Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BUDHE ANAH JANDA DESA BERTUBUH IBU KOTA. BUDI HARTAWAN (The Series 3)

Nih agan2 and suhu2 sepengecrotan, ay apdet lagi kisah permemekan Bu Siska dan anak angkatnya....
Selamat mengecroti yeeeee.....


LOGI 2 Bagian 5
BU SISKA POV
SENSASI IBU BERKEBAYA



Pada siang itu, Hesti, seorang kawan lama datang berkunjung ke kantorku. Sepuluh tahun kami tak jumpa, padahal saat kami masih tinggal di kota asalku dulu hesti adalah teman terdekat tempatku berbagi rasa. Ia tahu semua tentang masalah keluargaku, termasuk masalah suamiku. Ia pula yang pertama kali mengungkap masalah istri-istri simpanan suamiku. Jauh sebelum itu, aku dan hesti adalah teman sepermainan sejak kami SD di daerah asalku. Jadilah pertemuan kami hari itu begitu emosional. Hesti sampai meneteskan airmata gembira karena dalam sepuluh tahun ini banyak sekali peristiwa yang kami alami dalam kehidupan kami masing-masing. Setelah makan siang di café dekat kantorku, aku berinisiatif mengantarnya pulang. Ternyata Hesti sekarang sudah menjadi staf pengajar di Fakultas Ekonomi U****** I********, dan yang juga menggembirakanku adalah Hesti juga mengajar di jurusan yang diambil oleh Budi. Aku dengan antusias menceritakan tentang anak angkatku itu. Tentu aku tak menuturkan tentang kisah XXX kami, meski biasanya antara aku dan Hesti tidak ada yang rahasia. Bahkan ia sangat terbuka soal rumahtangganya, suaminya juga dosen, tapi di I*B B**** jurusan Bio-Teknologi. Pada waktu itu Hesti belum mengenal Budi, tapi aku janji akan memperkenalkannya dengan Budi, kupikir lumayan untuk bantu-bantu membimbing dan mengawasi anak itu. Setelah sore ia meninggalkan kantorku, tapi gara-gara tadi sempat bercerita tentang Budi aku jadi gatal. Aku segera menelponnya.

Waktu menunggu terasa lama sekali padahal jarak antara kampus Budi dan gedung kantorku tak terlalu jauh. Nafsuku yang sudah naik ke ubun-ubun membuatku jadi tak tahan, sehingga ketika ia masuk ke ruanganku dan mengunci pintu, aku yang sudah “basaaah” langsung saja mempreteli pakaiannya, celana dalamku sudah kulepaskan sejak tadi sebelum Hesti pulang, itu karena aku sudah nafsuan. Langsung saja aku menuju sofa, menyingkap rokku sampai pinggang, membuka pahaku kearah berlawanan dan membiarkan lidah Budi menjilat-jilat nikmat. Setelah itu giliranku menyedot penis Budi (istilah yang ia pakai: KARAOKE). Lalu tanpa membuka baju dan rok ku yang memang kubiarkan melekat, ia langsung menusuk, menggenjot, mengocok, tarik-dorong, cabut-tancap lagi dan aaah puasnya aku. Saat itu seingatku Budi hanya sekali orgasme, aku yang berulang-ulang. Mungkin empat kali aku mengejan dan melepas sebelum spermanya ikut tumpah ruah buuaanyaaak sekali!!!

Budi, anak angkatku itu kini benar-benar merubah pola kehidupan seksualku yang dulu hampir lenyap tertelan kesibukan dan konsentrasi bisnis menjadi hiperaktif ! Kuakui sikapku di depan orang memang masih elegan dan cenderung pasif bersosialisasi, bahkan di kantor aku terkenal super tegas dan disiplin. Tapi kalau sudah berdua dengan Budi, aku tiba-tiba berubah jadi wanita kehausan yang liar !


Ada satu hal yang kusenangi dari Budi, ia pandai sekali mencari cara maupun waktu untuk mengajakku berhubungan badan. Ada-ada saja idenya untuk membuat hubungan kami jadi tak membosankan, padahal tiap hari juga kami melakukannya, entah pagi sebelum berangkat kerja, di kantor pada jam istirahat dan yang rutin di malam hari. Bahkan tak jarang ia ‘belum tuntas’ kalau waktu kami terlalu sempit di pagi hari- ia pasti menyempatkan diri minta di ‘karaoke’ di dalam mobil atau pernah di WC Ground Floor gedung kantorku. Seperti suatu hari ketika aku menghadiri sebuah pesta perkawinan di Semarang. Saat itu aku hanya ditemani oleh Budi karena semua asisten di kantor pada sibuk mengurusi kegiatan bisnis yang memang lagi peak season. Kami menginap di Hotel Patra Jasa yang kebetulan dekat dengan lokasi pesta.
 
Terakhir diubah:
Pesta Pernikahan anak kawanku itu cukup besar, dan karena ia berasal dari keuarga keraton Solo maka segala hal termasuk pakaian para undangan yang hadir bernuansa tradisional. Budi tak sempat memakai pakaian adat Jawa yang sehari sebelumnya ketika kami check in sudah dibagikan oleh panitia, ia terlambat bangun pagi itu karena dini harinya ia terbangun dan minta dilayani. Kutinggalkan ia di kamar sementara aku dirias di sebuah butik yang ada di hotel itu, dan ketika kembali, kutemukan Budi juga telah mengenakan setelan jas lengkap dengan style ala renaisance. Aku tak terkejut melihatnya, meski aku yakin kalau ada gadis yang memperhatikan Budi dengan pakaian itu pasti langsung naksir deh! Wajah yang mirip Leonardo Di Caprio itu mengingatkan orang akan tokoh Jack di film Titanic.

Kulihat matanya melotot kearahku, sebuah cara melihat yang sudah kuhafal dalam beberapa bulan ini, ia yang terpesona oleh dandanan tradisional dengan kebaya jawa ini. Wah, celaka, kupikir ia pasti horny melihat dadaku yang tampak lebih membusung seperti mau meledak dengan tonjolan-tonjolan sensual yang tercetak jelas dibalik kebaya encim ini.

“Husshhh… apaan sih? Ibu kok diliatin kayak begitu, say?” aku menepiskan tangan di depan wajahnya yang masih saja memandang lekat tubuh yang terbungkus kebaya ini.

“Bu, boleh minta nggak? Uuufff..ibu benar-benar seksi!” serunya seperti yang kuduga, tangannya bahkan lansung menjulur kearah dadaku,

“Ah enggak ah, ibu sudah cape-cape dirias gini, ntar telat lagi! Lihat jamnya tuh, sudah jam sembilan, acaranya kan sembilan tigapuluh,” ujarku sambil menepis tangan kanan yang baru saja sempat bertengger sedetik di permukaan buah dadaku itu.

“Suer Bu! Kalo dandan begini, ibu bikin gatal saya,” ia tak peduli, malah menarikku kearah tempat tidur.

“Budi… iiihhh geniitt deh! Ibu serius nih!” aku pura-pura marah, habis kesal juga,

“Auk ah gelap!”

“Jangan maksa gitu dong, say. Nggak enak sama undangan yang lain, ibu kan jadi saksi pernikahan juga. Masak mau terlambat lagi?” kini aku memohon, tapi kedua tangannya sudah memeluk dari belakang. Kami masih berdiri, dan ia tahu benar kelemahanku, leherku dijilatinya hingga aku menggelinjang kegelian, terangsang juga aku.

“OK..OK sayaaangg… hhhh... ibu kasih... ibu kasih, tapi ada saratnya,”

“sarat apaan?”

“Ngga boleh sampai merusak dandanan ini, ibu ngga mau sampai ke butik lagi gara-gara dandanan ibu kamu obok-obok,”

“Loo, trus gimana?”

“sini, punyamu, kamu cuma boleh pegang-pegang susu ibu dari luar kebaya, ngga boleh netek,” aku mengalah juga, kini kubuka celananya dan melorotkan sebatas lutut. Ia terduduk di tempat tidur, aku yang tetap berdiri, takut kalau kain batik yang kukenakan sebagai bawahan ini jadi awut-awutan. Perlahan-lahan kusingkap kain batik itu dan dengan hati-hati melepaskan celana dalamku.

“Iya deeeh, yang penting Budi dikasih ya bu…,” katanya menyanggupi sambil menarikku mendekat, tangannya tak berani meremas buah dadaku, hanya sesekali ia mencium pinggiran atas buah dadaku yang terbuka karena potongan kebaya berdada rendah itu. Rupanya ia cukup puas dengan permainan tanganku yang mengocok penisnya.

“Yang cepat, say… ingat waktu…,” aku mengingatkan.

“tangannya menyusup kearah pangkal pahaku, meraba dan memainkan jari-jari nakal itu di permukaan vaginaku yang mulai basah. Aku juga terangsang rupanya, terangsang oleh pandanganku kearah cermin lebar di dinding kamar yang menunjukkan betapa sensasionalnya diriku yang berpakaian kebaya rapi ini terpejam-pejam menahan geli di pangkal paha sementara tangan kananku mengocok penis Budi yang mengacung bak tugu monas gemuk. Setelah kurasa sudah cukup pemanasan kami, kusuruh budi melepas jasnya supaya tak kusut, lalu ia berbaring, aku mengambil posisi berjongkok tepat diatas pinggangnya. Kain batik kuangkat dengan hati-hati hingga atas pinggang dan dengan sekali tekan amblaslah penis budi masuk ke vaginaku. Aku yang aktif mengocok turun naik. Rasanya begitu nikmat meskipun gerakanku jadi terbatas karena takut kebaya itu kusut. Asik juga, karena Budi rupanya juga mengalami hal yang sama, saat kemaluanku berdenyut diambang orgasme, ia ikut mendesah panjang. Aku menjerit, melepas nikmat. Budi juga rupanya, penisnya terasa menyemprot banyak sekali.

Dengan pelan dan hati-hati kulepaskan penis budi dari vaginaku, crop.. beberapa tetes cairan sperma Budi menetes keluar, luput dari usapan saputanganku.

“Bersihin dong, ibu sayang…,” katanya merajuk.

Aku tak tega melihatnya merengek begitu, ah kupikir toh aku bawa lipstick, tak ada salahnya kalau kujilat cairan itu dengan mulutku. Budi berteriak kegelian saat penis itu kekenyot-kenyot sambil menjilat habis semua cairan mani yang tercecer di sekitar pahanya, sampai kesat. Baru kukeringkan dengan sapu tangan. Aahhh….Budi…Budi, ada-ada saja caranya membuatku merasa bergairah seperti pengantin baru! Tadi itu, meskipun kutunjukkan muka sedikit kesal, namun sebenarnya aku senang, karena dengan dandanan itu ternyata Budi sampai tak tahan untuk tidak menyentuhku.

“Ntar kalau pulang dari pesta, kebayanya jangan dilepas dulu ya, Bu?” katanya ketika kami keluar dari kamar.

“Emang kenapa, say?” tanyaku pura-pura bodoh

“Budi horny banget ngeliat ibu pakai pakaian jawa begini, lebih menonjol !” serunya, dan kurang ajarnya lagi, sempat-sempatnya ia menyenggol susuku.

“dasar kamunya aja yang otak ngeres,” bisikku ketika kami sudah di mobil menuju lokasi pesta.

“Leher ibu juga kelihatan seksi banget kalau disanggul begini,” lagi-lagi ia menggoda,

“Iya, iya… ntar ibu kasih lagi, tapi awas jangan macam-macam di pesta nanti!”

Pada saat pesta berlangsung, beberapa pasang mata menatap kearahku, tua, muda, remaja, bapak-bapak sesekali melirik dan melemparkan senyum. Aku GR juga, mungkin benar kata si Budi, kecantikanku jadi lebih ter-ekspose dengan kebaya jawa ini. Dan mungkin yang mencengangkan mereka adalah buah dada besar milikku yang terlihat lebih montok daripada kalau aku pakai baju kerja. Itu karena stagen yang melingkari perutku “menggeser” lengkungan buah dada itu semakin kedepan.

Budi duduk disampingku, entah karena tak berani atau memang tipe lelaki pasif, ia hanya senyum kecil-kecil saja membalas godaan beberapa perempuan sebaya umurnya. Aku jadi teringat kata-kata pengakuannya terhadapku bahwa ia lebih tertarik pada perempuan paruhbaya seperti aku. Ah Budi..budi, Budiku yang luarbiasa!
 
.....akhirnya aku dientotin dengan masih berpakaian kebaya..... :p :Peace:
Oooouuhhhh Budiiiii.... terimakasih sudah ngontolin ibu sayang
......:tegang::Peace:

Kejadian tadi pagi terus mengganggu pikiranku setengah hari itu. Aku lebih memilih berada terus didekat Budi daripada bergabung dengan kelompok tuan rumah yang berkumpul di dekat pelaminan. Terngiang ditelingaku kata-kata vulgar Budi, “memek ibu nikmat”, “ibu seksi sekali dengan kebaya jawa”,”susu ibu jadi lebih menonjol”, dan gilanya, gara-gara mengulang-ulang ucapan budi dalam benakku, aku jadi horni sendiri.

Kulihat Budi duduk disampingku sambil membaca leaflet pesta itu, kulirik selangkangannya yang meskipun tertutup pakaian tapi cukup membuatku berpikiran macam-macam. Terbayang kejadian tadi pagi saat aku turun-naik diatas pinggangnya, masih dengan kebaya lengkap, ah... ahh... oohh... oohh... uuhh... uh dan serrrr berdesir birahiku…

Kurasa Budi juga mengalami hal yang sama, walaupun ia hanya diam terpaku, tapi aku hafal benar gerak tubuhnya sekecil apapun. Kutahu ia juga sedang horny ketika memandangku sesaat tadi waktu aku maju kedepan menjadi saksi perkawinan anak temanku itu. Sempat kulihat pandangan nakal Budi yang dengan gatal melirik ke arah pantatku. Ah, aku jadi tak tahan dengan acara hari ini, aku ingin cepat kembali ke hotel, merasakan permainan lidah Budi, menikmati kontol besarnya menusuk-nusuk keras dalam memekku... ooohhh!!!

Jam 13.00 siang barulah kami meninggalkan pesta, itupun setelah aku membuat-buat alasan pada Fenny, nyonya pesta itu, bahwa aku ada jadwal meeting dengan seorang rekan kerja. Persetan dengan pesta itu! Aku ingin segera disetubuhi, dan seperti kata budi, diobok-obok!

Dalam perjalanan pulang, di mobil Volvo yang membawa kami ke hotel, aku dan budi sudah sama-sama panas, ia bahkan sempat meraba-raba pahaku, untung sopir itu tak melihatnya. Dan ketika kami sampai di dalam kamar ia langsung menyambar bibirku, melumat dan menjelajah rongga mulutku dengan lidahnya yang liar. Aku sampai kelonjotan saat ia sedot-sedot permukaan kulit leherku yang terbuka bagian belakangnya akibat rambutku yang disanggul. Yang terdengar saat itu hanya jeritan-jeritanku yang patah-patah. Sementara tanganku tak kalah gesit mencomoti kancing bajunya satu-persatu. Tangan Budi sibuk menyingkap kebayaku,

“hhh…kenapaaah ngga dibuka ajaah bajuuuhh ibuuu,” aku bertanya terengah-engah,

“Biarin aja ah, budi suka liat ibu pake baju kebaya…uuufff…ibu seksi sekali, jawabnya mengabaikan permintaan itu. Tangannya kini menyusup lewat belahan depan baju itu lalu melewati celah Bhku, seketika ia langsung meremas, kancing depan kebayaku sudah terlepas dua buah, Bhku diturunkannya kebawah payudara, susuku langsung seperti meloncat menyembul dari situ.

“aaaaahhhh….!!!,”jeritku keras saat budi menerkam putingnya dan langsung menyedot nikmat. Kedua telapak tangannya dan mulutnya berebut mengucel-ucel susuku, kiri-kanan-kiri-kanan terus begitu. Rupanya penampilanku dengan kebaya itu membuat budi jadi buas sekali. Aku senang juga, ada suasana hati yang menggoda sekali saat kusadari tingkahnya yang lebih mirip “memperkosaku” ini.

Tak puas dengan hanya memainkan buah dadaku, Budi lalu mendorong aku dengan paksa ke tempat tidur, tubuhku sampai terhempas disana.

“aaauuuuhhh… Budiiiii… ibu kamu apaiiinnn?!!” jeritku keras tapi sebenarnya aku suka sekali diperlakukan seperti itu. Benar firasatku…ia sejenak melepaskan pelukannya dan memelototi tubuhku.

“Budi benar-benar gila oleh penampilan dan tingkah ibu hari ini, dan sekarang please jangan banyak bicara, budi mau perkosa ibu sampai ibu menjerit-jerit minta…,” ia tak melanjutkan, tampak keraguannya mengucap sisa kalimat tadi,

“minta apa…?”

“minta dientot lagi!!! Diperkosa!!!” jawabnya dengan wajah yang dibuat seolah ia adalah benar-benar pemerkosa, dan belum lagi aku sempat menimpali kata-katanya, ia sudah menerkam lagi. Kali ini membekap mulutku dengan tangan kanannya sementara yang kiri menarik ujung kain penutup bagian bawah tubuhku ke atas, dengan cepat pula ia menarik celana dalamku, sampai robek! Aku hanya sanggup bergumam karena meski tanganku bebas tapi justru kupakai untuk menjambak rambutnya, menekan kepalanya kearah buah dadaku. Padahal kutahu Budi ingin sekali menengok pemandangan di daerah selangkanganku yang pastilah sangat menggairahkannya.

Budi tak kalah akal, dua jarinya langsung melesak masuk menusuk vaginaku, menguaknya lebar dan memijit klitorisku.

“mmmm…hhh…mmmhhh…mmmmm,” hanya itu yang keluar dari mulutku ketika dengan cepat dan keras, budi mengocok vaginaku. Oh sedapnya kocokan tangan kasar itu. Aku sampai ikut menyorongkan vaginaku saat tangannya mencabut, seperti tak ingin ia melepaskan jari-jarinya dari dekapan vaginaku yang panas ini.

“Rasakan, Bu! Rasakan bagaimana nikmatnya diperkosa! Anggap saja ini ganjaran untuk penampilan dan tingkah ibu hari ini! Saya akan perkosa ibu tanpa membuka baju ini,” katanya disela-sela mukanya yang tenggelam diantara buah dada besarku. Ya ampun, kata-katanya yang kasar itu justru memacu adrenalin dan libidoku untuk meminta pemuasan sesegera mungkin.

“ibu mau diperkosa?” katanya lagi sambil melepas bekapan tangannya di mulutku.

“haaaahhhh!!!!” Aku langsung berteriak keras, melepaskan rasa nikmat yang tertahan ini.

“ayooohhh… sayaaaang, ennntoott… ibu! Entot sepuasmu!!! Perkosa ibu sekerasnyaaahh… ayoohhh… kali iniiihh... ibuuuu mintaahh diperkosaa dengan kerasssshh!!!! Ibu janjiiihhh…, ibuuhh relaahhh ayooo sayang, ayo perkosa ibuuuhhh, perkosa sayang, ibu diperkosa anak angkatnyaah ooohhhh…. tusuk kemaluan ibu sayaaang ooohhhh… tusukkkhhh memeeekkk ibuuuhhh ooohhh pinntaarrr… yes… yesss…ayooohh segeraaah sayaaang, segeraa eentoot ibu pake kontooolmuu,” tak kuasa lagi aku menahan rasa nikmat yang seperti menjalari tubuh dan otakku. Tak ada lagi logika-logika bisnis dalam otakku, tak ada lagi management, yang ada hanya sensasi perempuan binal yang kehausan! Baru sekali dalam hidupku aku mengalami hal ini, aku sangat ingin diperkosa!

Budi melepaskan tangan dari jamahannya di susu dan vaginaku, lalu dengan cepat ia memegang kedua kakiku, dikuaknya lebar kekiri dan kanan, diangkat keatas dan menekuk lututku, aku bisa bayangkan bagaimana rupa selangkanganku dengan vagina yang sudah terkoyak dan becek, celana dalam yang robek, kain batik yang awut-awutan tersingkap sampai perut. Dan sekarang seorang laki-laki muda yang tak lain adalah anak angkatku itu berjongkok dengan penis besarnya tepat di ambang kemaluan ibu angkatnya. Dengan sekali tekan gerakan maju, pinggulnya menusukkan barang nikmat bernama kontol itu nyoblos kedalam vagina yang lebih suka kusebut memekku, terus masuk menusuk hingga dasarnya, mentok, tarik lagi dan menghempas dengan keras sekali. Aku menjerit panjang merasakannya, luarbiasa sensasi pemerkosaan ini! Kalau saja ibu-ibu yang lain tahu kisahku ini, aku yakin mereka takkan pernah mempermasalahkan kenakalan remaja! Karena aku saat ini sedang menikmati kenakalan itu! Kenakalan atau lebih tepat kebuasan lelaki muda yang perkasa, menghentak-hentakkan batang penisnya dalam vaginaku yang dulu begitu lama ‘dikecewakan’ oleh pemiliknya saat itu!

“hhh… ooohhh… oohhh giiiiiimaaannaa… buuuhhh enaakkkhh??? Hhmmm?” sempat-sempatnya ia bertanya ditengah goyangan pinggulnya yang cepat dan bernafsu,

“iiiyaaahhhh sayaaanggg… enaaakhhh… ayooohhh teeerruush eeentooott iiiii buuuuuhhhh… iiiyeeessshhhh… yeeshh… yesss… yeess…,” tak bosan-bosannya kuucapkan kata itu, dan memang saat-saat begini, kata entot, perkosa, memek, kontol adalah favoritku. Mengucapkannya sama dengan menambah value intensitas kenikmatan permainan ini.

“ayooh balik buuuhhh… uuhhh lihat badan ibu, seksi sekali,” serunya memintaku menungging. Kuturuti keinginannya, penisnya terlepas sejenak sebelum lagi-lagi dengan cepat disambarnya pinggangku dan langsung tancap. Aku kembali berteriak teriak, tak sadar sudah dua kali aku orgasme. Sensasi dan suasana ini membuatku terus ngotot melanjutkan.

Sepuluh menit kemudian, ganti posisi lagi. Aku berbaring telentang pasrah, punggung bagian bawahku diganjal dengan sebuah bantal sehingga pantat dan vaginaku semakin tampak. Ia menindih, aku menjepit dengan kaki, melingkari pinggangnya. Menggenjot lagi, aku orgasme lagi! Aaah yang ketiga dalam satu ronde ini.

“sayyaaannngg… aaahhh… nnggg nnngg... aaaahhhh…,” aku mengejan, tubuhku menggelinjang ditengah derasnya terpaan pangkal paha Budi di selangkanganku yang masih saja keras dan cepat itu. Rupanya ia juga tak menyadari aku yang orgasme ini, luar biasa pengaruh sensasi busana dan penampilanku dengan kebaya ini! Kalau tahu akan senikmat dan seseru ini tentu dulu-dulu aku akan sering pakai kebaya!

Breeet…!!! Tiba-tiba tangannya menarik ujung baju kebaya itu. Sambil terus saja menggoyang, tak memperhatikan aku yang bengong.

“haaahh… kenapaaahhh diroobek say?”

“diam saja aaahhhh buuuhhh, nikmatiihhh sajaah perkosaaan iniiihhhh,” jawabnya singkat dan terus menggenjot maju-mundur. Aku yang kelabakan ketika tangannya menarik tanganku, dilepaskannya kaki kiriku yang tadinya menggantung di bahunya. Sepertinya ia ingin merubah gayanya.

“dariiiihh samping enak buuhh…coba nikmati ini…,”

“begini maksudmu nak?” aku pasrah saja, memiringkan badan ke kiri, sebelah tangannya masih menjulur meremas payudaraku.

“oohh…ibu semakin menggemaskan saja, sayang…,” ia berkata demikian sambil berdecak kagum. Mungkin pemandangan aku yang seperti benar-benar diperkosa dengan baju dirobek ini membuatnya serasa tak percaya pada apa yang dilihatnya. Dengan cekatan ia beralih mengangkangi sebelah pahaku dan mengangkat paha yang satunya lagi sehingga, penisnya yang masih saja terjepit itu benar-benar berada tepat dengan posisi vaginaku.

“terima ini bu!!” teriaknya mengejutkan aku, ia langsung menggenjot, lebih keras lagi. Pertama kurasakan pegal di selangkangan namun lama-kelamaan berubah jadi desiran kenikmatan.

“aaaaaahh... buuuddiiiiiii… hhhhhh!!!,” aku berteriak sekencang-kencangnya, hempasan di pangkal pahaku begitu kuat. Saat itu, hanya teriakan nikmat yang bisa kuucapkan. Budi tampak senang melihatku meringis-ringis dan menjerit. Plak..plak..plak..plak bunyi pangkal paha kami yang bertemu, seperti tepuk tangan saja. Dan memang suara itu jusru menjadi semacam aplaus bagi kami. Hanya beberapa menit saja ketika kembali aku dilanda desiran nikmat di seluruh tubuhku, dengan cepat merambat ke arah selangkanganku.

“ooohhhh... bbbuuuudiiii… iibuuuuhh maauuuu saaamppaaaiii…,” hanya sebuah desahan untuk memberi tanda padanya bahwa aku akan segera orgasme lagi.

“hhhiiiihhhyyyaaa buuuhhh… buuudiiii jugaaaaa aaaaahhh… keluar!!!” ternyata sama-sama diambang pelepasan. Berdua kami menegang. Keras, semakin cepat dan melepas derasnya desakan cairan kelamin kami. Secepat kilat budi menunduk dan meraih susuku dengan mulut, ia langsung menyedot. Memberiku kenikmatan yang semakin gila! Ooooohhhhh Tuhaaaannnn!

“ampuuunn, nak. Ibu nyerah deh, please kasih ibu beberapa menit istirahat,” aku memohon karena dengan masih mendengus, budi memaksa melepas satu-persatu pakaian kebaya itu. Sampai aku telanjang. Penisnya dibiarkan ‘karam’ di relung kemaluanku.

“Luar biasa Bu! Ibu cantiik sekali seperti ini, biarkan sanggul itu bu, please jangan dilepas…,” rajuknya mendadak ketika aku merasa sedikit janggal dengan sanggul yang masih saja melekat itu.

“dan biarkan juga BH ibu, saya suka sekali dengan modelnya yang merangsang ini,” lanjutnya ketika aku ingin melepaskan semua pakaianku. Hanya baju kebaya dan kain batik itu yang dilepaskannya, aku tersenyum ketika tadi ia menarik celana dalamku yang dirobeknya, sempat-sempatnya Budi menciumi celana dalamku itu. Ia bilang memekku wangi! Wangi yang selalu membuat ia terangsang untuk bersetubuh. Budi, budi, Ada ada saja.

Aku tergolek lemas, Budi masih diatas tubuhku, tak menindih tapi bertumpu di kedua tangannya yang mengapit di bawah ketiakku. Ia masih saja asik menciumi payudaraku yang kini malah terlapis BH itu.

“Luar biasa, sayang….,”

“apanya yang luar biasa Bu?”

“kamu hebat, ibu senang sekali, ibu bahagia kita bisa terus seperti ini,”

“Maksud ibu?”

“selama perkawinan ibu tidak pernah merasakan kebahagian seperti ini, ibu bahagia sekali dengan hubungan kita, dan rasanya ibu ngga mau kamu tinggalkan, karena Cuma kamu yang bisa membahagiakan ibu seperti ini,” kujelaskan maksudku, tapi rupanya ia ingin lebih detail lagi. Kukatakan betapa aku sangat beruntung bisa dipuaskan ‘luar dalam’ olehnya, dan aku merasa sudah sangat ketergantungan dengannya. Dan memang inilah kali pertama dalam hidupku aku mendapatkan kepuasan fisik dan mental yang begitu sempurna yang justru diberikan oleh anak muda seumur anak bungsuku.

“rasanya ibu kembali muda, say,” pengakuan polos itu meluncur tak terbendung dari mulutku saat tangan nakal budi lagi-lagi menjamah bukit kemaluanku dan menusuk-nusukkan jarinya.

“ibu rasanya sepert perawan lagi……,” lanjutku, jarinya malah semakin cepat, kini tidak sekedar masuk dan mengorek-orek tapi mengocok keluar masuk. Akupun menggelinjang. Dan entah karena permainan tangannya di vaginaku ataukah karena pembicaraan kami yang porno banget itu aku kembali bangkit.

“say, ibu minta lagi, boleh?” giliran aku yang memintanya, langsung kugenggam batang penis itu dan meremasnya. Gemas rasanya setiap aku membayangkan bagaimana benda berukuran panjang 20cm membentur dasar liang vaginaku setiap kali kami berhubungan, diameternya yang 5cm itu bahkan sering membuatku kesakitan kalau dipaksakan masuknya, seperti merobek-robek dinding kemaluanku.

“ibu masih kuat?” ia bertanya sambil mengecup buah dadaku, aku tak menjawab tapi ia langsung kupeluk, aku yang diatas. Langsung saja kuterkam penisnya dengan buas. Kukulum, pemiliknya mendesah. Kukenyot keras, Budi menjerit dan kukocok, anak angkatku berteriak senang.

“aaaahhhhh… ooohhh... ooohhh, iiibuuuuuhhhh eeenaaakkkknyaaaahhh,” Budi menjerit.

“nikmati saja say, ibu ingin memuaskan kamu sekarang,” aku menimpali ditengah kesibukan mulutku yang penuh sesak oleh penis besarnya. Dalam hal karaoke begini sih aku ahlinya, suamiku dulu hanya bisa bertahan dalam hitungan menit kalau aku menyedot dengan antusias, Budi pun langsung ngos-ngosan saat aku menggelitiki urat kecil di bawah leher penisnya.

Tak tahan dengan permainan lidahku, budi minta aku segera memulai main course. Ditariknya badanku dengan paksa, seperti biasanya kalau sudah teramat horny begini ia pasti minta aku doggy style, gaya persetubuhan favoritnya. Jadi aku langsung menungging, ia dibelakang setengah berjongkok, menusuk dengan kasar lalu bergoyang maju mundur. Aku yang teriak-teriak kegirangan. Tangannya dijulurkan kedadaku, meremas susu besarku.

Oh, nikmatnya genjotan Budi, beberapa detik saja menggoyang seperti itu aku sudah rasanya ingin cepat orgasme lagi. Penisnya yang mengganjal vaginaku terasa begitu nikmat, keras dan kasar. Aku pun melepas setelah beberapa menit saja ia memperlakukan tubuhku dengan buas. Budi tahu itu dan karenanya aku disuruh tengkurap saja, ia bilang aku boleh istirahat sambil menunggu gelombang birahiku bangkit lagi sementara ia masih dengan asik menusuk-nusukkan penisnya dari belakang atas pantatku.

Uh, aku nyerah! Bersenggama dengan Budi membuat aku tak mampu mengontrol diri untuk berlama-lama mengimbangi permainannya. Penis anak itu terlalu nikmat untuk ditahan-tahan. Satu-satunya caraku adalah membiarkannya ‘menghabisi’ tubuhku sesuka hatinya sementara aku sendiri menahan ngilu pasca klimaks sambil mencoba lagi dan lagi.



Setengah hari itu kami bermain sampai tiga ronde (itu versi Budi). Aku sendiri entah berapa kali menggapai puncak nikmat, untung Budi cukup mengerti hal itu sehingga setiap aku orgasme ia memperlambat gerakannya setelah itu untuk memberikan aku kesempatan bangkit lagi. Sampai jam 7 petang barulah ia berhenti, itupun setelah aku memelas kepadanya karena aku lapar. Rasanya sampai tak bisa berdiri, terpaksa makan malam yang kami rencanakan di resto malam itu gagal. Budi memesan hidangan room service.



Sejak saat itu juga aku sering dipaksa Budi (eh, aku juga senang lho, jadi ngga murni terpaksa) ke salon untuk berias ala tradisional berkebaya. Dengan begitu permainan jadi lebih buas dan bersemangat. Aku senang di-‘perkosa’ seperti ini, dan Budi sangat horni kalau melihatku berpakaian kebaya.

Malah pernah pada suatu saat di hari Kartini, Budi menyetubuhi aku dari pagi hingga sore, di kantor! Di hari kartini dan hari ibu aku memang mewajibkan semua karyawati di kantorku untuk mengenakan kebaya. Budi yang saat itu sejak dari rumah sudah horny melihatku, jadi bolos kuliah dan mem’perkosa’ aku di kantor sampai semua kebayaku robek dan hancur! Ia berubah maniak seketika kalau aku mengenakan kebaya encim yang sedikit transparan memperlihatkan lekuk buah dada dan pantatku secara sama-samar.

Sejak saat itu pula aku jadi yakin benar pada pengakuannya bahwa selera favorit seksualnya ada pada perempuan paruhbaya seperti aku. Aku bahagia sekali, bangga rasanya jadi idola anak muda seperti Budi anak angkatku ini.

Bersambung ke
LOGI 3
BU HESTI, GURIHNYA MEMEK BU DOSEN
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd