Mr_Boy
Semprot Lover
Kisah ini hanya selingan cerita saya yang mentok ditengah jalan, dengan judul Dirumah bambu BERCINTA dengan IBU. Kisah masih berlanjut belum bisa di up meskipun sudah saya buat kelanjutannya, mohon dimaklum nubie masih amatiran.
Kisah yang sudah saya buat ini sudah saya tamatkan, secara beruntun hari ini langsung di update semua, semoga mengobati para suhu karena tak bosan-bosannya menunggu kisah saya yang belum di up.
Saya buat original® bukan copas dari sumber lain, jika ada kesamaan tidak ada unsur kesengajaan.
Oke! Langsung saja...
Mungkin ini menceritakan aibku sendiri kepada pembaca, tapi saya berharap isi cerita ini tak ada unsur sara atau memandang rendah sang penulis. Ke khilafan atau kesalahan dalam hidup tak bisa untuk dihindari, meskipun aku dan keluargaku bukanlah orang yang meninggalkan ibadah pada Tuhan. Tapi yang namanya nafsu tak bisa dibunuh tatkala birahi menguasai diriku.
Besarnya nafsu seksualku pada bayang-bayang lawan jenis, membuat diriku setiap hari melakukan tradisi coli pakai sabun atau body lotion. Dimana pun tak kenal waktu asal situasi sunyi sepi ku lakukan tradisi itu. Aku tahu sesadar-sadarnya bahwa yang aku lakukan itu salah besar, karena sudah menyia-nyiakan waktu, tenaga juga calon-calon bayiku yang berhamburan dikamar mandi.
Jujur aku tak bisa meninggalkan kebiasaan sakral ini, karena sudah dilakukan bertahun-tahun hingga aku sekarang masuk pendidikan SMA di kotaku. Setiap hari rutinitas coliku kulakukan paling sedikit tiga kali dalam sehari, bahkan pernah sampai lima kali hingga badanku sendiri terasa lemas tak berdaya dan yang keluar hanya cairan bening saja yang keluar dari penisku.
Tak menunggu lama aku memulihkan kondisi tubuhku sampai segar kembali, cukup menunggu satu jam lebih testisku memproduksi berkali-kali lipat sel sperma sampai kembali full tank. Mungkin ini pengaruh makanan yang aku makan yang mengandung banyak protein, makanan itu tak pernah aku tinggalkan sejak dari bulu jambutku belum tumbuh. Ya! Aku sering mencampur makanan itu dengan diblender, seperti dua buah pisang Ambon matang, dua telur rebus diambil putihnya saja dan satu bungkus susu Dancow bubuk. Kesemua bahan itu aku blender ditambah sedikit air sehingga menghasilkan segelas besar minuman sehat.
Paginya aku rutin mengurut penisku dengan air teh bekas semalam yang didiamkan sampai dingin suhu ruangan agar penisku besar dan kuat, lalu rebusan kulit pohon salam yang dijemur sampai kering agar terhindar dari ejakulasi dini.
Lantas bagaimana aku tahu semua itu? Karena memang aku punya banyak saudara yang membuka praktek tradisional mengharmoniskan rumah tangga. Dari situlah aku mempraktekkan ilmu itu kedalam kehidupanku, sehingga khasiatnya barulah aku rasakan sampai hari ini.
Pernah aku berpikir dan berangan-angan ingin sekali menyetubuhi ibuku sendiri, tapi semua itu tidak akan mungkin terjadi karena mana mungkin ibuku mau disetubuhi anaknya sendiri. Sedangkan keluarga kami adalah orang-orang yang taat beribadah.
Ketika sedang asyik coli dikamar mandi, tiba-tiba pikiranku malah melayang dan terbayang tubuh nenekku hingga ku keluarkan Peju ku berhamburan dilantai Crott..! Crroott..! Ccccrrrroooootttt..! Ahh... Aku melenguh sekaligus merasa sedih spermaku terbuang sia-sia.
Nenek IJAH KOSMALA namanya, beliau tinggal diujung kampung dekat persawahan, berusia sekitar 65 tahunan ibunya ibuku alias nenekku. Entah kenapa dan dari mana pikiran itu tiba-tiba saja datang di kepalaku? Setankah? Memang nenekku sudah tua, tapi jika dilihat dari segi fisiknya masih terlihat segar bugar, masih bisa berjalan dengan tegak dan lincah. Nenek IJAH juga memiliki bokong yang lumayan lebar membusung, tidak terlalu kurus atau gendut dan payudaranya menurutku masih layak untuk digesek-gesek menjepit penisku.
Nenekku orangnya penyendiri tidak mau merepotkan anak-anaknya walaupun pernah diajak untuk tinggal bersama kami dirumah orang tuaku. Tinggal sendirian dirumah gubuk tua yang terbuat dari papan kayu dengan ubin yang terbuat dari semen yang diplester, tidak membuat nenek mengeluh atau bersedih. Karena memang nenekku orangnya sudah terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan kekurangan. Di gubuknya memiliki dua kamar tidur padahal beliau hidup sendiri. Tapi nenekku selalu membersihkan dan merapikan kamar tidur yang satunya untuk tempatku tidur, karena aku dimata nenekku ibarat anak emas yang sangat disayangi.
Aku sering berkunjung ke rumahnya mengantarkan sekarung beras juga lauk asinnya untuk nenekku. Bila nenek tahu aku datang mengunjunginya, beliau sangat senang sekali karena cucu kesayangannya selalu menghibur dan menemaninya. Aku pun sangat menyayangi nenekku karena tak pernah sekalipun nenek memarahi kesalahanku, malah jika ibuku ketahuan ngomel-ngomel didepan nenek pasti nenek membelaku.
Aku anak pertama yang diberi nama oleh orang tuaku dengan nama panggilan Udin, padahal nama asli Saripudin. Sekolah SMA negeri di tempatku sangatlah jauh, untuk itu aku hanya bisa sekolah kejar paket C saja. Selain hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah, orang tuaku ingin agar setidaknya kehidupanku lebih baik dimasa depan.
Sekolah bagiku hanya tempat bermain saja, aku tak peduli dengan semua omongan guruku disaat sedang belajar. Otakku rasa-rasanya sudah dipenuhi oleh bayang-bayang nenekku. Bagiku nenek satu-satunya harapanku, tempatku mengadu betapa beratnya membawa sperma yang sudah terasa penuh dikantung menyanku. Sejak aku coli, entah mengapa aku teringat selalu nenekku? Akh! Kalau terus ku simpan spermaku bisa stres jadi beban pikiran.
Dikamar ini aku sering melamun, sambil menatap langit-langit kamar ku lihat nenekku sedang bugil lalu mengajakku bersetubuh. Hemh..!! Itu hanya khayalanku saja.
"Din...?! Udiinnn...???!!" Ibu memanggilku dari luar.
"Apa bu..?!" Tanyaku.
"Tolong anterin pisang ini ke nenek nak.." kata ibu dibalik pintu kamarku.
"Iyaa bu, tunggu sebentar Udin pake celana dulu...!" Anjriiittt keceplosan.
"Lha? Emang kamu lagi ngapain gak pake celana?!"
"Tadi tidur cuman pake sarung doang bu..!" Kataku ngasal.
"Ya udah pisangnya ibu taruh didepan ya? Ibu mau nyuci baju dulu dibelakang..."
"Iyaa...!!" Jawabku dari dalam kamar.
Sebelum keluar kamar ku pastikan dulu penisku lemas, karena dari tadi tegang banget ngamuk susah di diemin, satu-satunya solusi ya harus coli. Tapi karena takut kelamaan, akhirnya aku pending sementara ritualku ini.
"Bu aku berangkat...?!!"
"Iyaa hati-hati dijalan...!!" Jawab ibu dari belakang.
Untuk menuju ke tempat nenek aku harus berjalan kaki melewati rumah para tetangga, nyebrang sungai dan akhirnya sampai juga dirumah nenekku. Didepan pintu yang tertutup aku buka lalu masuk saja tanpa ngucapin salam atau manggil nenekku sambil bawa pisang. Ketika ku lihat kedalam kamar tidak ada nenek, di dapur pun tidak ada. Tiba-tiba byurr! Byuurr.!! Dari dalam kamar mandi terdengar suara gayung sedang mengguyur sesuatu. Mungkin nenek sedang mandi didalam dan entah kenapa pikiran kotorku mampir di otakku, mendorong tubuhku bergerak untuk mengintip lobang pintu kamar mandi.
Ku simpan pisang diatas meja yang ada didapur, lalu aku berjalan kearah kamar mandi, ku intip nenekku. Ketika ku intip lewat lobang kecil dipintu, mataku terbelalak melihat nenek sedang nungging menggosok betisnya. Kulihat memek nenek lumayan tembem dengan kulit pantatnya yang putih bersih, argh! Ingin ku jilat bongkahan pantatnya itu.
Penisku pun dengan seketika bangkit menggeliat seperti selang yang diisi air, entah kenapa reaksi yang ku rasakan begitu kuat sampai mengejang hebat dan berkedut-kedut ingin hinggap dilobang kenikmatan punya nenekku. Sambil memegang penisku, ku kocok dengan cepat sambil mengintip nenek yang sedang mandi. 'Ughh! Ijah memekmu sepertinya enak banget kalau di entot!' gumamku dalam hati.
Nenek masih membungkuk menggosok kedua kakinya yang dilebarkan, sehingga terlihat jelas memeknya yang berbulu sedikit terbuka didepan mataku. Ketika sedang mengintip nenek, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Ternyata pintu kamar mandinya tidak dikunci oleh nenek, akibatnya pintu pun terbuka dan aku tersungkur tepat dibelakang nenek yang sedang membungkuk telanjang.
"Aduhhh...!!!" Kepalaku kena lantai kamar mandi dibarengi kekagetan nenek yang secara reflek berdiri melihat kebelakang.
"Hah! Udin?!!! Bangun cu.. kamu gak apa-apa nak..?!" Nenek mencoba membangunkanku tidak memperdulikan dirinya yang sedang tak memakai sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Tapi nenek malah meletakkan kepalaku dipahanya.
"Sakit nek... Maaf kirain gak ada nenek didalam... Udin kebelet pengen kencing nek... Aduhh.. kepalaku..!" Aku memang menahan sakit karena terbentur ubin, tapi masih bisa berbohong didepan nenek yang ternyata kulihat dengan mataku payudara nenekku tepat berada diatas wajahku menggelayut meneteskan air.
Rasa sakit kepalaku seakan mulai reda karena payudara nenek menekan keningku.
"Kamu bisa bangun kan Din..?" Ucap nenek sambil menyeka air dikeningku yang menetes dari ujung putingnya.
"Bisa nek... Maaf gara-gara Udin tersungkur aurat nenek jadi kelihatan sama Udin..." Kataku sambil bangkit dari lahunan nenek.
"Astaghfirullah... Nenek lupa kalau telanjang..." Setelah bangun nenek berdiri dan sekilas ku lihat bentuk vaginanya tembem banget, nenek pun menutupi payudara juga vaginanya dengan menyilangkan tangannya.
"Udin keluar dulu aja biar nenek pake handuk dulu..."
"Gak apa-apa Din... Kencing aja dulu nanti jadi penyakit.." ucap nenek sambil masih menutupi tubuhnya.
"Ya udah Udin kencing dulu nek.." aku baru sadar kalau celana kolorku sudah melorot sampai lutut dengan penisku yang sedang berdiri dengan sombongnya.
Ku lihat ternyata nenek memperhatikan penisku dari tadi yang mengacung mengarah ke arah nenek, karena lobang pembuangan airnya berada disamping nenek yang sedang berdiri didepanku.
Serrrrrrrr.....!! Aku membuang air kencing didepan nenek, sekilas nenek menelan ludah bahkan sampai mulutnya ternganga sedikit menatap batang kontolku. Aku pun menatap seutuhnya tubuh nenek yang basah, juga masih ada busa sabun yang masih menempel ditubuhnya. Tubuh yang sudah tua tapi masih terlihat menggoda dan layak untuk dirasakan kembali.
Sialnya ketika sedang menatap tubuh nenek, kontolku malah semakin berdiri tegak yang tentunya aku agak susah mengeluarkan air kencing kalau kontolku terbangun. Kesempatan ini saya rasa takkan mungkin terulang kembali, nenek menatap batangku sedangkan aku memandangi tubuh telanjangnya.
"Nek...?" Tanyaku sambil memasukkan kembali penisku yang masih tegang dan menonjol didalam celana.
"Apa Din..?"
"Untuk menebus rasa bersalah udin sama nenek.... Mmmm... Ijinkan Udin bantu nenek membersihkan tubuh nenek... Boleh ya nek..?" Kataku memasang wajah memohon.
"Nenek bisa sendiri kok Din nanti pakaian kamu basah... Itu juga masih ada bekas-bekas air gara-gara kamu jatuh tadi..." Sahut nenek.
"Gpp kok nek.. Udin malah senang membantu nenek, Udin pasti akan selalu merasa bersalah kalau tidak membalas kebaikan nenek.. nenek gak tega kan kalau Udin sedih...? Soalnya nenek orangnya baik gak kayak ibu.." aku sebisa mungkin berusaha membujuk nenek agar di bolehkan memandikan dan membersihkan tubuh telanjangnya. Jika yakin dan bersungguh-sungguh pasti akan menuai keberhasilan, nenek pun akhirnya merasa terenyuh hatinya dan merasa tidak tega melihat cucu kesayangannya sedih didepannya. Nenek pun mau juga dimandikan olehku lalu berjongkok didekatku menghadap kearahku.
"Nenek seneng banget punya cucu yang baik seperti kamu Din... Nenek gak tega kalau kamu sedih.. ya udah, bantuin bersihin tubuh nenek Din.. tapi lepas dulu celana baju kamu gantungin dipaku nanti basah..." Ucap nenek yang akhirnya terbuka hatinya untuk memandikannya. Semoga ini awal bahagia bagi kesejahteraan benih-benih spermaku, mudah-mudahan ada tempat bernaung untuk melepaskan dan merasakan kenikmatan surgawi milik nenek.
"Baik nek..." Aku pun atas ijin nenek melepaskan semua pakaian dan celanaku, sehingga kami dikamar mandi ini telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami. Aku tertegun melihat mulusnya kulit nenek. Heran udah tua kepala enam tapi sedikit keriput ditubuhnya, malah sekilas aku lihat payudara nenek seperti masih terlihat padat berisi.
"Sekalian kamu juga mandi Din, nanti nenek juga bantuin nyiram airnya..." Mendengar saran nenek aku merasa ditimpa durian runtuh, seneng banget nenek ngajak mandi bersama.
"Wah! Boleh nek?" Kataku kegirangan.
"Iya Din.. cepet buka bajunya..."
"Baik nek, nenek memang baik banget.. ibu aja kalah baiknya sama nenek..." Aku puji-puji nenekku agar supaya terbuka hati nenek. Bener juga ku lihat nenek tersenyum sampai secara entah sadar atau tidak, nenek menurunkan tangannya sehingga terlihat payudaranya menggelayut di dadanya.
Setelah kami sama-sama bugil, kontolku menegang hebat sampai keluar urat-uratnya, ujung kepalanya pun tak jauh dari nenekku berada. Jantungku sampai deg-degan melihat nenek dalam keadaan telanjang. Tapi aku berusaha sebisa mungkin menenangkan diriku sendiri, jangan sampai aku berbuat nekat yang akhirnya bisa menjadi masalah yang sangat fatal. Nafasku pun terasa berat seakan seperti kehabisan oksigen, padahal itu efek dari bertemunya dua manusia beda kelamin yang ingin menyatu, maksudnya hanya aku saja. Dengan santai ku ambil gayung lalu menyiramkan air ke pundak nenek pelan-pelan. Byurrr! Kepala nenek pun ku siram lalu aku usap-usap agar bersih, meskipun sebenarnya yang saya tahu nenek sudah mandi. Aku elus tengkuknya juga punggungnya, tak ada reaksi penolakan dari tubuh nenek, jika nenek menolak tentu beliau akan menjauh atau melarangku menyentuh tubuhnya.
"Dingin gak nek airnya?" Tanyaku sambil menyiram nenek yang sedang jongkok di dekatku, aku tak bisa melihat bagian dari pusat kenikmatan milik nenek karena posisinya menghadap bak mandi bukan kearahku.
"Nggak Din biasa aja.." ucap nenek melihat kedepan, sepertinya nenek tak berani menoleh kearahku karena jujur saja antara pipinya dengan ujung senapanku berjarak sekitar sejengkal saja.
"Udin seneng banget nenek selalu ada buat Udin, memperhatikan Udin, peduli sama Udin..." Kataku pada nenek yang mulai mencoba mengarahkan perhatian nenek agar merasa tersanjung. Perlahan akhirnya nenek sedikit terbuka hatinya dan memberanikan diri menoleh kearahku, kini terlihatlah oleh nenek batang kemaluanku yang besar berurat berdiameter 2 inchi dengan panjang 16cm. Melihat penisku yang tepat didepan wajahnya, muka nenek terlihat memerah dan menelan ludah. Agar nenek tidak merasa grogi karena melihat penisku, aku mencoba mencairkan suasana dengan terus mengajak ngobrol nenek yang semakin membuat nenek merasa ditinggikan. Ku buat perbandingan-perbandingan dengan ibuku, kerabatku bahwa neneklah yang terbaik bagiku. Akhirnya nenek semakin terbujuk rayuan yang aku buat-buat sehingga nenekku berani menghadap kearahku.
"Din.. kamu sudah buat hati nenek seneng... Emang benar ya kalau nenek yang terbaik buat kamu Din..?" Tanya nenek yang sedang jongkok dengan wajahnya yang menengadah kearah mukaku, melihat nenek yang sedang menengadah itu ingin sekali aku masukkan batang penisku kedalam mulutnya yang ternganga.
"Iya nek.. neneklah yang paling peduli sama Udin... Nek, sebenarnya Udin punya masalah nek..." Aku mulai coba terbuka sama nenek tentang masalah onani yang sering aku lakukan.
"Masalah apa Din? Cerita sama nenek? Siapa tahu nenek bisa bantu..." Ku lihat respek nenek begitu cepat dan merasa khawatir dengan masalah cucu kesayangannya. Apalagi setelah terlebih dahulu aku puji-puji semakin membuat nenek kasihan kepadaku.
Akhirnya aku coba ikut berjongkok didepan nenek yang akhirnya aku bisa melihat kemaluan nenek yang ditumbuhi bulu-bulu halus, kini kontolku dengan memek nenek saling berhadapan meskipun berjauhan. Penisku terlalu berani menampakkan diri sedangkan kemaluan nenek malu-malu sembunyi dibalik selangkangannya.
Untungnya aku masih bisa mengontrol birahi yang sedang menguasaiku, andai akalku sudah dikuasai nafsuku. Sungguh lobang kenikmatan surgawi milik nenek sudah aku satukan dan tidak mau aku lepaskan dalam waktu yang sebentar.
"Tapi nek jangan bilang siapa-siapa ya? Apalagi sama ayah ibu...? Janji ya nek? Hanya kita berdua saja yang tahu rahasia ini..?" Kataku pada nenek yang sekarang kedua lutut kami saling bersentuhan. Ahh! Rasanya ingin sekali aku peluk nenek, padahal hanya bersentuhan kulit lutut saja tapi aku bisa merasakan kehangatan dari tubuh nenek. Kontolku pun tepat mengarah ke titik sasaran meskipun dari kejauhan, andai nenek mengijinkan.
"Iya Din, nenek janji gak akan bilang siapa-siapa... malah nenek merasa sangat terharu ternyata nenek sangat kamu percayai..." Ucap nenek kepadaku, sekarang tinggal menyabuni tubuh nenek langsung dengan telapak tanganku. Sabunnya aku putar-putar ditelapak tangan sehingga menempel, lalu ku sabuni tangan nenek terlebih dahulu. Karena aku masih berusaha mengambil hati nenek dengan pujian, rayuan melalui untaian kata-kata indah. Selain itu aku tidak mau terbawa nafsu meskipun jujur saja aku sudah tidak kuat menahannya, hampir dan hampir saja torpedoku melesat terasa ingin meluncur kedalam lobang kehangatan milik nenekku.
"Sebenarnya nek Udin suka onani nek..." Aku mulai membuka rahasia terbesarku.
"Onani? Apa itu Din?" Ucap nenek penasaran, aku heran.. kenapa nenek gak tahu onani? Gumamku dalam hati sambil menyabuni pundak dan leher nenek dari depan sambil berjongkok.
"Ngeluarin sperma nek... Udin kalau gak ngelakuin itu suka pusing nek.." aku dan nenek saling bertatapan, entah apa yang dipikirkan nenekku aku tidak tahu.
"Din.. bukannya itu gak baik buat kesehatan? Jangan dipaksain keluar nanti kamu sakit Din..." Nenek mulai khawatir mendengar curhat mesumku.
"Iya Udin tahu nek, tapi kalau Udin gak ngocok maaf nek...kontol... Udin suka pusing nahannya nek..." Aku kini mulai menyabuni pinggiran payudaranya, sedikit demi sedikit aku menggeser rabaanku yang berlumuran sabun mengarah ke payudaranya yang menggelayut. Lalu, Ugh! Aku berhasil menggenggam kedua payudaranya bahkan sempat memencet putingnya nenek. Nenek hanya menarik nafas dalam dan aku sempat melihat uap dari tubuhnya yang sepertinya mulai memanas.
"Nenek gak tega mendengarnya Din... Meskipun perbuatan kamu salah... Tapi, nenek bingung harus membantu apa untuk kebaikan kamu Din...??" Whuihhh! Kata-kata nenek semakin membuka jalan kearah yang aku harapkan.
"Nenek beneran sayang kan sama Udin ?" Perlahan aku lebarkan kedua lutut nenek sehingga semakin terlihat memeknya yang terlihat merekah. Aku sedikit lebih memajukan tubuhku agar semakin dekat dengan menggerakkan kakiku kedepan.
Kini aku sekarang bisa menyabuni punggung nenek dengan leluasa, nenek entah menyadari atau tidak? Soalnya antara kontolku dengan memeknya hanya berjarak sekitar dua jengkal saja.
"Din, nenek sejak kamu masih bayi hingga sekarang sangat menyayangimu... Nenek gak tega kamu menderita bahkan nenek gak sanggup memarahi kamu. Beritahu nenek apa yang harus nenek lakukan Din?" Ucap nenek yang akhirnya mau membantu masalahku. Aku pun semakin mendekat dan melebarkan kedua paha nenek, sekarang kedua lutut aku tidak bersentuhan, malah sudah hampir bersentuhan kedua paha kami. Sehingga jarak kontolku semakin dekat dengan memek nenekku hanya berjarak sejengkal saja.
Untuk menjawab pertanyaan nenek, aku lepaskan sabun digenggaman ku, lalu ku peluk nenekku. Nenek pun secara reflek memelukku mengusap punggungku, karena rasa kasih sayangnya kepada cucu.
"Nek makasih ya? Nenek sangat pengertian kepada ucup... Nenek baik banget..." Kataku sambil menggerakkan kontolku kedepan mencari keberadaan bibir kemaluan nenek. Aku rasakan tubuhku dan tubuh nenek terasa panas, kedua jantung kami pun berdegup kencang dag dig dug! Berirama kencang.
"Iyaa Din, nenek sayang sama kamu... Katakan Din nenek harus apa? emmhh.." ucap nenek dibarengi desahan tatkala dada kami menyatu dan aku gesek-gesek kulit leherku dengan nenek.
"Nenek mau kan bantu Udin onani nek? Soalnya kalau ngocok tangan Udin suka pegel nek.. mau kan nek?" Aku coba merayu nenek melakukan hal yang sebenarnya sangatlah tabu dalam masyarakat.
Nenek menarik nafas dalam lalu berkata, "iya nenek bantu, tapi penis kamu kena kemaluan nenek Din... Nenek kocokin aja ya..?" Ucap nenek yang sepertinya menyadari kalau beberapa kali ujung penisku mengenai bagian dalam belahan memeknya. Tadi tatkala kontolku bersentuhan dengan memeknya untuk pertama kalinya, sungguh ku rasakan hawa hangat yang seperti berhembus dan seakan menarik kontolku untuk masuk kedalam. Tapi sayangnya nenek menyadari dan mencoba mengingatkanku kalau kontolku sudah lewat batas wilayah.
"Jadi nenek mau bantuin Udin nek?"
"Iya nenek bantu ya..?"
"Emang gak boleh ya kalau hanya sekedar gesek diluar aja nek??"
"Jangan Din itu perbuatan dosa, jangan sampai kita berzina.. kalau ngocokin kamu nenek bantu ya Din..?"
"Hmmm.. iya nek, Udin sayang sama nenek..." Aku peluk erat nenekku dan nenek pun malah ikut memelukku juga, lalu dengan cepat aku majukan kontolku sehingga batangnya dijepit bibir kemaluan nenek. Ugh! Hangatnyaaa... Sebelum nenek melarang aku buru-buru berkata "sebentar aja nek ya..?" Nenek pun membiarkanku menggesek bagian luar vaginanya menyundul klitorisnya.
Beberapa menit tanpa rasa lelahnya aku menyundul klitorisnya nenek, menggesek bagian luar vaginanya sampai kami lupa bahwa kami adalah nenek dan cucu.
"Ahhh... Hangat banget memek nenek... Makasih ya nek... Ahhh... Ughh..!" Terasa geli bercampur nikmat, tatkala ujung dan batang penisku menggesek bibir vagina nenek meskipun hanya bibir bagian dalamnya saja yang bersentuhan. Aku tak bisa mengarahkannya kearah atas meskipun hanya sedikit saja, karena posisi kami yang hanya berjongkok susah ku arahkan. Jika saja nenek mengangkat pantatnya pasti bisa kepala penisku masuk menengok bagian dalam lobang memek nenek. Sebelum nenek tersadar lagi kalau penisku semakin berani lebih jauh lagi. Nenek terus aku rayu-rayu, aku tinggikan dan membandingkan kebaikannya lagi sehingga nenek semakin membiarkanku dan tak melarangku.
"Nenek sayang kan sama Udin...?" Kataku semakin memeluk erat nenek sambil memaju mundurkan penisku diluar lobang memeknya yang terlihat menganga.
"Nenek sayang kok Din.. tapi jangan dimasukin yahh...?" Kini nenek yang tadinya hanya akan dikocok oleh tangannya. Sekarang nenek membolehkanku menggesek-gesek memeknya, asal jangan dimasukin karena takut berzina. Meskipun begitu usahaku tidaklah sia-sia, semua akan ada saatnya penisku diterima masuk oleh nenekku.
"Jadi Udin boleh menggesekkan di memek nenek? Nenek memang ngertiin Udin..." Kataku sambil membelai punggungnya.
"Nenek hanya ingin membantu masalah kamu Din... Nenek gak tega kalau kamu nanti sakit gara-gara onani itu..."
"Kalau begitu kita bersihin tubuh kita dulu ya nek..?" Kataku memberi saran.
"Iyaa Din dikamar nenek aja ya kaki nenek pegel..."
"Iya nek... Aku juga pegel jongkok terus dari tadi... Setelah ini kita ke kamar ya nek? Janji?"
"Nenek janji.. masa kamu ga percaya sih sama nenek?!" Ucap nenek disertai muka cemberut manja lalu tersenyum kepadaku, sepertinya sifat saat remaja nenek seakan kembali saat ini dihari tuanya.
"Udin percaya kok nek...hhehe! Nenek memang yang terbaik .." kami sama-sama berdiri lalu saling membersihkan tubuh masing-masing.
Mandi pun selesai, aku bantu mengeringkan air ditubuh nenek dengan handuk yang menggantung di pintu kamar mandi. Sambil mengelap tubuhnya aku benar-benar kagum dengan kondisi kulitnya yang menurutku masih terlihat kencang dan putih.
"Nek, tubuh nenek masih terlihat kencang lho Udin suka..." Aku coba mengusap perutnya memutar-mutar.
"Kan nenek dari dulu ketika mengandung ibumu suka minum jamu Din, emang kulit nenek masih bagus ya...?" Ucap nenek tersenyum dan tersipu malu.
"Wah! Pokoknya gadis-gadis mah kalah bagusnya sama nenek... Meskipun nenek sudah tua tapi berkulit remaja nek beneran..!" Aku puji-puji nenek yang sekarang malah nenek mendekat kearahku. Lalu lanjutku, "coba deh nenek memutar biar Udin melihat lebih jelas tubuh seksi nenek..." Rayuku lagi pada nenek. Nenek pun memutar ke kiri dan ke kanan memperlihatkan tubuhnya padaku, aku rasa nenek sangat percaya diri karena pengaruh rayuan mautku. Tatkala nenek memutar-mutar itu penisku semakin tidak bisa ku tahan seakan ingin lepas dan hinggap kedalam tubuh nenek yang sekarang malah menggoyangkan pantatnya kearah penisku.
"Gimana Din tubuh nenek kamu suka...?" Ucap nenek yang sekarang mendekat ke arahku, aku pun menarik dan merangkulnya lagi. Nenek tanpa rasa malu menyenderkan kepalanya ke pundak bagian depanku lalu berkata, "Din...?" Ucap nenek lirih.
"Apa nek...?" Aku elus rambut kepalanya yang basah dan menyebarkan harum shampo urang-aring.
"Baru kali ini nenek merasa kepercayaan diri nenek kembali lagi Din... Bagi nenek cukup kamu saja yang menghargai keberadaan nenek sudah membuat nenek bahagia..." Aku cium keningnya karena memang aku sangat menyayangi nenekku, karena nenekku sangat baik kepadaku sejak masih kecil. Juga aku hampir gila karena beratnya menahan gejolak birahi yang seakan melilit tubuhku. Lalu dengan nekatnya aku meraba memek nenekku yang terasa tembem dan hangat. Jari tengahku aku tekuk dan ku dorong kedalam sampai masuk dua ruas jariku. Nenek semakin memelukku erat memegang pinggangku.
"Nek kita ke kamar yuk...?" Kataku pada nenek. Nenek tak menjawab tapi kepalanya mengangguk pertanda nenek setuju.
Sebelum keluar ku buka pintu kamar mandi, lalu dengan romantisnya ku pangku nenek keluar sambil tangan nenek pun merangkul leherku. Kami seperti pengantin yang akan berbulan madu, sambil berjalan menuju kamar nenek, penisku sepertinya kegirangan sampai ku rasakan berkedut-kedut dan saking semangatnya menarikku ke arah kamar nenekku.
Kisah yang sudah saya buat ini sudah saya tamatkan, secara beruntun hari ini langsung di update semua, semoga mengobati para suhu karena tak bosan-bosannya menunggu kisah saya yang belum di up.
Saya buat original® bukan copas dari sumber lain, jika ada kesamaan tidak ada unsur kesengajaan.
Oke! Langsung saja...
Mungkin ini menceritakan aibku sendiri kepada pembaca, tapi saya berharap isi cerita ini tak ada unsur sara atau memandang rendah sang penulis. Ke khilafan atau kesalahan dalam hidup tak bisa untuk dihindari, meskipun aku dan keluargaku bukanlah orang yang meninggalkan ibadah pada Tuhan. Tapi yang namanya nafsu tak bisa dibunuh tatkala birahi menguasai diriku.
Besarnya nafsu seksualku pada bayang-bayang lawan jenis, membuat diriku setiap hari melakukan tradisi coli pakai sabun atau body lotion. Dimana pun tak kenal waktu asal situasi sunyi sepi ku lakukan tradisi itu. Aku tahu sesadar-sadarnya bahwa yang aku lakukan itu salah besar, karena sudah menyia-nyiakan waktu, tenaga juga calon-calon bayiku yang berhamburan dikamar mandi.
Jujur aku tak bisa meninggalkan kebiasaan sakral ini, karena sudah dilakukan bertahun-tahun hingga aku sekarang masuk pendidikan SMA di kotaku. Setiap hari rutinitas coliku kulakukan paling sedikit tiga kali dalam sehari, bahkan pernah sampai lima kali hingga badanku sendiri terasa lemas tak berdaya dan yang keluar hanya cairan bening saja yang keluar dari penisku.
Tak menunggu lama aku memulihkan kondisi tubuhku sampai segar kembali, cukup menunggu satu jam lebih testisku memproduksi berkali-kali lipat sel sperma sampai kembali full tank. Mungkin ini pengaruh makanan yang aku makan yang mengandung banyak protein, makanan itu tak pernah aku tinggalkan sejak dari bulu jambutku belum tumbuh. Ya! Aku sering mencampur makanan itu dengan diblender, seperti dua buah pisang Ambon matang, dua telur rebus diambil putihnya saja dan satu bungkus susu Dancow bubuk. Kesemua bahan itu aku blender ditambah sedikit air sehingga menghasilkan segelas besar minuman sehat.
Paginya aku rutin mengurut penisku dengan air teh bekas semalam yang didiamkan sampai dingin suhu ruangan agar penisku besar dan kuat, lalu rebusan kulit pohon salam yang dijemur sampai kering agar terhindar dari ejakulasi dini.
Lantas bagaimana aku tahu semua itu? Karena memang aku punya banyak saudara yang membuka praktek tradisional mengharmoniskan rumah tangga. Dari situlah aku mempraktekkan ilmu itu kedalam kehidupanku, sehingga khasiatnya barulah aku rasakan sampai hari ini.
Pernah aku berpikir dan berangan-angan ingin sekali menyetubuhi ibuku sendiri, tapi semua itu tidak akan mungkin terjadi karena mana mungkin ibuku mau disetubuhi anaknya sendiri. Sedangkan keluarga kami adalah orang-orang yang taat beribadah.
Ketika sedang asyik coli dikamar mandi, tiba-tiba pikiranku malah melayang dan terbayang tubuh nenekku hingga ku keluarkan Peju ku berhamburan dilantai Crott..! Crroott..! Ccccrrrroooootttt..! Ahh... Aku melenguh sekaligus merasa sedih spermaku terbuang sia-sia.
Nenek IJAH KOSMALA namanya, beliau tinggal diujung kampung dekat persawahan, berusia sekitar 65 tahunan ibunya ibuku alias nenekku. Entah kenapa dan dari mana pikiran itu tiba-tiba saja datang di kepalaku? Setankah? Memang nenekku sudah tua, tapi jika dilihat dari segi fisiknya masih terlihat segar bugar, masih bisa berjalan dengan tegak dan lincah. Nenek IJAH juga memiliki bokong yang lumayan lebar membusung, tidak terlalu kurus atau gendut dan payudaranya menurutku masih layak untuk digesek-gesek menjepit penisku.
Nenekku orangnya penyendiri tidak mau merepotkan anak-anaknya walaupun pernah diajak untuk tinggal bersama kami dirumah orang tuaku. Tinggal sendirian dirumah gubuk tua yang terbuat dari papan kayu dengan ubin yang terbuat dari semen yang diplester, tidak membuat nenek mengeluh atau bersedih. Karena memang nenekku orangnya sudah terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan kekurangan. Di gubuknya memiliki dua kamar tidur padahal beliau hidup sendiri. Tapi nenekku selalu membersihkan dan merapikan kamar tidur yang satunya untuk tempatku tidur, karena aku dimata nenekku ibarat anak emas yang sangat disayangi.
Aku sering berkunjung ke rumahnya mengantarkan sekarung beras juga lauk asinnya untuk nenekku. Bila nenek tahu aku datang mengunjunginya, beliau sangat senang sekali karena cucu kesayangannya selalu menghibur dan menemaninya. Aku pun sangat menyayangi nenekku karena tak pernah sekalipun nenek memarahi kesalahanku, malah jika ibuku ketahuan ngomel-ngomel didepan nenek pasti nenek membelaku.
Aku anak pertama yang diberi nama oleh orang tuaku dengan nama panggilan Udin, padahal nama asli Saripudin. Sekolah SMA negeri di tempatku sangatlah jauh, untuk itu aku hanya bisa sekolah kejar paket C saja. Selain hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah, orang tuaku ingin agar setidaknya kehidupanku lebih baik dimasa depan.
Sekolah bagiku hanya tempat bermain saja, aku tak peduli dengan semua omongan guruku disaat sedang belajar. Otakku rasa-rasanya sudah dipenuhi oleh bayang-bayang nenekku. Bagiku nenek satu-satunya harapanku, tempatku mengadu betapa beratnya membawa sperma yang sudah terasa penuh dikantung menyanku. Sejak aku coli, entah mengapa aku teringat selalu nenekku? Akh! Kalau terus ku simpan spermaku bisa stres jadi beban pikiran.
Dikamar ini aku sering melamun, sambil menatap langit-langit kamar ku lihat nenekku sedang bugil lalu mengajakku bersetubuh. Hemh..!! Itu hanya khayalanku saja.
"Din...?! Udiinnn...???!!" Ibu memanggilku dari luar.
"Apa bu..?!" Tanyaku.
"Tolong anterin pisang ini ke nenek nak.." kata ibu dibalik pintu kamarku.
"Iyaa bu, tunggu sebentar Udin pake celana dulu...!" Anjriiittt keceplosan.
"Lha? Emang kamu lagi ngapain gak pake celana?!"
"Tadi tidur cuman pake sarung doang bu..!" Kataku ngasal.
"Ya udah pisangnya ibu taruh didepan ya? Ibu mau nyuci baju dulu dibelakang..."
"Iyaa...!!" Jawabku dari dalam kamar.
Sebelum keluar kamar ku pastikan dulu penisku lemas, karena dari tadi tegang banget ngamuk susah di diemin, satu-satunya solusi ya harus coli. Tapi karena takut kelamaan, akhirnya aku pending sementara ritualku ini.
"Bu aku berangkat...?!!"
"Iyaa hati-hati dijalan...!!" Jawab ibu dari belakang.
Untuk menuju ke tempat nenek aku harus berjalan kaki melewati rumah para tetangga, nyebrang sungai dan akhirnya sampai juga dirumah nenekku. Didepan pintu yang tertutup aku buka lalu masuk saja tanpa ngucapin salam atau manggil nenekku sambil bawa pisang. Ketika ku lihat kedalam kamar tidak ada nenek, di dapur pun tidak ada. Tiba-tiba byurr! Byuurr.!! Dari dalam kamar mandi terdengar suara gayung sedang mengguyur sesuatu. Mungkin nenek sedang mandi didalam dan entah kenapa pikiran kotorku mampir di otakku, mendorong tubuhku bergerak untuk mengintip lobang pintu kamar mandi.
Ku simpan pisang diatas meja yang ada didapur, lalu aku berjalan kearah kamar mandi, ku intip nenekku. Ketika ku intip lewat lobang kecil dipintu, mataku terbelalak melihat nenek sedang nungging menggosok betisnya. Kulihat memek nenek lumayan tembem dengan kulit pantatnya yang putih bersih, argh! Ingin ku jilat bongkahan pantatnya itu.
Penisku pun dengan seketika bangkit menggeliat seperti selang yang diisi air, entah kenapa reaksi yang ku rasakan begitu kuat sampai mengejang hebat dan berkedut-kedut ingin hinggap dilobang kenikmatan punya nenekku. Sambil memegang penisku, ku kocok dengan cepat sambil mengintip nenek yang sedang mandi. 'Ughh! Ijah memekmu sepertinya enak banget kalau di entot!' gumamku dalam hati.
Nenek masih membungkuk menggosok kedua kakinya yang dilebarkan, sehingga terlihat jelas memeknya yang berbulu sedikit terbuka didepan mataku. Ketika sedang mengintip nenek, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Ternyata pintu kamar mandinya tidak dikunci oleh nenek, akibatnya pintu pun terbuka dan aku tersungkur tepat dibelakang nenek yang sedang membungkuk telanjang.
"Aduhhh...!!!" Kepalaku kena lantai kamar mandi dibarengi kekagetan nenek yang secara reflek berdiri melihat kebelakang.
"Hah! Udin?!!! Bangun cu.. kamu gak apa-apa nak..?!" Nenek mencoba membangunkanku tidak memperdulikan dirinya yang sedang tak memakai sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Tapi nenek malah meletakkan kepalaku dipahanya.
"Sakit nek... Maaf kirain gak ada nenek didalam... Udin kebelet pengen kencing nek... Aduhh.. kepalaku..!" Aku memang menahan sakit karena terbentur ubin, tapi masih bisa berbohong didepan nenek yang ternyata kulihat dengan mataku payudara nenekku tepat berada diatas wajahku menggelayut meneteskan air.
Rasa sakit kepalaku seakan mulai reda karena payudara nenek menekan keningku.
"Kamu bisa bangun kan Din..?" Ucap nenek sambil menyeka air dikeningku yang menetes dari ujung putingnya.
"Bisa nek... Maaf gara-gara Udin tersungkur aurat nenek jadi kelihatan sama Udin..." Kataku sambil bangkit dari lahunan nenek.
"Astaghfirullah... Nenek lupa kalau telanjang..." Setelah bangun nenek berdiri dan sekilas ku lihat bentuk vaginanya tembem banget, nenek pun menutupi payudara juga vaginanya dengan menyilangkan tangannya.
"Udin keluar dulu aja biar nenek pake handuk dulu..."
"Gak apa-apa Din... Kencing aja dulu nanti jadi penyakit.." ucap nenek sambil masih menutupi tubuhnya.
"Ya udah Udin kencing dulu nek.." aku baru sadar kalau celana kolorku sudah melorot sampai lutut dengan penisku yang sedang berdiri dengan sombongnya.
Ku lihat ternyata nenek memperhatikan penisku dari tadi yang mengacung mengarah ke arah nenek, karena lobang pembuangan airnya berada disamping nenek yang sedang berdiri didepanku.
Serrrrrrrr.....!! Aku membuang air kencing didepan nenek, sekilas nenek menelan ludah bahkan sampai mulutnya ternganga sedikit menatap batang kontolku. Aku pun menatap seutuhnya tubuh nenek yang basah, juga masih ada busa sabun yang masih menempel ditubuhnya. Tubuh yang sudah tua tapi masih terlihat menggoda dan layak untuk dirasakan kembali.
Sialnya ketika sedang menatap tubuh nenek, kontolku malah semakin berdiri tegak yang tentunya aku agak susah mengeluarkan air kencing kalau kontolku terbangun. Kesempatan ini saya rasa takkan mungkin terulang kembali, nenek menatap batangku sedangkan aku memandangi tubuh telanjangnya.
"Nek...?" Tanyaku sambil memasukkan kembali penisku yang masih tegang dan menonjol didalam celana.
"Apa Din..?"
"Untuk menebus rasa bersalah udin sama nenek.... Mmmm... Ijinkan Udin bantu nenek membersihkan tubuh nenek... Boleh ya nek..?" Kataku memasang wajah memohon.
"Nenek bisa sendiri kok Din nanti pakaian kamu basah... Itu juga masih ada bekas-bekas air gara-gara kamu jatuh tadi..." Sahut nenek.
"Gpp kok nek.. Udin malah senang membantu nenek, Udin pasti akan selalu merasa bersalah kalau tidak membalas kebaikan nenek.. nenek gak tega kan kalau Udin sedih...? Soalnya nenek orangnya baik gak kayak ibu.." aku sebisa mungkin berusaha membujuk nenek agar di bolehkan memandikan dan membersihkan tubuh telanjangnya. Jika yakin dan bersungguh-sungguh pasti akan menuai keberhasilan, nenek pun akhirnya merasa terenyuh hatinya dan merasa tidak tega melihat cucu kesayangannya sedih didepannya. Nenek pun mau juga dimandikan olehku lalu berjongkok didekatku menghadap kearahku.
"Nenek seneng banget punya cucu yang baik seperti kamu Din... Nenek gak tega kalau kamu sedih.. ya udah, bantuin bersihin tubuh nenek Din.. tapi lepas dulu celana baju kamu gantungin dipaku nanti basah..." Ucap nenek yang akhirnya terbuka hatinya untuk memandikannya. Semoga ini awal bahagia bagi kesejahteraan benih-benih spermaku, mudah-mudahan ada tempat bernaung untuk melepaskan dan merasakan kenikmatan surgawi milik nenek.
"Baik nek..." Aku pun atas ijin nenek melepaskan semua pakaian dan celanaku, sehingga kami dikamar mandi ini telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami. Aku tertegun melihat mulusnya kulit nenek. Heran udah tua kepala enam tapi sedikit keriput ditubuhnya, malah sekilas aku lihat payudara nenek seperti masih terlihat padat berisi.
"Sekalian kamu juga mandi Din, nanti nenek juga bantuin nyiram airnya..." Mendengar saran nenek aku merasa ditimpa durian runtuh, seneng banget nenek ngajak mandi bersama.
"Wah! Boleh nek?" Kataku kegirangan.
"Iya Din.. cepet buka bajunya..."
"Baik nek, nenek memang baik banget.. ibu aja kalah baiknya sama nenek..." Aku puji-puji nenekku agar supaya terbuka hati nenek. Bener juga ku lihat nenek tersenyum sampai secara entah sadar atau tidak, nenek menurunkan tangannya sehingga terlihat payudaranya menggelayut di dadanya.
Setelah kami sama-sama bugil, kontolku menegang hebat sampai keluar urat-uratnya, ujung kepalanya pun tak jauh dari nenekku berada. Jantungku sampai deg-degan melihat nenek dalam keadaan telanjang. Tapi aku berusaha sebisa mungkin menenangkan diriku sendiri, jangan sampai aku berbuat nekat yang akhirnya bisa menjadi masalah yang sangat fatal. Nafasku pun terasa berat seakan seperti kehabisan oksigen, padahal itu efek dari bertemunya dua manusia beda kelamin yang ingin menyatu, maksudnya hanya aku saja. Dengan santai ku ambil gayung lalu menyiramkan air ke pundak nenek pelan-pelan. Byurrr! Kepala nenek pun ku siram lalu aku usap-usap agar bersih, meskipun sebenarnya yang saya tahu nenek sudah mandi. Aku elus tengkuknya juga punggungnya, tak ada reaksi penolakan dari tubuh nenek, jika nenek menolak tentu beliau akan menjauh atau melarangku menyentuh tubuhnya.
"Dingin gak nek airnya?" Tanyaku sambil menyiram nenek yang sedang jongkok di dekatku, aku tak bisa melihat bagian dari pusat kenikmatan milik nenek karena posisinya menghadap bak mandi bukan kearahku.
"Nggak Din biasa aja.." ucap nenek melihat kedepan, sepertinya nenek tak berani menoleh kearahku karena jujur saja antara pipinya dengan ujung senapanku berjarak sekitar sejengkal saja.
"Udin seneng banget nenek selalu ada buat Udin, memperhatikan Udin, peduli sama Udin..." Kataku pada nenek yang mulai mencoba mengarahkan perhatian nenek agar merasa tersanjung. Perlahan akhirnya nenek sedikit terbuka hatinya dan memberanikan diri menoleh kearahku, kini terlihatlah oleh nenek batang kemaluanku yang besar berurat berdiameter 2 inchi dengan panjang 16cm. Melihat penisku yang tepat didepan wajahnya, muka nenek terlihat memerah dan menelan ludah. Agar nenek tidak merasa grogi karena melihat penisku, aku mencoba mencairkan suasana dengan terus mengajak ngobrol nenek yang semakin membuat nenek merasa ditinggikan. Ku buat perbandingan-perbandingan dengan ibuku, kerabatku bahwa neneklah yang terbaik bagiku. Akhirnya nenek semakin terbujuk rayuan yang aku buat-buat sehingga nenekku berani menghadap kearahku.
"Din.. kamu sudah buat hati nenek seneng... Emang benar ya kalau nenek yang terbaik buat kamu Din..?" Tanya nenek yang sedang jongkok dengan wajahnya yang menengadah kearah mukaku, melihat nenek yang sedang menengadah itu ingin sekali aku masukkan batang penisku kedalam mulutnya yang ternganga.
"Iya nek.. neneklah yang paling peduli sama Udin... Nek, sebenarnya Udin punya masalah nek..." Aku mulai coba terbuka sama nenek tentang masalah onani yang sering aku lakukan.
"Masalah apa Din? Cerita sama nenek? Siapa tahu nenek bisa bantu..." Ku lihat respek nenek begitu cepat dan merasa khawatir dengan masalah cucu kesayangannya. Apalagi setelah terlebih dahulu aku puji-puji semakin membuat nenek kasihan kepadaku.
Akhirnya aku coba ikut berjongkok didepan nenek yang akhirnya aku bisa melihat kemaluan nenek yang ditumbuhi bulu-bulu halus, kini kontolku dengan memek nenek saling berhadapan meskipun berjauhan. Penisku terlalu berani menampakkan diri sedangkan kemaluan nenek malu-malu sembunyi dibalik selangkangannya.
Untungnya aku masih bisa mengontrol birahi yang sedang menguasaiku, andai akalku sudah dikuasai nafsuku. Sungguh lobang kenikmatan surgawi milik nenek sudah aku satukan dan tidak mau aku lepaskan dalam waktu yang sebentar.
"Tapi nek jangan bilang siapa-siapa ya? Apalagi sama ayah ibu...? Janji ya nek? Hanya kita berdua saja yang tahu rahasia ini..?" Kataku pada nenek yang sekarang kedua lutut kami saling bersentuhan. Ahh! Rasanya ingin sekali aku peluk nenek, padahal hanya bersentuhan kulit lutut saja tapi aku bisa merasakan kehangatan dari tubuh nenek. Kontolku pun tepat mengarah ke titik sasaran meskipun dari kejauhan, andai nenek mengijinkan.
"Iya Din, nenek janji gak akan bilang siapa-siapa... malah nenek merasa sangat terharu ternyata nenek sangat kamu percayai..." Ucap nenek kepadaku, sekarang tinggal menyabuni tubuh nenek langsung dengan telapak tanganku. Sabunnya aku putar-putar ditelapak tangan sehingga menempel, lalu ku sabuni tangan nenek terlebih dahulu. Karena aku masih berusaha mengambil hati nenek dengan pujian, rayuan melalui untaian kata-kata indah. Selain itu aku tidak mau terbawa nafsu meskipun jujur saja aku sudah tidak kuat menahannya, hampir dan hampir saja torpedoku melesat terasa ingin meluncur kedalam lobang kehangatan milik nenekku.
"Sebenarnya nek Udin suka onani nek..." Aku mulai membuka rahasia terbesarku.
"Onani? Apa itu Din?" Ucap nenek penasaran, aku heran.. kenapa nenek gak tahu onani? Gumamku dalam hati sambil menyabuni pundak dan leher nenek dari depan sambil berjongkok.
"Ngeluarin sperma nek... Udin kalau gak ngelakuin itu suka pusing nek.." aku dan nenek saling bertatapan, entah apa yang dipikirkan nenekku aku tidak tahu.
"Din.. bukannya itu gak baik buat kesehatan? Jangan dipaksain keluar nanti kamu sakit Din..." Nenek mulai khawatir mendengar curhat mesumku.
"Iya Udin tahu nek, tapi kalau Udin gak ngocok maaf nek...kontol... Udin suka pusing nahannya nek..." Aku kini mulai menyabuni pinggiran payudaranya, sedikit demi sedikit aku menggeser rabaanku yang berlumuran sabun mengarah ke payudaranya yang menggelayut. Lalu, Ugh! Aku berhasil menggenggam kedua payudaranya bahkan sempat memencet putingnya nenek. Nenek hanya menarik nafas dalam dan aku sempat melihat uap dari tubuhnya yang sepertinya mulai memanas.
"Nenek gak tega mendengarnya Din... Meskipun perbuatan kamu salah... Tapi, nenek bingung harus membantu apa untuk kebaikan kamu Din...??" Whuihhh! Kata-kata nenek semakin membuka jalan kearah yang aku harapkan.
"Nenek beneran sayang kan sama Udin ?" Perlahan aku lebarkan kedua lutut nenek sehingga semakin terlihat memeknya yang terlihat merekah. Aku sedikit lebih memajukan tubuhku agar semakin dekat dengan menggerakkan kakiku kedepan.
Kini aku sekarang bisa menyabuni punggung nenek dengan leluasa, nenek entah menyadari atau tidak? Soalnya antara kontolku dengan memeknya hanya berjarak sekitar dua jengkal saja.
"Din, nenek sejak kamu masih bayi hingga sekarang sangat menyayangimu... Nenek gak tega kamu menderita bahkan nenek gak sanggup memarahi kamu. Beritahu nenek apa yang harus nenek lakukan Din?" Ucap nenek yang akhirnya mau membantu masalahku. Aku pun semakin mendekat dan melebarkan kedua paha nenek, sekarang kedua lutut aku tidak bersentuhan, malah sudah hampir bersentuhan kedua paha kami. Sehingga jarak kontolku semakin dekat dengan memek nenekku hanya berjarak sejengkal saja.
Untuk menjawab pertanyaan nenek, aku lepaskan sabun digenggaman ku, lalu ku peluk nenekku. Nenek pun secara reflek memelukku mengusap punggungku, karena rasa kasih sayangnya kepada cucu.
"Nek makasih ya? Nenek sangat pengertian kepada ucup... Nenek baik banget..." Kataku sambil menggerakkan kontolku kedepan mencari keberadaan bibir kemaluan nenek. Aku rasakan tubuhku dan tubuh nenek terasa panas, kedua jantung kami pun berdegup kencang dag dig dug! Berirama kencang.
"Iyaa Din, nenek sayang sama kamu... Katakan Din nenek harus apa? emmhh.." ucap nenek dibarengi desahan tatkala dada kami menyatu dan aku gesek-gesek kulit leherku dengan nenek.
"Nenek mau kan bantu Udin onani nek? Soalnya kalau ngocok tangan Udin suka pegel nek.. mau kan nek?" Aku coba merayu nenek melakukan hal yang sebenarnya sangatlah tabu dalam masyarakat.
Nenek menarik nafas dalam lalu berkata, "iya nenek bantu, tapi penis kamu kena kemaluan nenek Din... Nenek kocokin aja ya..?" Ucap nenek yang sepertinya menyadari kalau beberapa kali ujung penisku mengenai bagian dalam belahan memeknya. Tadi tatkala kontolku bersentuhan dengan memeknya untuk pertama kalinya, sungguh ku rasakan hawa hangat yang seperti berhembus dan seakan menarik kontolku untuk masuk kedalam. Tapi sayangnya nenek menyadari dan mencoba mengingatkanku kalau kontolku sudah lewat batas wilayah.
"Jadi nenek mau bantuin Udin nek?"
"Iya nenek bantu ya..?"
"Emang gak boleh ya kalau hanya sekedar gesek diluar aja nek??"
"Jangan Din itu perbuatan dosa, jangan sampai kita berzina.. kalau ngocokin kamu nenek bantu ya Din..?"
"Hmmm.. iya nek, Udin sayang sama nenek..." Aku peluk erat nenekku dan nenek pun malah ikut memelukku juga, lalu dengan cepat aku majukan kontolku sehingga batangnya dijepit bibir kemaluan nenek. Ugh! Hangatnyaaa... Sebelum nenek melarang aku buru-buru berkata "sebentar aja nek ya..?" Nenek pun membiarkanku menggesek bagian luar vaginanya menyundul klitorisnya.
Beberapa menit tanpa rasa lelahnya aku menyundul klitorisnya nenek, menggesek bagian luar vaginanya sampai kami lupa bahwa kami adalah nenek dan cucu.
"Ahhh... Hangat banget memek nenek... Makasih ya nek... Ahhh... Ughh..!" Terasa geli bercampur nikmat, tatkala ujung dan batang penisku menggesek bibir vagina nenek meskipun hanya bibir bagian dalamnya saja yang bersentuhan. Aku tak bisa mengarahkannya kearah atas meskipun hanya sedikit saja, karena posisi kami yang hanya berjongkok susah ku arahkan. Jika saja nenek mengangkat pantatnya pasti bisa kepala penisku masuk menengok bagian dalam lobang memek nenek. Sebelum nenek tersadar lagi kalau penisku semakin berani lebih jauh lagi. Nenek terus aku rayu-rayu, aku tinggikan dan membandingkan kebaikannya lagi sehingga nenek semakin membiarkanku dan tak melarangku.
"Nenek sayang kan sama Udin...?" Kataku semakin memeluk erat nenek sambil memaju mundurkan penisku diluar lobang memeknya yang terlihat menganga.
"Nenek sayang kok Din.. tapi jangan dimasukin yahh...?" Kini nenek yang tadinya hanya akan dikocok oleh tangannya. Sekarang nenek membolehkanku menggesek-gesek memeknya, asal jangan dimasukin karena takut berzina. Meskipun begitu usahaku tidaklah sia-sia, semua akan ada saatnya penisku diterima masuk oleh nenekku.
"Jadi Udin boleh menggesekkan di memek nenek? Nenek memang ngertiin Udin..." Kataku sambil membelai punggungnya.
"Nenek hanya ingin membantu masalah kamu Din... Nenek gak tega kalau kamu nanti sakit gara-gara onani itu..."
"Kalau begitu kita bersihin tubuh kita dulu ya nek..?" Kataku memberi saran.
"Iyaa Din dikamar nenek aja ya kaki nenek pegel..."
"Iya nek... Aku juga pegel jongkok terus dari tadi... Setelah ini kita ke kamar ya nek? Janji?"
"Nenek janji.. masa kamu ga percaya sih sama nenek?!" Ucap nenek disertai muka cemberut manja lalu tersenyum kepadaku, sepertinya sifat saat remaja nenek seakan kembali saat ini dihari tuanya.
"Udin percaya kok nek...hhehe! Nenek memang yang terbaik .." kami sama-sama berdiri lalu saling membersihkan tubuh masing-masing.
Mandi pun selesai, aku bantu mengeringkan air ditubuh nenek dengan handuk yang menggantung di pintu kamar mandi. Sambil mengelap tubuhnya aku benar-benar kagum dengan kondisi kulitnya yang menurutku masih terlihat kencang dan putih.
"Nek, tubuh nenek masih terlihat kencang lho Udin suka..." Aku coba mengusap perutnya memutar-mutar.
"Kan nenek dari dulu ketika mengandung ibumu suka minum jamu Din, emang kulit nenek masih bagus ya...?" Ucap nenek tersenyum dan tersipu malu.
"Wah! Pokoknya gadis-gadis mah kalah bagusnya sama nenek... Meskipun nenek sudah tua tapi berkulit remaja nek beneran..!" Aku puji-puji nenek yang sekarang malah nenek mendekat kearahku. Lalu lanjutku, "coba deh nenek memutar biar Udin melihat lebih jelas tubuh seksi nenek..." Rayuku lagi pada nenek. Nenek pun memutar ke kiri dan ke kanan memperlihatkan tubuhnya padaku, aku rasa nenek sangat percaya diri karena pengaruh rayuan mautku. Tatkala nenek memutar-mutar itu penisku semakin tidak bisa ku tahan seakan ingin lepas dan hinggap kedalam tubuh nenek yang sekarang malah menggoyangkan pantatnya kearah penisku.
"Gimana Din tubuh nenek kamu suka...?" Ucap nenek yang sekarang mendekat ke arahku, aku pun menarik dan merangkulnya lagi. Nenek tanpa rasa malu menyenderkan kepalanya ke pundak bagian depanku lalu berkata, "Din...?" Ucap nenek lirih.
"Apa nek...?" Aku elus rambut kepalanya yang basah dan menyebarkan harum shampo urang-aring.
"Baru kali ini nenek merasa kepercayaan diri nenek kembali lagi Din... Bagi nenek cukup kamu saja yang menghargai keberadaan nenek sudah membuat nenek bahagia..." Aku cium keningnya karena memang aku sangat menyayangi nenekku, karena nenekku sangat baik kepadaku sejak masih kecil. Juga aku hampir gila karena beratnya menahan gejolak birahi yang seakan melilit tubuhku. Lalu dengan nekatnya aku meraba memek nenekku yang terasa tembem dan hangat. Jari tengahku aku tekuk dan ku dorong kedalam sampai masuk dua ruas jariku. Nenek semakin memelukku erat memegang pinggangku.
"Nek kita ke kamar yuk...?" Kataku pada nenek. Nenek tak menjawab tapi kepalanya mengangguk pertanda nenek setuju.
Sebelum keluar ku buka pintu kamar mandi, lalu dengan romantisnya ku pangku nenek keluar sambil tangan nenek pun merangkul leherku. Kami seperti pengantin yang akan berbulan madu, sambil berjalan menuju kamar nenek, penisku sepertinya kegirangan sampai ku rasakan berkedut-kedut dan saking semangatnya menarikku ke arah kamar nenekku.
Terakhir diubah: