.

"Iyaa mas,,,..."
"Tapi saya mohon mas buru-buru buka iketannya..sebelum orang jahat itu datang kemari lagi", si wanita entah mengapa memperingatkan suhardi. Hanya saja, seolah tak peduli dengan peringatan tersebut, suhardi malah terkejut setelah membuka kain yang menutup kedua mata si wanita. Saling bertatapan sebentar, suhardi sedikit terpesona. Bukan hanya karena kecantikannya, melainkan si wanita ternyata adalah wanita yang kerap suhardi lihat di tengah jalan. Ya, ia seorang wanita yang jadi impian suhardi untuk dinikahi. Bahagia bertemu itu cuma sesaat, tidak seperti sebelumnya. Tekad menikahi yang seharusnya semakin kencang malah meredup. Kiranya ada apa dengan suhardi. Wanita pujaannya sudah ada di depan mata.

"Ayo mbak, kita buru-buru keluar dari sini...!!", suhardi mengajak si wanita turun dari ranjang.

"Tapi mas, saya musti cari anak saya dulu..."

"Anak?! Dimana sekarang anaknya?!!" Tanya suhardi agak panik, karena dia tahu betul sifat pak arso.

"Itu yang saya gak tahu mass...".
"Mereka kayaknya menyembunyikan anak saya...."

"Emmhhh, yasudah lebih baik kita segera keluar dari tempat ini....!!!"

"Tapi mas, anak saya bagaimana??!! Saya gak mungkin pergi tanpa anak saya, mass...!" Si wanita yang cemas berusaha mencegah. Namun, suhardi yang tetap ngotot dengan kemauannya lantas menarik tangan si wanita, memaksanya agar mau dibujuk pergi.
"Ayoo mbak, lebih baik sekarang kita segera meninggalkan tempat ini dulu....!"
"Mbak gak tahu sedang berhadapan dengan siapa...!!" Suhardi berhasil memaksa si wanita keluar dari dalam kamar, tetapi keduanya malah berhenti di luar kamar itu, bukan segera pergi dari villa pak arso.

"Tapi masss...., anak saya......???!!!"

Terlambat sudah, percakapan membuat waktu kabur yang mepet terbuang cuma-cuma, karena sewaktu suhardi berbicara dengan wanita yang ia selamatkan, muncul seseorang tanpa disadari oleh keduanya. Orang itu menatap sembari tersenyum. Ia merasa kedatangannya tepat waktu.
"Owwwh, ada yang mau jadi sok jagoan di sini yaa....?!!"
"Niaa! cepat kamu kembali ke dalam...!!"
"Atau kamu bakal menyesal nanti...", perintah seorang pria bertubuh tambun, memelototi suhardi dan wanita yang ternyata bernama nia.

"Pak bejoo!!... dimana bayu??!!!"
"Saya mohon, jangan apa-apakan bayu, pakkk....!!", nia tampak menangis memohon karena sang anak ternyata diancam dibunuh oleh pria tambun berkaos hitam yang namanya pak bejo.


Nia

"Kalau kamu mau bayu selamat, niaa..,,"
"Cepat kamu masuk ke dalam lagiii!!!..."
"Aku dan pak arso itu sudah kangen sekali sama tubuhmu sayanggg..."
"Hehe.."

"Jangaann....!!!", tangan suhardi lekas menghalangi nia yang hendak masuk kembali ke dalam kamar demi putranya. Di sisi lain, seusai menahan nia, suhardi mendekati pak bejo. Amarahnya tak sabar ingin memberi pelajaran pada seseorang yang terkesan menantangnya. Lagipula, suhardi sudah jarang berkelahi, bukan berarti tidak tangguh lagi. Ia yang mempunyai ilmu beladiri samahalnya pak usman, bakal memaksa pak bejo untuk memberi tahu dimana keberadaan anak nia. "Tunggu sebentar di sini ya mbak..." suhardi sekali lagi meminta nia untuk tidak masuk ke dalam kamar, tak menuruti kemauan pak bejo.

"Heemm,... cari masalah ini jagoan kesiangan kita..", pak bejo tak mau kalah dengan lakon suhardi. Ia tak gentar dan memiliki keyakinan bakal membuat penantangnya itu babak belur walaupun tak mempunyai bekal dasar ilmu bela diri. Pak bejo pantang mundur. Alhasil, karena begitu bersemangat dan percaya dirinya, pak bejo menyerang lebih dulu. Akan tetapi, serangan demi serangannya yang berupa bogem mentah dan tendangan kaki berakhir sia-sia. Sebab, suhardi terus menangkis pukulan dan sesekali tendangan yang pak bejo lakukan. Namun, bukan pak bejo jika tak licik. Lelaki itu mengeluarkan benda tajam kiranya itu bisa membantu melumpuhkan penantangnya.

"Srrreeeetttttt.....", karena terus bertahan, pak bejo berhasil melukai tangan suhardi melalui sebilah pisau yang berada dalam genggaman. Nyatanya, walaupun terluka, suhardi tak ingin posisi cepat berbalik. Ia buru-buru saja meluluhlantakkan tubuh pak bejo. Suhardi berhasil mendaratkan pukulannya melalui sebuah kepulan kuat tangan ke arah wajah pak bejo, mengenai batang hidung. Tubuh pak bejo pun lekas goyang. Lantas, suhardi merebut pisaunya. Kemudian langsung menusukkan pisau itu ke perut pak bejo dalam-dalam, sekaligus merobeknya. Maka, mau tak mau tersungkurlah tubuh pak bejo karena ia sibuk memegangi bagian perut yang mulai kesakitan dan mengucur darah. Terlebih, pisau menancap kuat.

Sementara suhardi yang sudah berdarah bagian tangannya, berusaha menagih pertanyaan kepada pak bejo yang sudah dalam posisi lemah.
"Dimana kamu sembunyikan anak itu?!! Dimana?!! Dimana keparat?!!!" Meskipun sudah kalah, pak bejo masih tetap ngotot tak memberitahukan dimana keberadaan anak nia. Ia justru tersenyum pasrah, keras menyimpan rahasianya. "Ayooo!!! Bunuhh akuu!!!!! Bunuhhhhh!!!!!"
"Hehe...." Bagi suhardi, tak ada gunanya ia membunuh seseorang yang tak bermanfaat sama sekali. Bagaimanapun akhirnya, ia memutuskan untuk membiarkan saja pak bejo dalam kondisi rubuh dengan perut tertusuk pisau.

Sebaliknya, dengan tangan terluka, suhardi segera buru-buru mengajak nia pergi dari villa pak arso, meskipun tak dapat jua informasi mengenai keberadaan anak nia. Mereka berdua melarikan diri dari villa pak arso dengan berjalan kaki. Lagipula, nia tak berhasil menemukan mobil yang ia bawa dari Jakarta. Untuk menghindar dari pak arso yang belum kembali, suhardi mengambil inisiatif, yakni menumpang pada sebuah kendaraan yang lewat. Nia yang telah diselamatkannya pun turut menemani.

#######​













[/HIDE]
 
[HIDE]
Tante Linda

Petang memyambut kepulanganku. Lelah dan bosan juga lama-lama di kontrakkan tante dahlia selagi melampiaskan kekecewaan, sebab rina tak memaafkan aku. Meskipun demikian, kunjunganku ke sana tidak terbilang percuma karena aku bisa berdamai dengan 'ibuku' dan juga menemukan orang sakti yang kiranya bisa membantuku mengungkap di balik masalah bayu yang belum jelas ini. Anehnya, mengapa aku harus merahasiakan keberadaannya dari tante dahlia ya? Ah, Aku tak mau ambil pusing. Yang jelas pak ujang rela tak dibayar untuk menolongku. Kini, ia hanya tinggal menunggu instruksiku kiranya kapan ia mulai bisa bertugas. Tak sabar aku menyapu bersih masalah bayu.

"Yudaa?!!! Yudaaa!!!" Yuddd?!!!", sebuah taksi lewat, penumpangnya yang berada di dalam menyebut namaku. Hmmm, ternyata tante linda yang baru pulang kantor. Sial, lagi-lagi dia pasti ingin aku membayar taksinya. Akan tetapi, tak apalah, aku kan bisa menumpang sampai rumah bayu. Lekas kuhampiri taksi tersebut. Tante linda juga tak sungkan membukakan pintu taksi, seolah-olah mempersilahkan aku masuk. "Gak ada bayarin lagi yaa...", sindirku disambut olehnya

"Nanti tante ganti kok yud,.."
"Tante masalahnya belum gajian nih..."
"Lagian juga, bapak kamu kan nitip jajan kamu lewat tante...", tante linda menangkap maksud sindiranku. Ya, aku kan membayarkan ongkos taksinya lagi. Seperti berangkat pagi tadi ke sekolah, tante linda menumpang sampai kantornya. Ketika sudah berada di dalam taksi, adem sekali rasanya. Keringat yang menemaniku sepanjang jalan kering begitu saja, sampai aku tak terasa bahwa taksi ini sudah berjalan menuju rumah bayu. Sambil duduk bersandar nan nyaman, tante linda memberi kabar kepadaku bahwasanya ia mendengar diam-diam pembicaraan telepon arif dengan seseorang terkait bayu. Sayangnya, tante linda tak tahu siapa yang menelepon arif. Di sisi lain, tante linda tak berani menanyakan langsung karena sepertinya arif merencanakan sesuatu terhadap dirinya.

Semakin aneh saja masalah bayu ini, kukira hal yang mencemaskan sudah selesai sejak bayu tertangkap, ternyata tidak. Justru semakin membuatku penasaran siapa dalang sesungguhnya. Tak hanya tante linda yang bercerita, aku juga mengabarkan apa yang kudapat dari kontrakkan tante dahlia. Awalnya tante linda terkejut mengapa 'ibuku dulu' itu bisa sampai tinggal mengontrak. Namun, aku tak bisa menjelaskan secara utuh. Yang jelas tante dahlia mengatakan bahwa pak usman telah berbuat kurang ajar padanya. Selain itu, kukabarkan pula bahwa aku berhasil menemukan dukun sakti yang kiranya bisa membantu dalam memecahkan masalah bayu. Selebihnya, dukun itu mengatakan bahwa bayu tidaklah salah dalam pembunuhan sang kakek.

"Yud, kayaknya kita perlu balik lagi ke Garut deh...", usul tante linda.

"Mau ngapain? males ah... ngeri...", namun aku tak mau, masih trauma bertemu pak bejo. Bagaimana tidak, sakit di belakang leherku ini masih terasa, meskipun belum tentu juga itu pak bejo yang melakukannya.

"Ya mau gak mau jalan satu-satunya begitu, apalagi bayu masih di Garut, dan denger-denger tadi katanya bayu udah bebas...."

"Emmmhh.."
"Mending kita susun rencana dulu deh..."
"Apalagi si arif tadi katanya ngerencanain sesuatu buat tante linda 'kan...."

"Iya sih...."
"Tapi tenang yud,..."
"Tante udah punya rencana sendiri kok."
"Kamunya gak usah khawatir kalau sampai si arif ngerencanain hal buruk sama tante...", tante linda meremehkan rencana si arif. Uniknya juga, tante linda tak memberitahuku apa rencananya.

"Ohh punya sendiri, oke kalo begitu..."

Barangkali otak ini sedang malas berpikir serius. Tak dapat ide sama sekali diriku. Di sisi lain, entah mengapa aku malah jadi kepikiran hal yang lain, yang sifatnya nyeleneh mengenai tante linda. Mungkin, karena posisi duduk aku berduaan dengannya di kursi bagian belakang. Tak hanya itu, tadi pagi di kamar mandi, aku menjahili tante linda. Oleh karena dia mandi setelahku, dia kubuat orgasme. Jadinya, kebetulan pagi itu aku sedang bernafsu gara-gara berkhayal yang tidak-tidak setelah tahu ibunya bayu tidak ada di rumah. Karena rumah bayu kosong, aku punya niat mandi berdua dengan tante linda. Namun, tante linda yang berhasil kubuat orgasme tak jadi kumasukki batang penis yang sudah ereksi karena aku berpacu dengan waktu. Ya, aku tidak ingin terlambat sekolah hanya karena nafsuku semata. Apalagi, aku tidak ingin juga membuat tante linda tak masuk kantor.

"Jadi gimana yud rencananya?", tanya tante linda sembari memperhatikanku melamun.

"Emm, nanti malam aja deh ya tante, kita pikirinnya.", jawabku.

"Yaudah kalau kamu maunya begitu..."
"...."

Tak mau kedengaran supir taksi yang sedang fokus mengemudi di kursi depan, aku coba mengecilkan volume suaraku, layaknya orang berbisik.
"Tante, nanti malam kita gituan yuk..."
"Punya yuda soalnya kangen nih sama punya tante..."

"Apa?!! Gituan??! Enggak aahh..", tante linda menolak dengan suara pelan.

"Aahhh tante gitu mah..."
"Udah kangen banget nih..."
"Tante gak lihat apa tadi pagi kerasnya kayak gimana...."

"Ckk, Lagian kamu juga sih, tadi pagi kenapa tante kasih kesempatan suruh masukkin, kamunya malah gak mau..."
"Kenapa coba...???", tante linda coba mengingatkan kejadian tadi pagi.

"Hmmm..ya jelas gak mau 'lah..."
"Aku kan gak mau terlambat ke sekolah, gak mau juga sampe tante datang terlambat ke kantor..."
"Lagipula aku gak biasa aja kalo ngebut gitu tante..."
"...."
"Jadinyaa, nanti malam jadi yaa? plis tante..." Ketika aku menanyakannya sekali lagi, tante linda malah terdiam seolah tak menggubris keinginanku. Aku yang tak menyerah lantas menggodanya. Salah tanganku pelan-pelan berusaha menyentuh daerah selangkangan tante linda, meskipun ia mengenakan celana panjang. Tangan tante linda sempat menepuk, memperingatkan apa yang aku lakukan tidak benar atau bisa jadi takut ketahuan supir taksi. Samahalnya dengan tante linda tadi, aku tidak peduli dengan larangan tante linda. Kudesak saja tanganku menyentuh selangkangannya, meskipun coba ia tahan.

"Hhhhhssss jangaann yudaaaa...."
"Nanti kalo ketahuaaannnnn, gimanaaa??", dengan lirih tante linda mengatakannya kepadaku yang sudah dikuasaisyahwat. Bahkan, kalau sampai ketahuan supir taksi, aku rela ajak supir taksi itu threesome bersama tante linda. "Biaarinnnnn...."
"Palingann kalo ketahuan, yuda suruh supir taksinya entot tantee..."
"Errghhhh...."

"Ahh Jangggaannn dongggg, yuddd...."
"Tante maunya sama kamuuuuu....." tante linda terus mendorong tanganku agar menjauh dari daerah selangkangannya.

"Yaudahhh makanya, nanti malam jadi yukk tante.."
"Yuda kangen sama iniii nih....",
ucapku sambil meraba-raba selangkangan tante linda. Sekilas aku sempat melihat si supir melirik-lirik ke arah belakang.

"Aaaahhh..."
"Iyaaaaa deh jadiiii, jadiiiii yudddd."
"Makanya, tadi pagii tante kasih kesempatan, kamu aturannyaaa masukkinnn..."

Tanganku masih berada di selangkangan tante linda. Aku pun masih berbisik menggodanya siapa tahu ia bisa orgasme sekalian.
"Jaddii apaaa?????
"Masukkkinnn apaaa tante sayangggg???"

"Jadii entot punya tantee....."
"Sama Masukkin penis kamuuu yuddd ke punya tanteeee.."
"......"
"Aahhh yudaaa, udahh dongg...."
"jauhin tangann kamuuu...,Tante takut ketahuaaann sayangggg.."

"Ayoo ciumaann dulu, baru yuda jauhinn...", bibirku menghampiri bibir tante linda.

"Iyaaaa unnccchhh...."
"Emhhhhhhh", karena tante linda tak menolak, maka, bibir kami berdua pun saling berpagutan di dalam taksi tanpa sepengetahuan sang supir. Hanya saja itu tak berlansung lama, aku mengakhiri ciumanku. Lalu, seketika Aku dan tante linda kemudian saling berpandangan mesra.
"Mandi bareng yukk yudd..."
"Tante kepengen kayak tadi pagiii...", ucap tante linda di dekat telingaku

"Iya tantee..."
"Yuda juga tadi pagi sebetulnya udah kepengen gituin tantee, cuma yuda gak kepengen tante tellaatt..." balasku dengan nafas menderu-deru.

"Yaudah gapapa...."

"Gitu dong tante sayanggg,..", balasku cepat, karena kulihat daerah rumah bayu hampir sampai, aku menyudahi aksi cabulku di dalam taksi. Tak hanya itu, Tante linda pun membetulkan posisi duduknya kembali. Meskipun barusan aku berusaha merangsang tante linda, diriku ini sebetulnya juga ikut terangsang. Penisku yang berdiri tak sabar menanti sampai di rumah bayu. Akan tetapi, entah mengapa aku ingin buru-buru, tak mau menunggu malam. Barangkali juga menurutku sejak tadi pagi sebetulnya spermaku sudah ingin termuntahkan keluar.

......................​


Supir Taksi

"Udah belum yud??!!"
"Lama banget sih.....", di depan pagar rumah bayu, tante linda memanggilku, sementara aku sedang bingung karena ongkos taksinya kurang. Aku sepertinya salah perhitungan, karena aku lupa bahwa sebagian uang jajanku telah kupakai. Kurangnya pula banyak sekali "Adduh...gimana ini...masalah lagi" Ditambah setahuku tante linda tak punya uang sama sekali, bergantung pada ibunya bayu. Aku coba mencari akal. Nyaris tidak ketemu. "Ck...". Tampaknya aku kan membayar seadanya. Biarlah si supir nanti bagaimana reaksinya, Aku sudah pasrah.

"Nih mass......", agak gugup aku menyerahkan uang yang tersisa. Apalagi ketika si supir taksi menerima, ia langsung menghitungnya.

"De, ini kurangg uangnya....", ia akhirnya menyadari. Matanya lekas menatap ke arah mukaku. Mau tak mau jalan satu-satunya aku harus berkata jujur.
"Maaf nih mas, uang saya bener-bener tinggal segitu..."
"Gak ada lagi nih..."

"Lah saya gak mau tahu, ongkos ya mau gak mau musti dibayar!!", si supir taksi melotot, ia marah karena aku bayar tidak sesuai argonya. Dengan wajah memelas, aku berharap masih bisa membuat si supir ini melunak.
"Tapi saya bener-bener gak ada duit lagi nih masss..."
"Nih... lihat nih....", kuperlihatkan isi kedua saku celanaku.

"Ohhh yaudah, berarti gini aja, ade ikut saya aja ke kantor polisi, bagaimana??", si supir taksi makin menakut-nakutiku. Masa iya aku mengikuti jejak bayu yang berurusan dengan polisi.
"Aduh jangan dong masss, masa sampe bawa-bawa polisi segala...."
"Saya mohon..."

"Yaa kalau gak mau, ya bayarr!!!", si supir taksi makin kesal denganku sampai-sampai tante linda 'ngeh' ada keributan kecil antara aku dan si supir taksi. Ia akhirnya menghampiriku karena terlalu lama menunggu.
"Ada apa sih yud?"
"Bayar aja kok lama banget..."

"Mbak, ini keponakannya, bayar taksinya masa kurang, cuma segini.!!", sembari memperlihatkan uang yang kuserahkan, si supir mengadu ke tante linda.

"Yudd???!!", tante linda melirik tajam ke arahku.

"Iya tante, yuda salah perhitungan nih..."
"Ternyata uang jajan yuda udah gak cukup bayar taksi..."
"Gimana dong???"

"Ayooo cepettt ini mau bayar atau enggak...!!", si supir makin menjengkelkan saja.

"Sabar sebentar yaa mas...", tante linda mencoba membantuku mencarikan jalan keluar, sedangkan jalan pikiranku sudah buntu. Beberapa menit kemudian, "mas, gini aja..."
"Ikut saya ke kantor lagi bagaimana?"
"Saya bakal pinjem duit sama temen saya..."
"Bayarannya saya lebihin deh...", ketika tante linda mengatakan demikian barulah tensi si supir reda. Ternyata tante linda berencana balik lagi ke kantornya untuk meminjam uang. Kukira tante linda bakal meminjam uang ke arif. Aku bersyukur akhirnya menemukan jalan keluar setelah cekcok dengan supir taksi paling menyebalkan yang pernah kutemui. Lagipula, ide naik taksi ini kan idenya tante linda.

"Yaudah yud...kamu masuk ke dalam aja duluan"
"Nih kunci rumahnya...", tante linda terpaksa balik lagi ke kantornya. Alhasil, niatku bercinta dengannya sepertinya harus tertunda.
"Iya tante...", biarlah, yang terpenting tante linda sudah menyelamatkanku hari ini. Sesampainya di dalam, aku berniat segera mandi. Lalu, istirahat sebentar.

....................​

Sebelum malam tiba, ternyata di kantornya linda bukan meminjam uang kepada arif ataupun kawan lainnya.
"Buurgghhhhhhhh.......", supir taksi yang bermasalah dengan yuda tadi diberi pelajaran oleh seorang petugas keamanan.
"Aammpunnnnn, ampunnnn, ampuuunnn pakk!!!" Ia memohon untuk dilepaskan. Namun, rasa-rasa petugas keamanan kantor linda belum puas memberi pelajaran kepada supir taksi.
"Lo baru jadi supir taksi aja belagu!!"
"Rasaaaainn nih...."
"Buurgghhh...", pipi sebelah kanan si supir bengap.

"Udahh pakkk tigor..., udahh, cukupp..."
"Dengan begini saya percaya, bapak bisa bekerja untuk saya...", linda daritadi asyik memperhatikan. Sebetulnya linda tidak menghendakki si supir sampai dibuat babak belur. Namun, sepanjang perjalanan kembali menuju ke kantor dirinya telah dilecehkan.

"Sudah bapak bilangkan mbak linda..."
"Intinya jangan lupa saja janji mbak ke saya..."
"Hehe...", sepertinya terjadi sebuah kesepakatan antara linda dengan pak tigor, satpam cabul yang dulu pernah meniduri linda. Entahlah kesepakatan apa, hanya mereka berdua yang tahu.

....................​

"Yudaaaa, ayoo masukkiin sekaranggg, yuddd...."
"Aaahhhh....",

"Iyaaa tanteee,,,.. yuda juga udah gak sabar, daritadi nungguin tante, pengen ngerasain lagi memek kesayangan yudaaa...." Malam hari, aku sedang berdiri telanjang bulat bersama tante linda di dalam kamar mandi. Sejujurnya aku sudah mandi. Namun, tante linda minta aku menemaninya. Tentu, aku menangkap apa maksud tante linda tersebut. Persetubuhan aku dengannya tidak jadi tertunda ataupun batal. Sekarang, aku sedang mengoral vagina tante linda dengan tanganku. Vaginanya sudah kubuat basah beberapa kali. Sementara tante linda yang kini tengah mengocok penisku malah membuat batang penisku semakin keras saja.

"Yyudaaaaa, ayooooo..."
"Aaahhhh.....", setelah tanganku tak lagi menyentuh liang kemaluan tante linda, tante linda sembari berdiri memberi jalan bagi penisku untuk memasukinya. Ia beri jarak antara kedua pahanya.
"Ayooo apa sih tanteee...???"
"Kocok lagii dong punya yudaa..."
"Biar enak nanti yuda genjot tantenyaa..."
"Ergghh...", pintaku ketika tante linda berhenti menggenggam kemaluanku. Namun, setelah kuminta, ia kembali mengurut-ngurut penisku yang rasanya sudah tak sabaran bikin tante linda kelojotan.

"Aahhh Yudaaa, punya kamu udah tegang bangeettt..."
"Sini masukkin buruan...", sepertinya tante linda benar-benar sudah ingin aku penetrasi ke dalam vaginanya.
"Masukkinn kemana sihh tanteee....???"
"Yuda biasanya masukkin ke memek kesayangan yudaa..."
"Yang suka basah kalo lagi yuda sodok...", aku sudah terangsang sekali, namun aku masih ingin menggoda tante linda.

"Inii yyudaaa...."
"Inii memek kesayangan kamuuu....."
"Ohhhhhh....", tante linda tak lagi mau mengocok penisku. Dia hanya ingin aku sekarang memasuki kelaminnya. Namun, aku sabar sebentar. Aku inngin persetubuhan dengan tante linda kali ini lebih menggelora, mumpung di rumah bayu cuma kami berdua.
"Tanteeee, yudaa sayanggg sama tante lindaa..."
"Soalnya kemana-mana yyuda bareng terus sama tantee..."
"Urgggggh..."
"Tante sayang gak sama yyudaa????", selagi bertanya demikian, batang penisku aku gesek-gesek di bibir kemaluan tante linda yang sebelumnya sudah kubuat basah. Alhasil, tante linda makin terangsang.

"Yuudaaa, aahhh....."
"Tante juga saaayangg sama kamu yyuddd..."
"Soalnya kamu paling mengerti kalo tante lagi cerewet atau baik..."
"Aayooo yudaa sayangg, buruan masukkin...", tante linda terus berusaha merangsangku sampai aku mau penetrasi ke dalam vaginanya. Tante linda dalam batinku, ingin sekali aku menjadikannya pacar walaupun usia kami terpaut jauh.

"Tantee, yudaa baru mau masukkin kalo tante mau jadi pacar yyudaaa..."
"Gimanaa??", mendengar pertanyaan itu tante linda malah terdiam. Tidak melanjutkan segera seperti kalimat-kalimat yang ia lontarkan sebelumnya. Alhasil, aku terus mendesaknya untuk menjawab. "Ayoo mau gakk???!!"
"Kalo enggak yaudah, gak jadi punya yuda masuk ke punya tante...", aku membalikkan badanku. Tiba-tiba,

"Maauuu....."
"Mauu yudaaa!!!", kencang tante linda mengatakannya supaya tubuh telanjangku lekas menghadap tubuh telanjangnya kembali.
"Gitu dongg..."
"Ayo tante linda sayangg...."
"Mana punya kamu???"
"Kontol yuda udah siap nihhhh...", aku menatap mata tante linda yang sedang melihat batang penisku.

Lalu, mendengar kataku tadi, kembali tante linda agak melebarkan kedua pahanya agar penisku yang sudah dihadapannya bisa masuk ke dalam vaginanya.
"Ahhh iyaa, punya tante jugaaa..."
"Sini, di sini yudaaa masukkinnyaaa..."
"Ohh..." dengan jari, tante linda menunjukki dimana letak bibir vaginanya. Sambil salah satu tanganku menahan pinggang tante linda agar tak bergerak, Aku kemudian segera mengarahkan kepala penisku ke sana. Sedangkan tante linda, berpegangan pada dinding kamar mandi. Ia mengaduh ketika kepala penisku mulai menyeruak masuk
"Aaahhhh, yudaaaa...."
"Punya kamu masuk sayanggg...."

"Oohh, Iyaa tante,.."
"Sebentar lagi, kita berdua bisa saling memuaskan...", aku berkonsetrasi memasukkan seluruh batang penisku. Perlahan-lahan ia masuk, perlahan-lahan lagi ia kutarik mundur. Itu semua supaya penisku bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan bibir vagina tante linda.
"Yudaaaa, ayo masukkin lebih dalam sayang..."
"Biar kamu bisa cepet entot memek tantee..."
Saat penisku mulai membiasakan diri dalam liang kemaluan tante linda, tante linda tak sanggup memandang ke arah penisku lagi. Ia merintih pelan, sedang menikmati saat aku mulai mengaduk-ngaduk kelaminnya.
"Ohhhh, tantee..."
"Mulai hari ini kan, tante dah jadi pacar yuda..."
"Kita panggilnya sayang-sayangan yaa..."

"Iyaaa yuda sayanggg..."
"Ahhhh, punya kamu jangan kepelenan dong..."
"Sodok agak cepet sayangg...", tante linda mulai merangkulku. Akibatnya, suasana dingin di kamar mandi jadi terasa hangat.
"Eughhh... eughhhh..."
"Begini tante sayangg?", tanyaku yang amat menikmati sempitnya vagina tante linda.

"Aaahhh,,... ahhhh iyaaaa....", di hadapan wajahku, kutatap tante linda meracau keenakan, beriringan dengan sodokan penisku. Terlebih, pinggulnya kubimbing agar maju mundur, berlomba-lomba dengan penisku yang sedang memggerus klitorisnya. "Ohhhh tante sayangg, enaakkk memek tantee..."

"Aahhhh iyaa yuda..."
"Hehhh, heehh.....", desahan tante linda terdengar jelas di telingaku. Sedangkan di bawah sana, bisa kurasakan penis kerasku telah membuat vagina tante linda basah, membasahi kelaminku pula. Oleh karena itu, Malam ini tante linda telah jadi milikku hampir sepenuhnya. Lihat saja penisku yang makin hari makin ketagihan dengan vagina tante linda
"Yyudaaaa,,.."
"Buat tante hamil sayangggg..."
"Aahhh....", tante linda tengah merasakan penisku yang tertanam, ingin menabur benih dalam rahimnya. Akan tetapi, aku sadar tante linda susah hamil. Yang terpenting aku bisa leluasa menikmati tubuhnya.
"Ohhhh, memek tante udah berdenyut nih..."
"Ohhhh...ohhh...", ketika tante linda mengatakan dirinya ingin dihamili olehku, aku bisa menebak dirinya sebentar lagi klimaks. Lantas, aku aduk makin cepat, kiranya kami bisa orgasme bersama.

"Aaahhhhhh, punya kamu jugaaa sayangg..."
"....."
"Yudddddaaa, bareng yuk sayang keluarnyaa....", pinta tante linda. Tak hanya berdiam diri, tante linda juga tak membiarkan aku yang aktif bergerak. Ia yang sekarang bersandar di tembok kamar mandi, memeluk erat diriku. Makin menjadi-jadi tante linda. "Iyaaa tante sayanggg...."
"Biar memek tante makin suka sama kontol yudaa..."
"Urghhhh...", aku mulai mempercepat intensitas tusukan penisku di dalam liang peranakan tante linda. Vaginanya seakan menjepit, mendesak agar penisku memuntahkan sperma.

"Sreppphhhh...srepphhhhh...."
"Yudaaaa ahhhhh...."
"Memek tante mau keluar nih..."
"Adduhhhh....", tante linda mulai bergerak tak karuan. Ditambah ia bisa merasakan penisku tak lama lagi menyemprot sperma dalam rahimnya.
"Ohhhhh.... ayoo tante sayaanggg..."
"Yuda juga mau buang sperma nihhhh....", kemudian, kami berdua berada di ujung klimaks bersama.
"Aaahhhhhh yudaaaaaa"
"Buang spermanya di memek tante sayang..."
"Tante keluar banyak nihhhhhh..."
"Adduhh..."
"Aaaaaaahhhhhhhhhhhhh...."
"Crruuuuuuuussshhhhhhhhhhh.....crett...crettt..."
"Aaaah ayoo sperma kamu manaaa?????"

Setelah tante linda melepas orgasmenya, aku segera mengeluarkan spermaku. Penis yang tegang sekali perlahan lemas berbarengan dengan keluarnya lelehan sperma.
"Argghhhg iya ini tante sayangg...."
"Iniii sperma yudaaaaa..."
"Yuda crotiin di memek tante....."
"Urrrggggggggghhhh...crottt....crotttt....", robohlah tubuh aku dan tante linda di dalam kamar mandi.

Bersambung...







[/HIDE]
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd