Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Menurut pembaca siapa tokoh yang bakal MATI di episode akhir cerita 'Astaga Bapak' ?

  • Suhardi

    Votes: 92 16,4%
  • Dahlia

    Votes: 24 4,3%
  • Yuda

    Votes: 27 4,8%
  • Bayu

    Votes: 23 4,1%
  • Mang Ujang

    Votes: 394 70,4%

  • Total voters
    560
Status
Please reply by conversation.
Saya punya usul nih buat cerita agan, gmn kalo suhardi tiba2 berubah jd monster terus memakan dahlia dan nia, trus yuda berubah jd ultraman dan membunuh suhardi tapi gak sengaja keinjek di bayu trus mati.


Wkwkwkw... :pandaketawa:


Kabuuuurrrrr.... bikin runyem cerita orang :senam:
Hahaha.... Sipp... Kabur... ;):getok:
 
Terakhir diubah:
[HIDE]Update
*exenya menyusul yaak

"Mass Hariss!!!!"

Dini hari yang bikin tubuh menggigil, buat nia terbangun secara tidak sengaja dalam tidurnya yang seorang diri. Meskipun berselimut, wanita itu merasa kedinginan sambil teringat akan almarhum suaminya yang telah lama berpulang. Ia harus akui sebagai orang tua tunggal bagi bayu, ia tetap butuh kehangatan seorang suami yang bisa melindungi, terutama seperti situasi sekarang ini dimana putra kesayangannya dalam keadaan terancam tanpa ia ketahui keberadaannya. Sebagai seorang ibu, nia cemaskan kondisi bayu. Dia cuma bisa berharap dan berdoa bayu baik-baik saja di sana.

Selagi memikirkan hal itu, nia jadi teringat janji linda yang rencananya bakal memperkenalkan nia dengan bapaknya yuda. Nia amat antusias. Selain harus mempunyai karakter kepemimpinan sebagai kepala keluarga, tanggung jawab, dan mau menerima kekurangannya, nia berharap bapaknya yuda nanti memenuhi syarat lain, yang terbilang nyeleneh, yakni bisa memuaskan keperluan batiniahnya di ranjang. Mengapa demikian, nia tidak ingin kehidupan rumah tangga selanjutnya hancur karena perselingkuhan, urusan kasih sayang dan urusan selangkangan. Lagipula untuk urusan ekonomi, nia merasa tidak perlu khawatir karena posisi kuatnya sekarang yang memiliki penghasilan sendiri. Intinya sang suami nanti harus tetap bekerja sebagai sosok yang mencari nafkah.

Di lain hal, terlepas dari wafatnya sang ayah mertua, kalau boleh dibilang, urusan batiniah nia sebagai seorang wanita semenjak diitinggal suami, banyak dipenuhi oleh bayu, putranya. Bayu tiap malam menyetubuhi nia kapanpun nia meminta selagi bisa. Sayangnya juga, kalau boleh jujur, nia tidak puas dengan pelayanan sang putra. Bagi nia, benar-benar harus ada lelaki yang seumuran dengannya yang hebat untuk urusan kasur, tidak hanya mumpuni sebagai seorang kepala rumah tangga. Lantas, sekilas ia terkagum dengan sosok suhardi yang telah menyelamatkannya dari cengkraman begundal, seperti pak bejo. Lebih dari itu, suhardi memberi kesan tidak hanya nia sebagai wanita yang punya pengalaman pahit dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Suhardi pula sebagai seorang lelaki telah dicampakkan oleh istri dan anaknya, menerima imbas dari perilaku masa lalunya. Harus nia akui, setiap manusia pastilah mempunyai kekurangan masing-masing, tidak ada yang sempurna.

Khusyuk melamun, nia mendadak ingin buang air kecil. Buru-buru ia beranjak turun dari kasur, berjalan keluar kamarnya menuju kamar mandi yang berada di pojok belakang. Setelah dirasa lega melepaskan air seninya, nia kembali ke kamar. Berjalan perlahan, tiba-tiba ia ingin menengok suhardi sedang apa di ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu, nia melihat suhardi tertidur beralaskan tikar, berselimut sarung pinjaman ibu pemilik warung. Tertegun ia melihat perawakan tegap nan kekar suhardi yang seusia dengannya.

Timbul pertanyaan yang membekas dalam benak nia. Apakah suhardi mau jadi suami nia? Apakah bayu mau menerima suhardi sebagai ayahnya? Nia sendiri, sepertinya tak ragu menerima suhardi sebagai seorang suami sekaligus ayah buat bayu. Ia pikir suhardi pria baik, bisa melindungi keluarganya. Nia nyaman pula saat bersama suhardi meskipun untuk sementara ini. Terlebih, suhardi tak sungkan bicara jujur mengenai masa lalunya kepada nia. Sebaliknya nia demikian. Walaupun begitu, tak semudah itu nia mantap menyukai suhardi dan menerimanya sebagai calon suami. Ia yakini perlu ada proses demi proses ke depannya.

Asyik berdiri memperhatikan suhardi yang sedang berbaring pulas, tak sengaja nia menatap ke arah sarung suhardi. Sarung itu tanpa disuruh mendadak
melorot turun karena ada benda terkulai yang pelan-pelan berdiri. Ya, benda itu batang kemaluan suhardi. Ternyata, suhardi ketika tertidur hanya mengenakan sarung, tak memakai celana. Lantas, nia melihat secara mudah dan gamblang, dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana ukuran dan bentuk penis suhardi yang sedang berdiri tegak tak terkurung.

"Ohhhh....", terkesima nia memandangi, seakan ia ingin penis suhardi memasuki vaginanya yang lama tak disentuh penis dengan ukuran sedemikian rupa. Akan tetapi, nia tak mau larut melihat hal itu. Ia sadar diri dan berpaling muka, segera masuk ke kamar sembari berjalan tergesa-gesa. Tiba di dalam kamarnya dengan nafas terengah-engah, nia langsung rebah saja di kasur. Ia memilih melanjutkan tidur. Nia khawatir memikirkan hal yang baru dilihatnya hanya akan menyebabkan nia berpikiran yang tidak-tidak.

"Mas suhar... mau gak mas jadi suami nia mass...ohh.", lirih nia, sambil memejamkan mata, membayangkan kemaluan suhardi dalam tidurnya.

..................​

"Mbak nia!! tolong cepetan!!"

"Iyaa sabar, mas....!!"

Dengan rambut klimis dan tersisir rapi, pada pagi hari suhardi sudah tampil necis mengenakan kaos oblong berwarna hitam dengan celana pendek bewarna biru gelap. Pakaian ala kadarnya tersebut merupakan dalamannya saat mengenakan kemeja dan celana panjang bahan kemarin hari. Akan menelusuri beberapa wilayah Garut pagi ini, suhardi tak mau berpenampilan terlalu normatif. Ia memilih berpakaian santai dengan alas kaki berupa sandal jepit yang baru dibelinya di warung. Kini, suhardi sedang duduk di ruang tamu rumah yang ditumpanginya semalaman. Ia tengah menanti nia yang belum juga keluar dari kamar. Penasaran, suhardi mencoba mengecek.

Alangkah terkejutnya suhardi yang mendapatkan celah intip di pintu kamar nia yang kebetulan tidak tertutup secara sempurna. Ia lihat wanita yang diselamatkannya kemarin sedang mengenakan bra. Ditambah, suhardi melihat penampakan tubuh polos nia yang tidak tertutupi sama sekali oleh sehelai benangpub.

"Sudah kuduga, besar ukuran payudara miliknya...."
"Oughh aku benar-benar ingin memilikimu, niaa..."
"Kamu pantas menggantikan dahlia, aku ingin kamu menjadi istriku......", tak kuasa suhardi menahan gairahnya. Batang kemaluan yang terkulai pun menonjol dari balik celana karena tegang nan berdiri mengeras. Tak heran suhardi, mengapa itu terjadi padanya. Sebab, ia lama tak berhubungan suami istri. Namun, bukan berarti ia hendak memperkosa nia sekarang. Ia tengah berusaha menahan syahwatnya, semata-mata tak mau dosa yang ia perbuat di waktu yang lalu terulang kembali. Oleh karena itu, suhardi buru-buru saja berjalan keluar rumah, melupakan sejenak apa yang baru dilihat.

Beberapa saat kemudian, tak lama suhardi menunggu, nia keluar menghampiri. "Jadinya, tujuan kita sekarang kemana mas?"
Maka, takjub untuk kesekian kalinya suhardi memperhatikan nia, bak bidadari turun dari khayangan. Ia pandangi nia yang memakai kaos yang warnanya sama dengan warna pakaiannya. Perbedaannya tak lain adalah di balik kaos nia terdapat gunung kembar yang sepertinya sengaja dipamerkan kepada suhardi. Kaos yang ngepas di tubuh nia, memperjelas bagaimana bentuk lekak-lekuk tubuh wanita itu. Lagipula kaos tersebut merupakan pemberian ibu pemilik warung.

"Kita coba keliling dulu mbak...", ucap suhardi menelan ludah, tak kuat memandangi buah dada nia yang seakan menantangnya.

"Ohhh gitu, yaudah..."
"Saya ikut mas ajaa, bagaimana baiknya..."
"Mudah-mudahan aja ketemu mas anak saya hari ini..."

"....."
"Adduhh kompak bener nih....", canda ibu pemilik warung yang tiba-tiba muncul, melihat penampilan serasi nia dengan suhardi yang dianggapnya pasangan suami istri.

"Iyaa nih buu...", senyum menipu nia menanggapi ucapan ibu pemilik warung.

"Jadinya kalian mau pamit nih sekarang?"

"Iya bu, kita mau lanjutin nyari anak kita lagi....", jawab suhardi ramah.

"Mau nyari kemana lagi memangnya?"
"Apa gak sebaiknya lapor polisi saja?", tanya si ibu kepengen tahu.

"Kita coba usahakan cari dulu bu, kita mau cari ketempat gurunya. Soalnya baru aja kita dapat info, ada salah seorang guru yang katanya rumahnya di Garut..."

"Emmmm begitu...."

"Yaudah deh bu, kita buru pamit dulu nih..."
"Sekali lagi terima kasih udah mau kasih kami tumpangan di sini..."

"Iya gapapa..."
"Kalian berdua hati-hati yaaa..."
"Akur-akur sebagai suami istri..."
"Semoga anak kalian juga lekas ketemu..."
"Jadinya, kapan-kapan kalian bisa balik ke sini bareng anak kalian..."

"Iya bu...terima kasih...", nia ikut berhatur terima kasih seperti halnya suhardi.

Setelah berpamitan, nia dan suhardi berjalan meninggalkan rumah yang diizinkan si ibu pemilik warung untuk disinggahi. Keduanya kini perlahan menuju sebuah jalan raya dimana dilewati mobil angkutan pedesaan, karena memang suhardi dan nia tak berniat sama sekali jalan kaki lagi seperti halnya kabur dari villa pak arso. Di pinggiran jalan sempat menunggu sebentar, suhardi dan nia lekas menaikki angkutan pedesaan tersebut ketika melintas di depan mereka, guna kembali mencari bayu. Dalam perjalanan mereka berdua layaknya seorang pasangan suami istri, nia merasa berhutang budi pada suhardi, karena suhardi telah rela mengeluarkan banyak uang pribadinya. Apalagi setelah dompet dan telepon genggam nia hilang. Tak lupa nia berjanji untuk menggantinya. Namun, suhardi amat tak menginginkan hal itu.

"Nanti saya ganti ya mass uangnya..."
"Maaf jadi ngerepotin..."

"Udah gak usah..."
"Untuk bantu orang mah gak ada nilai gantinya. Yang penting ikhlas...", ucap suhardi memaklumi, tetapi sebetulnya ia menginginkan diganti dengan nia mau menjadi istrinya.

..................​

Di dekat sebuah pasar, di bawah panas terik matahari, suhardi sedang berdiri berhadap-hadapan dengan nia. Mereka berdua sudah berkeliling kesana kemari mengitari berbagai tempat, mencari tahu keberadaan bayu. Nihil hasilnya. Bagaimanapun mereka tidak ada niatan sama sekali kembali ke villa pak arso karena bisa saja jebakan telah menanti mereka di sana. Sebab lelah dan letih, frustasi juga mulai merasuki pikiran nia. Ia mulai ragu putranya kan bisa ditemukan.

"Aduuuhhh, musti kemana lagi nih mas kita cari bayu?"
"Kayaknya kita memang musti lapor polisi", tanya nia yang kelelahan, masih mencemaskan keberadaan sang anak, sembari mengusap keringat di dahi. Dari raut wajahnya Ia mulai sedikit putus asa, pegal hati.

"Hmmmmm, jangan dulu menurut saya..."
"Justru malah ngebahayain bayu jatuhnya nanti.."
"Sayanya sebenernya juga udah bingung, semua tempat udah kita datangi...",,,
"Tetapi,..mbak nia tenang aja ya..."
"Saya masih yakin kok bayu bakal baik-baik aja..."

"Ck, baik-baik aja gimana sih mas?!! Mas dari kemarin ngomongnya begituuuu terus...!!"
"Dari kemarin sampai siang ini kita itu belum nemuin bayu, mas?!!"
"Huh, kalau tahu gini saya mendingan tetap disekap sama bapak-bapak sialan itu...."

"Mbak nia mau balik lagi?!!"
"Yaudah silahkan...!!! Gak ada yang larang!!", gerutu suhardi yang telah banyak berkorban. Ia sangat kecewa dengan yang nia katakan.

"....."
"Maaf mas, saya gak bermaksud begitu..."
"saya itu cuma pusing harus cari kemana lagi anak sayaa....."
"Saya takut dia kenapa-kenapa, mass...."...

"Hmm..."
"Iya mbak nia, saya ngerti...."
"Saya ngerti kok bagaimana perasaan mbak nia sekarang..."
"Tapi, bukan berarti kitanya jadi gak sabaran begitu..."
"....."
"Dihadapan mbak nia nih, Saya berani jamin kok kalau anak mbak bakal baik-baik aja..."

"Emmm...kenapa mas suhar bisa yakin banget???"

"Terserah mbak mau nanggepinnya bagaimana..."
"di otak saya itu gak ada yang namanya kata pesimis selagi usaha keras kita itu belum menampakkan hasil yang jelas..."
"Sekarang anak mbak bagaimana-bagaimananya saja kita belum tahu, masa kita udah cemas duluan..."
"Saya optimis kok mbak, anak mbak nia bakal ketemu...", sungguh-sungguh suhardi meyakinkan nia karena ia tahu betul watak pak arso yang tak menyerah sebelum keinginannya terkabul. Jadi, bayu tak akan diapa-apakan oleh mantan atasan suhardi tersebut sebelum berhasil mendapatkan nia kembali.

"Hhmmm gitu yaa mass....."..
"Tapi......"

"Tapi apa lagi sih??!!"
"Sekarang terserah mbak aja maunya bagaimana..."
"Intinya saya gak mau ikut campur kalau sampai kejadian seperti kemarin terjadi lagi...."

"Iya deh mas, iyaa,.. saya nurut aja kata mas suhar bagaimana baiknya..", nia berusaha mengiyakan apa yang suhardi katakan. Dia coba menenangkan dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa bayu pasti ketemu.

Membiarkan nia diam merenung sejenak, suhardi yang mulai lapar berencana mengajak nia mengisi perut yang kosong di sebuah warung makan.
"....."
"Yaudah mbak nia,.. kita makan siang dulu yuk..."
"Baru kita pikirin lagi setelah itu bagaimana..."

"Aduh mas, saya jadi gak enak nih..."
"Kemana-mana mas suhar udah gunain banyak uangnya demi saya yang ngerepotin banget..."

"Gapapa mbak...."
"Yaudah, yuk....", ajak suhardi.

Tak kunjung menemukan bayu, suhardi mengajak nia makan di sebuah warung makan pinggir jalan yang sifatnya murah meriah. Nia memilih makan nasi dengan lauk telur beserta tempe goreng, sedangkan suhardi dengan lauk ikan goreng beserta sambal. Sambil menikmati makan siang obrolan di antara keduanya kembali terjadi. Tidak hanya membicarakan bagaimana kelanjutan mencari bayu, tetapi juga mengenai makanan.
"Enak yaa mas makanannya..."

"Ya jelas enak, dibeliin...", canda suhardi yang menghabiskan makan siangnya lebih dulu.

"Ohhh jadi mas gak ikhlas nih bayarinnya..."

"Ikhlas dong, saya cuma bercanda..."
"Hehe..."

"Beneran juga gapapa kok mas....",! tersenyum nia meladeni candaan suhardi.

"......"
"Jangan-jangan mbak nia bilang enak karena di rumahnya gak bisa masak..."
"Hehe...."

"Ihh siapa bilang...."
"Aku bisa masak loh mas..."
"Masak ayam goreng, sayur lodeh, sayur sup..."
"Apa perlu bukti??", nia tidak terima disebut tidak mahir urusan dapur.

"Iya saya percaya kok..."
"Saya kan cuma nebak aja..."
"Mbak nia serius banget nanggepinnya", suhardi tersenyum memandangi wajah nia. Dalam benak suhardi, terus terpendam ia ingin mempersunting wanita itu. Terlebih kedua matanya terus menyorot tajam ke arah buah dada nia yang bikin suhardi terus-terusan menenggak ludah.

"Sekali lagi terima kasih ya mas..."
"Saya betul-betul gak enak nih...", sejujurnya nia tak bisa berkomentar apapun atas perilaku baik suhardi padanya. Terlebih, ia merasa benar-benar nyaman di sisi suhardi, kadang marah kadang tersenyum. Nia pun mulai berpikir merayap kemana-mana. Ia bertanya pada dirinya sendiri sekali lagi, apakah suhardi calon pengganti sang suami yang dikirim Tuhan? Sepertinya nia benar-benar mulai kesengsem dengan suhardi.
"Mas suhar kerja apa sekarang?"
"Gapapa nih waktunya kepake buat bantuin nyari anak saya?", tanya nia malu-malu.

"Saya ini cuma karyawan swasta...."
"Mbak gak usah terlalu mikirin untuk urusan itu..."
"..."
"Mbak nia,.....ada baiknya sepertinya mbak nia pulang ke jakarta saja..."
"Soalnya Saya khawatir kalau mbak nia terus ikut saya malah jatuhnya ngebahayain diri mbak sendiri..."
"Sedangkan untuk masalah anak mbak,.. tolongkan percayakan ke saya..."

"Gak mau mas, saya bakal tetep cari anak saya..."
"Saya ikut mas terus..."

"Hmmmmm...."
"Yasudah begini saja..."
"Kita pulang ke Jakarta sama-sama...", belum selesai suhardi bicara, nia lekas memotong.

"Kita pulang ke jakarta?!! Terus anak saya bagaimana??!!"
"Mas suhar udah nyerah?!!"

"Bukannya nyerah..."
"Menurut saya, kelamaan disini saya yakin kita gak bakalan juga dapat kepastian soal anak mbak..."
"Nah..."
"Kalo di jakarta, saya banyak kenalan yang nantinya bisa cari tahu info dari pak arso..."
"Siapa tahu dari situ saya dapat info mengenai keberadaan anak mbak..."
"Bagaimana?"

"Emmmm....."
"Yaudah, saya ngikut bagaimana baiknya aja.."
"Lagipula saya gak enak sama mas, udah banyak ngeluarin duit..."
"Tapi mas janji yaaa, anak saya bakal ketemu..."

"Iyaa..."

Di warung tempat makan siang, nia dan suhardi akhirnya bersepakat untuk kembali ke Jakarta. Keduanya bukan menyerah dalam usaha pencarian putra nia, melainkan suhardi berencana untuk menemui pak arso langsung. Sebab, kalau kondisinya seperti ini, mereka tidak akan pernah mendapatkan kepastian. Apalagi kondisi keuangan suhardi mulai menipis. Sisanya diperkirakan hanya bisa ia gunakan untuk tiket bus kepulangan ke Jakarta antara dirinya bersama nia. Lebih dari itu, habis sudah uang suhardi.
Selesai mengobrol di warung makan pinggir jalan, suhardi membayarkan makan siang dirinya dan nia. Lantas, sesuai dengan apa yang mereka berdua telah sepakati, suhardi dan nia bergegas menuju ke sebuah terminal bus antar kota. Di sana, lagi dan lagi suhardi kan mengeluarkan uang terakhir yang ia punya. Nia yang sadar akan hal itu tentu tak bisa ikhlas begitu saja.

######​

"Kkkrrruyuukkkkkk......."

Matahari begitu cerah pagi ini. Bilik-bilik rumah di setiap permukiman turut tersinari, hingga para penghuninya begitu antusias untuk beranjak beraktivitas. Di rumah Bu sarni tepatnya, tampak wanita yang usianya tak muda itu sedang bersiap-siap keluar rumah. Dari cara berpakaian, dia hendak pergi ke pasar untuk belanja sarapan dan makanan mentah, karena dia masih harus memberi makan mang ujang dan dahlia baik pagi hingga malam. Tentu, semua demi kebaikan situasi rumahnya yang lambat-laun mulai membaik. Tak ada lagi gangguan serius yang telah mengecutkan nyalinya sejak mang ujang berada di rumah.

Cuma bu sarni agak heran. Mengapa mang ujang yang coba bersembunyi dari dahlia tetapi begitu mempedulikan sekali keponakannya tersebut, statusnya seakan lebih dari seorang paman. Uniknya lagi, tak hanya memberi makan, baru saja mang ujang minta bu sarni agar dahlia diberi minum susu setiap pagi. Entahlah apa maksudnya. Ia hanya menurut saja, semata-mata urusan yang jadi tuntutan bu sarni, tetap beres. Di lain hal, mang ujang kerap kepengen tahu apa yang bu sarni bicarakan dengan dahlia. Kalau-kalau bu sarni mampir ke kontrakkan dahlia, sepulangnya pasti dicegat dan ditanya mang ujang apa yang diobrolkan bu sarni dengan dahlia.

"Hmmm, jadi dahlia teh mau kerja jadi tukang cuci?

"Iya pak, dia yang minta kerjaan sama saya.."
"Ya,, sayanya cuma bisa kasih usul itu...."
"Lumayanlah buat nambah penghasilan dia..."
"Kan bapak tahu sendiri dia lagi ada masalah sama suaminya..."

"Iya, iya saya tahu..."
"......"
"Hehe..."

"???? Loh Bapak kenapa ketawa??", bu sarni bingung.

"Iya, saya lucu aja"
"dahlia teh seharusnya cari laki lagi.."
"Yang bisa nafkahi dia lahir batin..."
"Bukannya malah kerja begini..."

"Ooh begitu yaa pak..."
"Yaudah pak, saya pamit dulu mau ke pasar nih..."
"Sekalian, mau data siapa aja warga yang pakaiannya mau dicuciin.."

"Silahkan bu, silahkan..."

Dalam batin mang ujang apa yang dia rencanakan makin mendekati maunya. Apalagi setelah mendengar kabar dari bu sarni kalau dahlia bakal bekerja sebagai tukang cuci pakaian warga sekitar, Girang hati mang ujang. Kini, dia tidak bisa berdiam diri lagi. Ada suatu hal yang ingin dia lakukan untuk mempercepat keinginannya. Tidak hanya untuk dia secara pribadi, tetapi juga suara misterius yang kerap terdengar di telinganya, yakni penunggu rumah bu sarni. Rumah bu sarni yang bisa pulih kembali tentu tidak dengan sendirinya. Perlu ada yang mang ujang lakukan untuk suara misterius itu, tumbal. Jadi, bukan sekedar kembang tujuh rupa ataupun kopi pahit yang selalu disediakan mang ujang di kamarnya, kamar dimana penunggu rumah itu terbunuh, tetapi juga tumbal nyawa seorang manusia.

Di lain hal, mang ujang jadi teringat janjinya pada seorang anak muda bernama yuda. Bibirnya pernah berkata kepada anak itu bahwa ia akan membantu secara cuma-cuma, namun hati mang ujang nyatanya berkata lain. Tak beberapa lama, setelah ditinggal bu sarni sendirian, mang ujang yang duduk di ruang tamu menerawang sesuatu.

"Anak muda itu teh tak usah pusing, hidupnya sekarang memang rumit. Tapi, tidak sesusah di kemudian hari..."
"Hehe..."
"Tapi,..dari semua kebahagiaannya nanti itu, aku akan coba mengambil sedikit kebahagiaan darinya..."
"Dianya juga tidak akan terlalu peduli karena sudah tertutupi oleh kebahagiaan yang lain...", sambil duduk santai dan bersandar, mang ujang membaca hasil terawangannya, entah benar atau tidak.
Selanjutnya mang ujang bergegas berdiri, berjalan masuk ke kamarnya. Dia kan melakukan sebuah ritual yang baru saja direncanakan.

Sementara mang ujang berada di dalam kamarnya, dahlia tengah membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Sesuai dengan janji, dahlia akan memulai pekerjaan barunya hari ini sebagai tukang cuci. Tugasnya sekedar mencuci, menjemur, dan menyetrika. Dahlia anggap ringan karena ia berkeyakinan sebagai permulaan tidak bakal banyak cucian yang akan dia kerjakan. Sebetulnya dahlia tidak mau melakukan hal ini. Realita hidup yang mendesaknya demikian. Kalau tidak ia lakukan, dia mau bergantung dengan siapa?

Anehnya berada di dalam kamar mandi, dahlia lama sekali. Padahal, ia harus berjaga-jaga siapa tahu ada cucian datang. Dahlia bukan lupa dengan janjinya, tetapi ia sedang bermasturbasi, merasakan kenikmatan seksual seorang diri. Jika kebanyakan yang melakukan demi kepuasan dan kenikmatan semata, tidak dengan dahlia. Dia terkesan melakukannya seperti sedang sangat kesal dengan seseorang.

"Aaaahhhh iniii semuaaa gara-gara mang ujangg..."
"Aaaduhhh, aaahhh......."
"Iyaaaa itu mangggg....."
"Di situu......"
"Teruss, kenaiiinn, terussssss...."
"Aaaaaaaahhhh....."

Semalam, lagi-lagi dahlia bermimpi disebadani oleh mang ujang. Memang tidak sungguhan. Tidak pula ia temukan hal janggal seperti kemarin-kemarin, baik liur di payudaranya atau bercak sperma di sprei. Ini benar-benar bunga tidur. Menurut dahlia, barangkali ini imbas intensitas dia sering ditiduri lelaki. Ketika masih bersama suhardi atau pak usman, begitu sering dahlia melayani keduanya di ranjang. Tidak kenal waktu, tidak kenal hari kecuali dahlia dalam keadaan halangan. Sekarang efeknya begitu terasa saat ia tidak bersama suhardi ataupun pak usman. Malahan, ia memimpikan mang ujang yang beberapa waktu yang lalu sudah menidurinya walaupun penuh paksaan.

Kalau sudah dalam kondisi seperti ini, dahlia harus was was. Ia tidak mau sampai mang ujang jadi pelampiasannya saat kesepian. Terlebih, dahlia masih kepikiran dengan benih mang ujang yang sudah tertanam di rahimnya. Harapannya juga, benih mang ujang gagal membuahi sel telur milik dahlia. Lagipula belum ada tanda-tanda dahlia kan hamil, meskipun mang ujang berhasil menyemprotkan spermanya di ladang subur milik dahlia.

"Tok, tok, tok,....."
"Mbak dahlia....!! Mbak!! Mbak dahlia!!...", bu sarni teriak berulang memanggil-manggil nama dahlia di depan pintu kontrakkannya. Dahlia yang mendengar suara bu sarni lekas mempercepat mandinya. Sedangkan masturbasi yang sudah lama ia lakukan, telah gagal memuaskan. Tergesa-gesa dahlia menyabuni tubuhnya, diikuti pula oleh guyuran air yang melimpah. Usai kewajibannya selesai, lekas dahlia handukan. Ia tidak mau mengecewakan bu sarni yang sudah berjasa baik padanya. Dengan handuk mengemas tubuh, dahlia berjalan tergopoh-gopoh ke arah pintu kontrakkan. Ia berusaha keringkan sedikit rambutnya dengan sebuah handuk berwarna putih sembari melangkah. Baru setelah itu ia bukakan pintu untuk bu sarni.

"Ehh ibu....."
"Maaf bu, lama. Saya lagi mandi.....",
"Ayo bu duduk dulu....", sambut dahlia yang merasa tak enak karena lama membukakan pintu.

"Ohh lagi mandi..."
"Gak usah.., saya juga lagi pengen buru-buru ke pasar..."
"Kedatangan saya ke sini mbak, cuma mau ngasih daftar alamat yang nanti mbak dahlia musti ambil cuciannya..."
"Ini......", bu sarni menyerahkan secarik kertas berukuran kecil.

"Ohhh iyaaa bu..."
"Nanti habis mandi dehnmau langsung saya datengin satu per satu..."

"Iyaa....."
"Yasudah mbak, saya pergi dulu ya, soalnya mau ke pasar nih...."

"Ohh iyaa, silahkan bu, silahkan..."

Setelah melihat bu sarni menjauh dari kontrakkan, dahlia menutup dan mengunci pintu. Antusias ia memulai pekerjaan barunya. Oleh karena itu, dahlia segera masuk ke kamar dan kenakan pakaian yang terkesan sopan. Ia berharap daftar alamat yang diberikan bu sarni masih bisa bertambah. Dengan demikian penghasilannya juga kian bertambah walaupun ia belum mengira bagaimana capenya nanti. "Semoga aja aku bisa cepet kaya dengan jadi tukang cuci ini..."
"Ah, masa iya jadi tukang cuci bisa kaya raya.....", dahlia berniat menabungkan hasil jerih payahnya.

Ternyata, bukan hanya dahlia yang sedang bersemangat menantikan sesuatu yang diinginkan. Mang ujang yang sedang duduk bersila di kamarnya, depan sebuah tungku kecil dengan kepulan asap di atas arang yang terbakar, senyum terkekeh tak jelas apa maksudnya.
"Hehe...."
"Enak teh ternyata jadi orang sakti.."
".....", tak lama ia menyebut nama dahlia.
"Mbak dahlia sayang.., hehe...."
"Di kamar ini nanti, akan tiba saatnya kamu kan melayani nafsu mamang yang sudah menjadi-jadi..."
"Mamang yakin teh setelah persetubuhan di kamar ini perutmu segera melendung anak kita berdua..."
"Tenang saja atuh mbak dahlia,.. mamang kan menafkahi dirimu lahir dan batin mbak...."
Tiba-tiba mang ujang menepuk daerah selangkangannya.
"Untukmu tolee.."
"siap-siap kamu kawini betina kesukaanmu ini,. hehe....", perlahan-lahan penis mang ujang berdiri tegak dari balik sarungnya.

..................​

"Maaf yaa mbak, kayaknya gak jadi saya..."

"Ohh gitu, yaudah gapapa..."

"Sekali lagi maaf mbak, tolong bilang bu sarni....", ucap salah seorang wanita yang rumahnya di datangi oleh dahlia.

Dengan raut wajah murung dahlia meninggalkan sebuah rumah sederhana yang terkesan elok untuk dilihat. Harapan besar dahlia terhadap pekerjaan barunya, anjlok. Alamat yang diserahkan bu sarni untuk disambangi dahlia, tak semuanya mau menggunakan jasa dahlia sebagai tukang cuci. Alasannya beragam. Mulai dari berubah pikiran mendadak, hingga takut suaminya kan tergoda oleh pesona kecantikan dan kemolekan tubuh dahlia sebagai seorang wanita. Bahkan, ada pelanggan lelaki yang menggoda nakal dahlia, dikiranya dahlia mempunyai jasa 'plus-plus' selain mencuci. Akan tetapi, dahlia tidak begitu serius menanggapi pelecehan tersebut. Ia hanya kecewa dengan jumlah pemakai jasanya yang ternyata jauh dari harapan. Meskipun tetap ada yang menitipkan cucian pada dahlia, tetapi jumlahnya menurun drastis dari data yang diserahkan bu sarni.

Tegar dahlia menerima kenyataan bahwa kemandirian itu tak semudah yang ia bayangkan. Ketergantungan dia pada lelaki selama ini bisa ia rasakan sekarang. Betapa berat ia mencari penghasilan untuk bertahan hidup. Sambil menelusuri jalan raya dengan memikul plastik berukuran besar, berisi pakaian kotor, dahlia mulai berpikir ulang mengenai nasibnya. Apa betul ia bisa hidup sebagai seorang tukang cuci. Bagaimana mau hidup kaya raya kalau begini adanya? Sambil melamun, merenungi kehidupan yang dijalani, tak sadar dahlia dikuntit mobil sedan mewah. Pelan-pelan membuntuti dari belakang, dahlia baru sadar ketika si pemilik mobil menyapanya.

"Dahlia?! Dahlia?!!"
"Masih ingat saya?!!, seraya mengendalikan mobilnya, dengan jendela terbuka, si pemilik mencoba mengajak dahlia bicara. Dahlia sempat melirik sebentar. Namun, ia memilih meneruskan langkah kakinya karena ia tahu orang yang menyebut-nyebut namanya itu adalah lelaki bajingan dari masa lalu dahlia. Lelaki yang kini rambut mulai menipis serta beruban. Keriputnya sedikit pula bermunculan. Dia adalah pak arso.

Pak arso yang mengetahui dirinya dicuekki oleh dahlia, berusaha berbicara sebisa mungkin. Yang jelas baginya dahlia mendengarkan apa yang ia katakan.
"kasihan sekali nasibmu sekarang, dahlia ...."
"Kamu sampai harus banting tulang seperti ini..."
"Sementara suamimu di luar sana malah berkeliaran dengan wanita lain..."
"Dahlia?!! Hey!! Kamu tahu suamimu sudah bersama wanita lain??!!
Dahlia masa bodoh dengan yang pak arso ucapkan. Lagipula kebersamaan suhardi dengan wanita lain itu sudah diketahuinya dari sinyal pertanyaan yuda, bahwa suhardi kan menikah lagi.

Diabaikan oleh dahlia, pak arso mulai jengkel. Ia memotong langkah dahlia dengan memberhentikan mobil sedannya tepat di depan wanita itu. Tak lama ia keluar dari mobil, mendekati dahlia yang sebetulnya tak mau berbicara satu patah kata pun.
"Hmmm.."
"Makin seksi saja kamu sayang...", goda pak arso sembari mencolek lengan dahlia.

Mendapat perlakuan kurang ajar, dahlia lekas marah.
"Ada apa lagi pak nemuin saya?!! Hah?!!"
"Belum cukup yang dulu-dulu itu?!!"

"Owww, jangan marah dong sayang...."
"Makin suka aku, kalo dirimu marah.."
"Hehe...",..

"Ck, Jadi bapak maunya apa sekarang??!!"
"Saya harus segera pergi!!!"
"Awasss!!", dahlia ingin melewati pak arso, tetapi pak arso tak membiarkan dahlia melintasinya begitu saja.
"Sebentar...., sebentar sayang...."
"Sudah tahu aku sedang rindu padamu.."
"Jadi begini,......."
"Dengar, dengar kamu mau berpisah ya dengan suhardi??

"Hmm..Apa urusan bapak untuk tahu tentang itu?!"

"Yang jelas urusanku 'lah..."
"Sebab, aku berminat menikahimu, sayang...", jari tangan pak arso menyentuh pipi dahlia.
"Bagaimana?? Kamu mau??"
"Daripada kamu hidup susah begini...."
"....", pak arso kemudian membisikkan sesuatu di telinga dahlia,..
"Aku juga masih sanggup buat kamu orgasme berkali-kali seperti dulu itu..."

"Plllllakkkkkkkk!!!!!", dahlia menggampar keras pipi pak arso. Ia tak terima dengan pelecehan macam itu. "Jangan ngimpi yaa pakk!!! Jangan ngimpiii!!!"
"Saya tidak bakal mau menikahi lelaki begundal seperti bapak!!
"Awassss!!!!", berbeda dengan sebelumnya, pak arso tak mencegat dahlia sedikitpun. Justru ia meneriakki sesuatu ketika dahlia menjauh darinya.
"Kamu pikirkan lagi baik-baik dahliaaa!!!"
"Apa kamu mau bertahan hidup seperti ini terusss!!!!"

Pikiran dahlia lantas kacau. Peristiwa hari ini membuatnya malas bekerja. Terlebih, setelah bertemu pak arso. Rasa-rasanya ia ingin membunuh lelaki itu. Masih segar dalam ingatan dahlia ketika pak arso dengan salah seorang kawannya, pak darmo, menjejalkan batang penis mereka di dalam vagina dan lubang anal milik dahlia.

"Aaahhhhhh hentikaaan!!! Cukuppp!!"

"Arsooo, kita sodok barengg sooo...."

"Urghhh iyaa,..urghhh, istri suhardi ini benar-benar menyukai penis kitaa.."
Dahlia yang ketika itu di kamarnya hanya bisa mendesah, tanpa ampun berlomba-lomba penis pak arso dan pak darmo menggembosi dua lubang kepunyaam dahlia. Sampai-sampai keduanya pun akhirnya berhasil menumpahkan sperma di sana.

Mengingat hal itu, ditambah ingat sekali dahlia ketika wajah beserta senyum pak arso mengejeknya saat berhasil menindih tubuh dahlia pertama kali, "ourgghhhh dahliaaa, suka kamu sayang sama penisku, sukaa sayang??!!heh?!!!"
"Hehe..."
Timbul niat balas dendam yang belum tuntas, bangun dari kubur masa lalu. Dahulu, dahlia sudah berkeinginan balas dendam, tetapi ia undurkan keinginannya itu mengingat suhardi masih berstatus bawahan pak arso. Kondisi yang sudah berbeda sekarang. Apalagi pak arso kembali muncul dalam hidup dahlia. Parahnya, ia belum juga banyak berubah. Otak mesum dan cabul lelaki itu masih utuh terjaga.

Di lain hal, ada sedikit dilema dalam batin dahlia. Dia gamang bahwa ada benarnya juga kalau ia menjadi istri pak arso hidupnya kan nyaman. Kebutuhan batin dan jasmaninya sebagai wanita kan terpenuhi, tidak terbebani seperti akhir-akhir ini. Dahlia juga bukan perawan. Ia sudah pernah dimasuki pak arso. Akan tetapi, dahlia tak sudi karena ia tahu pak arso doyan perempuan. Tak ada kata setia dalam kamusnya, kecuali selingkuh dan merebut istri orang.

######​

"Tubuhmu benar-benar menggairahkan..."
"Aku yakin kamu bakal mampu melayaniku andai kita berdua menikah.. .."
"Buah dadamu itu juga, ourghh...", duduk bersebelahan dalam bus menuju Jakarta, suhardi asyik memperhatikan tiap jengkal tubuh nia, karena kebetulan wanita itu sedang tertidur bersandar di kursi yang menopang tulang belakangnya.

Wanita yang dahulu hanya suhardi lihat sekilas, kini bisa lama-lama dipandangi. Tak puas, suhardi berniat ingin menikahinya. Bukan hanya keinginan mulia mengarungi bahtera rumah tangga bersama ataupun mengusir kesepian saat malam, suhardi butuh sosok wanita yang bisa mengurusinya lagi sebagai kepala rumah tangga. Selebihnya, nia sudah jadi sosok istri yang ideal bagi suhardi. Tidak hanya kemolekan tubuh dan cantik semata, nia juga bekerja. Maka, suhardi tak lagi harus susah payah mencari rezeki demi menutup kekurangan seperti halnya dulu bersama dahlia. Di lain hal, suhardi pun rela dan siap menerima kekurangan nia baik masa lalu, ataupun kedua anaknya.

Di lain hal, menurut suhardi, menemukan putra nia, bayu, adalah jalan satu-satunya yang membuka peluang untuk meluluhkan hati nia agar mau diajak menikah. Sayangnya, itu tak akan mudah. Suhardi harus berhadapan dengan pak arso, mantan bosnya, yang dikenal licik dan jahat. Oleh karena itu, ia berpikir hati-hati dengan cara kasar atau halus menundukkan pak arso. Bagaimanapun, suhardi betul-betul siap dan akan lalui hal tersebut. Siapa tahu tak hanya nia yang berhasil ia rebut hatinya, tetapi juga bayu, calon anak tirinya. Terlepas dari itu semua, ada satu faktor lagi. Yang suhardi kira sangat berat, namun ia percaya diri hal itu tak akan menghalangi niat sucinya memiliki nia.

"Udah mau sampe ya mas....?", nia terbangun, membuka kedua kelopak matanya secara bersamaan.

"Iya....."
"siap-siap, mbak..."

"Iya mas....", nia dan suhardi bergegas turun.

Melihat matahari sore, nia yang baru bangun dari tidurnya bertanya-tanya. Apakah ini akhir dari perjumpaan dia dengan suhardi? Ia yakini tidak karena suhardi masih akan terus berusaha membantunya mencari bayu. Dalam benak nia, andai suhardi berhasil menemukan bayu, Ia rasa kan mantap dirinya menanyakan kepada suhardi apakah ia mau menikah dengan nia. Nia pun juga percaya diri suhardi tak bakal menolak jika melihat penampilan yang selalu mengundang birahi kaum adam. Lagipula, nia juga kesengsem dengan suhardi. Tak hanya baik hati, seingat nia, suhardi memiliki ukuran batang kemaluan yang ia harap bisa memuaskan birahi kewanitaannya.

"Mas suharr.....", nia menatap ke arah selangkangan suhardi. Ia kira suhardi tengah terangsang.

Pada akhirnya setelah pertemuan di Garut, perpisahan antara suhardi dan nia sudah di ambang mata, karena Bus yang ditumpangi oleh keduanya tak lama lagi menyudahi perjalanan di Jakarta. Tampak, bus besar itu sudah memasuki terminal akhir penurunan penumpang. Lantas, Nia dan suhardi yang tak membawa bekal apa-apa semenjak awal keberangkatan, segera mengambil ancang-ancang untuk turun. Akan tetapi, walaupun jumlah penumpang bus tak banyak, nia yang berjalan lebih dulu di depan suhardi, tertahan berdiri sebentar di depan pintu bus. Sebab, bus dalam keadaan belum benar-benar berhenti. Selama menunggu, nia menengok kiri-kanan keadaan di luar bus. Secara tak sadar tiba-tiba tubuh bagian belakang dirinya bersentuhan dengan tubuh bagian depan suhardi karena posisi keduanya sama-sama sedang berdiri. Ditambah, tak bisa dipungkiri, bokong bulat nia pula bersentuhan dengan bagian selangkangan suhardi.

Nia yang mulanya tak merasakan apa-apa, perlahan-lahan mendapatkan sesuatu yang sifatnya menonjol, bergesekan dengan belahan bokongnya.

"Aah mass..."
"Jangan digituinn, mendingan kita nikah..."
"Kamu boleh masukkin akum...." walau pura-pura tidak tahu, batin nia tak sanggup digoda suhardi.

"Ohhh, aku ingin kamu jadi istriku, nia...", suhardi tetap menjaga jarak sambil menikmati momen keberuntungan tersebut.

Tak beberapa lama, bus yang mereka tumpangi semenjak dari Garut berhenti, terpaksalah nia dan suhardi mengakhiri momen yang sifatnya menggenakkan bagi mereka berdua sebagai seorang janda dan calon duda yang kerap kesepian di waktu malam. Sambil berpegangan pada pintu bus, Nia kemudian menginjakkan tapak kakinya lebih dulu di sebuah terminal penurunan, diikuti pula suhardi di belakangnya. Sampai di terminal tersebut, mereka saling berbicara, memperjelas urusan yang dirasa masih menggantung sebelum memutuskan untuk berpisah.

"Mas, jadinya bagaimana?"

"Iya begitu..."
"Saya bakal usahain bantuin lewat teman saya..."
"Kalau ada kabar baik..."
"Saya kasih tahu ke mbak..."

"Kasih tahunya gimana?"
"Lagian beli hape kek mas..."
"Hari gini gak punya hape...", sindir nia yang tahu suhardi gagap teknologi.

"Saya minta no hp mbak aja...."
"Nanti saya hubungi kalau ada kabar..,,,."
"Hmmm...tunggu sebentar...",
"Saya mau cari pulpen", suhardi merogoh saku celananya.

"Iyaa..."

Nia ditinggal sendiri, diminta menunggu, sedangkan Suhardi lekas mencari sebuah warung ataupun mencari seseorang yang kiranya bisa dipinjami pulpen. Akan tetapi, entah mengapa suhardi yang sudah ditunggu lama oleh nia, tak kunjung kembali. Alhasil, nia malah mencari suhardi. Ia menyelusuri terminal dimana ia sedang berada, melacak jejak lelaki yang ia kira pantas dijadikan suami. Cuma lelah yang didapat, suhardi menghilang. Nia kebingungan apakah suhardi sengaja meninggalkannya atau tidak. Ia pun jadi kesal seolah-olah jangan-jangan suhardi tak serius menyepakati janji yang sudah dibuat. Tak mau membuang waktu terlalu banyak, nia akhirnya memilih segera pulang ke rumah. Ia justru cemas kalau linda yang mengkhawatirkannya karena kemarin pergi tak bilang-bilang. "Kemana sih mas suhar...."
"Kok lama banget nyari pulpen aja..."
"Ckk... gak jadi yakin deh aku sama dia..", gerutu nia.

"Gedebugghhhhh....", ternyata ketika nia menunggu suhardi, suhardi yang sedang mencari pulpen, dipukuli oleh dua orang tak dikenal, dibius suhardi hingga tak sadarkan diri oleh mereka, orang suruhan pak arso. Mau tak mau, kondisi demikian membuat tubuh suhardi yang lemah diangkut entah kemana.

Bersambung[/HIDE]
 
mau tanya resep suhu gee selalu konsisten punya mood nulis apa?
selain dukungan reader, yang bikin ide slalu dateng darimana juga dorongan buat segera ngetik
 
mau tanya resep suhu gee selalu konsisten punya mood nulis apa?
selain dukungan reader, yang bikin ide slalu dateng darimana juga dorongan buat segera ngetik

Saya gak biasa meninggalkan sesuatu yang menggantung :D Gak juga sih. Mood saya dapet kalau memg lg pngn nulis aja. Nah itu gak saya paksain smpe lelah. Cukup sedikit demi sedikit. Setelah selesai, terkadang suka gak suka saya review lagi, kali aja ada yang musti ditambahin atau diperbaiki. :beer:

Suhu deo, ngomong" jadi gak project crta tuyul susi? :pandaketawa:
 
Status
Please reply by conversation.

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd