Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Blackmailed

Chapter 3
Keesokan paginya amplop coklat sampai ke meja Maya. Dia mengenali tulisan itu. Dia membukanya dan mengeluarkan foto-fotonya. Yang pertama diambil di taman mawar yang mau tak mau Maya harus mengakui kalau angle fotonya sangat pas

Foto terakhir membuat Maya tersentak karena diambil di dalam mobil. Roknya tersingkap sampai pinggulnya, jari-jarinya didorong masuk ke dalam vaginanya. Ekspresi wajahnya adalah gambaran kenikmatan, dan itu pasti terjadi pada saat dia orgasme. Dia menatapnya dan kemudian memasukkannya ke dalam mesin penghancur dan menyaksikannya menghilang. Dia memasukkan yang lainnya kembali ke dalam amplop. Saat itulah dia melihat catatan itu. Dia mengeluarkannya dan membacanya.

'Semoga kamu menyukai fotonya. Aku yakin Bayu ingin salah satunya diambil di taman .Aku suka yang ada di dalam mobil. Kamu benar-benar menikmati semua ini, bukan? Malam ini aku ingin kamu pergi ke tempat parkir truk (truk) di kawasan industril; yang di pinggir jalan tol. Aku telah memikirkan sesuatu yang menurut aku akan kamu nikmati. Tiba di sana jam delapan malam ini. Oh ya, ngomong-ngomong, mungkin lebih baik jika kamu mengenakan dress. Ingat, patuhi saja apa yang kuminta dan semua akan baik-baik saja'

Pagi harinya Bayu menelepon dan bertanya apakah dia sudah mendengar kabar lain dari si pemeras. Dia menyerahkan amplop itu padanya.

"Ya Tuhan, dia membuatmu melakukan ini?" dia tersentak saat melihat gambar-gambar itu. Lalu dia tersenyum, "Tapi omong-omong fotomu bagus juga ya.”

Maya memelototinya, "Kau sih enak. Bukan kamu yang dia targetkan. Aku hampir ketahuan di sana.”

Bayu tersenyum lagi. "Yah, kabar baiknya kita masih bisa mempertahankan posisi kita. Untuk sekarang, ikuti saja perintahnya.”

Pikiran bahwa suatu malam nanti dia akan menerima perintah dari si pemeras tampaknya tidak terlalu memengaruhinya hari ini dibandingkan dua malam terakhir. Dia membuka laci mejanya dan melihat gambar-gambar itu lagi. Dia menekankan tangannya ke vaginanya. Apa yang pria ini lakukan padanya?

Permintaan gaun tidak terlalu menjadi masalah baginya. Dia menyimpan beberapa pakaian ganti di kantor kalau-kalau dia perlu ganti baju untuk keluar malam. Dia memandangi dua gaun di lemari, gaun hitam kecil yang anggun dan kancing berbunga-bunga. Yang hitam tampak agak terlalu bergaya sehingga dia memutuskan yang berbunga-bunga.

Kawasan industri tampak sepi saat dia berkendara menuju tempat parkir truk. Beberapa lampu menyala, tapi sepertinya tidak ada yang menjaga. Bahkan warung di tempat truk pun tutup. Beberapa truk diparkir, beberapa dengan tirai tertutup, para pengemudi jelas-jelas sudah tidur semalaman untuk mempersiapkan diri untuk berangkat pagi-pagi sekali. Beberapa meter jauhnya, melewati pagar tanaman, truk dan mobil melintas dengan berisik di jalan raya yang sibuk.

Maya parkir di sisi jauh taman, jauh dari truk. Dia melirik arlojinya; saat itu pukul tujuh lima puluh lima. Dia merasakan sedikit kecemasan. Tepat pada pukul delapan earphonenya berdengung. Dia mengetuknya dan itu adalah suara yang mulai dia kenali.

"Selamat malam, Maya. Kuharap kamu baik-baik saja."

Maya langsung diam tak menjawab.

"Apakah kita siap untuk sedikit bersenang-senang malam ini? Aku telah memutuskan untuk mendorongkamu sedikit lebih jauh setiap kali kita bertemu. Aku ingin menemukan batasanmu, tetapi aku tidak ingin terburu-buru karena aku cukup menikmati prosesnya.Aku suka bersenang-senang. Terutama dengan seorang perempuan muda yang menarik sepertimu menuruti setiap keinginanku tanpa bisa melawan."

“Gak usah basa-basi. Apa perintahmu.”

“Tepat di sebelah kiri warung,” suara di telinganya berkata, “Kau akan menemukan tangga menuju jembatan penyeberangan. Jembatan ini melewati jalan tol; menghubungkan dua bagian kawasan ini,” jelasnya. “Keluar dari mobilmu, berdiri di sampingnya, dan lepaskan semua pakaianmu."

Maya mendorong pintu hingga terbuka dan melangkah keluar. Dia melihat sekeliling bertanya-tanya di mana si penelpon berada. Dia tahu dari pengalaman dia berada di suatu tempat dekat, kemungkinan besar dengan kamera tersembunyi. Dia membiarkan pintu mobil terbuka, dan setelah melepas jaketnya, dia meletakkannya di dalam mobil.

"Hmmm, gaun yang bagus.”

Maya menggelengkan kepalanya. Dia pasti berada di suatu tempat dekat sini untuk memperhatikan semuanya, tapi di mana? Dia terus menanggalkan pakaiannya, dan akhirnya berdiri telanjang di samping mobilnya.

"Cantik seperti biasanya," kata suara itu. "Baiklah, sekarang aku ingin kamu mengenakan kembali gaunmu: tanpa dalaman, hanya gaunmu saja."

“Syukurlah,”pikir Maya sembari memakai kembali gaunnya

“Sekarang berjalanlah menuju warung dan temukan jembatan penyeberangan.” Sekali lagi dia mengikuti instruksinya dan mendapati dirinya berada di anak tangga paling bawah. “Sekarang aku ingin kamu naik ke jembatan penyeberangan dan berjalan ke tengahnya.”

Maya perlahan menaiki tangga. Saat dia mendaki lebih tinggi, dia melihat dari tepi jalan raya kendaraan-kendaraan melintas di keenam jalur. Dia berjalan perlahan menuju tengah jembatan penyebrangan. Saat dia melakukannya, dia bisa merasakan hembusan udara saat beberapa truk besar lewat di bawahnya. Ketika dia sampai di tengah, dia berhenti sejenak dan menunggu instruksi lebih lanjut.

"Aku ingin kamu menghadap jalan tol dan membuka kancing bajumu secara perlahan."

Maya berdiri sejenak tidak terlalu mempercayai apa yang didengarnya. Jadi itulah yang akan dia lakukan padanya: telanjang di tempat yang bisa dilihat oleh orang lain tanpa ada yang bisa mengganggunya lebih jauh. Selain lalu lintas di jalan raya, tidak ada orang lain yang melihatnya jadi tidak terlalu buruk.

Dia perlahan mulai membuka kancing gaunnya mulai dari atas hingga ke bawah. Dengan semua kancingnya terlepas, dia memegang gaunnya dengan tangannya.

“Buka semuanya.” Suara itu terdengar di telinganya. Dia dengan enggan melepaskan gaun itu dan angin meniupnya hingga terbuka, memperlihatkan tubuh telanjangnya. Dia tahu siapa pun yang melihat ke atas akan dapat melihat tubuh telanjangnya dengan jelas. Terdengar suara klakson dan sesaat ia melihat wajah tersenyum seorang sopir truk. Dia mengacungkan jempolnya saat dia lewat di bawahnya.

Sekarang lebih banyak pengendara yang melihatnya. Lampu menyala dan klakson berbunyi. Perasaan Maya kini yang campur aduk. Di satu sisi dia merasakan kegembiraan menampilkan dirinya telanjang kepada orang asing yang tidak dikenal, tapi itu bercampur dengan kekhawatiran seseorang akan menangkapnya. Pengendara di jalan di bawah tidak menjadi masalah, tapi bagaimana jika seseorang berjalan melintasi jembatan?

"Lepaskan semua gaun itu sekarang dan tinggalkan di lantai."

Maya melepaskan gaun itu dari bahunya. Sekarang dia tidak punya apa pun untuk melindunginya, dan dia merasa sangat rentan.

“Berjalanlah pelan-pelan menyusuri jembatan lalu kembali,” kata suara di telinganya.

Sekali lagi dia mengikuti instruksi. Dia menyadari bahwa dia telah kehilangan sebagian dari kegugupan awalnya. Sungguh sensasi yang menarik telanjang di tempat terbuka ini. Si Penelpon telah memilih tempat yang ideal untuk penampilan publik pertamanya-- di suatu tempat di mana dia dapat terlihat, namun di tempat yang tidak dapat diakses oleh orang-orang yang melihatnya. Anehnya, ia kini malah semakin berani dan balas melambai ke arah pengendara dan pengemudi yang lewat. Ketika dia kembali ke tempat dia meninggalkan gaunnya, dia berhenti dan menunggu.

"Bagus sekali, Maya. Menurutku kamu mulai menikmati permainan ini sama sepertiku. Oke, ambil bajumu dan kembali ke mobilmu."

Dia mengambil gaun itu dan hendak mengenakannya.

"Aku tidak menyuruhmu untuk memakainya, hanya untuk mengambilnya. Sekarang kembalilah ke mobil."

Dia membawa gaun itu di tangannya saat dia menuruni tangga dan mulai berjalan melintasi tempat parkir. Dia memandang dengan sedikit gugup ke arah truk yang diparkir sambil bertanya-tanya apakah ada seseorang di dalamnya yang mungkin mengawasinya. Beruntung Maya bisa sampai ke mobilnya tanpa siaapun yang melihatnya

"Apakah kamu merasa terangsang lagi setelah penampilan kecilmu?" suara di telinganya bertanya padanya. "Apakah memekmu mulai basah? Aku yakin kamu ingin mencelupkan jarimu ke dalamnya, tapi kurasa kamu sedikit khawatir aku mungkin bersembunyi di dekatmu untuk mengambil fotomu lagi."

Maya duduk di sana mendengarkan suara itu. Dia benar. Belajar dari pengalaman semalama, dia mungkin baru akan bermastrubasi begitu sampai di rumah.

"Kamu boleh pulang sekarang, tapi kamu tidak boleh berpakaian. Berkendaralah pulang tanpa mengenakan apapun, dan jangan lupa aku mungkin sedang mengawasimu."

Beruntung bagi Maya, hari sudah mulai gelap. Dia berusaha menurunkan dirinya di kursi agar tidak terlalu terlihat, dan menghindari kendaraan besar yang pengemudinya bisa melihat ke bawah ke dalam mobilnya. Jalan tempat dia tinggal sepi saat dia berhenti di luar rumahnya, tetapi banyak rumah lain yang terlihat terang.

Dia mencari kuncinya, dan dengan kunci itu tergenggam erat di tangannya, dia mengambil pakaiannya, dan dengan pandangan sekilas ke sekeliling, dia berlari menuju pintu. Sesampainya di dalam, dia menghela nafas lega. Semuanya berakhir untuk hari lain. Tapi jauh di lubuk hatinya Maya tahu dia mungkin saat ini sedang membuat rencana untuknya.
 
Chapter 4
Maya tidak ingin mengakuinya, tapi dia sangat terangsang oleh aksi kecilnya di jembatan jalan raya, dan begitu berada di dalam rumah, nafsunya makin membara. Tanpa pikir Panjang Maya segera memulai aksinya merangsang memeknya sendiri.

Dia tahu pria ini, siapa pun dia, sedang mendekatinya. Agak menakutkan di jembatan itu, tapi juga menyenangkan. Dia masih belum bisa mengetahui siapa pria itu, dan dia bertanya-tanya berapa lama hal ini akan berlangsung. Namun untuk saat ini, dia tidak ingin mereka berhenti.

Keesokan paginya ponsel berdering ketika dia masih di tempat tidur. Dengan sedikit ketakutan dia mengambilnya dari meja samping tempat tidur.

"Selamat pagi, Maya," suara yang sekarang mudah dikenali itu berbicara di telinganya. "Kuharap tidurmu nyenyak. aku yakin kamu menikmati waktu saat memasukan jarimu ke memekmu, bukan? “

Maya tidak berbicara. Dia hanya mendengarkan.

"Kupikir kita akan bersenang-senang di tempat kerja hari ini. Itu sebabnya aku meneleponmu pagi-pagi sekali. Aku ingin kamu hanya menggunakan blouse dan rok. Tanpa daleman. Tentu saja kamu bisa mengenakan jasmu. Aku tidak ingin putingkamu terlihat kepada semua orang. Oh, dan omong-omong, jangan berpikir kamu bisa curang. Aku akan memeriksamu sepanjang hari."

Telepon mati. Maya turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Saat dia menyabuni tubuhnya, dia sudah merasa sedikit terangsang memikirkan apa yang akan dia lakukan. . Setelah mandi, dia memakai roknya dan menyelipkan tangannya ke dalam blus baru. Rasanya menggairahkan saat merasakan putingnya bergesekan dengan blusnya.

Ya, dia benar. Dia bisa mengetahuinya begitu dia mulai berangkat kerja. Perasaan yang aneh, seolah-olah dia telanjang. Dia bisa merasakan payudaranya yang bergerak setiap kali ada polisi tidur di jalan. Putingnya yang sudah tegak bergesekan dengan bahan katun blusnya yang dingin. Saat dia sampai di tempat kerja, Maya merasakan memeknya cukup basah.

Setelah berada dalam ruang kerjanya, Maya terdiam di atas kursinya sembari menyelesaikan pekerjaannya. Seiring berlalunya hari dan pria itu tidak menelepon, dia mulai berpikir pria itu tidak akan menghubunginya, namun baru setelah lewat pukul empa, akhirnya ponselnya berdering.

"Selamat sore, Maya. Bagaimana perasaanmu? Apakah kamu berhasil menahan diri untuk tidak mencelupkan jarimu?" Dia bisa merasakan dia sedang tersenyum. "Sekarang aku ingin kau turun ke ruang bawah tanah tempatmu menyimpan arsip. Kamu punya waktu sepuluh menit; lalu aku akan meneleponmu lagi. Oke, berangkatlah. Jika ada yang bertanya, beri tahu mereka bahwa kau hendak mencari file lama.”

Maya naik lift ke ruang bawah tanah. Dia menggesekkan kartunya melalui kunci. Bunyi klik dan pintunya bergeser ke belakang. Tempat itu remang-remang karena rak-rak dokumen yang tinggi menghalangi cahaya. Dia berjalan perlahan menyusuri salah satu baris. Dia mengerutkan hidungnya; seluruh tempat berbau apak. Tempat itu sendiri sunyi hanya dengan dengungan kipas AC dan dia terlonjak ketika ponselnya mati.

"Agak berdebu di bawah sana, bukan? Baiklah, mari kita lihat apakah kamu sudah melakukan seperti yang diperintahkan. Berjalanlah ke ujung baris C dan di atas meja kamu akan menemukan laptop kecil. Ada webcam di sana."

Maya perlahan-lahan berjalan ke baris C, dan di sana, di atas meja kecil, terdapat laptop. Ada lampu yang menyala redup pertanda webcamnya menyala. Layarnya menyala dan dia melihat siluet gelap seorang pria; yah, itu terlihat seperti laki-laki. Satu-satunya hal yang bisa dia lihat adalah rambut pendeknya. Dia tidak mengenali bentuknya.

"Berdiri saja di tempatmu sekarang, Maya, dan angkat rokmu hingga pinggangmu."

Maya melihat sekelilingnya untuk memastikan dirinya sendiri. Kemudian dengan perlahan dia mengnagkat roknya sampai pinggang sehingga menampakkan memeknya.

"Bagus sekali, Maya," suara di telinganya terdengar lembut.

Dia menjatuhkan roknya, bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Aku ingin kamu menurunkan salah satu kotak itu dari rak di belakangmu." Maya berbalik dan melihat kotak arsip yang dimaksud. Dia meraih sebuah kotak dan terkejut karena kotak itu terasa kosong. Dia meletakkannya di atas meja di samping pangkuan.

“Sekarang aku ingin kamu melepas semua pakaianmu dan memasukkannya ke dalam kotak.”

" Aku tidak bisa—tidak di sini," dia terkesiap. "Bagaimana jika ada yang ke sini.”

“Lakukan perintahku.”paksanya.

Bahunya merosot. Dia tahu tidak ada gunanya berdebat dengannya. Dengan pasrah dia mulai membuka baju. Dia telah membuka tutup kotak dan memasukkan pakaiannya ke dalamnya. Akhirnya Maya berdiri di sana hanya dengan sepatunya.

“Sepatunya juga kali ini.”

Dia melepas sepatu itu dan menaruhnya di dalam kotak.

“Sekarang kembalikan kotak itu ke rak.”

Sekali lagi dia mengikuti instruksinya.

"Kamu terlihat sangat seksi, Maya, telanjang di ruang bawah tanah tua yang berdebu ini. Kulihat putingmu sudah menonjol; itu mengasyikkan! Apakah kamu senang karena berpikir seseorang bisa saja ke sini.”

Maya terdiam. Dia tahu, di tengah ketakutan dan kekhawatirannya, dia senang akan sensasi tersebut.

"Sekarang tinggalkan kotak itu dan berjalanlah menyusuri lorong menuju pintu."

Maya memandangi kotak di rak yang berisi pakaiannya, dan perlahan dia mulai berjalan menuju pintu. Dia sudah berada di tengah lorong ketika dia terkejut mendengar suara klik pintu. Dia ketakutan; siapa itu? Dia mencari-cari tempat untuk bersembunyi dan melesat ke belakang rak. Dia mendengar suara-suara.

“Ada dua orang?”pikir Maya

Maya perlahan-lahan menyingkirkan file-file di rak. Dia perlu melihat siapa mereka dan ke mana tujuan mereka. Dia langsung mengenali mereka. Itu adalah dua pemuda yang bekerja di ruang pos.

"Busuk sekali baunya," dia mendengar salah satu dari mereka berkata. “Ayo ambil kotak yang bos minta dan keluar.”

Dari tempat persembunyiannya dia melihat kedua pria itu berjalan menyusuri barisan menuju tempat meja berada.

"Loh kok ada laptop di sini? Mana nyala lagi," dia mendengar salah satu dari mereka berkata.

“Mungkin dia lagi ketoilet. Biarkan saja,” saran yang lain.

Kemudian dia mendengar mereka memindahkan kotak. "Ambil dua yang ini, aku ambil yang lain, lalu kita pergi dari sini."

Dia memperhatikan saat mereka membawa kotak-kotak itu menyusuri lorong dan keluar melalui pintu. Dia menghela nafas lega ketika pintu akhirnya tertutup.

"Hampir saja," kata suara di telinganya. "Apa yang akan kamu lakukan jika mereka berdua bertemu denganmu? “

"Langsung aja, apa maumu?”

" Lanjutkan saja ke ruang bawah tanah, dan ketika kamu kembali ke meja, kamu dapat mengambil pakaianmu dan berpakaian lagi.”

Maya melirik ke pintu untuk memastikan tidak ada orang di sekitarnya. Kemudian dia melanjutkan mengitari ruang bawah tanah. Dia senang ketika dia akhirnya kembali ke meja.

"Bolehkah aku berpakaian?"

"Ya, itu saja untuk saat ini."

Maya berbalik dan hendak meraih kotak itu ketika dia merasa ngeri, dia melihat kotak itu hilang. Dia melihat sekeliling. Dia yakin di sanalah dia menaruhnya; lalu tiba-tiba dia sadar. Kotak-kotak yang diambil kedua pemuda itu: pakaiannya pasti ada di salah satu kotak itu.

Dia berbalik dan melihat ke bagian atas pangkuan. "Mereka sudah mengambil pakaianku, bukan?"

"Kayaknya begitu."

“Bajingan!"

“Nah, sekarang mari kita lihat apa yang akan kau lakukan untuk keluar dari situasi ini.”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd