*As Closer as We Get, as Deeper as We Fall*
Seminggu berlalu, kami semakin akrab. Meskipun ada yang masih mengganjal untukku. Siapa yang menelponnya, dan apa yang membuatnya kalut sehingga membutuhkan pelukan? Pertanyaan itu membuat sedikit rasa canggung saat kita bertemu, belum lagi saat itu aku sedang dekat dengan teman satu jurusanku. Dia bernama Dini. Dini berusia 20 tahun, dengan perawakan yang lebih tinggi dan sedikit lebih berisi dari Alfia, keduanya sama-sama menarik. Kedekatanku dengan Alfia tentu saja mengganggu jalannya hubunganku dengan Dini, dan Dinipun menyadari bahwa waktu yang aku miliki dikampus lebih banyak dihabiskan bersama Alfia, ia paham bahwa aku dan Alfia satu kelompok tugas, tetapi yang tidak bisa ia mengerti kenapa bisa secepat itu aku dekat dengan Alfia, karena aku adalah tipe mahasiswa yang kaku dan jarang berinteraksi dengan mahasiswa lainnya, aku bukan kutu buku atau orang culun, hanya saja cara mereka bergaul dan berteman tidak masuk dengan caraku.
Disuatu ketika Dini dan aku sedang berada di kelas yang sama.
Dini: "Lu deket sama anak baru itu?"
Aku: "Ga terlalu sih, kenapa gitu?"
Dini: "Kaya yang sering bareng ngeliatnya"
Aku: "Kan lagi ngerjain tugas bareng, biar lulus matkul MK II udah cape ngulang gua."
Dini: "Tumben mikir bener nih anak, nanti beres kelas ke kostan gua dulu ya."
Aku: "Ngapain?"
Dini: "Butuh bantuan soal laptop."
Aku: "Yaudah."
Kelaspun tidak lama bubaran, aku mengikuti permintaan Dini untuk membantunya, ya hitung hitung mengisi waktu luangku hari itu.
*Kostan Dini*
Aku: "Mana laptopnya, sini gua benerin."
Dini: "Itu dipojokan, windowsnya harus di aktivasi, ga ngerti gua caranya."
Aku: "Oke gampang itu mah."
Setengah jam berlalu, masih sibuk dengan laptopnya Dini dan keheningan di dalam ruangan 4x6 m yang dipenuhi ornamen khas wanita, pernak-pernik dan lain sebagainya, fyi. Ini bukan kali pertama aku singgah di kostan Dini, sudah beberapa kali aku kesini, tidak terlalu sering cuma sulit juga untuk dihitung jumlah pasti.
Dini: "Lu deket sama Alfia?"
Aku: "Kan tadi udah dijawab." Masih menatap monitor Laptopnya yang sedang kuperbaiki. Tanpa kesiapan apapun Dini menarik kepalaku kearahnya dan mengecup bibirku.
Dini: "Gua sayang sama Lu, tapi tunggu kita beres skripsi dulu kalo mau pacaran." lanjutnya sambil mendekatkan diri membuka sedikit bibirnya, aku tak menjawab ucapannya saat itu, yang kulakukan hanyalah mencium bibir Dini yang sudah siap untuk dinikmati, tak terburu-buru, walau sudah nafsu tapi tahan dulu pikirku saat itu, biarkan Dini merasakan perasaannya terbalas melalui ciuman ini. Lima menit bibir kami saling berpagut, aku mengambil nafas dengan melepaskan ciuman hangat antara kami berdua, tapi Dini tak ingin berhenti, ia turun mencari leherku, sambil tangannya mengusap kemaluanku dari luar celana jeans yang semakin menyempit, belum lama adegan panas ini di mulai, suara dering ponsel memecah birahi, aku memegang ponselku, Dini yang beranjak dari leherku bertanya.
Dini: "Siapa?"
Aku: "Alfia." Aku belum mengangkat panggilan itu.
Dini: "Tutup hpnya sekarang."
Aku: "Oke." Belum sempat ku menaruh ponselku, ada chat masuk dari Alfia yang isinya "Soal tugas, penting bentar lagi deadline.
Aku: "Baca nih." Menunjukan ponselku pada Dini
Dini: "Yaudah." Tapi tangannya tidak beranjak dari kemaluanku sama sekali.
Aku: "Abis tugas gua kesini lagi, masih ada yang harus diurus disini." sambil mengangkat tangan Dini yang mengelusi kemaluanku dan mengecup bibir Dini sekali lagi.
Dini: "Janji ya kesini lagi."
Aku: "Iya, Janji Sayang." Dinipun tersenyum dan mengizinkanku mengurusi tugas dengan Alfia.
*Di luar kostan Dini*
T-Tuuuut-T-Tuuuut, suara ponselku dan tanda tulisan berdering, menunggu Alfia mengangkat panggilan suara dariku.
Alfia: "Halo Van."
Aku: "Iya, Halo, mau ngerjain tugas dimana? Saya masih disekitaran kampus, mau ditempat kemarin aja?"
Alfia: "Dikostan saya aja Van, biar ga harus janjian keluar lagi."
Aku: "Oke, saya jalan kesitu."
Lima belas menit kemudian aku sudah sampai didepan kost Alfia.
*Kostan Alfia*
"Halo Alfia, Revan nih" mengetok pintu kamar Alfia beberapa kali, pintu pun terbuka dan Alfia mempersilahkan aku masuk, baru juga masuk dan menutup pintu kamarnya, Alfia langsung memelukku dan berkata lirih "Sorry ini bukan soal tugas Van." kondisi kentang dengan Dini membuatku mudah terangsang kali ini, aku menarik sedikit kepala Alfia keatas dan melumat bibirnya penuh nafsu, dan Alfiapun melawan balik membuat aku sedikit kewalahan, tanpa disadari kedua tanganku sudah meremas kedua bokongnya dan membuat Alfia sedikit mendesah "Ahh Van", gumamnya sambil meladeni ciumanku, entah bagaimana kami berdua sudah saling melumat di dekat kasur, perlahan kaos Alfia sudah sedikit terangkat karena tanganku terus menerobos masuk mencari payudaranya. Tergenggam sudah dan aku mulai meremas pelan bagian payudaranya yang masih tertutupi bra. Ciumanku pun sedikit mereda, karena Alfia sedikit mundur dan duduk di kasur miliknya, sehingga bibir dan tanganku terlepas bersamaan dengan duduknya Alfia, belum sempat melakukan apa-apa celana jeans dan bawahanku sudah diturunkan sehingga kemaluanku mengacung sejajar dengan wajah Alfia.
Ia dengan santai menggenggam dan menatap kemaluanku, aku sedikit terdiam sesaat sebelum rasa hangat menjalar di kepala kemaluanku, ia mengulum kemaluanku dengan sangat ahli, di naik turunkan kepalanya menelusuri kemaluanku dengan ritme yang sedang dan diselingi dengan jilatan lidah yang menggoda, cukup kewalahan aku dibuatnya, akupun mengelusi rambut Alfia pelan pelan, mata kami bertemu dan ia tersenyum tertutup kemaluanku yang masih mengisi penuh mulutnya. Lima menit sudah ia menjelajahi tiap inci kemaluanku, aku menahannya dan menariknya keatas, kembali ku lumat bibirnya sambil kutelanjangi dia sampai tak bersisa apapun yang menutupi tubuhnya, lumatanku menjalar pelan turun ke lehernya, ia menggelinjang manja "Ahh geli Van, saya udah basah banget." Mendengar ucapannya kemaluanku semakin cenat-cenut, puas dengan lehernya jilatanku turun ke sela-sela payudaranya, meluncur menuju perutnya yang ramping lalu naik kembali ke sela payudaranya, kedua tanganku sudah habis menggerayangi setiap lekuk tubuhnya, Alfia hanya bisa mendesah pelan, aku tak melihat bagaimana ekspresinya karena aku fokus dengan kegiatanku. Kini payudara kirinya sudah berada dimulutku dan kunikmati pelan pelan, kuhisap lembut dan memainkan putingnya dengan lidah dan gigiku, gigitan kecil pada payudara kiri dan jepitan tangan pada payudara kanannya membuat Alfia mencengkram rambutku dan menarik kepalaku ke atas, sambil menatapku dengan ekspresi yang sangat-sangat terangsang "masukin Van, saya udah basah banget." Ia tak banyak bicara, bahkan untuk urusan senggama saja ia tak banyak mendesah, hanya sering sekali gelisah.
Dengan arahan tangannya kemaluanku berada ditengah kemaluannya, kudorong perlahan, hangat sekali. Ia sedikit mengerang "Ahh, bentar dulu jangan langsung di goyang Van" akupun mendiamkan kemaluanku didalam sana sambil menciumi Alfia dengan penuh nafsu, ia semakin menggelinjang, hal itu membuat kemaluan dan pinggulnya menggoyang kemaluanku pelan, sungguh nikmat, pinggangnya terus bergoyang meminta untuk disodok, akupun menyodok kemaluan Alfia dengan tempo sedang, sambil sesekali menciumi bibir, leher ataupun payudara Alfia, lima menit kocokan sedang, aku yang dilanda birabi tinggi mempercepat kocokanku yang direspon dengan desahan Alfia,
"Ahhh Van, Ahhh."
"Agak kenceng lagi Van."
"Sodok yang dalam Van."
"Iya terus, enak Van."
Sodokanku semakin cepat dan tak teratur menghujam kemaluan Alfia. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Sepuluh menit, masih dengan tempo yang berantakan menghujani kemaluannya dan desahan Alfia semakin tak karuan.
"Van, terus Van"
"Ahh Van"
"Iya gitu Van, yang dalem Ahh"
"Bentar lagi Van, Aku mau keluaaarh, Ahh terus Van Ahhh Ahhh"
"Kee-Kelluaaarhhh Ahhh Van Ahhhh, berhenti Van bentar" ucapnya patah patah karena guncangan yang kuberikan, aku memperlambat sodokanku pada kemaluannya dan berdiam sebentar. Ia masih tersengal-sengal, dan tersenyum sambil berkata "Makasih Van, enak banget" akupun ikut tersenyum dan tak menyangka dengan mudahnya bisa bersenggama denga Alfia. Sempat hening dengan kemaluan yang masih menempel dan berkedut Alfia memecah kebisuan.
Alfia: "Mau saya yang diatas?"
Aku: "Eh, sekarang jam berapa?" Alfia tak menjawab hanya menunjuk jam dinding di kostan kamarnya. Pukul 19.30. Mampus pikirku, ingat janji kepada Dini.
Aku: "Boleh dilanjut nanti? Saya ada janji keluar hari ini"
Alfia: "Tapi ini belum keluar lho kamu." sambil menggoyang pinggulnya pelan-pelan dan hangat, basah sekali kemaluannya, aku menyodoknya pelan dan singkat lalu mencabutnya dari kemaluan Alfia.
Aku: "Ini bukan pertama dan terakhir kan?" Alfia tersenyum dan membiarkanku membersihkan diri dan mengenakan kembali pakaianku.
Alfia: "Kamu hebat, walau kamu tadi nafsu bangey sama saya, tapi kamu ga cuma ngejar dan numpanh buang sperma doang, malah saya yang keluar duluan" ujarnya sambil menggunakan pakaiannya kembali. Aku tersenyum dan pamit sambil mengecup bibir dan meremas kedua payudaranya.
Aku: "Simpan ini untuk nanti di waktu yang lebih leluasa."
Akupun bergegas menuju kostan Dini untuk menuntaskan janji.
*BERSAMBUNG*