ReiTakeuchi
Semprot Kecil
Chapter 9 : Waktunya Makan Malam
==============================================================
Kei P.O.V
...
Aku....tertidur?
Aku membuka mataku perlahan, masih terasa lemas di tubuhku. Aku mencoba bangkit dari tidurku dengan malas.
Kutatap jam dinding. Pukul 20:00.
Sembari kukumpulkan kesadaran, dan mencoba mengingat apa yang telah terjadi.
Mengapa aku terbangun ..tanpa mengenakan penutup apapun di selangkanganku? Mengapa kasurku menjadi berantakan dan juga basah..?
Dan lagi.. seorang gadis yang sangat kukenal ternyata tidur di sebelahku, meski ia kini membelakangiku. Kondisinya sama sepertiku, tidak menggunakan penutup apapun di bagian selangkangannya selain rok overall nya yang tersingkap, maka aku bisa melihat bongkahan pantatnya yang memerah, dengan garis bilur luka merah yang terlihat sama.
“Ugh...”
Aku membenamkan wajahku di kedua telapak tanganku. Kini aku menjadi ingat apa yang terjadi sebelum ku terlelap.
Ingatanku semakin jelas.
Aku sudah melakukan hal yang kupikir aku takkan pernah mau melakukannya, ya, aku membencinya.
Aku selalu menjawab “tidak mau” ,”tidak suka”, “tidak akan”, ketika Aina berbicara tentang seks kasar ataupun BDSM di selingan waktu kita bermain bersama. Selama ini, aku merasa lebih menikmati tontonan adegan seks vanilla, seks yang normal saja tanpa perlu menyakiti wanita. Sedangkan Aina .. kurasa ia memiliki fantasi seks yang berlawanan denganku selama ini. Aku tidak mengerti.
Perlahan ku mendekati Aina, kuusap dengan perlahan bilur-bilur di pantat Aina. Benarkah, aku yang melakukan semua ini..?
Sejenak aku membenci diriku, yang menjadi begitu pemarah seperti sifatku yang dulu, yang bahkan akan mencekik seseorang tanpa ragu jika ia membuatku marah, dan semua ku lampiaskan kepada Aina, dengan cara yang bahkan tak kubayangkan aku akan melakukannya dengan seorang wanita.
Namun, aku pun secara sadar merasa birahiku melonjak, mendapatkan kenikmatan yang luar biasa saat menyiksa dan mengatai Aina di kala menyetubuhinya. Gairahku terpacu mendengar desahan, erangan, serta tangisan Aina yang pasti memohon agar aku tak mengasarinya. Aku iba, namun kalah oleh rasa dahaga akan seks.
Sebentar, bahkan aku tak pernah terbayangkan bahwa aku akan melakukan seks dengan wanita. Aku bahkan memiliki bayangan pesimis tentang pernikahan, semenjak orangtuaku....
Air mataku menetes perlahan, namun dengan cepat aku menghapusnya. Pikiranku berkecamuk.
Bukankah aku sudah berjanji tak akan pernah menyakiti siapapun... ? Bahkan, teman-teman sepermainanku dulu mengapresiasi perubahan sifatku ini yang tak lagi sepemarah dulu.
Kemudian, aku teringat sesuatu. Aku sedang suka mandi dengan air dengan larutan antiseptik dan beraroma pohon cemara. Saat aku masih tinggal bersama ibuku, ibuku sering menganjurkanku untuk mandi dengan larutan itu, agar lebih higienis, katanya. Larutan antiseptik tersebut pun bisa membantu mengobati luka.
Setelah ku ambil segelas air antiseptik dengan kapas, aku mulai mengelap luka pada pantat Aina dengan hati-hati. Tak perlu menunggu lama untuk menyelesaikan aktivitas.
Namun, Aina belum juga terbangun, meski sayup-sayup kudengar dengkurannya. Tidakkah ia setidaknya merasa pedih saat ku mengobati lukanya, dan membuatnya terbangun? Pasti aku membuatnya sangat kelelahan hari ini...
*sfx : Kriiiukkkk...!!*
Aduh, perutku pakai keroncongan segala.
Aku pun segera mengenakan celanaku kembali, dan meraih jaketku. Pergi sejenak meninggalkan kamar kos ku untuk mencari makan malam.
------------------------------------------------
[Pukul 21:20]
Aku sudah menghabiskan makan malamku sedari tadi. Kini aku meneruskan me-rendering sketsaku untuk kontes desain karakter game.
Aku yang kini berpindah posisi menjadi bersandar ke tepian kasur. Sembari menunggu Aina terbangun—astaga, ia bahkan belum bangun juga setelah aku menghabiskan makan malamku.
“Hmm...”
Terhanyut aku dalam kesibukan menyelesaikan sketsaku itu. Semangatku kembali, dengan segudang harapan, semoga, karya kami akan lebih diapresiasi di game tersebut.
Di tengah-tengah kesibukan dan semangatku, aku sempat terpikir artikel yang pernah kubaca sekilas; apa benar ya, hubungan seks bisa membuat otak menjadi lebih jernih?
Mengingatnya, aku sedikit mesem, lalu akhirnya senyum-senyum sendiri.
“Hee??!”
Aku terkaget, tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang.
“Aina..? Udah bangun?” tanyaku
“Hmmhhnn...”
Aina hanya bergumam, namun tetap melingkarkan tangannya di perutku. Aku merasa lebih hangat.
“Laper gak, Na? Gue beli nasgor nih sebungkus..” tunjukku pada sekotak nasi goreng yang kuletakkan di sebelahku.
“Hmm..”
Dan kami pun terdiam, dengan aku yang tetap terfokus pada kerjaan.
*sfx : Kriiiukk..!*
“...”
“Tuh, Na. Laper banget kan lu?” tanyaku, sembari berbalik badan menghadap Aina.
“Ayo, makan dulu sini.” ujarku, mengambil sekotak nasi goreng.
-------------------------------------
Aina P.O.V
“Aaahh...buka mulutnya !” ujar Kei, menyuapkan sesendok nasi goreng padaku.
Aku membuka mulutku dengan senang hati, menerima suapan sesendok nasi goreng.
“Makasih, Kei...” ujarku.
Kei menatap mataku lekat-lekat, terdiam beberapa saat. Lalu ia tersenyum. Aku pun tersenyum.
“Enak?”
“Iya, enak banget..beli dimana?” tanyaku
“Oh, tadi gua ke tempat biasa gua beli nasi goreng di sana sih. Di daerah belakang kampus, tuh.”
“Ohh.. Nasgor GeGe? Emang terkenal enak itu..” ujarku
Bagaimana pun, aku meleleh kembali dengan perhatian Kei padaku. Is this what people calling as ‘aftercare’?
Sama melelehnya saat Kei memperlakukanku dengan ‘kasar’ beberapa jam lalu, sebelum aku jatuh terlelap.
Seperti mimpi..
Kei yang selama ini kukenal sebagai sosok yang tak terlalu suka bertutur halus, bahkan cenderung kaku. Juga cenderung kurang mempedulikan perasaan orang lain dan sekitar, dengan orang-orang yang ia kenal sekalipun.
“Kei..” ujarku, setelah ku menyelesaikan suapan nasi gorengku yang terakhir
“Apa, Na?” jawabnya, dengan lembut
“Apa kamu nyaman denganku, saat ini..?”
Kei menatap mataku kembali. Terdiam dalam waktu lama. Kali ini aku merasa salah tingkah.
Namun, tiba-tiba ia mendekap pundakku, lalu memajukan wajahnya.
*sfx : Cup!*
Kei mengecup keningku. Kemudian berkata,
“Nyaman, kok.”
Aku tersenyum senang.
“Tolong, jangan berhenti membuatku nyaman denganmu.”
DEG!
Aku terdiam sejenak. Meresapi perkataan Kei padaku. Namun, kini Kei merangsek ke pelukanku, ia memelukku dari samping. Menyandarkan wajahnya di buah dadaku bak bantal, sembari menyelonjorkan kakinya di kasur.
Kudekap kepalanya, ku belai lembut rambutnya yang lurus dan panjang itu.
Kini suasana kembali hening. Hanya terdengar hembusan nafas, serta suara mesin laptop Kei yang juga masih menyala, namun dalam mode sleep.
Beberapa saat kemudian...
“Kei, Kei...” ujarku, menepuk pundaknya untuk membangunkan.
“Hmhhnn..?” ujar Kei, yang tak benar-benar terlelap.
“Permisi, aku mau lanjutin projek kita..”
Kei mendongakkan wajahnya, menatapku dengan tatapan heran.
“Kenapa? Kalau udah kebangun gini, susah untuk tidur lagi.” ujarku, sembari mencoba bangkit dengan tubuh yang masih terasa pegal dan nyeri karena persetubuhan beberapa saat lalu. Kei pun mengangguk, dan kembali dengan laptopnya.
Kami pun kembali sibuk dengan tugas masing-masing pada project ini. Kei telah menyetorkan beberapa desain aksesoris karakter dari game tersebut, dan kini tugasku untuk mewujudkannya dalam wujud 3D soft-file.
“Bagus, Kei.. aku suka desain dan pemilihan warnanya..” ujarku, namun masih terfokus pada layar laptopnya.
Namun, tak ada percakapan lagi setelah itu. Sepertinya Kei sedang sibuk menggeluti desain yang lain sehingga tak sempat membalas perkataanku. Biar sajalah, aku pun akan fokus untuk mengerjakan bagian skin ini dalam versi 3D.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 23:58, sudah larut malam ternyata. Entah sudah berapa lama kami ada di sebuah ruangan, namun tak berbicara satu sama lain dan memilih terpaku pada layar laptop.
Biasanya pasangan lain, setelah bercinta mereka akan meluangkan waktu untuk berbicara, bercerita, apapun itu. Namun, ini... sama saja seperti Kei yang aku kenal; tak akan berbicara jika tak ada yang memulai.
Aku pun melirik ke arah Kei sejenak, tanpa ia sadari. Ia terus saja terpaku pada layar laptopnya, entah apa yang ia browsing. Sepertinya ia memilih jeda dulu dari kegiatannya, tak sepertiku yang telah menyelesaikan proses modelling 3D dari ilustrasi desainnya. Namun, karena ia sepertinya tak sedang menyadari..
Kutatap dirinya berlama-lama, persis seperti biasanya jika aku melihat seseorang yang kusukai, yaitu menatapnya berlama-lama tanpa berkata-kata, dari jauh. Namun kali ini.. aku bahkan berada di ruangan yang sama oleh orang yang kusuka, yang bahkan hanya terpisah sekitar 30 cm di sampingku.
Kutatap lelaki di sampingku itu.. Lelaki dengan perawakan kurus dan cukup tinggi-sekitar 170cm- dengan tatapan yang sebenarnya terkesan sayu dan ramah, namun dapat menjadi sosok yang galak dan menakutkan dalam waktu yang bersamaan.
Terlebih,aku selalu senang melihatnya dengan rambut lurus dan panjangnya, dan juga indah dan terawat. Ahh, selain rambutnya yang membuatku terkadang iri, banyak aspek dari dirinya yang membuatku jatuh hati, sekaligus iri dan ingin menyainginya, terutama dalam hal.. gambar menggambar.
Namun, aku sadar diri, skillku dalam hal menggambar sudah kalah jauh dengannya. Mungkin di aspek lain aku akan kalah, juga.
Kemudian tatapanku turun dari wajahnya, tubuhnya, lalu selangkangannya, tak bisa kuhindari.
Penisnya yang tentu saja sudah terbungkus oleh celana pendek warna krem sekarang. Namun, tetap kubayangkan gundukan batang kenikmatan yang akhirnya mewujudkan fantasi seksku akan adik tingkatku itu. Sembari tetap menatap selangkangannya, kubayangkan bagaimana penisnya seperti yang kulihat di persetubuhan yang sudah-sudah. Bagaimana aku mengemutnya, mengulumnya, bahkan memuaskan vaginaku ini.
Damn, shit!
Hanya dengan membayangkannya saja, vaginaku yang hanya tertutup oleh rok ini sudah kembali berdenyut, dan mulai membasah.
Namun...
Kulihat Kei sudah kembali membuka layar software ilustrasinya, Medibang. Itu berarti dia akan melanjutkan membuat ilustrasi desain proyek kami.
Ah, sudahlah, aku tak mau mengganggunya..
Kusudahi tatapanku, kemudian aku kembali pada layar laptopku, mencari sesuatu di Google, apapun yang terlintas di pikiranku. Sesekali membuka FB yang tak ku buka seharian ini. Namun, baru saja aku hendak meng-klik notifikasi pada Messenger, tiba-tiba...
“Ehh..?!”
Tangan kananku ditarik oleh Kei, dan diarahkan menuju selangkangannya sehingga dapat kurasakan gundukan penisnya dibalik celana pendeknya itu.
“Jangan cuma dilihatin aja, Na.. Mainin juga..” bisik Kei padaku, sembari menggerakkan jariku dengan gerakan seolah aku meremas penisnya.
Tentu saja, kuremas dan kupijit penisnya dengan senang hati dan birahi yang muncul akibat bisikan sendu sekaligus erotis Kei yang mengajakku menjamah batang lelakinya. Sementara itu, Kei tetap fokus pada layar laptopnya sementara kedua tangannya kembali sibuk berurusan dengan tuts keyboard serta pentabnya, namun sesekali ia merem-melek menikmati pijatanku pada penisnya.
Terdengar hembusan nafas Kei yang memberat, yang nampaknya libido dia juga mulai naik akibat jamahanku pada penisnya.
“Kei... “ ujarku, kemudian menyibak sweaterku dan memperlihatkan buah dadaku yang masih terbalut bra, namun sudah tak menutupi putingku dengan benar akibat jamahan Kei yang kasar saat bersetubuh tadi.
“Apa kamu gak mau..?” tawarku, dengan wajah yang tersipu malu, namun tetap memamerkan buah dadaku, sementara tanganku satunya tetap menjamah penisnya.
“Gak mau apaan?” tanya Kei, namun kali ini dapat kudengar intonasinya menantang.
Aku merasa tertantang secara birahi sekaligus agak kesal.
“Gak mau.. mainin susu ku?” ujarku menahan malu
“Oh..”
Kemudian, tak banyak bicara, Kei mendekatiku dari belakang dan mulai meremas payudaraku.
“Shh..ya mau lah.. gak sabaran banget lu sampai buka baju begitu, haha..” ledek Kei, berbisik tepat di telingaku, membuatku panas.
Kemudian, aku tetap memainkan penisnya, meskipun kini tanganku harus sedikit meraih ke belakang karena Kei yang berpindah posisi condong di belakangku. Sementara Kei selain meremas dan memijat kedua buah dadaku, ia juga menelusupkan tangannya di balik braku, memilin kedua puting sehingga ku merasa geli dan semakin terangsang.
“Hmpphhhn...”
Mendengar desahanku, Kei semakin bersemangat meremas payudaraku, dari lembut sehingga remasannya mulai terasa kasar dan kuat.
“Agghhh ...ughhn..hhmnnn....”
Aku tak bisa tak mendesah dan mengerang karena nikmat dan sakit yang kurasakan bergantian pada payudaraku.
“Ugghnn..besar banget nenenmu, Na..” bisik Kei, mulai vulgar.
“Mhhnn..ugghnnn...”
Tiba-tiba, Kei mulai mendekatkan wajahnya padaku, dan dengan bibir yang bergetar, ia mulai mengecup bibirku. Kemudian mengajak bibirku untuk beradu, dan saling mengemut bibir satu sama lain.
“Mhhhnn...slrrrpss...mmphpnnnn....”
Lidah Kei mencoba menerobos masuk rongga mulutku, kuizinkan lidahnya bertemu lidahku. Kubelitkan lidahnya, sesekali kudorong lidahnya dengan lidahku sehingga saliva teruntai dari mulut kami berdua.
“Ughh..slrrpss...cckkss...ahhnnn..”
Kei mengisap lidahku kuat-kuat sesekali, dan aku membalasnya dengan mengemut bibir bawah dan lidah Kei. Kemudian ciuman kami terlepas, di saat tangan yang satunya mulai menjamah vaginaku.
Ia sibak rok yang kupakai, dan mulai menyentuh vaginaku.
“Ughhnn...basah banget, Na...” ujar Kei, sembari mengusap-usap vaginaku dan meratakan cairannya.
“K-Kei..hmnnn...”
“Lihat.. udah basah seperti ini.. belum puas ngentotnya?”
“Kei???!” Aku terkejut, sejenak aku terpelatuk di tengah-tengah birahiku.
Tanpa ampun, setelah mengataiku seperti itu, ia mulai memijiti klitorisku dengan perlahan, sementara tangannya yang satu lagi kembali menjamah payudaraku bergantian.
“Keii,..ugghnn..hhnggksss....” desahku, menggeliat kenikmatan dengan kakiku yang mulai menendang tak tentu arah.
Kini, laptopku sudah mode stand by, layar perlahan menghitam, dapat kulihat pantulan diriku yang tengah dijamah oleh Kei, terlebih buah dadaku yang tengah diremasnya. Dan juga dapat kulihat pantulan diriku dengan wajah yang menahan birahi, serta Kei yang terlihat menciumi rambutku.
Kupalingkan wajahku seketika dari layar laptop karena merasa malu, namun saat kupalingkan wajahku ke arah kiri, ternyata di sebelah kiriku ada cermin besar yang memantulkan sisi samping diriku dan Kei yang tengah bercumbu.
Kei tertawa terkekeh melihat ekspresiku yang terlihat malu tersebut.
“Ughh.. hmnhh ougghnn..”
“Teruslah melihat ke cermin..” ujar Kei, sembari menatap dirinya dan diriku yang tengah ia ‘permainkan’.
“Lihat, tak pernah terbayangkan aku bisa merasakan tubuh wanita, haha!” sambungnya, dan mulai memasukkan ke empat jarinya dan mengocok vaginaku tanpa ampun.
*sfx : cleeppss cleppss cleepsss...*
“Aaaahhhh, aaaggghhnnn Aaaauuuhhnnnn!!!”
Aku mengerang, menjerit, tubuhku terlonjak-lonjak akibat kocokan jemari Kei yang mulai mengenai titik G-spotku kembali. Kurasakan dengan jelas jemarinya yang terpijit-pijit oleh vaginaku yang berdenyut.
*Sfx : Plaks!*
“Shh..diem lu, berisik!” bentak Kei, mencabut jemarinya dari vaginaku, kemudian menampar paha dalamku serta meremasnya.
“Auughh!” jeritku, kesakitan. “M-Maaf, K-Kei...”
Sementara tangan satunya masih meremas-remas payudaraku, tangan yang tadi ia gunakan untuk mengocok vaginaku mencari-cari sesuatu di sekitarnya.
Namun, kini tangan satunya yang tadi meremas payudaraku, kini turun langsung untuk menguyel-uyel klitorisku kembali, namun kali ini dengan gerakan memijit dan memutar.
“Ougghnn..hhnnnnh...”
“Enak, Na?”
Aku mengangguk. Kei semakin menekan klitorisku dengan jempol dan telunjuknya bergantian, sesekali menggeseknya dengan jarinya itu.
“Keii, ugghnn.. Keeii..oorggnnnn...”
Pantatku mulai bergerak tak menentu menerima pijitan Kei pada klitorisku, begitu pula dengan pahaku. Aku kembali menggeliat, kurasakan vaginaku kembali berdenyut dan hendak berorgasme.
“OURRGGHNN!!!”
Aku tersentak, tubuhku terlonjak, karena kini jemarinya berpindah kembali mengocok lubang vaginaku yang semakin membanjir dan berdenyut-denyut itu.
*sfx : cleerrpss sleppss cleeeppsss ckkss..*
“Ugghnnn...sange banget ya kamu, Na? Hmmmnhh..??”
“OUGGHH UGGHh... Yyyessshhh.... enakkhh Keiii aagghh aagghh----“
Tiba-tiba sesuatu membekap mulut dan hidungku.
“Berisik!!” bentak Kei kembali, dengan ekspresi marah sembari membekapku dengan tangan satunya. Namun tangannya yang lain belum mau menyudahi kocokan pada vaginaku, dan malah semakin memperdalam kocokannya.
Terhirup bau khas yang dapat kukenali, aroma selangkangan pria.
“Gimana, Na?? Mending lu hirup sempak gua sekalian. Ngapain lu hirup jaket gua waktu di sekre, hah??” cecar Kei, kembali mengungkit kejadian yang sudah-sudah.
“Empphnn rgghhh hmphhnn...grrhhnnn...” desahku tertahan.
Perlakuan Kei padaku, cara ia membentakku, perlakuan ia pada vaginaku, hingga aroma selangkangan pada celana dalamnya membuat birahiku bergejolak, tak mampu menahan orgasme lebih lama lagi.
“Mphhnn urrghnn...ooompphnnn....hnggkksss...”
Kuhirup kuat-kuat celana dalam Kei karena telah mabuk oleh birahi. Kurasakan vaginaku berdenyut-denyut kencang, seakan ingin jemari Kei terus mengocokku.
“Hmhhnn K-Khhh...kkhhhh....”
Tanganku meremas tangan Kei yang tengah membekap diriku, sementara tanganku yang satunya meremas pahaku kuat-kuat.
“HERRGGHHHH HHgggHH MPPHHHHH ERGGHGGGHHKKSSSS---!!!”
Tubuhku melenting, aku sudah hampir ‘meledak’, namun Kei malah mencabut jemarinya dari vaginaku begitu saja.
“KEIII... AARGGHHNnn...” rengekku, kecewa karena orgasmeku tertunda. “Akkhh ... akuu mau muncrattthhh..ugghnnn..” ujarku, dengan tubuh yang terlonjak-lonjak dan gemetar hebat menahan orgasme yang tertunda.
“Sebentar, sayang...”
Kei yang juga melepaskan bekapannya dari mulutku, kini tangannya mengisyaratkan supaya pahaku terkangkang lebar-lebar.
Setelah pahaku terbuka lebar, ia malah kembali menyodorkan celana dalamnya, dan kini memperlihatkanku bagian tengah celana dalamnya (tempat dimana penisnya terletak di celana dalam)
“Pegang, Na.”
Aku menuruti saja kemauan Kei, meski agak bingung.
“Gua mau lu bersihin sempak gua pake mulut lo.”
Aku menatap Kei sejenak.
“Kalau gak mau, mending lu colmek aja sendiri...”
Aku langsung menuruti kemauan Kei begitu saja. Dengan nafsu birahi kujilati permukaan celana dalam Kei yang aroma kelelakiannya membuatku terangsang.
“Slrrpss..ckss..cleeppss..mhhnn...”
“Baguss..gua suka itu...” puji Kei, kemudian kedua tangannya langsung bergerak kembali memijiti klitorisku serta mengocok vaginaku kuat-kuat.
Tubuhku terlonjak-lonjak tak karuan meski ku tetap menjiati celana dalam Kei. Berkali-kali pantatku terhentak dan menghentak selangkangan Kei yang kurasakan penisnya sudah sangat mengeras.
“Owwrgghh...grrhnn...hhngkksss.***eemmhh...mhhnn...” desahku tertahan oleh jilatanku akan celana dalam Kei.
“OOAAGGHnnnhhNn.. K-Keeeiii...slrrpss...mhhnn... Aaagghnnn!!!”
Tiba-tiba tubuhku melenting, dan gemetar hebat.
*Sfx : CROOTSSS CRETTSSS ... Sreettsss SRrttttss....!!!*
Cairan cintaku bermuncratan, menyemprot kencang ke atas ,dan sebagian permukaan meja laptop di depanku, dan sebagian mengenai layar laptopku.
“Aaarrgghnn...hhnggksss..oooghnn....ugghnnn....”
Tubuhku terlonjak-lonjak, aku meremas tangan Kei yang tadi mempermainkan vaginaku tak terkendali. Kemudian, Kei mengubah posisi duduknya, kini ia duduk di tepian kasur sementara aku masih duduk di bawahnya, yang bersender tepian kasur.
Namun, masih terombang-ambing oleh rasa nikmat pada tubuhku, aku membalikkan badanku, dan tanganku langsung menggenggam batang lelaki milik Kei. Kuremas dan kukocok penuh nafsu, namun...
“Langsung aja pake memekmu, sayang..” ujar Kei, vulgar sekali, sembari meremas salah satu payudaraku. Ia sudah bersiap membantu mengangkat tubuhku agar duduk dipangkuannya, saling berhadapan.
Kuangkat pantatku sejenak, lalu kumasukkan batang kenikmatan tersebut..
*sfx : PleeppSS!*
“Aahhnn...”
Desahku dan Kei bersamaan. Merasakan kelegaan kembali ketika batang penis Kei kembali mengisi liang vaginaku.
Dan kini mengaduknya. Aku menggenjot penis Kei perlahan, sembari aku memeluk pinggang Kei, sementara Kei meremas kedua bongkahan pantatku, sesekali menamparnya kecil.
“Ughhnn..Na..hmphhnnn...”
Kini Kei yang mendesah dan mengerang kenikmatan, bahkan beberapa kali tubuh ia terhentak-hentak akibat goyanganku yang memutar memijiti penisnya dengan vaginaku.
“Ogghnn..hmnn...e-enakhh...s-sayang..?” tanyaku pada Kei dengan nafas mengemban birahi di sela-sela persetubuhan kami.
Kei tidak menjawab, ia terus saja menyodok penisnya ke dalam lubang kenikmatanku, mengenai titik G-spotku dan menekannya kuat-kuat dengan penisnya.
“Errhnn..K-Keeii...uffhnnn..”
Kei meraih wajahku, dan mendekatkan wajahnya. Kami kembali berciuman, bibir saling bertemu dan memagut lembut. Kei pun memasukkan lidahnya pada mulutku, yang kusambut dengan kuluman penuh birahi.
“Emmhhnn..slrrpsssk...ccksss..mphhnn... ohhnnn..”
Kei semakin ganas menghajar lidah dan bibirku, ia mengemutnya dengan kuat, serta mendorong-dorong lidahku dengan lidahnya. Aku merasa sesak sehingga harus melepas ciuman terlebih dahulu. Saliva kami teruntai, membasahi dagu.
“Errhhnn...Keeei...uhnnn...”
Aku terus menggenjot penis Kei sementara tubuhku sudah mulai gemetaran menahan nikmat, pertanda akan orgasme kembali.
Sepertinya Kei mengetahui aku hendak orgasme, maka dari itu ia meraih payudaraku dan meremas bergantian. Namun, salah satu tangannya kini memegang leherku, dan berubah menjadi cekikan.
“Errgghhkk..hhnkss ahkk---uohhhokkkhhh..”
Namun, cekikan tersebut tak mampu meredam keinginanku untuk orgasme, apalagi lubang kenikmatanku sudah berdenyut nikmat dan siap memuncratkan cairan cintaku kapan saja.
“Ampppunnhhn..hnnkhhsss....ekkhh...hwerghhnnn...” rengekku pada Kei, mulai menangis karena rasa takut, sesak namun bercampur nikmat.
Kei malah tak mau berhenti, ia kini malah menatap lekat-lekat kedua mataku.
“Ughnnn..sshhh...fuuccckkk....”
Kei terus menatapku dengan liar, nafasnya pun berdengus, sementara penisnya menyodok vaginaku kuat-kuat. Namun dapat kurasakan penisnya mulai mengembang dan berdenyut.
“Keeeeiii a-aaahhk ukhhh....hhnkskss..eerrghkhhk--!!”
Air liurku berleleran dari mulutku. Semakin Kei mencekikku sembari menyodok vaginaku, semakin aku ingin orgasme.
“Hwerrghhnn K-Keeeii ,hngkkssss u-uhhhkkhhhnnnn!!!”
*Sfx : SREETTTSSSs..CRTTSSSSSSs....!*
Tanpa bisa kukendalikan, cairan kenikmatanku menyembur kembali membasahi selangkangan,paha serta tepian kasur, dan menetes membasahi karpet. Tubuhku masih menggelinjang menuntaskan orgasme.
“Arrgghnnn aahhnn-hhhaaahhnnn...”
“Fuuccckkkk gue ngecrott juga Naaa, ooohhhkk anjinggg erghnnn..!!” erang dan racau Kei tiba-tiba, yang masih mencekik leherku namun tak beraturan
*sfx : Crrrooottsss cruttss..srrtsss...!!*
“Aaaahhnn..Keeei...aahhnn!!” jeritku, merasakan rahimku ‘ditembak’ oleh cairan mani Kei dan membuatnya terasa hangat.
“Uooghhnnnn...”
“Ourrghnn shittt..enakkhh bangett memekmu Naa..uhhnn..”
“Keiii..hnggkss..ahh..ahhh...”
Tubuhku masih terlonjak dilanda nikmat orgasme yang menderaku, meski cairan cintaku kini semakin sedikit menetes. Kedua tanganku pun menggenggam pinggang Kei, hampir membenamkan kukuku pada pinggangnya yang-untungnya-masih terbalut sweater tipis lengan panjang yang digulung.
Kei pun melepaskan cekikannya pada leherku, namun tetap menatapku dengan pandangan birahi. Penisnya pun masih di dalam vaginaku, namun aku merasakan hal aneh...
Yaitu penis Kei kurasa tidak melemas sepenuhnya, meski telah berejakulasi.
“Yah, Na... Kamu gak bisa diem banget, sih ...” bisik Kei, dengan suaranya yang membuatku semakin meleleh dan menyukainya.
Tak hanya itu, ia mulai meremas kembali kedua bokongku yang masih bergetar karena kenikmatan yang kudapat.
“Masih ‘bangun’, lho..”
Kei menghentakkan penisnya yang perlahan ereksi kembali ke dalam vaginaku.
“Hngkksss!!”
“Masih kuat, Na? Masih pengen ngentot?’ bisik Kei, sembari tetap menyodok lubang kenikmatanku
“Ughhnn...y-yahhnn..” aku hendak menjawab, namun..
“Hmmm?” Kei mendekatkan telinganya padaku, pertanda ia tak mendengar suaraku.
“A-aahhnn..aaghnn...”
Bukannya menjawab, tapi aku malah mendesah kembali akibat vaginaku yang mulai disodok berulangkali oleh penis Kei.
“K-Keii..hhnggkss...uughnn...”
Denyutan pada vaginaku yang kembali menggatal akan sodokan penis Kei membuatku mengerang dan mendesah.
Tiba-tiba Kei menghentikan sodokannya. Aku sempat menatapnya dengan bingung.
“K-Keii...?”
Kemudian Kei melepaskan aku dari pangkuannya, namun kini ia berdiri dan menuntunku untuk berhadapan pada cermin.
Terlihat pantulan tubuhku yang menggunakan sweater, namun sudah tersibak hingga bagian payudaraku yang masih terbalut bra namun posisi sudah acak-acakan, sehingga puting payudaraku mencuat dari bra hitam yang ku kenakan. Sementara bagian bawah perutku kini kembali tertutup oleh rok overall yang ku kenakan, meskipun tidak menggunakan celana dalam.
Sementara, di belakangku Kei berdiri memelukku, namun hanya bagian bawah tubuhnya saja yang tidak tertutup apapun.
“Hmhnn.hmm..”
Kei bergumam sementara tangannya tiba-tiba meremas kembali kedua payudaraku dengan kasar. Dapat kulihat bagaimana ekspresinya dan saat dia meremas payudaraku.
“Aaaahh..” erangku, agak kesakitan.
Kini, kedua tangannya berpindah menyibak rok yang kukenakan ke atas, sehingga kini terlihat selangkanganku yang tak tertutup apapun selain bulu yang tipis.
Dapat kulihat di cermin bagaimana selanjutnya Kei menyibak bibir vaginaku, dan memperlihatkan klitorisku.
“Errgghnn..”
Kei memijiti klitorisku yang menegang dan licin dengan gerakan perlahan namun memutar.
“Ahh..hhmnnn..”
Aku menengadahkan kepala menyambut sensasi pada klitorisku. Namun, kupandangi juga cermin yang kini memperlihatkan bahwa Kei tengah bermain dengan vaginaku.
Kei menggerakkan tangannya maju mundur, mengusap bibir vaginaku. Tak lama kemudian iapun memasukkan langsung ketiga jemarinya ke dalam lubang vaginaku.
“Aaahkhhnn, Keii....”
Kei menjamah vaginaku dalam keadaan aku yang sedang berdiri dan badanku ditopang olehnya.
Namun, tak puas hanya dengan mengocok kelaminku, kini tangan satunya berpindah memijiti klitorisku kembali, setelah meratakannya dengan cairan vagina basahku sebelumnya.
“Errgghhnn K-Keei...aakhh i-itillkkhhu...uuhhnn...”
Belum lagi titik G-spotku yang terjamah dan dipijiti terus-terusan oleh jemari Kei, ditambah rangsangan dan sesekali pencetan pada klitorisku, sehingga vaginaku tak mau berhenti berdenyut. Tubuh, terutama lututku semakin lemas dan gemetar tak terkendali.
“Errrghkk akhknn...aahhknnn..”
Karena Kei pun menopang tubuhku seolah tak mengizinkanku untuk ambruk, aku pun meremas pahaku kuat-kuat menahan sensasi nikmat yang menjalar ini.
Bahkan, kini dapat kurasakan bahwa tak lama lagi vaginaku akan kembali memuncratkan cairan kenikmatan.
“Keeeii...uuaaghgnn...memekkkhhu...ugghhkknn...!”
Aku tak bisa menahan tubuhku yang menghentak-hentak nikmat, bahkan penis Kei tergesek oleh pantat telanjangku sedari tadi, sehingga sepertinya ia pun mendesah karenanya.
“Owghhh shiiitt...ughhnn...hhmnnn... m-mau muncrat l-lagi kah??”
Aku mengangguk,
“Aaaghhnn i-iyyahh K-Keii aku m-mau keluarrr...ssshh argghhn..ughn.. “
Kei seolah mengarahkan vaginaku pada cermin, sembari tetap mengocoknya serta memilin klitorisku.
“Eeeegghhnn K-Keeiii a-aaahn----“
*sfx : Sreeettrsssss creettsss ssrrtss ssrtttt...!!!*
“AaaaaaahHHh, gggguhhhh....aaaghhnnnn!!!”
Aku melonjak-lonjak kenikmatan, tak bisa mengendalikan desahan dan eranganku. Cairan cintaku kini menyembur membasahi cermin dan karpet tempat aku dan Kei berdiri.
“Aaakhhhhh kkkhh...khhluaarrr..akkhhh keeluarrghhhnnn ...!!”
Kepalaku terdongak-dongak menahan nikmat, sempat kulihat ekspresi Kei yang hanya menatapku dengan tatapan mesum, seolah menikmati ekspresiku yang tersiksa oleh orgasme ini.
Sekali lagi, kutatap cermin yang ada di hadapanku, dan kini pantulan pada cermin berbayang karena terbasahi oleh cairan cintaku...
*sfx : BRUG!*
Tiba-tiba Kei mendorongku cukup keras hingga aku tersungkur di karpet dengan posisi menungging, dan kepalaku membentur cermin namun tidak sampai memecahkan kacanya.
“Aaaaakkhh!! Sakittt!!”
Aku tak bisa menahan diri untuk teriak saat Kei menjambak rambutku cukup keras, dan kini ia mengarahkan pada bagian dimana aku ‘mengencingi’nya dengan cairan cintaku.
“Jilat.”
Kei pun mendorong kepalaku agar wajahku menyentuh cermin.
“Jilat, njing.” sentaknya sembari memperkuat jambakannya pada rambutku.
Aku, dengan perasaan antara terangsang serta terhina yang membuatku hampir menangis, menjiati bagian kaca cermin yang basah oeh cairan orgasmeku tadi.
“Slrrpss..slrrpss...mhhnn..”
*sfx : PLAK!! PLAKK!*
“AAAHHH!!!”
“Jilat terus, anjing!”
*sfx : PLAKK!! *
Kei kembali memukul kedua pantatku dengan sol sepatu ketsnya akibat aku yang malah menjerit kesakitan ketimbang membersihkan cerminnya dengan lidahku.
“Aahnn ..hmnnn....”
Kei mendesah-sepertinya birahi ia semakin bergejolak dan belum dituntaskan kembali-dan meremas pantatku sejenak, serta merenggangkannya sehingga ia dapat melihat gundukan vagina basahku.
“Mhhnn...bagus tuh, udah mulai bersih... pinter..” puji Kei, yang tak lama kemudian langsung menyodok penisnya ke dalam vaginaku.
“Ugghnn..nih, gua puasin lagi memek lu.”
“Aaahhn!!”
Kudongakkan kepalaku menerima kembali sensasi nikmat dan penuh pada vaginaku. Kini kulihat dengan mata kepalaku sendiri, diriku yang sedang digagahi oleh orang yang memang kuidamkan sejak tiga tahun lalu itu.
*sfx : PLAAAAKK!! PLAAKK!!*
“Aaaagghnnn uuaaaghnnn..!!”
Kei menyodok vaginaku serta menampar pantatku keras-keras dengan sol sepatu ketsnya bergantian.
Dapat kulihat bagaimana aku sedang menungging sementara batang gagah Kei tengah menyodok vaginaku. Dapat kulihat pula ekspresi wajahku yang terus mengerang dan menjerit, bahkan hampir menangis keenakan bercampur sakit, sementara ekspresi wajah Kei yang terlihat mendesah dan mengerang kenikmatan seiring sodokannya yang semakin kencang menggempur liang kenikmatanku.
Aku seperti melihat diriku diperkosa, dan aku malah menikmatinya.
“Ehhh—ohookkhh!! Uuoohhohhkk!!!”
Terlihat bayangan di cermin, Kei kini menjerat leherku dengan ikat pinggang sembari masih menyetubuhiku. Membuat kepalaku terdongak dan tubuhku terangkat ke belakang dengan paksa.
“Hwaaaghnnn...eegghnn..hikss..ogghnn...”
Aku mendesah dan mengerang dalam birahi namun juga rasa sesak dan panik. Namun rasa sesak itu tak berlangsung lama. Kei melepas jeratannya pada leherku. Namun... kini salah satu tangannya menjambak rambutku.
“Aaahh ahhhh ,uooohhk...kkhhh...hikss...”
*sfx : PLAKKSS!! PLAAKKSS!!*
“AAAHHHHNN---!!!”
Jeritku tercekat, saat punggung dan pantatku kini jadi sasaran cambukan ikat pinggang Kei yang semakin tak terkendali akibat birahinya yang membludak, penisnya yang sedang dipuaskan oleh vaginaku yang tak mau berhenti berdenyut kenikmatan.
*sfx : Plaaakkkss!! plookksS!!!*
Kei mencambuk punggung dan pantatku bertubi-tubi, menggempur vaginaku tanpa ampun, yang bisa kembali muncrat kapan saja. Airmataku berjatuhan, air liurku menetes saking merasakan siksaan dan kenikmatan yang kuterima.
“Aaagghh.***aahhh....hikkss..hikss....huuuhhh...ouuhhnnn...”
“Ougghhh hhhmnnn, enakkh kan ngentot sama gue, perek sayang??” ujar Kei yang kembali mencaci diriku, sembari menjambak kembali rambutku dan menghantamkan penisnya hingga mentok.
“Ouughhh...gghhh...aaaahnnnn hiksss hiksss....”
Aku hanya bisa mendesah dan menangis. Namun sepertinya Kei kesal melihat reaksiku.
“Kenapa?? Gak enak, hah?”
Kei mencekik leherku lagi. Disaat yang sama, dapat kurasakan penisnya menggembung di dalam vaginaku, pertanda tak lama lagi ia akan berejakulasi.
“Errghhg...hnnkggss..ennhhh...ennhaaakk... akhhh akhhnnn...”
Jawabku tak terkendali karena tercekik sekaligus merasakan nikmat saat penis Kei semakin menyodok lubang kenikmatanku dan menghantamnya hingga terasa mentok.
Genjotan penis Kei, caci makinya, perlakuan kasarnya... bersatu untuk membuatku ‘meledak’.
“Aaaaaaaaaghnnn K-Keeeeeiii ooouaaaghnnn...OHHHHKKKHHHh....---!!”
*sfx : CROOOOTSSS CROOOSTT SRRTTTSSS CRREETTTSSS.....!!”
“AAAAHHHHHHHH KEEEII.. OUAAGGHHHH...!!”
Dapat kulihat diriku yang menyemburkan kembali cairan cinta, membasahi karpet dan cermin yang tadi sudah ‘kubersihkan’. Pantulan cermin memperlihatkan diriku yang meronta-ronta kenikmatan, tubuhku menggelinjang tak terkendali.
“SSHIIITTT OOUGGGHHNNN HNKGGGSSgggGgg..!!”
Aku kalap, vaginaku tak mau berhenti berorgasme dan mengeluarkan cairan cinta sementara Kei masih menyodoknya dengan penisnya yang sudah terasa amat berkedut, dan..
“Aaaaghhh mmmhh...muncrattthh Naa..ugghhnnn anjingggg ooohhhhh!!”
*sfx : CROoooOTSSS crroootsss crooottsss...!*
Kei menghentakkan penisnya lalu menyemprotkan cairan pejuhnya ke dalam rahimku, membuat perut bawah serta rongga vaginaku terasa hangat sekali.
“Errrghhh Naa anjingg luu, enakk bgtt memek luuu argghhnn...” racau Kei, yang masih saja menghentakkan penisnya, menuntaskan ejakulasinya. Dipeluknya pinggangku kuat-kuat.
“Hiksss Keeei...enaaakhhh ..aagghhnn...memekkuu hangaatt...aaghhg konttollll...fuccckkk...”
racauku tak menentu menerima sodokan kalap Kei pada vaginaku yang semakin tak berhenti berogasme.
“Agghhghhnnn uoogghnnn...aahhh...”
Aku pun ambruk setelah mengalami orgasme hebat, dengan tubuh yang masih gemetar. Aku hampir hilang kesadaran, selain merasakan bahwa tubuhku seakan diloloskan dari tulang belulang.
“Na..”
Dapat kudengar Kei memanggilku perlahan, namun untuk membalas sahutpun aku tak sanggup. Dunia terasa mendadak menggelap untukku.
Mungkin sejak saat inilah dalam hidupku, aku merelakan diri dikalahkan oleh seseorang...
==============================================================
Kei P.O.V
...
Aku....tertidur?
Aku membuka mataku perlahan, masih terasa lemas di tubuhku. Aku mencoba bangkit dari tidurku dengan malas.
Kutatap jam dinding. Pukul 20:00.
Sembari kukumpulkan kesadaran, dan mencoba mengingat apa yang telah terjadi.
Mengapa aku terbangun ..tanpa mengenakan penutup apapun di selangkanganku? Mengapa kasurku menjadi berantakan dan juga basah..?
Dan lagi.. seorang gadis yang sangat kukenal ternyata tidur di sebelahku, meski ia kini membelakangiku. Kondisinya sama sepertiku, tidak menggunakan penutup apapun di bagian selangkangannya selain rok overall nya yang tersingkap, maka aku bisa melihat bongkahan pantatnya yang memerah, dengan garis bilur luka merah yang terlihat sama.
“Ugh...”
Aku membenamkan wajahku di kedua telapak tanganku. Kini aku menjadi ingat apa yang terjadi sebelum ku terlelap.
Ingatanku semakin jelas.
Aku sudah melakukan hal yang kupikir aku takkan pernah mau melakukannya, ya, aku membencinya.
Aku selalu menjawab “tidak mau” ,”tidak suka”, “tidak akan”, ketika Aina berbicara tentang seks kasar ataupun BDSM di selingan waktu kita bermain bersama. Selama ini, aku merasa lebih menikmati tontonan adegan seks vanilla, seks yang normal saja tanpa perlu menyakiti wanita. Sedangkan Aina .. kurasa ia memiliki fantasi seks yang berlawanan denganku selama ini. Aku tidak mengerti.
Perlahan ku mendekati Aina, kuusap dengan perlahan bilur-bilur di pantat Aina. Benarkah, aku yang melakukan semua ini..?
Sejenak aku membenci diriku, yang menjadi begitu pemarah seperti sifatku yang dulu, yang bahkan akan mencekik seseorang tanpa ragu jika ia membuatku marah, dan semua ku lampiaskan kepada Aina, dengan cara yang bahkan tak kubayangkan aku akan melakukannya dengan seorang wanita.
Namun, aku pun secara sadar merasa birahiku melonjak, mendapatkan kenikmatan yang luar biasa saat menyiksa dan mengatai Aina di kala menyetubuhinya. Gairahku terpacu mendengar desahan, erangan, serta tangisan Aina yang pasti memohon agar aku tak mengasarinya. Aku iba, namun kalah oleh rasa dahaga akan seks.
Sebentar, bahkan aku tak pernah terbayangkan bahwa aku akan melakukan seks dengan wanita. Aku bahkan memiliki bayangan pesimis tentang pernikahan, semenjak orangtuaku....
Air mataku menetes perlahan, namun dengan cepat aku menghapusnya. Pikiranku berkecamuk.
Bukankah aku sudah berjanji tak akan pernah menyakiti siapapun... ? Bahkan, teman-teman sepermainanku dulu mengapresiasi perubahan sifatku ini yang tak lagi sepemarah dulu.
Kemudian, aku teringat sesuatu. Aku sedang suka mandi dengan air dengan larutan antiseptik dan beraroma pohon cemara. Saat aku masih tinggal bersama ibuku, ibuku sering menganjurkanku untuk mandi dengan larutan itu, agar lebih higienis, katanya. Larutan antiseptik tersebut pun bisa membantu mengobati luka.
Setelah ku ambil segelas air antiseptik dengan kapas, aku mulai mengelap luka pada pantat Aina dengan hati-hati. Tak perlu menunggu lama untuk menyelesaikan aktivitas.
Namun, Aina belum juga terbangun, meski sayup-sayup kudengar dengkurannya. Tidakkah ia setidaknya merasa pedih saat ku mengobati lukanya, dan membuatnya terbangun? Pasti aku membuatnya sangat kelelahan hari ini...
*sfx : Kriiiukkkk...!!*
Aduh, perutku pakai keroncongan segala.
Aku pun segera mengenakan celanaku kembali, dan meraih jaketku. Pergi sejenak meninggalkan kamar kos ku untuk mencari makan malam.
------------------------------------------------
[Pukul 21:20]
Aku sudah menghabiskan makan malamku sedari tadi. Kini aku meneruskan me-rendering sketsaku untuk kontes desain karakter game.
Aku yang kini berpindah posisi menjadi bersandar ke tepian kasur. Sembari menunggu Aina terbangun—astaga, ia bahkan belum bangun juga setelah aku menghabiskan makan malamku.
“Hmm...”
Terhanyut aku dalam kesibukan menyelesaikan sketsaku itu. Semangatku kembali, dengan segudang harapan, semoga, karya kami akan lebih diapresiasi di game tersebut.
Di tengah-tengah kesibukan dan semangatku, aku sempat terpikir artikel yang pernah kubaca sekilas; apa benar ya, hubungan seks bisa membuat otak menjadi lebih jernih?
Mengingatnya, aku sedikit mesem, lalu akhirnya senyum-senyum sendiri.
“Hee??!”
Aku terkaget, tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang.
“Aina..? Udah bangun?” tanyaku
“Hmmhhnn...”
Aina hanya bergumam, namun tetap melingkarkan tangannya di perutku. Aku merasa lebih hangat.
“Laper gak, Na? Gue beli nasgor nih sebungkus..” tunjukku pada sekotak nasi goreng yang kuletakkan di sebelahku.
“Hmm..”
Dan kami pun terdiam, dengan aku yang tetap terfokus pada kerjaan.
*sfx : Kriiiukk..!*
“...”
“Tuh, Na. Laper banget kan lu?” tanyaku, sembari berbalik badan menghadap Aina.
“Ayo, makan dulu sini.” ujarku, mengambil sekotak nasi goreng.
-------------------------------------
Aina P.O.V
“Aaahh...buka mulutnya !” ujar Kei, menyuapkan sesendok nasi goreng padaku.
Aku membuka mulutku dengan senang hati, menerima suapan sesendok nasi goreng.
“Makasih, Kei...” ujarku.
Kei menatap mataku lekat-lekat, terdiam beberapa saat. Lalu ia tersenyum. Aku pun tersenyum.
“Enak?”
“Iya, enak banget..beli dimana?” tanyaku
“Oh, tadi gua ke tempat biasa gua beli nasi goreng di sana sih. Di daerah belakang kampus, tuh.”
“Ohh.. Nasgor GeGe? Emang terkenal enak itu..” ujarku
Bagaimana pun, aku meleleh kembali dengan perhatian Kei padaku. Is this what people calling as ‘aftercare’?
Sama melelehnya saat Kei memperlakukanku dengan ‘kasar’ beberapa jam lalu, sebelum aku jatuh terlelap.
Seperti mimpi..
Kei yang selama ini kukenal sebagai sosok yang tak terlalu suka bertutur halus, bahkan cenderung kaku. Juga cenderung kurang mempedulikan perasaan orang lain dan sekitar, dengan orang-orang yang ia kenal sekalipun.
“Kei..” ujarku, setelah ku menyelesaikan suapan nasi gorengku yang terakhir
“Apa, Na?” jawabnya, dengan lembut
“Apa kamu nyaman denganku, saat ini..?”
Kei menatap mataku kembali. Terdiam dalam waktu lama. Kali ini aku merasa salah tingkah.
Namun, tiba-tiba ia mendekap pundakku, lalu memajukan wajahnya.
*sfx : Cup!*
Kei mengecup keningku. Kemudian berkata,
“Nyaman, kok.”
Aku tersenyum senang.
“Tolong, jangan berhenti membuatku nyaman denganmu.”
DEG!
Aku terdiam sejenak. Meresapi perkataan Kei padaku. Namun, kini Kei merangsek ke pelukanku, ia memelukku dari samping. Menyandarkan wajahnya di buah dadaku bak bantal, sembari menyelonjorkan kakinya di kasur.
Kudekap kepalanya, ku belai lembut rambutnya yang lurus dan panjang itu.
Kini suasana kembali hening. Hanya terdengar hembusan nafas, serta suara mesin laptop Kei yang juga masih menyala, namun dalam mode sleep.
Beberapa saat kemudian...
“Kei, Kei...” ujarku, menepuk pundaknya untuk membangunkan.
“Hmhhnn..?” ujar Kei, yang tak benar-benar terlelap.
“Permisi, aku mau lanjutin projek kita..”
Kei mendongakkan wajahnya, menatapku dengan tatapan heran.
“Kenapa? Kalau udah kebangun gini, susah untuk tidur lagi.” ujarku, sembari mencoba bangkit dengan tubuh yang masih terasa pegal dan nyeri karena persetubuhan beberapa saat lalu. Kei pun mengangguk, dan kembali dengan laptopnya.
Kami pun kembali sibuk dengan tugas masing-masing pada project ini. Kei telah menyetorkan beberapa desain aksesoris karakter dari game tersebut, dan kini tugasku untuk mewujudkannya dalam wujud 3D soft-file.
“Bagus, Kei.. aku suka desain dan pemilihan warnanya..” ujarku, namun masih terfokus pada layar laptopnya.
Namun, tak ada percakapan lagi setelah itu. Sepertinya Kei sedang sibuk menggeluti desain yang lain sehingga tak sempat membalas perkataanku. Biar sajalah, aku pun akan fokus untuk mengerjakan bagian skin ini dalam versi 3D.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 23:58, sudah larut malam ternyata. Entah sudah berapa lama kami ada di sebuah ruangan, namun tak berbicara satu sama lain dan memilih terpaku pada layar laptop.
Biasanya pasangan lain, setelah bercinta mereka akan meluangkan waktu untuk berbicara, bercerita, apapun itu. Namun, ini... sama saja seperti Kei yang aku kenal; tak akan berbicara jika tak ada yang memulai.
Aku pun melirik ke arah Kei sejenak, tanpa ia sadari. Ia terus saja terpaku pada layar laptopnya, entah apa yang ia browsing. Sepertinya ia memilih jeda dulu dari kegiatannya, tak sepertiku yang telah menyelesaikan proses modelling 3D dari ilustrasi desainnya. Namun, karena ia sepertinya tak sedang menyadari..
Kutatap dirinya berlama-lama, persis seperti biasanya jika aku melihat seseorang yang kusukai, yaitu menatapnya berlama-lama tanpa berkata-kata, dari jauh. Namun kali ini.. aku bahkan berada di ruangan yang sama oleh orang yang kusuka, yang bahkan hanya terpisah sekitar 30 cm di sampingku.
Kutatap lelaki di sampingku itu.. Lelaki dengan perawakan kurus dan cukup tinggi-sekitar 170cm- dengan tatapan yang sebenarnya terkesan sayu dan ramah, namun dapat menjadi sosok yang galak dan menakutkan dalam waktu yang bersamaan.
Terlebih,aku selalu senang melihatnya dengan rambut lurus dan panjangnya, dan juga indah dan terawat. Ahh, selain rambutnya yang membuatku terkadang iri, banyak aspek dari dirinya yang membuatku jatuh hati, sekaligus iri dan ingin menyainginya, terutama dalam hal.. gambar menggambar.
Namun, aku sadar diri, skillku dalam hal menggambar sudah kalah jauh dengannya. Mungkin di aspek lain aku akan kalah, juga.
Kemudian tatapanku turun dari wajahnya, tubuhnya, lalu selangkangannya, tak bisa kuhindari.
Penisnya yang tentu saja sudah terbungkus oleh celana pendek warna krem sekarang. Namun, tetap kubayangkan gundukan batang kenikmatan yang akhirnya mewujudkan fantasi seksku akan adik tingkatku itu. Sembari tetap menatap selangkangannya, kubayangkan bagaimana penisnya seperti yang kulihat di persetubuhan yang sudah-sudah. Bagaimana aku mengemutnya, mengulumnya, bahkan memuaskan vaginaku ini.
Damn, shit!
Hanya dengan membayangkannya saja, vaginaku yang hanya tertutup oleh rok ini sudah kembali berdenyut, dan mulai membasah.
Namun...
Kulihat Kei sudah kembali membuka layar software ilustrasinya, Medibang. Itu berarti dia akan melanjutkan membuat ilustrasi desain proyek kami.
Ah, sudahlah, aku tak mau mengganggunya..
Kusudahi tatapanku, kemudian aku kembali pada layar laptopku, mencari sesuatu di Google, apapun yang terlintas di pikiranku. Sesekali membuka FB yang tak ku buka seharian ini. Namun, baru saja aku hendak meng-klik notifikasi pada Messenger, tiba-tiba...
“Ehh..?!”
Tangan kananku ditarik oleh Kei, dan diarahkan menuju selangkangannya sehingga dapat kurasakan gundukan penisnya dibalik celana pendeknya itu.
“Jangan cuma dilihatin aja, Na.. Mainin juga..” bisik Kei padaku, sembari menggerakkan jariku dengan gerakan seolah aku meremas penisnya.
Tentu saja, kuremas dan kupijit penisnya dengan senang hati dan birahi yang muncul akibat bisikan sendu sekaligus erotis Kei yang mengajakku menjamah batang lelakinya. Sementara itu, Kei tetap fokus pada layar laptopnya sementara kedua tangannya kembali sibuk berurusan dengan tuts keyboard serta pentabnya, namun sesekali ia merem-melek menikmati pijatanku pada penisnya.
Terdengar hembusan nafas Kei yang memberat, yang nampaknya libido dia juga mulai naik akibat jamahanku pada penisnya.
“Kei... “ ujarku, kemudian menyibak sweaterku dan memperlihatkan buah dadaku yang masih terbalut bra, namun sudah tak menutupi putingku dengan benar akibat jamahan Kei yang kasar saat bersetubuh tadi.
“Apa kamu gak mau..?” tawarku, dengan wajah yang tersipu malu, namun tetap memamerkan buah dadaku, sementara tanganku satunya tetap menjamah penisnya.
“Gak mau apaan?” tanya Kei, namun kali ini dapat kudengar intonasinya menantang.
Aku merasa tertantang secara birahi sekaligus agak kesal.
“Gak mau.. mainin susu ku?” ujarku menahan malu
“Oh..”
Kemudian, tak banyak bicara, Kei mendekatiku dari belakang dan mulai meremas payudaraku.
“Shh..ya mau lah.. gak sabaran banget lu sampai buka baju begitu, haha..” ledek Kei, berbisik tepat di telingaku, membuatku panas.
Kemudian, aku tetap memainkan penisnya, meskipun kini tanganku harus sedikit meraih ke belakang karena Kei yang berpindah posisi condong di belakangku. Sementara Kei selain meremas dan memijat kedua buah dadaku, ia juga menelusupkan tangannya di balik braku, memilin kedua puting sehingga ku merasa geli dan semakin terangsang.
“Hmpphhhn...”
Mendengar desahanku, Kei semakin bersemangat meremas payudaraku, dari lembut sehingga remasannya mulai terasa kasar dan kuat.
“Agghhh ...ughhn..hhmnnn....”
Aku tak bisa tak mendesah dan mengerang karena nikmat dan sakit yang kurasakan bergantian pada payudaraku.
“Ugghnn..besar banget nenenmu, Na..” bisik Kei, mulai vulgar.
“Mhhnn..ugghnnn...”
Tiba-tiba, Kei mulai mendekatkan wajahnya padaku, dan dengan bibir yang bergetar, ia mulai mengecup bibirku. Kemudian mengajak bibirku untuk beradu, dan saling mengemut bibir satu sama lain.
“Mhhhnn...slrrrpss...mmphpnnnn....”
Lidah Kei mencoba menerobos masuk rongga mulutku, kuizinkan lidahnya bertemu lidahku. Kubelitkan lidahnya, sesekali kudorong lidahnya dengan lidahku sehingga saliva teruntai dari mulut kami berdua.
“Ughh..slrrpss...cckkss...ahhnnn..”
Kei mengisap lidahku kuat-kuat sesekali, dan aku membalasnya dengan mengemut bibir bawah dan lidah Kei. Kemudian ciuman kami terlepas, di saat tangan yang satunya mulai menjamah vaginaku.
Ia sibak rok yang kupakai, dan mulai menyentuh vaginaku.
“Ughhnn...basah banget, Na...” ujar Kei, sembari mengusap-usap vaginaku dan meratakan cairannya.
“K-Kei..hmnnn...”
“Lihat.. udah basah seperti ini.. belum puas ngentotnya?”
“Kei???!” Aku terkejut, sejenak aku terpelatuk di tengah-tengah birahiku.
Tanpa ampun, setelah mengataiku seperti itu, ia mulai memijiti klitorisku dengan perlahan, sementara tangannya yang satu lagi kembali menjamah payudaraku bergantian.
“Keii,..ugghnn..hhnggksss....” desahku, menggeliat kenikmatan dengan kakiku yang mulai menendang tak tentu arah.
Kini, laptopku sudah mode stand by, layar perlahan menghitam, dapat kulihat pantulan diriku yang tengah dijamah oleh Kei, terlebih buah dadaku yang tengah diremasnya. Dan juga dapat kulihat pantulan diriku dengan wajah yang menahan birahi, serta Kei yang terlihat menciumi rambutku.
Kupalingkan wajahku seketika dari layar laptop karena merasa malu, namun saat kupalingkan wajahku ke arah kiri, ternyata di sebelah kiriku ada cermin besar yang memantulkan sisi samping diriku dan Kei yang tengah bercumbu.
Kei tertawa terkekeh melihat ekspresiku yang terlihat malu tersebut.
“Ughh.. hmnhh ougghnn..”
“Teruslah melihat ke cermin..” ujar Kei, sembari menatap dirinya dan diriku yang tengah ia ‘permainkan’.
“Lihat, tak pernah terbayangkan aku bisa merasakan tubuh wanita, haha!” sambungnya, dan mulai memasukkan ke empat jarinya dan mengocok vaginaku tanpa ampun.
*sfx : cleeppss cleppss cleepsss...*
“Aaaahhhh, aaaggghhnnn Aaaauuuhhnnnn!!!”
Aku mengerang, menjerit, tubuhku terlonjak-lonjak akibat kocokan jemari Kei yang mulai mengenai titik G-spotku kembali. Kurasakan dengan jelas jemarinya yang terpijit-pijit oleh vaginaku yang berdenyut.
*Sfx : Plaks!*
“Shh..diem lu, berisik!” bentak Kei, mencabut jemarinya dari vaginaku, kemudian menampar paha dalamku serta meremasnya.
“Auughh!” jeritku, kesakitan. “M-Maaf, K-Kei...”
Sementara tangan satunya masih meremas-remas payudaraku, tangan yang tadi ia gunakan untuk mengocok vaginaku mencari-cari sesuatu di sekitarnya.
Namun, kini tangan satunya yang tadi meremas payudaraku, kini turun langsung untuk menguyel-uyel klitorisku kembali, namun kali ini dengan gerakan memijit dan memutar.
“Ougghnn..hhnnnnh...”
“Enak, Na?”
Aku mengangguk. Kei semakin menekan klitorisku dengan jempol dan telunjuknya bergantian, sesekali menggeseknya dengan jarinya itu.
“Keii, ugghnn.. Keeii..oorggnnnn...”
Pantatku mulai bergerak tak menentu menerima pijitan Kei pada klitorisku, begitu pula dengan pahaku. Aku kembali menggeliat, kurasakan vaginaku kembali berdenyut dan hendak berorgasme.
“OURRGGHNN!!!”
Aku tersentak, tubuhku terlonjak, karena kini jemarinya berpindah kembali mengocok lubang vaginaku yang semakin membanjir dan berdenyut-denyut itu.
*sfx : cleerrpss sleppss cleeeppsss ckkss..*
“Ugghnnn...sange banget ya kamu, Na? Hmmmnhh..??”
“OUGGHH UGGHh... Yyyessshhh.... enakkhh Keiii aagghh aagghh----“
Tiba-tiba sesuatu membekap mulut dan hidungku.
“Berisik!!” bentak Kei kembali, dengan ekspresi marah sembari membekapku dengan tangan satunya. Namun tangannya yang lain belum mau menyudahi kocokan pada vaginaku, dan malah semakin memperdalam kocokannya.
Terhirup bau khas yang dapat kukenali, aroma selangkangan pria.
“Gimana, Na?? Mending lu hirup sempak gua sekalian. Ngapain lu hirup jaket gua waktu di sekre, hah??” cecar Kei, kembali mengungkit kejadian yang sudah-sudah.
“Empphnn rgghhh hmphhnn...grrhhnnn...” desahku tertahan.
Perlakuan Kei padaku, cara ia membentakku, perlakuan ia pada vaginaku, hingga aroma selangkangan pada celana dalamnya membuat birahiku bergejolak, tak mampu menahan orgasme lebih lama lagi.
“Mphhnn urrghnn...ooompphnnn....hnggkksss...”
Kuhirup kuat-kuat celana dalam Kei karena telah mabuk oleh birahi. Kurasakan vaginaku berdenyut-denyut kencang, seakan ingin jemari Kei terus mengocokku.
“Hmhhnn K-Khhh...kkhhhh....”
Tanganku meremas tangan Kei yang tengah membekap diriku, sementara tanganku yang satunya meremas pahaku kuat-kuat.
“HERRGGHHHH HHgggHH MPPHHHHH ERGGHGGGHHKKSSSS---!!!”
Tubuhku melenting, aku sudah hampir ‘meledak’, namun Kei malah mencabut jemarinya dari vaginaku begitu saja.
“KEIII... AARGGHHNnn...” rengekku, kecewa karena orgasmeku tertunda. “Akkhh ... akuu mau muncrattthhh..ugghnnn..” ujarku, dengan tubuh yang terlonjak-lonjak dan gemetar hebat menahan orgasme yang tertunda.
“Sebentar, sayang...”
Kei yang juga melepaskan bekapannya dari mulutku, kini tangannya mengisyaratkan supaya pahaku terkangkang lebar-lebar.
Setelah pahaku terbuka lebar, ia malah kembali menyodorkan celana dalamnya, dan kini memperlihatkanku bagian tengah celana dalamnya (tempat dimana penisnya terletak di celana dalam)
“Pegang, Na.”
Aku menuruti saja kemauan Kei, meski agak bingung.
“Gua mau lu bersihin sempak gua pake mulut lo.”
Aku menatap Kei sejenak.
“Kalau gak mau, mending lu colmek aja sendiri...”
Aku langsung menuruti kemauan Kei begitu saja. Dengan nafsu birahi kujilati permukaan celana dalam Kei yang aroma kelelakiannya membuatku terangsang.
“Slrrpss..ckss..cleeppss..mhhnn...”
“Baguss..gua suka itu...” puji Kei, kemudian kedua tangannya langsung bergerak kembali memijiti klitorisku serta mengocok vaginaku kuat-kuat.
Tubuhku terlonjak-lonjak tak karuan meski ku tetap menjiati celana dalam Kei. Berkali-kali pantatku terhentak dan menghentak selangkangan Kei yang kurasakan penisnya sudah sangat mengeras.
“Owwrgghh...grrhnn...hhngkksss.***eemmhh...mhhnn...” desahku tertahan oleh jilatanku akan celana dalam Kei.
“OOAAGGHnnnhhNn.. K-Keeeiii...slrrpss...mhhnn... Aaagghnnn!!!”
Tiba-tiba tubuhku melenting, dan gemetar hebat.
*Sfx : CROOTSSS CRETTSSS ... Sreettsss SRrttttss....!!!*
Cairan cintaku bermuncratan, menyemprot kencang ke atas ,dan sebagian permukaan meja laptop di depanku, dan sebagian mengenai layar laptopku.
“Aaarrgghnn...hhnggksss..oooghnn....ugghnnn....”
Tubuhku terlonjak-lonjak, aku meremas tangan Kei yang tadi mempermainkan vaginaku tak terkendali. Kemudian, Kei mengubah posisi duduknya, kini ia duduk di tepian kasur sementara aku masih duduk di bawahnya, yang bersender tepian kasur.
Namun, masih terombang-ambing oleh rasa nikmat pada tubuhku, aku membalikkan badanku, dan tanganku langsung menggenggam batang lelaki milik Kei. Kuremas dan kukocok penuh nafsu, namun...
“Langsung aja pake memekmu, sayang..” ujar Kei, vulgar sekali, sembari meremas salah satu payudaraku. Ia sudah bersiap membantu mengangkat tubuhku agar duduk dipangkuannya, saling berhadapan.
Kuangkat pantatku sejenak, lalu kumasukkan batang kenikmatan tersebut..
*sfx : PleeppSS!*
“Aahhnn...”
Desahku dan Kei bersamaan. Merasakan kelegaan kembali ketika batang penis Kei kembali mengisi liang vaginaku.
Dan kini mengaduknya. Aku menggenjot penis Kei perlahan, sembari aku memeluk pinggang Kei, sementara Kei meremas kedua bongkahan pantatku, sesekali menamparnya kecil.
“Ughhnn..Na..hmphhnnn...”
Kini Kei yang mendesah dan mengerang kenikmatan, bahkan beberapa kali tubuh ia terhentak-hentak akibat goyanganku yang memutar memijiti penisnya dengan vaginaku.
“Ogghnn..hmnn...e-enakhh...s-sayang..?” tanyaku pada Kei dengan nafas mengemban birahi di sela-sela persetubuhan kami.
Kei tidak menjawab, ia terus saja menyodok penisnya ke dalam lubang kenikmatanku, mengenai titik G-spotku dan menekannya kuat-kuat dengan penisnya.
“Errhnn..K-Keeii...uffhnnn..”
Kei meraih wajahku, dan mendekatkan wajahnya. Kami kembali berciuman, bibir saling bertemu dan memagut lembut. Kei pun memasukkan lidahnya pada mulutku, yang kusambut dengan kuluman penuh birahi.
“Emmhhnn..slrrpsssk...ccksss..mphhnn... ohhnnn..”
Kei semakin ganas menghajar lidah dan bibirku, ia mengemutnya dengan kuat, serta mendorong-dorong lidahku dengan lidahnya. Aku merasa sesak sehingga harus melepas ciuman terlebih dahulu. Saliva kami teruntai, membasahi dagu.
“Errhhnn...Keeei...uhnnn...”
Aku terus menggenjot penis Kei sementara tubuhku sudah mulai gemetaran menahan nikmat, pertanda akan orgasme kembali.
Sepertinya Kei mengetahui aku hendak orgasme, maka dari itu ia meraih payudaraku dan meremas bergantian. Namun, salah satu tangannya kini memegang leherku, dan berubah menjadi cekikan.
“Errgghhkk..hhnkss ahkk---uohhhokkkhhh..”
Namun, cekikan tersebut tak mampu meredam keinginanku untuk orgasme, apalagi lubang kenikmatanku sudah berdenyut nikmat dan siap memuncratkan cairan cintaku kapan saja.
“Ampppunnhhn..hnnkhhsss....ekkhh...hwerghhnnn...” rengekku pada Kei, mulai menangis karena rasa takut, sesak namun bercampur nikmat.
Kei malah tak mau berhenti, ia kini malah menatap lekat-lekat kedua mataku.
“Ughnnn..sshhh...fuuccckkk....”
Kei terus menatapku dengan liar, nafasnya pun berdengus, sementara penisnya menyodok vaginaku kuat-kuat. Namun dapat kurasakan penisnya mulai mengembang dan berdenyut.
“Keeeeiii a-aaahhk ukhhh....hhnkskss..eerrghkhhk--!!”
Air liurku berleleran dari mulutku. Semakin Kei mencekikku sembari menyodok vaginaku, semakin aku ingin orgasme.
“Hwerrghhnn K-Keeeii ,hngkkssss u-uhhhkkhhhnnnn!!!”
*Sfx : SREETTTSSSs..CRTTSSSSSSs....!*
Tanpa bisa kukendalikan, cairan kenikmatanku menyembur kembali membasahi selangkangan,paha serta tepian kasur, dan menetes membasahi karpet. Tubuhku masih menggelinjang menuntaskan orgasme.
“Arrgghnnn aahhnn-hhhaaahhnnn...”
“Fuuccckkkk gue ngecrott juga Naaa, ooohhhkk anjinggg erghnnn..!!” erang dan racau Kei tiba-tiba, yang masih mencekik leherku namun tak beraturan
*sfx : Crrrooottsss cruttss..srrtsss...!!*
“Aaaahhnn..Keeei...aahhnn!!” jeritku, merasakan rahimku ‘ditembak’ oleh cairan mani Kei dan membuatnya terasa hangat.
“Uooghhnnnn...”
“Ourrghnn shittt..enakkhh bangett memekmu Naa..uhhnn..”
“Keiii..hnggkss..ahh..ahhh...”
Tubuhku masih terlonjak dilanda nikmat orgasme yang menderaku, meski cairan cintaku kini semakin sedikit menetes. Kedua tanganku pun menggenggam pinggang Kei, hampir membenamkan kukuku pada pinggangnya yang-untungnya-masih terbalut sweater tipis lengan panjang yang digulung.
Kei pun melepaskan cekikannya pada leherku, namun tetap menatapku dengan pandangan birahi. Penisnya pun masih di dalam vaginaku, namun aku merasakan hal aneh...
Yaitu penis Kei kurasa tidak melemas sepenuhnya, meski telah berejakulasi.
“Yah, Na... Kamu gak bisa diem banget, sih ...” bisik Kei, dengan suaranya yang membuatku semakin meleleh dan menyukainya.
Tak hanya itu, ia mulai meremas kembali kedua bokongku yang masih bergetar karena kenikmatan yang kudapat.
“Masih ‘bangun’, lho..”
Kei menghentakkan penisnya yang perlahan ereksi kembali ke dalam vaginaku.
“Hngkksss!!”
“Masih kuat, Na? Masih pengen ngentot?’ bisik Kei, sembari tetap menyodok lubang kenikmatanku
“Ughhnn...y-yahhnn..” aku hendak menjawab, namun..
“Hmmm?” Kei mendekatkan telinganya padaku, pertanda ia tak mendengar suaraku.
“A-aahhnn..aaghnn...”
Bukannya menjawab, tapi aku malah mendesah kembali akibat vaginaku yang mulai disodok berulangkali oleh penis Kei.
“K-Keii..hhnggkss...uughnn...”
Denyutan pada vaginaku yang kembali menggatal akan sodokan penis Kei membuatku mengerang dan mendesah.
Tiba-tiba Kei menghentikan sodokannya. Aku sempat menatapnya dengan bingung.
“K-Keii...?”
Kemudian Kei melepaskan aku dari pangkuannya, namun kini ia berdiri dan menuntunku untuk berhadapan pada cermin.
Terlihat pantulan tubuhku yang menggunakan sweater, namun sudah tersibak hingga bagian payudaraku yang masih terbalut bra namun posisi sudah acak-acakan, sehingga puting payudaraku mencuat dari bra hitam yang ku kenakan. Sementara bagian bawah perutku kini kembali tertutup oleh rok overall yang ku kenakan, meskipun tidak menggunakan celana dalam.
Sementara, di belakangku Kei berdiri memelukku, namun hanya bagian bawah tubuhnya saja yang tidak tertutup apapun.
“Hmhnn.hmm..”
Kei bergumam sementara tangannya tiba-tiba meremas kembali kedua payudaraku dengan kasar. Dapat kulihat bagaimana ekspresinya dan saat dia meremas payudaraku.
“Aaaahh..” erangku, agak kesakitan.
Kini, kedua tangannya berpindah menyibak rok yang kukenakan ke atas, sehingga kini terlihat selangkanganku yang tak tertutup apapun selain bulu yang tipis.
Dapat kulihat di cermin bagaimana selanjutnya Kei menyibak bibir vaginaku, dan memperlihatkan klitorisku.
“Errgghnn..”
Kei memijiti klitorisku yang menegang dan licin dengan gerakan perlahan namun memutar.
“Ahh..hhmnnn..”
Aku menengadahkan kepala menyambut sensasi pada klitorisku. Namun, kupandangi juga cermin yang kini memperlihatkan bahwa Kei tengah bermain dengan vaginaku.
Kei menggerakkan tangannya maju mundur, mengusap bibir vaginaku. Tak lama kemudian iapun memasukkan langsung ketiga jemarinya ke dalam lubang vaginaku.
“Aaahkhhnn, Keii....”
Kei menjamah vaginaku dalam keadaan aku yang sedang berdiri dan badanku ditopang olehnya.
Namun, tak puas hanya dengan mengocok kelaminku, kini tangan satunya berpindah memijiti klitorisku kembali, setelah meratakannya dengan cairan vagina basahku sebelumnya.
“Errgghhnn K-Keei...aakhh i-itillkkhhu...uuhhnn...”
Belum lagi titik G-spotku yang terjamah dan dipijiti terus-terusan oleh jemari Kei, ditambah rangsangan dan sesekali pencetan pada klitorisku, sehingga vaginaku tak mau berhenti berdenyut. Tubuh, terutama lututku semakin lemas dan gemetar tak terkendali.
“Errrghkk akhknn...aahhknnn..”
Karena Kei pun menopang tubuhku seolah tak mengizinkanku untuk ambruk, aku pun meremas pahaku kuat-kuat menahan sensasi nikmat yang menjalar ini.
Bahkan, kini dapat kurasakan bahwa tak lama lagi vaginaku akan kembali memuncratkan cairan kenikmatan.
“Keeeii...uuaaghgnn...memekkkhhu...ugghhkknn...!”
Aku tak bisa menahan tubuhku yang menghentak-hentak nikmat, bahkan penis Kei tergesek oleh pantat telanjangku sedari tadi, sehingga sepertinya ia pun mendesah karenanya.
“Owghhh shiiitt...ughhnn...hhmnnn... m-mau muncrat l-lagi kah??”
Aku mengangguk,
“Aaaghhnn i-iyyahh K-Keii aku m-mau keluarrr...ssshh argghhn..ughn.. “
Kei seolah mengarahkan vaginaku pada cermin, sembari tetap mengocoknya serta memilin klitorisku.
“Eeeegghhnn K-Keeiii a-aaahn----“
*sfx : Sreeettrsssss creettsss ssrrtss ssrtttt...!!!*
“AaaaaaahHHh, gggguhhhh....aaaghhnnnn!!!”
Aku melonjak-lonjak kenikmatan, tak bisa mengendalikan desahan dan eranganku. Cairan cintaku kini menyembur membasahi cermin dan karpet tempat aku dan Kei berdiri.
“Aaakhhhhh kkkhh...khhluaarrr..akkhhh keeluarrghhhnnn ...!!”
Kepalaku terdongak-dongak menahan nikmat, sempat kulihat ekspresi Kei yang hanya menatapku dengan tatapan mesum, seolah menikmati ekspresiku yang tersiksa oleh orgasme ini.
Sekali lagi, kutatap cermin yang ada di hadapanku, dan kini pantulan pada cermin berbayang karena terbasahi oleh cairan cintaku...
*sfx : BRUG!*
Tiba-tiba Kei mendorongku cukup keras hingga aku tersungkur di karpet dengan posisi menungging, dan kepalaku membentur cermin namun tidak sampai memecahkan kacanya.
“Aaaaakkhh!! Sakittt!!”
Aku tak bisa menahan diri untuk teriak saat Kei menjambak rambutku cukup keras, dan kini ia mengarahkan pada bagian dimana aku ‘mengencingi’nya dengan cairan cintaku.
“Jilat.”
Kei pun mendorong kepalaku agar wajahku menyentuh cermin.
“Jilat, njing.” sentaknya sembari memperkuat jambakannya pada rambutku.
Aku, dengan perasaan antara terangsang serta terhina yang membuatku hampir menangis, menjiati bagian kaca cermin yang basah oeh cairan orgasmeku tadi.
“Slrrpss..slrrpss...mhhnn..”
*sfx : PLAK!! PLAKK!*
“AAAHHH!!!”
“Jilat terus, anjing!”
*sfx : PLAKK!! *
Kei kembali memukul kedua pantatku dengan sol sepatu ketsnya akibat aku yang malah menjerit kesakitan ketimbang membersihkan cerminnya dengan lidahku.
“Aahnn ..hmnnn....”
Kei mendesah-sepertinya birahi ia semakin bergejolak dan belum dituntaskan kembali-dan meremas pantatku sejenak, serta merenggangkannya sehingga ia dapat melihat gundukan vagina basahku.
“Mhhnn...bagus tuh, udah mulai bersih... pinter..” puji Kei, yang tak lama kemudian langsung menyodok penisnya ke dalam vaginaku.
“Ugghnn..nih, gua puasin lagi memek lu.”
“Aaahhn!!”
Kudongakkan kepalaku menerima kembali sensasi nikmat dan penuh pada vaginaku. Kini kulihat dengan mata kepalaku sendiri, diriku yang sedang digagahi oleh orang yang memang kuidamkan sejak tiga tahun lalu itu.
*sfx : PLAAAAKK!! PLAAKK!!*
“Aaaagghnnn uuaaaghnnn..!!”
Kei menyodok vaginaku serta menampar pantatku keras-keras dengan sol sepatu ketsnya bergantian.
Dapat kulihat bagaimana aku sedang menungging sementara batang gagah Kei tengah menyodok vaginaku. Dapat kulihat pula ekspresi wajahku yang terus mengerang dan menjerit, bahkan hampir menangis keenakan bercampur sakit, sementara ekspresi wajah Kei yang terlihat mendesah dan mengerang kenikmatan seiring sodokannya yang semakin kencang menggempur liang kenikmatanku.
Aku seperti melihat diriku diperkosa, dan aku malah menikmatinya.
“Ehhh—ohookkhh!! Uuoohhohhkk!!!”
Terlihat bayangan di cermin, Kei kini menjerat leherku dengan ikat pinggang sembari masih menyetubuhiku. Membuat kepalaku terdongak dan tubuhku terangkat ke belakang dengan paksa.
“Hwaaaghnnn...eegghnn..hikss..ogghnn...”
Aku mendesah dan mengerang dalam birahi namun juga rasa sesak dan panik. Namun rasa sesak itu tak berlangsung lama. Kei melepas jeratannya pada leherku. Namun... kini salah satu tangannya menjambak rambutku.
“Aaahh ahhhh ,uooohhk...kkhhh...hikss...”
*sfx : PLAKKSS!! PLAAKKSS!!*
“AAAHHHHNN---!!!”
Jeritku tercekat, saat punggung dan pantatku kini jadi sasaran cambukan ikat pinggang Kei yang semakin tak terkendali akibat birahinya yang membludak, penisnya yang sedang dipuaskan oleh vaginaku yang tak mau berhenti berdenyut kenikmatan.
*sfx : Plaaakkkss!! plookksS!!!*
Kei mencambuk punggung dan pantatku bertubi-tubi, menggempur vaginaku tanpa ampun, yang bisa kembali muncrat kapan saja. Airmataku berjatuhan, air liurku menetes saking merasakan siksaan dan kenikmatan yang kuterima.
“Aaagghh.***aahhh....hikkss..hikss....huuuhhh...ouuhhnnn...”
“Ougghhh hhhmnnn, enakkh kan ngentot sama gue, perek sayang??” ujar Kei yang kembali mencaci diriku, sembari menjambak kembali rambutku dan menghantamkan penisnya hingga mentok.
“Ouughhh...gghhh...aaaahnnnn hiksss hiksss....”
Aku hanya bisa mendesah dan menangis. Namun sepertinya Kei kesal melihat reaksiku.
“Kenapa?? Gak enak, hah?”
Kei mencekik leherku lagi. Disaat yang sama, dapat kurasakan penisnya menggembung di dalam vaginaku, pertanda tak lama lagi ia akan berejakulasi.
“Errghhg...hnnkggss..ennhhh...ennhaaakk... akhhh akhhnnn...”
Jawabku tak terkendali karena tercekik sekaligus merasakan nikmat saat penis Kei semakin menyodok lubang kenikmatanku dan menghantamnya hingga terasa mentok.
Genjotan penis Kei, caci makinya, perlakuan kasarnya... bersatu untuk membuatku ‘meledak’.
“Aaaaaaaaaghnnn K-Keeeeeiii ooouaaaghnnn...OHHHHKKKHHHh....---!!”
*sfx : CROOOOTSSS CROOOSTT SRRTTTSSS CRREETTTSSS.....!!”
“AAAAHHHHHHHH KEEEII.. OUAAGGHHHH...!!”
Dapat kulihat diriku yang menyemburkan kembali cairan cinta, membasahi karpet dan cermin yang tadi sudah ‘kubersihkan’. Pantulan cermin memperlihatkan diriku yang meronta-ronta kenikmatan, tubuhku menggelinjang tak terkendali.
“SSHIIITTT OOUGGGHHNNN HNKGGGSSgggGgg..!!”
Aku kalap, vaginaku tak mau berhenti berorgasme dan mengeluarkan cairan cinta sementara Kei masih menyodoknya dengan penisnya yang sudah terasa amat berkedut, dan..
“Aaaaghhh mmmhh...muncrattthh Naa..ugghhnnn anjingggg ooohhhhh!!”
*sfx : CROoooOTSSS crroootsss crooottsss...!*
Kei menghentakkan penisnya lalu menyemprotkan cairan pejuhnya ke dalam rahimku, membuat perut bawah serta rongga vaginaku terasa hangat sekali.
“Errrghhh Naa anjingg luu, enakk bgtt memek luuu argghhnn...” racau Kei, yang masih saja menghentakkan penisnya, menuntaskan ejakulasinya. Dipeluknya pinggangku kuat-kuat.
“Hiksss Keeei...enaaakhhh ..aagghhnn...memekkuu hangaatt...aaghhg konttollll...fuccckkk...”
racauku tak menentu menerima sodokan kalap Kei pada vaginaku yang semakin tak berhenti berogasme.
“Agghhghhnnn uoogghnnn...aahhh...”
Aku pun ambruk setelah mengalami orgasme hebat, dengan tubuh yang masih gemetar. Aku hampir hilang kesadaran, selain merasakan bahwa tubuhku seakan diloloskan dari tulang belulang.
“Na..”
Dapat kudengar Kei memanggilku perlahan, namun untuk membalas sahutpun aku tak sanggup. Dunia terasa mendadak menggelap untukku.
Mungkin sejak saat inilah dalam hidupku, aku merelakan diri dikalahkan oleh seseorang...