"Tokk.. tokk.. mas Tama" Rani memanggilku, "iya masuk aja pintunya gak di kunci" aku menjawab panggilannya. Segera aku keluar dari kamar, ke depan menyambut kedatangan bu guru Rani. Mata ini seakan terpana, terdiam sesaat, ketika yang aku lihat di depan sosok yang sangat sempurna dengan wajah yang manis dan sedikit chubby di tambah postur tubuh yang ideal, tentu saja pusat perhatian utama yaitu gundukan payudaranya. Apalagi saat itu Rani hanya mengenakan setelan baby doll berbahan satin dengan belahan lehernya yang lebar. "Heiii! Lihat apa, bengong gitu?" Rani mengagetkan ku yang sedari tadi hanya terpana memandangnya. "Ehh, iyaa.. maaf, abisnya aku bingung, kok gak ada sayapnya ya? Aku pikir tadi bidadari yang turun dari khayangan mendatangiku" kataku sambil tertawa kecil. Rani tersipu malu kembali begitu aku puji begitu, terlihat jelah rona merah di pipinya di tambah senyum manis dengan lesung pipi kecil yang semakin membuat Rani sempurna.
Rani tanpa sungkan lagi langsung duduk di sofa, sambil mencari channel tv lewat remote yang di pegangnya. "Mau nonton lagi, gak?" Ucapku. "Gak ahh, nanti filmnya horor lagi, ngeri" kata Rani. Aku pun ke belakang, mengambil sofdrink dan beberapa cemilan, ku ambil 2 kaleng cola sebungkus kacang atom dan beberapa buah wafer cokelat untuk menemani obrolan kami malam ini. Setelahnya aku duduk di sebelah Rani, sambil menawarkan minuman dan cemilan yang aku bawa tadi. Obrolan dan diselingi candaan mengisi waktu, sampai diantara kami pun habis topik mau membicarakan apalagi. Aku pun teringat, kemarin orderan mainan yang aku pesan tiba dan belum sempat aku buka. Ya, aku memesan snakes and ladders (adult version) klo bahasa kita ular tangga tapi dengan tantangan khusus dewasa.
"Eh, iya.. mau main ular tangga gak?" Kataku. "Wahh, ayoo.. aku jago lho pasti mas Tama kalah" jawab Rani. "Tapi ini ular tangganya beda, ntar aku ambil dulu yaa" kemudian aku oun berlalu ke kamar untuk mengambil paket yang masih terbungkus rapi. Segera ku keluar dengan membawa gunting kecil, dan langsung unboxing bersama Rani. Isinya ada papan permainan, 20 kartu misteri, 4 pion, 2 dadu dan 1 gelas plastik kecil untuk mengocok dadu. Perlahan Rani mulai memperhatikan papannya. Dari 100 kotak menuju finish, ada beberapa kotak yang ada logo kotak misteri. Apabila pemain memasuki kotak itu, maka wajib mengambil satu kartu misteri dan melakukan apa yang diperintahkan kartu itu. Rani pun membaca satu persatu kartu misteri. Sepertinya kaget, karena terlihat wajahnya memerah dan sedikit bengong akan setiap perintah yang ada di kartu misteri itu. "Yuk, kita main" ajakku. "Gak, ahh... masa perintahnya aneh gini" jawab Rani. "Lho katanya tadi jago, klo jago ya berani dong terima tantangan" ujarku sambil terseyum senang. Rani diam sesaat, bimbang mau main atau tidak, dan beberapa saat Rani pun berucap "okeh, klo Rani menang, mas Tama traktir makan Rani satu minggu, yaa.. klo mau, kita deal" ujarnya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Aku pun segera menyambut tangan itu dan "deal".
Meja di depan sofa segera aku geser mendekat, softdrink dan cemilan sudah aku pinggirkan di tepi antara kami. Posisi aku dan Rani masih duduk bersebelahan di sofa ini. Rani mengambil pion kuning, sedangkan aku pion hijau. "Suuiitt.." Rani menang, sehingga dia dulu yang menggoncangkan dadu. "Delapan!" Ujar Rani semangat, dijalankannya pion dan aman, tidak ada apa pun di kotak itu. Sekarang giliranku, "Lima" aku pun menjalankan pion dan pas ada tangga naik ke kotak 17 dan ternyata ada box misteri di angka 17 itu. Rani bersorak riang, menertawakan aku. Aku pun deg-degan mengambil kartu, Rani merebutnya dan membaca yang tertulis disana: silahkan lepas 2 bagian pakaian yang kamu kenakan. Degh... sial, malah aku yang kena duluan. Untungnya malam itu aku mengenakan kaos dalam. Sehingga yang ku lepas kaos polos dan kaos dalam yang aku kenakan. Posisiku sekarang sudah bertelanjang dada, kembali Rani menertawakanku.
Dadu pun kembali di kocok .... Page 14