Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BUDHE ANAH JANDA DESA BERTUBUH IBU KOTA. BUDI HARTAWAN (The Series 3)

Wah, ternyata meski tulisannnya sudah dikonci, tapi ternyata ay masih bisa apdet nih.... makasih min!
Soalnya ini sudah Part akhir dari cerita Budhe Anah!

:adek:SELAMAT MELANJUTKEUN KECROTAN PEJUHNYA GAN AGAN

Waktu subuh belum tiba, tepat pukul 4.00 dini hari, aku terbangun oleh bunyi alarm yang ada di kamar Budhe, lumayan aku dapat tidur enam setengah jam lebih. Tak bisa kutolak saat sama-samar kurasakan tangan halus Budhe ternyata sudah membelai-belai penisku yang memang tiap pagi selalu berdiri tegak dan keras, padahal mataku belum lagi terbuka penuh. Ketegangannya bertambah karena tanpa permisi, begitu melihat aku membuka mata, Budhe beranjak menduduki pinggangku dan memasukkan penis tegang itu kedalam vaginanya yang sudah basah pula... Gila! Sepagi ini ia sarapan kontol!!

“Maap den, Budhe jadi napsuan ngeliatin punya aden sudah keras begini dari tadi... uuuhhhh...,” ungkapnya polos saat penisku baru saja memasuki lobang nikmatnya yang ternyata sudah basah.

“Heeeeehhhhh oooouuuhhh iiyyaaah Budhe... gakpapaaahhh... aku juga senang...,” jawabku mendesah, meski mata ini terasa masih sepet karena belum satu menit membuka.

Budhe meraih kedua tanganku dan membawanya kearah buah dada besar yang ‘nganggur’ berayun-ayun akibat gerakan tubuhnya. Dengan antusias aku meremas-remas. Dicondongkannya tubuh kedepan hingga ujung payudara itu makin mendekat ke wajahku, bibirku langsung menyambut, mengenyoti puting susunya bergiliran kiri kanan, aku paham ia ingin ditetek’i. Budhe makin keras mendesah...

“Hooooohhhhh Deeeeennnnn... Budhe mauuuhhh muncaaaaaaakkkkk oooooohhhhh,”

“Ayyooohhh keluarin yang banyak Budheeee uuuuhhhh ennaknyaaah...,”

Kurasakan memeknya berkedut kuat beberapa kali, ia melepas, padahal baru 10 menit saja kami bercinta. Jelas aku belum apa-apa...

“Nungging Budhe...,”

“Hiiiyyaah deeen ho’oohhh,” kata Budhe masih dengan desah tertahan, mungkin kegelian waktu kontolku tercabut dari memeknya.

Kali ini kusetubuhi dia dengan gaya nungging alias doggy style, menggenjot Budhe yang terus saja merintih keenakan. Penisku terasa lebih dalam masuk ke memeknya.

Lagi-lagi Budhe mendapatkan orgasme untuk yang kedua kali, entah di menit keberapa, rasanya lebih lama dari gaya WOT tadi. Aku belum juga merasa akan memuncak...

Ganti gaya lagi, kali ini aku berbaring miring menghadap punggung Budhe yang membelakangiku, kaki kanannya diangkat keatas, aku masuk dari arah pantatnya. Dibutuhkan penis yang panjang untuk memainkan gaya bersetubuh seperti ini karena jarak penis dengan vagina menjadi lebih jauh akibat terhalang pantat, apalagi Budhe bokongnya besar. Aku tak tahu gaya apa namanya, sebenarnya tak terlalu kusuka karena dengan posisi ini aku jadi tak bisa melihat ekspresi wajah Budhe yang manis itu merintih keenakan waktu kugoyang, tapi Budhe tetap ingin mencoba.

Untung penisku memang panjang sehingga tetap dapat menggenjot keluar masuk sambil menjulurkan tangan meremas susu besar Budhe, itupun cuma sebelah. Saat ia menoleh ke belakang, mulutku menyosor bibir Budhe, ia agak kesulitan membalas lumatanku akibat posisinya yang miring.

“Stop dulu den, ganti lagi ah, gak enak kalo gak sambil ciumin bibir aden,” keluh Budhe, padahal baru 3 menit saja kami melakukan ‘gaya miring’ itu. Budhe tak sampai orgasme.

“Ya Budhe sayang, mau coba gaya yang mana lagi?”

“Budhe suka yang aden di korsi, kita berhadapan, Budhe dudukin itunya aden...,” jawabnya,

“Sini den...,” lanjut Budhe lalu menarik tanganku dan mengajak kearah sebuah korsi.

Kuturuti keinginannya, aku suka juga gaya ini karena dengan Budhe menduduki pahaku dialah yang aktif bergoyang, dan aku bisa puas-puasin menetek tanpa harus mengangkat badan, wajahku tepat berada di depan susunya. Mulai lagi kami bersenggama, Budhe menggoyang turun naik, menghempas-hempaskan bokong besarnya ke pangkal pahaku, diselingi menggeol kesamping dan berputar, mulutnya tak henti mendesah, menjerit dan berteriak. Tak kusadari beberapa kali Budhe melenguh dan mengejan dengan gaya ini karena aku keasikan mengeksploitasi kemolekan buah dayanya. Mungkin lebih dari tiga kali ia orgasme, kemudian melemas...

“Oooohhh Deeennn, kuat bangeeeeeetttt den Budiiiiiihhh... Budhe hampir KO deennnn... bisa pingsan Budhe kalo diterusin...,” katanya saat kuberi kesempatan beristirahat sejenak, masih dengan kontolku menancap dalam memeknya.

“Gakpapa Budhe, aku masih lama, kalau pagi begini gak bisa cepat... toh sebentar lagi ibuku datang, bisa kulanjut dengannya kalau Budhe gak sanggup...,”

“Oiya bener juga den, Ndoro Nyonya kan lagi hamil, biar aden keluarin dalam itunya ndoro aja, biar bayinya tambah sehat.... hehehe...,” Budhe mengangkat pantatnya, dan ploopp... kontolku tercabut.

Aku tersenyum melihat tingkah Budhe, ia tersipu malu begitu menyadari sebentar lagi nyonya besar, yang juga pemilik asli kontolku itu, akan tiba di rumah.

“Jangan sungkan lho Budhe, kalau mau lanjutin ayo, masih ada 15 menit...” kataku menawarkan,

“enggak den, gak enak sama ndoro nyonya, lagian Budhe sudah enam kali muncak..., nih kaki Budhe sampe gemeteran...,”

“Hehehee... iya Budhe, kirain mau lagi...,”

“Ayo den, mandi dulu biar segar... atau aden mau duluan ke depan? Nanti Budhe nyusul kesana, mau sholat dulu...,” ujarnya tanpa canggung menyebut kata “sholat”, padahal kami baru aja berzinah! Hehehehee...

“Ya Budhe, aku cuci muka aja, gak mandi ah, kali aja nanti ibu ngajak mandi...,”

Kukenakan lagi pakaianku yang semalam dilepaskan oleh Budhe, kami memang tidur dalam keadaan telanjang.

“Kutunggu di depan ya Budhe,” lanjutku memberi sebuah ciuman, kemudian berlalu darisana.

Di teras dekat garasi samping, tempat dimana mobil ibu biasanya diparkir, aku menunggu kedatangan ibu, Mang Darja yang pergi menjemput jam 4 tadi, ini sudah hampir pukul 5. Tak berselang lama mobil ibu terlihat memasuki gerbang. Aku mendekat menghampiri dan langsung membuka pintu belakang sedan mewah itu. Wajah lembut dan elegan ibu yang juga kekasihku itu tersenyum, seperti biasa aku mencium tangannya, lalu mengangkat barang-barang bawaannya.

“Banyak banget oleh-olehnya, Bu? Beli apa aja? Buatku semua ya? Hehehe...” kuberondong ia dengan pertanyaan beruntun itu.

“Yak ampooonnnn anak ibuuuuhhh, nanya kok seperti senapan mesin ajjaahhh,” jawabnya sambil tersenyum dan memelukku.

Ada aura kangen kurasakan dari pelukan itu, kami berhadapan dan ibu yang lebih dulu menyambar bibirku. Kami berciuman penuh kerinduan. Cukup lama, sekitar 5 menit, sampai nafasnya terdengar turun naik... tampaknya ibu ‘pengen dianu’...

Wajahnya tak menampakkan lelah, padahal pakaian kerja yang belum lagi dilepaskan itu ia kenakan sejak kemarin pagi. Ah, dalam hal etos kerja, ibu memang tak kenal lelah! Aku justru yang sering mengingatkannya agar ia tak memforsir diri bekerja nonstop dari pagi sampai pagi lagi keesokan hari!

“Ibu gak penat?” tanyaku

Ia menggeleng, malah tersenyum menggoda, jemari lentiknya menyentuh kepala penisku, entah kapan tangannya meluncur kebawah.

“Masih ada sisa buat ibumu?” ujarnya lagi.

“Banyak... gak cuma cukup buat buntingin yang bawah... buat minum yang atas juga cukup kok...,” jawabku dengan tangan yang kini membuka kancing depan kemeja hem dibalik jas kerjanya yang sengaja tak kulepaskan, cup BH ibu kutarik kebawah, susunya langsung menyembul.

Mulutku menyerbu buah dada putih dan besar itu dengan buas, menyedot kulit dagingnya yang empuk dan mengulum putingnya yang memerah menggemaskan.

“Hoooohhhhhh seddooottt sayaaaaaang...,”

Tanganku meraih ujung roknya, menyingkap lalu melorotkan celana dalam krem yang ia kenakan, sudah basah rupanya...

Kudorong pelan tubuh ibu kearah sofa, sampai terduduk ia disana, mengangkang dengan memek yang menganga. Aku langsung berlutut dan menundukkan wajah kearah selangkangannya, menjilat dan menyedot bibir vagina berdinding merah itu. Clitorisnya kujilat, ibu menjerit...

“Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh saaaiiiyyyaaaaaaaaaang!!!”

Jari tanganku mencolok masuk memeknya, ibu teriak...

“Ooooooooohhhhh ennaaaaaakkkkk!!!!”

Cukup lama juga aku ‘menggarap’ memek ibu dengan hidung, mulut dan lidahku. Wajahku sampai mengkilap, dibasahi cairan kental bening yang mengucur dari dalam bibir kewanitaannya. Dan saat tangan ibu mulai meremas keras rambutku, aku mendadak berhenti...

“Hooooooouuuhhhhh kenappaaah sayaaang???” keluhnya, raut wajah ibu senewen, rupanya ia sedikit kecewa karena gagal melepas...

“Budi mau keluar sama-sama Bu, biar benar-benar yakin spermaku ketemu sel telur dan ibu tambah besar hamilnya... tambah bunting!” Sahutku sok tahu menjelaskan dengan semangat.

Seketika wajahnya ceria kembali begitu mendengar penjelasan konyolku. Ibu langsung memeluk pinggangku, kemudian dengan antusias pula mulai mengulum penisku yang sudah tegang maksimal.

“Oooohhhhh Buuuuuuuhhhhhh.... Budi kangeeeeeennnnnnn...,” aku mendesah menikmati sedotan mulutnya.

“Puas main sama Budhemu sayang?” sempat-sempatnya ia bertanya ditengah ‘kesibukan’ mulutnya memainkan kontolku.

“Hiiiyyaaahhhh Buuuuhhh... tttttaaapiih tetep ajjah aku kangen ibbuh oooouuuhhhh,”

“Beneran niiihhh?”

“Suwweeeerrr oooooohhhhhh,”

“Kirain ibu dilupain...”

“Sudah ah Buuuuhhh.... Budi gak tahan...,” ucapku, bahu ibu kutarik keatas untuk menghentikan aktivitasnya meng-karaoke kontolku.

“Tumben.... hihihiii... hmmmm.... pasti baru habis main sama Budhe ya... ayolah, ibu juga udah gak tahhan sayang...”

Ibu rupanya hafal betul semua bahasa tubuhku, sampai ia menebak dengan pas tingkahku yang tak sabaran ingin segera memompakan penis ke vaginanya. Ia tak marah sama sekali, malah sambil tersenyum manis ia menyatakan rasa senang dan terimakasihnya atas kesediaanku membahagiakan Budhe.

Ibu berbaring dengan paha terbuka, vaginanya seperti menengadah menunggu sogokan penisku yang kini sudah menempel di gerbang kewanitaan berbulu lebat itu, aku segera masuk... menusuk pelan dan mesra, sambil mengecup-ngecupi sekujur wajahnya.

“I love you Buuu.... ooooouuuuhhhhh.... Budi kangeeeennnnn...,” ucapku saat kepala penisku sudah membentur dasar vaginanya. Kudiamkan dulu beberapa detik disana untuk meresapi indahnya rasa kangenku padanya.

“Sehari gak ketemu ibu rasanya setahun...,” gumamku lagi, dan mulai menggoyang pelan, tariiiiiiikkkk... doroooong, tarik lagii... dorong lagi... wajahku menunduk dan meraih puting susu ibu.

“Oooooouuhhhh sayaaaang... sammaaahhh.... ibu juga kangeenn banget sama kammuuuhhhh... oooouuuhhhhhhh,”

Pinggulku terus bergoyang pelan dan teratur, memberi impuls-impuls kenikmatan sorgawi padanya. Pada persetubuhan kali ini aku berharap ibu bisa bertahan agak lama, agar kami memuncak secara berbarengan, karena kata guru Biologi SMAku dulu, perempuan akan lebih mudah dihamili kalau sering meraih orgasme bersamaan dengan ejakulasi pasangannya, hal ini akibat sel telur dari wanita masih ‘segar’ saat dibuahi oleh sel sperma pria.

Maka sambil terus bergoyang, aku mengajak ibu ngobrol tentang perjalanan bisnisnya kemarin.

“Ooouuuhhhh buuuu.... Gimanaaahhh meetingnya di Singapore?” tanyaku di sela sodokan-sodokan nikmat di memeknya.

“Sssshhhhh ooouuuhhhh yaaaahhhh.... sukseeesss hhhhhh sayaang.... addaaah kerjasama barruuhhh dengaannn perusahaan disannaahhh... ooohhhh... ssshhhh,” ibu menjawab walau terpotong potong desahan.

“Uuuhhhhh kerjasama apa buuuhhhh oouuhhh,” aku meraih kedua buah dadanya, meremas pelan.

“Aaaaaaarrgggghhhhh kaaarrrgooo sayangkuuuhhhh ooooohhhhhh, remes agak kerrass susu ibuuuhhh,”

“Nilai transaksiiiihnyaahhh berapaahhh buuuu... hhhoooohhhh,”

“Bessaaaarrrrr sayaaaang oooohhhh goyyaaang terusss buuudddd...,”

“Hiiiiyyaaahhh buuuuuhhhh,” kupercepat gerakan turun naik... pinggul ibu ikut bergerak kiri kanan.

Rupanya ia ingin mengimbangi goyanganku agar tak buru-buru meraih orgasme. Saat kurasakan ada kedutan kecil di memeknya, aku berhenti menggenjot dan mencoba lagi mengalihkan perhatian dengan mencabut kontolku... matanya terbelalak dan melotot. Berhasil juga trik ini, ibuku jadi urung memuncak...

“Hoohhhh sayang kenapa dilepas???,”

“Biar ibu gak cepat keluar sayang... aku mau kita samaan muncaknya...,”

“Ooooo... kirain ada appaah...,” sahutnya, lalu kutancapkan kembali penisku.

Sudah 20 menit berlalu, dan ibu masih belum orgasme seperti biasanya... Selain itu aku juga memperlakukan ibu dengan sangat mesra kali ini. Sungguh, kami benar-benar bercinta sambil ngobrol...

Gaya missionaris ini belum berubah, nikmat juga karena dilakukan dengan sangat mesra. Meski lenguhan ibu kian intens, goyang pinggulnya yang patah patah tetap konstan.

“Bakal tambah banyak kerjaan di kantor ya bu.... oooouuuhhhhh ennaknyaaahhhh,” kami mulai ngobrol sambil bergoyang lagi...

“Yaaahhh.... yaaaahhh... genjooot.... pelan sayaaaang oooooouuuhhhh... makanyaaah ibu rencana mauuhh nambaahhh orang di divisi aaahhh internasionaaaalllll ooooouuuuuhhhh sayaaanggg...,” ibu menjawab, sambil kelonjotan.

“Iyaahhh buuuhhhhh...,” kuperlambat pompaan penisku.

“Sssshhhhhh aaaaahhh... Susah gak buuuu oooohhh nyari orang ooohh sekelass kepala divisi.... ooohhhhh...,” lanjutku bertanya.

“Aaaaarrrgghhhhh gak juggah saaaay... oooohhhh...,” ibu mengeratkan pertautan kelamin kami, diangkatnya pinggul besar itu makin merapat di badanku.

“Ibu mau pindahin Bu Zahra ke divisi internasional... oooouuuhhhhh...,

“Bu Fatimah Zahra... hhhh mmmm... Director of Account itukah bu? Oooohhhh...,”

“Iyyaaah sayaaang...,”

Kontolku berkedut saat ibu menyebut nama Bu Fatimah Zahra yang oleh orang kantor dipanggil Ummi Izzah itu. Otakku membayangkan pantatnya yang besaaarrrr!! Sejak pertama bertemu perempuan seumur ibuku itu, aku kadang membayangkan gimana rasanya membelai dan mengemplang pantat gedenya sambil menyodok-nyodok memeknya dari belakang. Ia mengepalai bagian keuangan di kantor ibu, wanita paruhbaya berwajah dan bibir sensual khas Timur Tengah. Ummi Izzah memang keturunan Arab.

Sialan! Kataku membatin... Gara-gara memikirkan body bahenol Ummi Izzah, aku jadi merasa ingin cepat-cepat ejakulasi. Penisku makin keras saja, apalagi pinggul ibu sekarang makin aktif bergoyang.

“Gantian Budi dibawah Bu...,” kuhentikan goyangan dan mencabut,

“Iya sayang... kamu sebentar lagi ya? Mau nungging?” ia bangkit,

“Iya Bu, rasanya sebentar lagi..., tapi jangan nungging, ibu tetap di bawah, geser ke pinggir aja...,” jawabku dan meminta ibu duduk di tepian tempat tidur.

Aku turun dan berdiri di lantai, ibu duduk di pinggir kasur sesuai yang kuminta, badan ia miringkan ke belakang dan kakinya menekuk dengan paha terbuka.

Dengan tak sabar aku memasukkan penis yang masih tegang itu kedalam memeknya, posisiku tetap berdiri dan membungkuk, tanganku bertumpu ke kasur empuk tepat di bawah ketiaknya kiri dan kanan sehingga wajah kami sejajar berhadapan. Ini posisi bercinta yang menjadi favorit ibuku sejak pertama kali kami melakukannya tiga bulan lalu.

Mulai lagi kupompakan barang nikmat bernama kontol ini ke lubang kewanitaannya, langsung menghempas, ibu menyambut dengan antusias. Diangkatnya bokong besar itu seolah mendorong agar penisku makin masuk dan mentok ke dasar liang vaginanya.

“Aaaaaaahhhhhh sayaaaaang... ibu rasanyaaah bentaarrr laggiiihhhhh,”

“Hoooohhhhh Buuuuhhhhh iyyaaahhhh Budi juggaaaaaahhhhhh,”

Kami sama-sama menggenjot penuh semangat, saling dorong, tarik lagi, kuhempas keras, ibu teriak, kuangkat keatas, kami bersamaan melenguh. Hanya desahan nikmat yang keluar dari mulut kami sampai ibu membuka lagi pembicaraan, mungkin karena merasa ia akan orgasme.

“Haaahhhhh.... sayaaaangg... gimana Budhe muuuuhhhhh.... ooouuuhhhh... berapa kali hari iniiiiiihhh???”

“Ooooohhhh Buuuu.... ennaknyaaaahhhhhh... maksud ibbuuhh appaaahh?” aku pura-pura bego, padahal kutahu maksudnya.

“Nakkaaal kammuuuhhh, maksud ibbuuhhh berappahh kalliiih kamuuu setubuhiiii Budhemuuuhhhhh... aaaaahhhhhhh.... ibbuuu bentaarrr laggiiih sayaaang oooooohhhhh...,”

“Hooohhhh iyyaaahhh Buuuhhhh, kemariinn tiggaa kalliiihhh...,” jawabku sambil mempercepat gerakan mengocok.

Makin jelas bunyi pangkal paha dan alat kelamin kami yang saling ‘baku hantam’. Plookk plaaakkk plookkk plaaakkk...

“Pagi taddiiihhh juggaaahhhhhhh... aaaaahhhhhhhh.... ayyooohh Buuuhhh goyyaaaang aaaaahhhhhhh,” ujarku menambahkan

“Hoooohhhhhh pastiiihh Budhemuuhhh kelluaarrr berkaliihh kaliiihhh yaaahhhh oooooohhhhhhhhhh sayaaaaaangg.... ibbuuhhh hampiiirrrrrr!!!”

“Jaddiiihhhh toootttaaaalll empaaatttt kalliiihhhh dariih kemariiinnn ooooouuuhhhhhhhh.... Budiiihh juggaaahhhh Buuuhhhhhh hampiiiirrrr aaahhhh kelluaaaaarrrrrrrrrrr!!!” kocokanku kian cepat, kuat dan keras kedalam vagina ibu.

“Ooooooooooohhhhh ibbuuuhhhh kelluaaarrrr sayaaaaaaannnnggg aaaah aaahhhh aaaaahhhh oooooooooooooooooohhhhhhh banyyaaaakkkk banggeetttttttt sayaaangg ooooohhhh oooohhhh ooohhhhh ooohhhhhh,” jeritnya panjang sekali, kedutan dinding vaginanya makin kuat meremas kontolku, bersamaan dengan semburan hangat yang menimpa kepala penisku.

“Ooooooooooooohhhh Buuuuuuuuuhhhh Budi juggaaahh Budi juggaaahh Budhiii juggaaaahhh kellluaaarrrr keluuarrrr kelluaarrrrr aaaaaaaaaaah yeeessss yesssss yeeesssss yeeesssss yeesssss oooohhhhhhh!!!!!!!” akhirnya aku melepas juga, kurang dari sedetik setelah ibu orgasme dengan dahsyatnya.

Penuh sudah liang rahim ibu dengan spermaku dan sel telurnya, kami sangat puas, kepuasan yang sangat nikmat. Aku sampai ambruk menimpa tubuh ibu setelahnya. Kudiamkan kira-kira 5 menit sampai kedutan memeknya dan tumpahan spermaku benar-benar tuntas di dalam sana.

“Huuuuhhhh nikmatnya sayaang....,” ibu membuka pembicaraan setelah barangku tercabut.

“Iya Bu..., padahal ibu kan cape banget, pasti kurang istirahat sejak tadi malam.

“Gakpapa say, ibu sempat tidur di pesawat tadi. Di ruang tunggu airport Changi juga ibu ada 2 jam waktu istirahat, lumayan lah... 4 jam ibu tidur di perjalanan. Waktu kesana juga ibu sempat tidur. Jadi badan rasanya gak terlalu cape...,” katanya menjelaskan.

Budhe tiba-tiba muncul dari balik pintu setelah tiga kali mengetuk dan ibu mempersilakannya. Budhe mendekat kearah kami dan duduk bersimpuh di lantai karpet. Kebaya encim berwarna hijau muda membungkus rapi badan montoknya, aku terpesona dengan penampilan Budhe kali ini, pakaian tradisional itu tampak sangat pas di badannya. Mempertontonkan tonjolan-tonjolan tubuh Budhe yang memang sangat mengundang selera! Ibu sampai tersenyum melihatku bengong...

“Ndoro nyonya gak pengin sarapan...,”

“Enggak mbakyu sayang, sini mbak, baring dekat kami, tuh ponakanmu yang nakal sudah jelalatan aja ngeliatin..., hihihiiii...,” ujar ibu sambil mengulapkan tangan menyuruh Budhe naik ke tempat tidur.

“Injjih ndoro nyonya..., si aden memang nakal... hihi...,” ungkapnya sembari menutup mulut seolah keceplosan.

“Emmang! Dasar laki hiper nih mbak, jitakin aja pala dia! Hihihi...,” balas ibu bercanda sambil tangannya pura-pura mau menjitak kepalaku.

“Ampppooonnnn!!!” aku menghindar.

Kami semua tertawa-tawa dengan guyonan ibu dan juga Budhe. Diceritakannya pada ibuku bahwa kemarin aku ‘menghabisinya’ sampai pingsan di dapur, ketika ia sedang asik memasak. Pengakuan polos Budhe yang menuturkan ulahku menidurinya di berbagai tempat itu membuat ibuku tertawa ngakak, tapi ia sangat bahagia. Tentu karena ibuku justru ingin membahagiakan Budhe yang telah dianggapnya sebagai kakak kandung. Aku tak mau kalah, kukatakan pada ibu bahwa itu semua adalah salah mereka bertiga, salah Budhe yang punya body semlohai, salah ibuku yang mengijinkan aku meniduri Budhe, dan salah Bu Hesti yang mendukung keinginanku menikmati tubuh bahenol perempuan paruhbaya bersusu jumbo itu!

“Jadi bukan salah iniku ya!?!?” aku menegaskan sambil menunjuk penis besar dan panjang yang kini ‘tertidur’ setelah menghabisi kedua perempuan montok ini.

“Tapi salah inniiihhh! Inniihh! Dan inniiihh!!!” lanjutku lagi, setiap kuucap kata inniih, aku memijit hidung Budhe, meremas buah dadanya dan menekan selangkangannya yang kini berada persis di sebelahku.

Budhe duduk berselonjor kaki di sebelah kiriku, sementara ibu terbaring lemas di kananku.

Jadi sekarang aku diapit dua ratu seks pemuas dahagaku.

“Maap den, Budhe mau bersihin punya aden..., mumpung lagi tidur dianya... hihihi..,” kata Budhe lalu menunduk dengan lidah yang terjulur kearah kontolku.

Ia tak menunggu persetujuanku maupun ibu, langsung aja main jilat dan sedot penisku.

“Aahh Budheeee... eeeuuhhhhh...,” lenguhku merasakan geli dari jilatan lidahnya.

Ibu hanya senyum-senyum melihat aksi kakak angkat yang ia panggil mbakyu itu. Tangannya membelai lembut kepalaku, menunjukkan kasih sayang seorang ibu pada anak lelakinya. Iya, anak laki yang juga suaminya! Calon menantunya! Sekaligus gigolonya! Wakakakak

Kubalas dengan mencium mesra pipi ibu, lagi-lagi ia mempertontonkan senyum manisnya.

“Oooh ibuku cantik banget...,” aku bergumam dekat telinganya.

“Kamu belum lepasin pakaian ibu... penat sayang...,”

Oh iya, aku lupa kalau tadi kusetubuhi ibu tanpa melepas pakaian kerjanya. Segera kulukar satu persatu, mulai dari jas mahal berwarna biru gelap itu, lalu kemeja lengan panjangnya, rok bawahan yang juga berwarna senada dengan jasnya, dan terakhir BH nya. Celana dalam ibu sejak tadi kucopot, entah dimana ia terlempar sebelum aku menjilat memeknya. Nanti saja kutelpon tim SAR untuk mencarinya, siapa tahu CD itu tersesat di bawah kolong tempat tidur! Huwakakakak

Budhe sudah selesai membersihkan penisku dari sisa sisa lendir persetubuhanku dengan ibu. Kesat dan kering.

“Maap ndoro, aku bersihin ya?” ujar Budhe sambil merangkak dan menunduk diantara paha ibuku.

Lagi-lagi ia tak menunggu persetujuan ibu yang akan dijilatnya. Langsung saja ia menyosor pangkal paha itu. Ibu sampai melenguh kegelian.

“Hadooouhhh mbaaaakkkk,” jerit ibuku.

Budhe tak mengabaikan, ia terus saja menyelomoti sekujur kemaluan nyonya besarnya itu, membersihkan jembut lebat ibu dari cipratan lendir yang menempel disana. Budhe meminum semua cairan memek dan spermaku yang tampak beberapa tetes meleleh dari liang vagina ibu. Setelah bersih dan beres, baru ia duduk kembali di samping aku yang masih berbaring santai.

“Mbak, ada oleh-oleh buatmu, di airport tadi aku beli 3 lingerie dan babby doll seukuran badan mbakyu, tuh ambil di tas...,” kata ibu menunjuk kearah meja dimana tadi aku meletakkan barang-barang bawaannya.

“Biar aku aja yang ngambilin Budhe, oleh-oleh buatku apa Bu?” ujarku mencegah Budhe bangkit.

Mendengar ibu menyebut lingerie dan babbydoll aku jadi penasaran seperti apa seksy-nya Budhe memakai pakaian tidur yang pasti mahal itu!

Dari tadi sebenarnya aku sudah bertanya-tanya barang apa yang dibawa ibu dari singapura, kubaca setidaknya ada 4 nama brand terkenal di tas tenteng pembungkus oleh-oleh itu.

“Buatmu ada cd dan pakaian dalam sayang, ada juga celana pendek untuk acara santai atau dipakai di rumah...,” jawab ibu.

“Lagian itu barang rasanya tambah gede aja sebulan ini yak? Hihihi... ibu lihat sudah pada sesak di celana dalammu,” lanjut ibu lagi.

Benar juga kata ibu, belakangan ini, sejak intensif menggumuli Bu Hesti dan Budhe Anah, kemaluanku rasanya bertambah besar dan panjang saja. Kalau tegang aku sering merasa CD ku terlalu ketat hingga sangat menyiksa barangku didalamnya. Apalagi kalau di tempat umum, ah rikuh sekali kalau harus ‘memperbaiki’ arah kontolku saat tegang!

“Hehehe... iya Bu, makasih... ibu tau aja keperluanku,” ujarku, kuraih dua tas yang dimaksud ibu untuk Budhe, membawanya ke tempat tidur.

“Nih Budhe... wooowwww seksyeeh abbisssss!!!”

“Astaga ndoro nyonyaaaa??? Bagus bangeeeett.... makasih ndorooo,” ucap Budhe setengah berteriak kegirangan, ia mendekati dan mencium pipi ibuku.

“Dicoba dulu mbak...,” ibu tersenyum dan memintaku membantu Budhe mencoba satu persatu lingerie dan babydoll itu.

Dengan tangkas tanganku melepas satu persatu pakaian kebaya dan kain jarik yang dikenakan Budhe, sebenarnya aku cukup senang dengan pakaian tradisional asli wanita Indonesia ini, tapi karena penasaran seperti apa penampakan Budhe kalau memakai lingerie, aku jadi mengesampingkan momen sensasional ‘membugili’-nya!

Itu bisa kapan-kapan kalau ada waktu aja... kata batinku.

Setelah semua pelapis tubuh yang dikenakannya tadi terlepas, pelan tapi pasti Budhe mencoba satu persatu pakaian sexy itu, aku hanya bengong dengan mulut menganga, wajah melongo, tak percaya pada apa yang kusaksikan sekarang dengan mata dan kepalaku sendiri!

Budhe Anah, wanita dari desa, janda setengahbaya berbody montok dengan umur yang telah mencapai lebih dari 53 tahun itu, kini tak ubahnya bagaikan istri pejabat tinggi atau bahkan istri konglomerat kaya yang begitu elegan dan penuh kemewahan! Ia yang biasanya tampil bersahaja, sekarang terlihat sangat mengundang selera! Membakar nafsu birahi pria sepertiku, penggemar ibu-ibu!

“Aaaaaahhhhh Budheeeeee...,” gumamku pelan, nyaris tak terdengar...

“BUDHE ANAH, JANDA DESA BERTUBUH IBU KOTA”



Note;


Cerita Petualangan BUDI HARTAWAN The Series (03) tentang Budhe Anah berakhir disini, tapi tak berarti aktifitas seksual Budi menggeluti tubuh janda desa itu juga tuntas. Di session berikutnya Budhe Anah masih akan sering muncul sebagai ‘peserta istimewa’ dalam permainan-permainan seks antara Budi, Bu Siska dan Bu Hesti, bahkan Rani...

Kisah ini akan dilanjutkan dengan sesi baru berjudul “RUMAHTANGGAKU” yang akan menceritakan tentang ‘nasib’ Rani dalam lingkaran petualangan seks Budi.

Penasaran? Ikuti terus ceritanya...


Salam Sempcrooottt!!!

:tegang:
Ayo Hu
Buat cerita baru
Lanjutin menaklukan stw yang lain
Siapa tau ada STW yg selama ini setia, setelah kamu garap malah jadi liar

Hahahahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd