Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Birahi Sinta

Status
Please reply by conversation.
Bimabet

Kamar Kos Sinta​

Keesokan hari...

"Kenapa gak cari kontrakan aja loh, Mas?"
"Kan kamu sama Dastan bisa tinggal juga kalau mampir, atau ke depannya kita bisa sama-sama"

"Sekarang yang terpenting kamu fokus saja dengan kerjaanmu dulu"
"Kalau nanti dari gajimu ada tabungan berlebih, nanti selanjutnya boleh kita cari kontrakan", jawab Hardi yang sebetulnya enggan tinggal di Jakarta. Kendati hanya pengangguran, dia merasa nyaman hidup di kampung saja karena aktivitas yang biasa dilakukan, seperti memancing, main sepak bola, atau kumpul-kumpul bersama kawannya begitu mudah di kampung.

"Bener juga sih, apalagi uang kita belum cukup banyak"
"Coba aja ya rumah Bu'De gede, mungkin aku gak harus ngekos di sini juga"

"kan posisinya jauh dari kantormu"
"Bukankah itu maumu juga, karena kalau ngekos tidak banyak uang habis digunakan untuk angkutan umum?"

"Iya", jawab Sinta mengangguk, bersama suaminya membereskan barang-barang pindahan dari rumah Bu'De nya yang terletak di Bekasi.

"Tapi, aku khawatir dengan perkembangan Dastan"
"Masih kecil begitu sudah ditinggal ibunya"
"Kayaknya aku tega banget"

"Dastan kan ada aku yang rawat dengan ibumu, ada paman dan tantenya"
"Kalo di Jakarta, aku dan Dastan perlu adaptasi lagi, perlu bawa ibu juga untuk nemenin Dastan, kan gak mungkin kamu kerja, aku rebahan"
"aku janji suatu saat kita bakal tinggal sama-sama"

"Titip Dastan ya Mas"

"kamu tenang aja, kamu yang semangat ya kerjanya", Hardi melempar senyuman ke arah Sinta.

Sinta menjadi tulang punggung keluarga untuk saat ini. Andai saja suaminya bekerja, boleh jadi ia memilih mengundurkan diri dan kembali ke Jogja mengurusi anak semata wayangnya, Dastan, yang baru berusia 2 tahun. Akan tetapi, Gaji yang menggiurkan membuat Sinta berpikir ulang. Banyak uang yang bakal bisa ditabung dan dikirimkan ke kampung. Di samping itu, ia punya harapan nantinya di Jakarta apabila kerjanya langgeng, bisa hidup bersama-sama dengan suami beserta putranya, menjadi warga ibukota.

Lantai 2 Rumah Kos​

"Hayuk, minum dulu ini...", Pak Hasto muncul membawa dua botol minuman dingin, menggoda kerongkongan Hardi dan Sinta yang kering dan haus. Pemilik rumah kos itu meletakkannya di atas meja makan lantai dua, di ruangan yang cukup besar seakan ruang makan bersama untuk para penghuni kos yang berada di atas.

"Waduh jadi repot-repot, Terima kasih banyak Pak!"

"Iya! Hayo buru diminum! Mumpung masih seger!", Pak Hasto tergesa-gesa pergi.

Hardi dan Sinta lalu berhenti sejenak, menyudahi memindahkan beberapa barang bawaan Sinta dari kardus dan koper ke lemari.

"Kamu di Jakarta, jangan mencolok ya, Jakarta itu kera, yang"
"Kamu harus tetep jadi yang aku kenal selama ini, seorang muslimah yang baik, sederhana, dan tak neko-neko"

"Siap!"

"Hahaha"
"Sabar ya sayang, maafin aku belum bisa lama-lama di sini sama kamu"

"Aku bakal semangat kerja, demi kamu dan Dastan, Mas!"

"Nah gitu!"

Hardi menengok keadaan di sekelilingnya yang sepi, memanfaatkan untuk mencium dan mendekap Sinta sembunyi-sembunyi. Padahal, Sinta sudah mau bergerak mengambil minum.

"Unchhh..."

"Ih Mas, apa apaan sih, kalau ada yang lihat gak enak mas..."

"Ah enggak ada siapa-siapa"
....
"Aku bakalan kangen banget dengan tubuh ini, berisi dan selalu bikin aku bernafsu"

"Udah, Mas, cukup ahhh"

"Ingat, kamu penampilan jangan mengumbar dan menonjolkan aurat di Jakarta, bahaya kalau ada yang tahu kamu punya susu gedhe dan birahi nakalmu itu..."

"Aman! Udah! Udah! Aku haus!", Sinta buru-buru mengelak pelukan Hardi, karena tangan suaminya berusaha sedikit meremas buah dadanya yang berukuran 34 C.

"Kamu mulai kerja kapan?"

"Besok aku sudah mulai ngantor, kamu kenapa gak nginep semalam aja di sini?"

"Tiket balik udah keburu kepesan hari ini, rencana awalnya kan kemarin udah pindahan, tapi ya mau bagaimana lagi waktu habis untuk cari kosan"
"Kamu langsung istirahat ya nanti, besok kan kerja, biar aku berangkat langsung dari rumah Bu'De"

"Kamu sih, tadi udah aku bilang sekalian aja pamitan dan bawa barang kamu"

"Enggak enak, yang, Bu'De banyak membantu kita di Jakarta, terus masa aku langsung melengos aja habis anter kamu"

"Terserah deh, kalau baiknya kamu gitu"
~¥~[/center][/CENTER]


Menyongsong malam, setelah berpisah dengan penuh haru untuk sementara waktu, Sinta duduk di balkon lantai dua. Dersik angin sepoi-sepoi sedikit menenangkannya yang belum terbiasa jauh dari keluarga. Selama ini, ia dekat dengan suami dan putranya. Ketika kerja di Bandung, suaminya menemani. Kali ini cerita agak sedikit berbeda. Sinta menyadari bahwa Hardi adalah karakter orang yang tidak bisa jauh-jauh dari kampung halaman. Sebaliknya, kalau bukan niat mencari nafkah seakan menjadi seorang kepala keluarga, Sinta juga tak rela.

Menghilangkan kebosanan dan kepiluan, Sinta yang baru selesai video call dengan suami dan putranya dari tempat yang berbeda, mencoba keluar dari rumah kos, mencari tahu apa yang kiranya bisa dibeli untuk makan malam. Setelah mengunci kamar kosnya, Ia
Pelan-pelan menuruni anak tangga, Sinta sempat berpapasan dengan penghuni kos yang lain, yang pulang kerja, atau sekadar mengambil minum
di dapur. Mereka ada yang melempar senyum ada yang cuek. Sinta memaklumi.

"Mau kemana Mba?", tanya Pak Hasto, Sinta bertemu dengan juragan kos itu di ruang tamu bawah, tempat pertama kali disambut.

"Mau cari makan..."

"Wohh, silakan-silakan"

"Orang baru, Mang?", tanya keponakan Hasto bernama Lena (25 tahun) saat Sinta sudah keluar rumah.

"Menurutmu?"

"Hehehe, mau digoda pasti"
"Kayak aku gak hafal tabiat mamang aja"

"Sembarangan kamu, mana mungkin aku berani!"

"Ah mamang masih aja suka kucing-kucingan sama aku"

"Sudah masuk sana! Temui Ibumu!", Raut muka Pak Hasto berubah galak, membuat nyali Lena ciut untuk meledek kembali.

"Sekali-kali itu anak itu musti dikasih pelajaran! Sudah gratis numpang di sini, kelakuannya sama sekali tidak dijaga"
"Arghhhh!"

Kegelisahan akibat ulah keponakannya yang kurang adab, membuat Pak Hasto tak betah berlama-lama duduk, kopi yang belum dirasainya pahit sekali. Ia pun pergi keluar sambil menyalakan sebatang rokok, kiranya bisa menenenangkan diri.

"Loh kok balik lagi?", Pak Harto berpapasan dengan Sinta.

"Lupa bawa dompet..."
"Hihi..."

"Udah gak usah, mau beli apa?"
"Pakai uang saya dulu inihh"

"Jangan pak, jangan..."

Kebaikan Pak Hasto diiindahkan oleh Sinta yang lekas berjalan lebih cepat. Pak Hasto lalu hanya mengamati Sinta yang kembali ke rumahnya, lelaki itu hendak mengekor. Namun, dia cemas Lena akan kembali meledeknya. Bisa-bisa membuat penghuni kos baru itu merasa tak nyaman.

"Siapa itu, Pak Hasto?"

"Kenapa memangnya? Kamu kenal?"

"Jelas Pak Hasto yang kenal, barusan tegur-teguran", ucap supir ojek online yang acap nunggu orderan di daerah rumah kos.

"Lihat aja kamu, penghuni baru"

"Wah, wah jempolan itu pak"
"Kali saja, mau jadi bini"

"Ini juga satu, ngomongmu ngawur!"
"Dia sudah bersuami, aku ndak mau disebut perebut bini orang!"
"Hati-hati kamu ngomong!"

"Lah, bukan hal aneh Pak, kan daerah ini emangnya suka dijadikan tempat indehoy"

"Tapi rumah kosku tidak! Itu tempat lain!"

"Bapak saja tidak tahu..."

"Sudah diam kamu, bikin kepalaku tambah puyeng"
"Mending kamu cari penumpang, anak istrimu mau dikasih makan apa?!", Pak Hasto menghardik si driver ojol. Padahal, ia masih warga sekitar.

"Haduh, pembahasannya jadi kemana mana, gak asyik ah", driver ojol jengkel. Ia menghidupkan mesin motornya dan mencoba mencari tongkrongan lain.


~¥~


Sebuah lantunan lagu religi terdengar berisik sehingga membangunkan Sinta pukul 03.00 pagi. Sinta merapikan tempat tidurnya kemudian bergegas menuju kamar mandi. Karena hasrat ingin menghirup udara pagi, Sinta lebih dulu menuju ke Balkon lantai dua rumah kosny sebelum menunaikan ibadah sholat malam. Hidungnya tak nyaman lama-lama dengan ruangan ber-AC.

Sesampainya di luar, dihiruplah kuat-kuat udara dini hari. Sinta menggerak-gerakkan tubuh seraya berolah raga ringan. Disadari oleh Sinta entah kenapa rumah kos lantai 2 sepi sekali. Dia mengira cuman dirinya yang menghuni satu-satunya kamar di lantai atas.

Sinta tak ambil pusing, suasana bagi perempuan pada umumnya mungkin menakutkan. Belum lagi rumah kosong di depan rumah kosnya, semakin mudah dilihat dari balkon lantai 2. Ditambah suasana hening yang mendominasi.

"Aah... Ahh..."

"Pamanmu tidak akan tahu kalau kamu begitu menikmatinya, Lena"
"Uhhh... Uh..."

"Aaahhh..."

Sayup-sayup desahan, didengar oleh Sinta yang peka dengan kondisi sekitarnya. Niatnya untuk ibadah malam terpaksa terhenti sesaat. Ia mau mencari tahu dari mana asal suara yang sepertiny sepasang pria dan wanita sedang asyik bercampur.

"Haduh, ternyata rumah kosnya begini ya...", Sinta menyesal, mengambil kesimpulan bahwa rumah kosnya dijadikan tempat mesum, terlepas ia mencoba berpikir positif kalau yang sedang bersenggama adalah sepasang suami istri yang juga ngekos. Mendekati Subuh, Sinta segera masuk kamarny dan menebar sajadah. Baginya, mungkin tak aneh hal-hal semacam itu di Ibukota. Keras. Sinta menyambut hari kerja pertamanya di Jakarta.​
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd