Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG BULAN JINGGA

Bimabet
Mohon Maaf Lahir Batin Kisanak87, aku kangen kangen ketikan tulasan mu di Semprot yg selalu ngangeni moga Kisanak87 bisa aktif lagi dan memberi bacaan ter Best nya buat warga Semprot,dan semoga manusia² yg suka comot karya mu segera insyaf dan taubat tidak usil lagi,ya udah aku tunggu ya Bos Qu Bulan Jingga dan Matahari nya semoga segera di rilis di Semprot Tercinta Jaya Slamanya...
 
BAGIAN 11
HARGA DIRI SEORANG LAKI-LAKI



“Qiu, qiu.” Sapa Darel, ketika aku lagi duduk dikantin kampus sendirian.

“Qiu, qiu.” Sahutku.

“Gimana cok.? Jarang banget kamu balik kerumah.?” Tanya Darel yang duduk dihadapanku sambil mengambil bungkusan rokokku dan mengambilnya sebatang.

“Gak apa – apa. Aku lagi senang sendirian di apartemenku.” Jawabku berbohong.

“Kamu gak mabuk terus kan.?” Tanya Darel lagi.

“Nggak. Semenjak tinggal di apartemen, aku gak pernah minum lagi.” Jawabku dan memang itu yang terjadi. Merokok aja aku ga bebas, apalagi minum, bisa dicakar habis bijiku sama Lia.

“Baguslah. Wajahmu juga kelihatan segar, semenjak tinggal di apartemen. Kayak ada yang ngurus kamu disana.” Ucap Darel lalu dia menghisap rokoknya.

“Perasaanmu aja itu.” Aku mengambil teh hangatku dan meminumnya, sambil melihat ke arah yang lain.

“Bukan perasaanku, tapi memang kenyataan kok. Kamu ada yang ngurus kan disana.?.” Tanya Darel dengan tatapan yang penuh selidik.

“Siapa yang ngurus aku.?” Tanyaku balik.

“Ya Lia lah. Mau siapa lagi.?” Darel bertanya dengan nada yang agak tinggi dan aku hanya mengerutkan kedua alis mataku.

“Kamu jangan bohong sama aku. Putri sudah cerita, kalau Lia tinggal sama kamu.” Kali ini nada bicara Darel mulai agak turun.

“Kamu masih sering sama Putri.?” Aku masih tidak menjawab pertanyaannya dan aku terus mengalihkan pembicaraan.

“Iya lah. Memeknya jepit banget soalnya.” Jawab Darel dengan entengnya.

“Assuuu. Jadi kamu tinggal sama Putri di apartemenmu.?” Tanyaku lagi.

“Enggak juga. Cuman aku sama Putri sering main di apartemenku.” Jawab Darel.

“Cok. Ngenta-ngentu ae koen iku.” (Cok. Ngentat-ngentot aja kamu itu.) gerutuku pelan.

“Ya iyalah. Karena sesungguhnya, sejatine urip mek mampir nempik.” (Sejatinya hidup cuman mampir ngentot.) Darel mengucapkannya tanpa dosa dan dia mengatakannya sambil memainkan kedua alis matanya.

“Assuuu. Hehehe.” Sahutku sambil tersenyum.

“Sek talah cok. Lapo pertanyaanku mau ga koen jawab seh.?” (Sebentar dulu cok. Kenapa pertanyaanku tadi ga kamu jawab sih.?)

“Pertanyaan seng endi.?” (Pertanyaan yang mana.?) Kembali aku memutarkan-mutarkan pertanyaan dari Darel.

“Sudahlah, gak usah dibahas. Tapi yang jelas, aku senang dengan perubahanmu ini. Selain kamu lebih terawat, kamu juga jadi sering kekampus. Aku salut sama Lia. Dia bukan hanya ngurusin selangkanganmu, tapi dia juga mengurusi kehidupanmu jadi lebih baik.” Ucap Darel yang menyangka kalau aku sering bersetubuh dengan Lia.

“Hehehe.” Aku hanya tertawa pelan.

Ya, harus kuakui dengan kehadiran Lia dikehidupanku, aku merasa hidupku lebih terarah dan aku seperti memiliki tujuan untuk melanjutkan hidup.. Aku lebih rajin bangun pagi, rajin kekampus, rajin berolahraga dan aku juga menjauhi kehidupan malam.

Semua aku lakukan atas dorongan dari Lia dan dia seperti mengatur semua jadwalku, mulai dari aku bangun tidur sampai tidur lagi. Mau itu ikhlas atau gak ikhlas, aku menjalaninya. Bukan karena takut dengan Lia, tapi setelah aku pikir, semua yang dilakukan Lia itu demi kebaikanku sendiri.

Sampai sejauh ini, aku tidak menemukan suatu rencana yang tidak baik dari Lia untukku. Salah satu contohnya, ATM yang kuberikan kepadanya, benar – benar digunakan untuk kehidupan kami sehari-hari. Dia tidak pernah menggunakan uang itu sepeserpun, untuk kehidupan pribadinya. Bahkan dia yang tidak pernah kesalon, aku paksa kesana untuk perawatan dirinya sendiri dan harus memakai uang yang ada di ATM.

Entah kenapa dia begitu baik kepadaku dan entah kenapa dia sangat perhatian sekali. Kalau hanya karena terikat kontrak, itu tidak mungkin sekali. Karena dikontrak, isinya hanya untuk kegiatan ritual.

Oh, iya. Kami sudah melakukan ritual selama tiga bulan dan selama itu kami tidak pernah berbuat lebih jauh ketika sudah sama – sama bernafsu. Seperti biasa, ritual hanya diakhiri dengan handjob dan terkadang blowjob.

Aku tidak pernah melihatnya telanjang bulat, padahal hampir setiap hari aku telanjang didepannya walaupun tidak sedang melakukan ritual. Ya jangankan telanjang, melihatnya tidak memakai hijab saja, aku tidak pernah. Jadi sampai detik ini, aku tidak pernah tau bagimana bentuk rambutnya itu. Panjangkah, pendekkah, kritingkah, kribokah, luruskah, atau gundulkah, aku gak tau.

Dia sudah melihat setiap detail bentuk tubuhku, bahkan sampai dalam lubang duburku juga mungkin dia tau. Sedangkan untuk dia.? Asuudahlah. Mungkin suatu saat nanti, aku akan mengetahuinya sendiri.

Terus bagaimana ukuran kemaluanku.? Sudah bertambah sekitar Tiga centi dan urat – uratnya juga sudah mulai keluar. Bentuknya juga terlihat sangar dan aku yakin ketika batangku itu menerobos lubang vagina wanita, mereka akan menjerit-jerit kenikmatan.

“Emang kamu cinta sama Lia ya cok.?” Tanya Darel yang mengejutkanku.

“Gak tau aku cok.” Jawabku dan itu yang memang aku rasakan saat ini.

“Gak taunya bagaimana ini.?” Tanya Darel lagi dan sepertinya dia ingin mengorek keterangan dari aku.

“Ya gak tau cok. Namanya gak tau gimana sih.? Masa harus dipaksa.?” Jawabku dengan agak meninggi.

“Kalau misalnya mulai hari ini dia gak tinggal sama kamu lagi, gimana.?” Tanya Darel yang langsung membuat panas kupingku.

“Jangan sampai cok. Bisa-bisa kutinju mulutmu.” Ucapku sambil menatap mata Darel.

“Kok kamu marah sama aku.” Sahut Darel.

“Habis doamu jelek betul sih.” Ucapku sambil meraih Hpku.

Entah kenapa tiba – tiba aku kepikiran Lia, gara-gara omongan Darel barusan.

Tit, tit, tit.

Sebuah pesan masuk didalam hpku dan itu dari Lia. Niatku ingin mengiriminya pesan, tapi ternyata dia duluan yang kirim pesan.

“Jam berapa balik.?” Tanya Lia.

“Setengah jam lagi sayang. Sayang dimana sekarang.?” Tanyaku balik dan sengaja aku memanggilnya dengan sebutan sayang, untuk menggodanya.

“Masih dikampus. Kelihatannya aku gak sempat masak. Nanti sebelum balik, kamu makan aja dulu diluar.” Seperti biasa, Lia pasti tidak menanggapi godaanku.

“Enggak ah, aku nunggu sayang masak aja.”

“Jangan, nanti kamu telat makan lagi.”

“Ngga apa-apa. Pokoknya aku nunggu sayang aja.”

“Ihhhh. Dasar crocodile. Iya sudah, aku balik sekarang. Aku mau masakin kamu.”

“Loh, he. Jangan gitu yang. Selesaikan aja dulu kuliahnya.”

“Enggak, aku balik sekarang.”

“Iya, iya. Aku makan diluar. Sayang kuliah aja.”


Dan, Lia tidak membalas pesanku lagi.

“Ternyata kamu beneran cinta sama Lia cok.” Ucap Darel sambil menatapku dengan serius.

“Haha, sok tau.” Ucapku sambil mengantongi hpku, lalu aku berdiri.

“Bukannya sok tau, tapi memang kenyataan. Buktinya, kamu dikirimi pesan aja langsung balik.” Ucap Darel.

Aku ambil bungkusan rokokku dan aku menyodorkan pada Darel.

“Rokokan lagi gak.?” Tanyaku dan aku tidak menyahuti ucapan Darel barusan.

“Nggak usah. Lagian sebentar lagi aku mau ke apartemenku. Aku mau ngewe sama Putri.” Jawab Darel.

“Ngewe aja dipikiranmu itu.” Ucapku sambil mengantongi bungkusan rokokku.

“Ngewe is good.” Sahut Darel sambil memainkan kedua alis matanya.

“Kamu kalau makan sambel, terasinya itu diulek, jangan dikunyah, biar otakmu itu isinya gak mesum aja terus.” Aku mengatakan itu sambil membalikan tubuhku dan berjalan meninggalkan Darel yang masih tetap duduk dikantin.

“Oooo assuuu. Apa hubungannya terasi sama mesum cok.?” Tanya Darel dan aku tidak menghiraukannya.

Aku bergegas menuju parkiran, karena aku ingin segera ke apartemen dan beristirahat dikamarku, sembari menunggu wanita yang selalu menemani kesepianku.

Kalau boleh jujur, entah kenapa, semakin hari ada rasa yang tertanam dihatiku dan itu hanya untuk Lia. Awalnya aku mencoba menepis segala rasa itu dan aku mencoba professional dengan kontrak kami. Tapi seiring dengan kebersamaan kami setiap harinya, rasa itu semakin tertanam kuat didalam hatiku yang terdalam.

Camelia Handayani.

Seorang wanita yang mampu mewarnai hatiku, setelah hati ini terkena badai cinta yang menyakitkan dan membuat hati ini benar- benar mati.

Senyumnya, perhatiannya, sikap juteknya dan segala tentang dirinya, membuat hatiku perlahan bertekuk lutut dihadapannya.

Tapi apapun itu, aku mencoba menahan semua rasa yang ada dihati ini dan aku akan mengeluarkan semuanya, setelah kontrak kami berakhir. Aku ingin menutup kisah kami dengan menjadikannya kekasihku dan aku akan berusaha, agar dia tetap tinggal bersamaku, setelah kontrak kami selesai.

Tapi entar dulu..

Apa aku berani mengungkapkan rasa ini.? Apa aku siap kalau seandainya Lia menolakku.?

Arrgghhh, coklahh..

Lebih baik aku jalani aja semua ini dan aku akan mengikuti kemana nantinya hati ini bisa berlabuh.

Beberapa saat kemudian, akhirnya aku sampai juga di apartemenku.

Dan ketika aku masuk kedalam apartemenku, ternyata Lia sudah datang dan dia sedang memasak didapur.

Camelia Handayani

Aku melepas sepatuku dan aku meletakan tas punggungku diruang tamu. Aku lalu membuka seluruh pakaianku sampai aku telanjang bulat, setelah itu aku berjalan ke arahnya.

Lia hanya melirikku sembari memotong sayuran dimeja dapur.

Dia masih mengenakan gamis berwarna hijau tosca yang dipakainya kekampus tadi dan warna hijabnya juga sama seperti gamisnya.

Cantik dan sangat anggun sekali.

Aku menyadari kalau aku itu beruntung mengenal Lia dan uang yang aku keluarkan selama ini, seolah tidak begitu seimbang dengan apa yang sudah dia berikan kepadaku. Kalaupun semua hartaku keserahkan kepadanya, juga pasti akan kurang.

Lia, Camelia Handayani..

Apakah kamu adalah tujuan akhir dari perjalanan hidupku dan aku akan menghabiskan sisa hidupku bersamamu.? Ya, aku sangat mengharapkan itu dan semoga apa yang aku pikirkankan ini, sama seperti yang kamu pikirkan.

Tap.

Aku melingkarkan kedua tanganku diperutnya dan aku merapatkan dadaku dipunggungnya, lalu aku mencium rambut belakangnya yang tertutup hijab.

Hemmm, harumnya aroma tubuh Lia sangat terasa, walaupun dia baru dari luar dan belum berganti pakaian. Ini nih, salah satu yang membuatku selalu merindukannya, ketika aku sedang diluar.

Batang kemaluanku yang masih tertidur, menggesek gamisnya dan reaksi Lia hanya diam saja. Setelah tinggal bersama denganku selama tiga bulan, dia sudah terbiasa dengan perlakuan mesumku ini dan sampai detik ini dia tidak pernah tergoda sedikitpun. Gila, gila..

“Aku lagi masak. Jangan ganggu ya. Nanti kelamaan, kamunya jadi kelaparan.” Lia mengejutkanku dari lamunan, tapi dia tidak mencoba melepaskan pelukanku ini.

“Meluk kamu seperti ini aja, aku sudah kenyang kok yang.” Ucapku sembari mengelus perutnya yang rata dan merapatkan selangkanganku dibokongnya.

“Kalau kamu kena penyakit maag, dengan memelukku seperti ini, gak akan membuatmu sembuh,.” Ucap Lia dan sekarang dia sedang mengiris bumbu.

“Supaya aku gak kena maag, gimana kalau aku minum susu dulu.” Ucapku dan tanganku yang tak beradab ini, mulai naik keatas dan meremas buah dadanya yang kenyal dari luar gamisnya..

“Linggaaa.. Kalau tanganmu terus jahil, ku potong itu kepala penismu, terus kuiris tipis-tipis, terus aku campur didalam sayur sop, terus kita makan bareng siang ini.” Lia mengehentikan irisannya dan aku langsung menghentikan remasanku dibuah dadanya, lalu aku melepaskan pelukanku.

“Sadis banget sih.?” Gerutuku sembari berjalan ke arah ruang tengah.

“Makanya, tangan itu diajarin sopan santun.” Omel Lia dan aku tidak menghiraukannya.

Aku lalu duduk disofa, setelah itu aku mengambil rokokku sebatang dan membakarnya. Aku sandarkan punggungku disofa dan aku menghisap rokokku dalam-dalam.

“Hiufffttt, huuuuu.”

Hawa panas karena aku baru dari luar, membuatku malas memakai kembali pakaianku. Aku ingin menikmati sejenak hawa dingin dari AC diruangan ini dulu, baru setelah itu aku akan berpakaian.

Setelah sebatang rokok habis, aku kembali menyandarkan tubuhku disofa dan aku memejamkan kedua mataku.

Tapi baru saja aku kelopak mata ini menyatu, aku merasa ada seseorang duduk disebelah kiriku dan aku langsung membuka kedua mataku lagi.

“Cukup sebatang aja rokoknya.” Ucap Lia yang membawa segelas orange jus dan menyodorkannya kepadaku.

“Hem.” Jawabku singkat sambil mengambil gelas dari tangan Lia.

“Kenapa begitu jawabnya.? Marah karena gak dibolehin minum susu.?” Tanya Lia.

Aku tidak menjawab pertanyaannya dan aku juga tidak melihat ke arahnya.

“Jadi ngambek nih ceritanya.?” Tanya Lia lagi dan aku hanya meliriknya saja.

“Ya sudah kalau gitu.” Ucap Lia sembari mengarahkan kedua tangannya kebelakang dan sepertinya dia akan membuka resleting gamisnya.

“Hey, hey.. Kamu mau ngapain Lia.? Masalah minum susu tadi aku bercanda aja kok. Jangan dibuka ya.” Aku meletakan gelas dimeja, lalu aku memegang tangan Lia yang mengarah kebelakang dan itu membuat jarak wajah kami sangat dekat.

“Ihhhh. Dasar crocodile. Lepasin tanganmu.. Siapa juga yang mau buka gamis dan siapa juga yang mau kasih kamu susu. Leher belakangku gatal tau.” Ucap Lia dengan mata yang melotot, tapi dia tidak menjauhkan wajahnya dari wajahku.

Astagaaaa. Ternyata aku salah sangka dan aku terlalu ge er, karena menganggap begitu mudahnya untuk mendapatkan isapan di buah dada Lia. Bajingann.

Ehhh, tapi ngomong-ngomong, wajah Lia ini semakin lama semakin cantik dan bersih banget loh. Bola matanya juga indah, terus ditambah hembusan nafasnya itu harum. Bibirnya mungil dan kalau di lumat, pasti enak banget.

Cok. Kelihatannya ini kesempatanku untuk mencium bibirnya, karena dari gelagatnya, dia tidak menghindari wajah kami yang sangat dekat ini. Mungkin dia juga mengharapkan ciuman dariku, tapi dia mau untuk mengucapkannya.

Lalu tanpa membuang kesempatan, akupun langsung memajukan wajahku, dan..

Cuuppp.

Bibir kami saling bertemu dan hanya saling menempel.

Heemmm. Gila. Hanya dengan menempelkan bibir begini saja, aku merasakan getaran yang sangat luar biasa. Ciuman ini memang hanya menemukan kulit bibir kami saja tanpa ada gerakan, tapi efeknya mampu membuat hati ini bergemuruh dan berguncang dengan hebatnya. Badai cinta yang begitu dasyat menggulung kekauan hatiku dan meruntuhkannya sampai tak tersisa. Gersangnya kalbu perlahan mulai ditumbuhi benih-benih cinta dan itu hanya untuk Camelia Handayani.

“Linggaaaa..” Teriak Lia sambil memundurkan wajahnya, sampai sentuhan bibir kami terlepas.

Teriakan itu mengejutkanku dari buaian asmara akibat sentuhan bibir kami tadi dan aku hanya terpaku menatap mata Lia yang melotot.

“Kenapa pakai cium-cium bibirku segala.?” Tanyanya yang meraju.

“Yang cium kamu siapa.? Tadi itu bibir kita cuman saling tempel. Kalau cium bibir benaran itu seperti ini.” Aku memajukan wajahku ke arah Lia, dengan bibir yang sedikit terbuka.

“Gak mauuuuu.” Lia langsung menahan bibirku dengan telapak tangannya, lalu dia berdiri dengan cepat.

“Sedikit aja sayang.” Ucapku dan aku langsung berdiri, lalu tiba-tiba..

Tappp.

Telapak tangan kanan Lia memegang kedua bidjiku dan meremasnya dengan kuatnya.

“AAAAAAAAA.” Teriakku dan kedua tanganku langsung memegang pergelangan tangan Lia bersamaan. Aku hanya memegangnya dan aku tidak berani menyingkirkannya, dari pada Lia semakin menguatkan remasannya dan itu akan membuatku semakin tersiksa

“Berani cium bibirku lagi.?” Tanya Lia dengan mata yang melotot.

“ENGGAAA.. AMPUNNNN..” Rintihku.

Tangan kirinya yang menganggur, diangkatnya, lalu dia mencubit puting kananku juga dengan kuatnya..

“SAKITTTT YAAA’, AMPUNNNNN.”

“Cepat pakai bajumu, terus kita makan. Aku lapar.” Ucap Lia sambil menguatkan cubitannya diputtingku dan remasannya di bidji kemaluanku.

“AAAAAAAA.” Teriakku dan Lia langsung melepaskannya, setelah itu dia tersenyum dengan ekspresi wajah yang terlihat sadis.

“Cepat pakai baju.” Lia menggertakku dan dia membuat gerakan, seperti akan meremas bidji dan mencubit puttingku.

“Iya, iya.” Akupun langsung mengambil pakaianku yang ada disofa, setelah itu aku mengenakannya dengan cepat, sementaa Lia berjalan ke arah meja makan dengan santainya.

Gila, sadis dan tidak berpri kebidjian serta berpri keputtingan.

Ada ya, wanita yang setega dan senekat Lia ini.? Astaga.. Aku gak pernah membayangkan, kalau aku bisa mencintai wanita seperti Lia.. Gila, gila..

“Lingga, aku lapar loh.” Ucap Lia yang sudah duduk dimeja makan.

“Iya, iya. Aku juga lapar.” Sahutku dan aku langsung berjalan ke arahnya.

Sayur sop, ayam goreng, perkedel kentang dan sambal, tersaji dimeja makan dan itu membuat perutku yang belum terisi makanan sejak tadi pagi, langsung berteriak.

Oh iya. Kalau makanan sudah siap seperti ini, Lia tidak akan makan dulu, sebelum dia melayani aku. Padahal, aku tidak pernah minta diperlakuan yang berlebihan, tapi entah mengapa dia selalu seperti itu.

Aku duduk disebelah Lia dan dia langsung mengambilkan aku nasi, lalu sayur, Ayam goreng bagian sayap, perkedel kentang, dan sambal. Lia lalu mengambil nasi untuknya sendiri, setelah itu kami makan bersama.

“Nanti boleh nongkrong dicafe gak.? Aku bosan dikamar terus.” Lia mengajakku ngobrol, disela makannya.

“Sendiri.?” Tanyaku.

“Kamu tega.?” Lia bertanya balik, sambil menuangkan air putih kegelas, lalu meletakkan didekat piringku.

“Iya.” Jawabku singkat, lalu aku melanjutkan makanku.

“Kamu gak ada kegiatankan setelah ini.?” Tanya Lia lagi.

“Gak ada. Aku juga suntuk, pengen nyantai dengan suasana baru.” Jawabku.

“Yeeeeee.” Ucap Lia dengan senangnya.

Lalu setelah makan, kami masih mengobrol ringan dan tidak ada pembahasan tentang ciuman atau perlakuan kasarnya di bidjiku tadi. Itulah Lia. Dia tidak pernah lama kalau ngambek dan yang gilanya itu, dia juga gampang melupakan, kalau dia sudah menyiksa kemaluanku. Gilakan.? Gila banget pastinya.

Beberapa saat kemudian, setelah kami bersiap-siap, kami keluar apartemen, menuju café dipinggiran kota menggunakan mobilku.

Butuh waktu sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya kami sampai dicafe yang kami tuju. Bukan café milikku, karena aku memang ingin mencari suasana baru.

Lalu setelah memarkirkan mobil, aku masuk berjalan ke arah café, sembari menggandeng tangan Lia.

Pada saat kami masuk kedalam cafe, terlihat seorang laki-laki yang usianya diatasku, duduk seorang diri. Wajahnya terlihat lesu dan tatapan matanya terlihat kosong. Dia seperti sedang memikirkan masalah yang sangat besar dan terlihat sudah putus asa sekali. Aku yang tidak mengenalnya, hanya mengalihkan pandangan dan mencari tempat duduk yang kosong, sembari terus menggenggam tangan Lia.

Aku itu orangnya paling malas, ikut campur urusan orang lain, apalagi aku tidak mengenalnya. Kalaupun aku mengenal orang itu dan dia meminta bantuanku, aku hanya akan membantunya semampuku dan aku tidak mau terlalu pusing. Masalah diri sendiri aja sudah cukup banyak dan aku memikirkannya sendiri, jadi untuk apa aku melibatkan diri pada masalah orang lain.? Bikin susah hidup aja.

Aku arahkan pandangan kesekelilingku dan pada saat aku sudah melihat tempat duduk yang kosong, Aku menarik tangan Lia untuk menuju ke kursi itu, tapi Lia menahan tanganku.

“Mas Ilham.” Panggil Lia kepada laki-laki yang aku lihat tadi, sembari melepaskan pegangan tanganku.

“Dek, Dek Lia.” Sahut lelaki bernama Ilham itu dengan suara yang terbata dan perlahan, tatapan matanya yang tadinya kosong, mulai berkaca-kaca.

“Mas Ilham kenapa.? Tumben dikota pendidikan.?” Tanya Lia dan dia mendekat ke arah Ilham, sementara aku tetap berdiri tanpa mengikuti Lia.

Siapa laki-laki itu dan kenapa juga Lia seperti mengenalnya dekat sekali.? Apa dia saudara Lia atau mantannya Lia.? Ahh, coklah. Bikin suasana gak enak aja.

“Gak apa-apa, aku gak apa-apa.” Jawab Ilham sembari melihat ke arah Lia yang sudah ada didekatnya, lalu melihat ke arahku.

“Siapa dia De Lia.?” Tanya Ilham ke Lia sambil melihat ke arah Lia lagi dan kelihatannya, dia menanyakan tentang diriku. Kalau aku tebak, dia seperti ingin mengalihkan pertanyaan Lia tadi.

“Oh, dia Lingga Mas.” Jawab Lia dan aku langsung mendekat ke arah Ilham, lalu aku mengajaknya berjabat tangan dan dia langsung menyambut jabatan tanganku ini.

“Aku pacarnya Lia Mas.” Aku sengaja mengenalkan diriku seperti ini, karena aku ingin tau punya hubungan apa dia dengan Lia.

Lia yang mendengar ucapanku langsung menoleh ke arahku dengan mata yang melotot, tapi dia tidak mengucapkan separah katapun.

“Oh iya. Saya kakak sepupu Lia Mas.” Ucap Ilham sembari melepaskan jabatan tangan kami.

Ohhh, masih keluarga. Baguslah.

“Mas, Mas Ilham belum pertanyaan Lia loh. Mas Ilham kenapa.?” Tanya Lia sambil duduk, padahal Ilham tidak meminta kami untuk bergabung dengannya.

“Duduk Ngga.” Ilham berkata kepadaku dan kembali dia tidak menjawab pertanyaan Lia.

“Oh iya Mas.” Ucapku dan mau gak mau, akupun duduk disebelah Lia.

“Mas Ilham kok gak jawab pertanyaanku dari tadi sih.? Mas Ilham kenapa.? Mas Ilham punya masalah dengan Mba Re.?” Lia terus bertanya dan dia itu type wanita yang tidak gampang untuk di alihkan pikirannya. Dia akan selalu mengejar jawaban dari pertanyaan yang diucapkannya.

“Enggak, kami baik-baik aja kok.” Jawab Ilham, tapi terlihat dari tatapan matanya, dia berbohong.

“Apa Mas Ilham yakin, kalau aku percaya sama ucapannya Mas.?” Tanya Lia.

“hiuufftt, huuuu.” Ilham menarik nafasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Mas, Mas Ilham mau cerita sama Lia kan.?” Ucap Lia dengan suara yang sangat lembut sekali.

“Pe, pe, pernikahanku dengan Re.. Ba, ba, batal de.” Ilham terbata dan ucapannya itu dibarengi dengan tetean air matanya yang mulai menetes.

“Ha.? Batal.? Kok bisa.? Tapi kan keluarga besar kita sudah melamar dan sudah menentukan tanggal pernikahan kalian berdua.?” Tanya Lia dengan wajah yang terkejut dan kedua matanya juga berkaca-kaca.

“Dia sudah bersama laki-laki lain dikota ini.” Jawab Ilham dan kali ini suaranya terdengar bergetar. Dia seperti sangat menyesal dengan kandasnya hubungan percintaanya dan dia sangat malu kepada Lia.

Cok. Lagi dan lagi, masalah percintaan yang membuat orang frustasi dan sepertinya sedikit lagi si Ilham ini akan Gila.

Untungnya, aku waktu itu bertemu Lia dan dia bisa mengembalikan aku kejalur yang benar. Kalau seandainya aku tidak bertemu Lia, mungkin aku akan seperti Ilham atau bahkan lebih menyedihkan lagi.

“Ya kenapa bisa dengan laki-laki lain.? Bukannya hubungan kalian baik-baik aja.? Minggu kemarin kalian foto untuk pra weding loh.” Ucap Lia yang seperti tidak percaya ucapan Ilham dan Ilham hanya tertunduk dengan air mata yang semakin deras mengalir.

Aku yang posisinya hanya sebagai pendengar, langsung mengeluarkan rokokku, lalu aku mengambilnya sebatang dan membakarnya.

“Mas. Kalau ditanya itu jawab, jangan malah nangis. Apa tangisanmu itu bisa menyelesaikan masalahmu.?” Lia bertanya dengan nada yang agak tinggi dan itu membuat Ilham terkejut. Perlahan dia mengangkat wajahnya dan dia menatap mata Lia yang memerah.

“Ini semua salahku De.” Ucap Ilham dan Lia langsung mengerutkan kedua alis matanya.

“Kesalahan besar apa yang sudah Mas buat, sampai pernikahan kalian batal.? Jawab dengan jujur, karena aku sangat mengenal Mba Re. Dia wanita yang sangat baik dan dia juga sangat mencintai Mas Ilham.”

“Jangan ada yang ditutupi, karena Mas tau kan, kalau aku tidak akan berhenti bertanya, sebelum aku menemukan jawaban.” Ucap Lia dengan tatapan tajam dan jiwa kesadisannya, mulai keluar.

“Iya.” Ucap Ilham dengan pasrahnya.

“Jangan iya-iya aja. Jawab pertanyaanku.” Lia meninggikan suaranya.

“Eeeee. Semua berawal dari fantasi ku yang..” Ucap Ilham lagi tapi kali ini terpotong dan dia tidak sanggup untuk melanjutkannya. Perlahan dia menundukan kepalanya lagi dan,

Brakkkk.

Lia menggebrak meja dan bukan hanya Ilham, tapi aku juga terkejut, karena tindakan Lia ini.

“Yang apa Mas.? Kamu punya fantasy apa sih.?” Lia meninggikan lagi suaranya dan Ilham yang tertunduk serta terkejut, kembali mengangkat wajahnya.

“A, a, aku suka, kalau melihat kekasihku berhubungan badan dengan laki-laki lain.” Jawab Ilham.

“Apa.?” Lia bertanya dan tetesan air matanya perlahan mulai menetes, mendengar jawaban Ilham yang sangat membangsatkan itu. Sedangkan aku yang sedang menghisap rokok, langsung tersedak asap rokokku.

“Huk, huk, huk.”

“Itu hanya sekedar fantasy mu kan mas.? Kamu gak benar-benar menyerahkan wanita baik-baik seperti Mba Re, yang akan menjadi istrimu itu kelaki-laki lain untuk disetubuhi kan.? Iya kan Mas.?” Tanya Lia dengan deraian air matanya yang semakin deras.

“A, a, aku sudah melakuan fantasy itu dan aku sudah menyerahkan Re kepada sahabatku sendiri.” Jawab Ilham dan mataku langsung melotot mendengarnya.

“GOBBLOKKKK.!” Makiku dan Lia yang menangis, langsung melihat ke arahku, begitu juga Ilham.

Jujur aku memang pernah mendengar fantasy seperti itu, tapi aku mengira itu hanya sekedar fantasy dan cerita karangan orang-orang saja. Tapi, sekali lagi tapi, ternyata hal itu benar-benar ada dan pelakunya saat ini duduk dihadapanku dengan penyelasan yang menurutku tidak ada gunanya.

Entah kenapa tiba-tiba aku sangat marah kepada Ilham dan sebenarnya aku ingin menghantam batang hidungnya sampai patah kedalam, lalu aku meninju kedua matanya, mulutnya dan seluruh wajahnya. Emosi didalam hatiku benar-benar bergejolak dan aku ingin melampiaskannya sekarang.

Mungkin aku jadi emosi seperti ini, karena aku merasa harga diriku sebagai laki-laki, di injak-injak oleh manusia yang duduk dihadapanku ini. Dia rela menyerahkan wanita yang seharusnya dia jaga dan dia cintai, kepada laki-laki lain untuk dinikmati tubuhnya dihadapannya sendiri. Gila gak.? Bajingan.!!!

“Lingga.” Ucap Lia sembari mengelus pundakku pelan dan tangisan yang tertahan.

Akupun langsung menundukan kepalaku sejenak, lalu aku melihat lagi ke arah Ilham yang kembali menunduk.

“Kenapa kamu punya fantasy seperti itu.? Apa kontolmu kecil.? Apa ngecrotnya cepat.? Atau nafsunya kekasihmu lebih besar daripada nafsumu, jadi kamu gak sanggup melayaninya.?” Tanyaku dengan nada yang sinis dan aku mau mengeluarkan semua yang ada dikepalaku.

“Lingga.” Ucap Lia dan Ilham kembali mengangkat wajahnya lalu melihat ke arahku.

“Jangan beralasan kalau kamu bahagia, ketika melihat kekasihmu mendapatkan kepuasan. Kuhantam hidungmu nanti.” Ucapku dengan geramnya dan kepalan tangan kananku aku angkat, seperti gerakan yang akan memukulnya.

“Lingga.” Panggil Lia lagi dan aku langsung menoleh ke arahnya.

“Kenapa.? Kamu mau bela laki-laki seperti dia.?” Tanyaku ke Lia dan dia hanya menggelengkan kepalanya pelan.

“Ya’. Aku sadar kalau aku ini laki-laki bajingan dan aku tidak akan membantahnya, kalau ada yang berbicara seperti itu dihadapanku. Tapi sebajingan-bajingannya diriku, aku masih punya harga diri. Pantang bagiku kalau ada laki-laki yang berani menatap kekasihku dengan tatapan mesum, apalagi berani menyentuhnya. Bisa aku congkel biji matanya Ya’, aku congkel.” Ucapku kepada Lia, lalu aku melihat ke arah Ilham lagi.

“Ya. Aku memang gobblokk dan aku memang sakit. Selain itu aku juga tidak punya harga diri, karena dengan kesadaranku sendiri, aku menjerumuskan wanita sebaik Re kedalam fantasy gilaku dan akhirnya sekarang aku harus kehilangan dia yang sangat kucintai.” Ucap Ilham dengan penuh rasa penyesalan.

“Djiancokkk.!!! Jangan berbicara cinta dihadapanku, kalau otakmu masih berisi fantasy yang menjijikan itu atau aku benar-benar meninju batang hidungmu.” Ucapku yang masih saja emosi dengan laki-laki brengsek yang ada dihadapanku ini.

“Lingga. Ikut aku.” Ucap Lia yang tiba-tiba berdiri dan menarik tanganku.

“Tapi Ya;.” Ucapku terpotong.

“Gak pakai tapi-tapian. Kalau kamu gak mau ikut sama aku, jangan harap aku ikut kamu ke apartemenmu lagi.” Ancam Lia yang membuatku langsung gak berkutik.

Ooooo, assuu tenan og. (Ooooo, anjing memang kok.) Kalau gara-gara sibajingan satu ini Lia gak ikut aku lagi ke apartemenku, kucincang hidup-hidup sibajingan ini, terus aku kasih makan ke kekandang singa. Assuuu, assuuu.

“Iya, iya.” Ucapku sambil berdiri dan dengan sangat pasrahnya. Emosi dikepalaku seperti dicak-acak oleh Lia dan aku seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

“Dan untuk kamu Mas. Tetap disini dan jangan nekat untuk melarikan diri, kalau enggak, kamu akan tau bagaimana sisi lain dari diriku yang gak akan kamu duga.” Ucap Lia sambil menunjuk Ilham dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menggenggam pergelangan tangan kiriku.

Ilham pun hanya bisa terdiam, karena dia tidak menyangka akan bertemu denganku dan juga sepupunya yang sekarang berubah seperti singa betina.

“Ayo.” Lia menarik tanganku dan berjalan ke arah luar café.

Liapun menghentikan langkahnya tepat di mobilku terpakir, lalu dia melapas pegangan tangannya.

“Mas Ilham itu anak dari Pakdeku, kakak tertua Ayahku. Dia satu-satunya cucu laki-laki dikeluarga besar Ayahku dan dia kebanggan kami. Tiga bulan lagi dia akan menikah dengan Mba Renata dan aku harus membantunya, agar pernikahan itu tetap berjalan, apapun resikonya.” Ucap Lia yang menatapku dan tatapannya kali ini sangat lembut.

“Apa kamu yakin Ilham akan sembuh dari penyakitnya dan apa kamu yakin Renata mau kembali lagi dengan mas kebangganmu itu.?” Tanyaku.

“Aku yakin Mas ilham akan sembuh, karena ibuku akan mengobatinya dirumah. Sedangkan masalah Mba Renata, aku akan berbicara dengannya. Dia wanita yang sangat baik dan aku yakin dia akan mendengarkanku.” Jawab Lia yakinnya.

“Kalau Renata sudah nyaman dengan kehidupannya sekarang dan dia gak mau mendengarkan kamu gimana.?” Tanyaku lagi

“Bisa gak bisa, mau gak mau, Mba Renata harus pulang kedesa bersama Mas Ilham. Bagaimanapun caranya, aku akan tetap memaksanya. Biar Mba Renata sekalian diobati Ibuku.” Jawab Lia

“Terus, kalau Ilham sudah sembuh, apa dia mau menerima Re yang sudah tidur dengan orang lain.?” Tanyaku lagi.

“Pastilah. Dia yang memulai kehilaan ini dan dia yang harus mengakhirinya, dengan tetap menjadikan Mba Renata sebagai istrinya." Jawab Lia, lalu beberapa saat kemudian matanya terbelalak dan dia seperti menyadari sesuatu.

“Kenapa kamu menanyakan seperti itu.? Apa kamu jijik dengan wanita yang sudah tidur dengan orang lain.?” Tanya Lia dengan tatapan mata yang penuh selidik.

“Bukannya jijik, tapi aku gak suka dengan pasanganku yang sudah dijamah orang lain. Walaupun kasusnya seperti Renata, aku tidak perduli. Harusnya dia menolak karena cintanya hanya untuk Ilham dan bukannya malah menerima fantasy Ilham dengan alasan ingin membuktikan cintanya pada Ilham. Dia wanita dan dia punya harga diri. Harusnya dia pergi meninggalkan Ilham, ketika Ilham mengucapkan fantasy nya itu pertama kali.” Jawabku.

“Terus kenapa kamu mau boking aku waktu itu.? Terlepas aku masih perawan, karena kamu baru tau setelah pertemuan kedua kita. Awalnya kamu hanya tau kalau aku bisa diboking dan itu berarti dipikiranmu, aku sudah tidur dengan banyak laki-laki. Tapi kenapa kamu masih nekat.?” Tanya Lia.

“Itu beda kasus Lia. Awalnya kan aku memang hanya ingin bersenang-senang sama kamu. Coba sekarang kamu berani menerima bokingan dari orang, bisa aku bantai orang itu, terus aku akan pergi dari hidupmu selamanya.” Jawabku dan Lia langsung terdiam, karena aku benar-benar mengucapkannya dari dalam hati.

“Sudahlah, gak usah dibahas lagi. Sekarang lebih baik kamu temui sepupumu itu. Terserah apapun hasilnya, aku ngikut aja. Oh iya, aku disini aja. Aku gak mau melihat wajah laki-laki brengsek itu.” Ucapku lagi.

“Iya.” Jawab Lia sambil menatap mataku dan aku melihat, ada yang lain dari tatapannya itu. Entah apa itu. Apa itu tanda dia mulai mencitai aku atau justru cinta itu untuk orang lain, aku gak tau.

Akupun hanya diam menatap Lia yang mulai masuk kedalam Café dan aku menghisap rokokku dalam-dalam

Hiuuffttt, huuuu.

Bajingan. Kok ada ya, orang yang suka ketika pasangannya disentuh orang lain.? Gimana sih jalan pikirannya itu.? Apa tidak ada amarah didalam dirinya atau semua sudah terbutakan karena fantasy nya itu.? Gila sih, itu gila banget. Gak habis pikir aku cok.

Berbatang-batang rokok kuhabiskan dan akhirnya Lia keluar dari dalam café dengan terburu-buru, di ikuti Ilham yang berjalan dibelakangnya.

“Ayo kita pergi.” Ucap Lia melewati aku yang berdiri disebelah kanan mobil dan Lia menuju ke arah sebelah kiri mobilku.

“Kemana.?” Tanyaku.

“Sudah, gak usah banyak tanya. Waktu kita gak banyak dan kita harus pergi sekarang juga. Buka pintu mobilnya.” Ucap Lia yang agak panik dan aku memang belum menekan remote kunci pintu mobilku.

Tit, tit.

Akupun langsung menekan remot kunci mobilku dan Lia langsung naik lewat pintu depan sebelah kiri mobilku, sementara Ilham dibagian tengah sebelah kiri.

Aku juga masuk kedalam mobil, lalu aku menutup pintu mobil dan menyalakan mesinnya.

“Mau kemana kita ini.? Terus mau ngapain.?” Tanyaku dan aku tidak menjalankan mobilku.

“Kita keperumahan elit didekat terminal utama. Aku mau menemui Mba Re disana.” Jawab Lia.

“Kenapa kamu harus menemui Mba Re disana.?” Tanyaku lagi.

“Sudahlah. Jalankan mobilnya sekarang. Kamu tadi kan bilang sendiri, kalau kamu akan mengikuti apapun hasilnya pembicaraan kami Ngga.” Ucap Lia.

“Iya, iya.” Ucapku lalu aku menjalankan mobil ke arah perumahan elit didekat terminal utama.

Suasana didalam mobilku terasa sangat tegang, sunyi dan hening. Kami bertiga sama- sama diam dan sama-sama melamun dengan pikiran masing-masing.

“Mba Re itu tetanggaku didesa dan keluarga besar kami saling mengenal dengan baik. Jadi tujuanku kesana bukan hanya karena Mas Ilham, tapi juga untuk menyelamatkan Mba Renata. Kalaupun misalnya hubungan Mas Ilham dan Mba Renata tidak bisa disatukan lagi, paling tidak aku bisa membawa kembali pulang Mba Renata ke desa.” Ucap Lia yang membuka orbolan kami.

“Memang kenapa dengan Renata dan harus diselamatkan dari siapa.?” Tanyaku yang semakin bingung dengan kasus yang semakin semerawut ini.

“Rencananya sore ini, Mba Renata akan mengikuti ritual untuk pindah keyakinan, mengikuti kepercayaan calon suaminya dan besok mereka akan menikah.” Jawab Lia yang mengejutkanku.

“Kalau masalah keyakinan, Renata itu sudah dewasa dan dia berhak menentukannya sendiri, tanpa ada paksaan. Keyakinan itu, lahirnya dari diri sendiri, jadi kita gak usah ikut-ikut.” Ucapku.

“Aku tau itu, makanya aku mau melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Kalau Mbak Re melakukannya karena dari dalam hatinya, ya sudah, mau di apa. Tapi kalau misalkan dia dalam tekanan calon suaminya, apa tega kita membiarkannya seperti itu.?” Ucap Lia dan diakhiri dengan pertanyaan yang membuatku menganggukan kepala.

“Terus, bentuk tanggung jawab apa yang akan dilakukan sama makhluk yang duduk dibelakangmu itu.?” Tanyaku sembari melirik ke arah Ilham yang tidak berani buka suara.

“Sudahlah Ngga. Kalau kamu gak mau membantu masalah ini, lebih baik diam dan jangan menambah keributan. Aku mau focus untuk Mba Renata dulu, gak mau mikir yang lain.” Ucap Lia dan akhirnya akupun terdiam.

Ya diam terpaksa sih. Sebenarnya aku masih mau lanjut dengan si Ilham, tapi aku takut Lia semakin pusing dan imbasnya dia gak mau balik ke apartemen bareng aku. Apa gak ngehe kalau gitu.?

Ilham, Ilham. Gara-gara kamu, acara santaiku dengan Lia harus berantakan. Bajingan laknat kamu itu. Kamu yang punya fantasy, endingnya malah merepotkan orang. Assuu, assuu.

Beberapa saat kemudian, kami memasuki area perumahan rumah elit dan Ilham langsung bersuara dibelakang.

“Belok kiri Ngga.” Ucap Ilham dan sepertinya dia takut kepadaku.

Akupun langsung membelokan mobilku kejalan sebelah kiri dan terlihat didepan sana, ada seorang wanita yang berdiri didekat mobil. Wanita itu memakai dress rok terusan yang sangat ketat, yang panjang kebawahnya diatas lutut dan panjang bagian lengannya setengah lengan.

“Itu Renata.” Ucap Ilham menunjuk wanita yang aku lihat itu.

“Itu Mba Renata.? Kenapa dia berpakaian seperti itu mas.? Kemana hijab dan gamis lebar yang biasa dipakainya.? Apa Mas Ilham yang menyuruhnya seperti itu atau itu kemauan dari Mba Renata sendiri.? Atau atas perintah calon suaminya.?” Tanya Lia yang terkejut dengan perubahan Renata dan Ilham pun hanya diam saja. Bajingan.

“Gak usah tanya sama makhluk itu Lia, gak ada gunanya juga. Renata berpakaian seperti itu, pasti karena bagian dari fantasy yang ada diotaknya.” Ucapku dan aku menghentikan mobilku, tepat didekat Renata berdiri dan didepan mobil yang ada disebelahnya. Sepertinya Renata akan pergi menggunakan mobil itu dan dia sedang menunggu calon suaminya.

Aku berhenti didepan rumah yang pintunya tertutup dan dipintunya tertulis Damayanti Kusuma. Mungkin dia pemilik rumah itu dan kelihatannya dia sedang tidak ada dirumah. Hanya terlihat satu orang satpam yang sedang berjaga didalam pos dan satpam itu hanya melirik ke arah mobilku, Sementara disisi lain, perumahan elit ini juga sepi dan entah kemana semua penghuninya.

“Astaga. Benar yang diucapkan Lingga itu Mas.?” Tanya Lia sembari menoleh ke arah Ilham dibelakangnya.

Lagi dan lagi Ilham hanya diam, sembari menundukan kepalanya pelan.

“Gila kamu itu, gila.” Ucap Lia dengan geregetnya, lalu dia membuka pintu mobil sebelah kiri, setelah itu dia keluar dan menutup pintu mobilku dengan cukup keras.

BLEPPPP.

Djiancok. Untung aku sayang kamu Lia. Kalau engga, sudah kuperkosa kamu, karena sudah nutup mobilku kuat-kuat. Dasar betina.

“Kamu kenapa masih didalam cok.? Keluar sana.!!!” Ucapku kepada Ilham dengan emosinya.

“Iya.” Ucap Ilham sambil membuka pintunya.

“Kalau kamu tutup pintu mobilku kuat-kuat, kupatahin tanganmu.” Ucapku sambil melotot ke arah Ilham.

“Iya.” Jawab Ilham lalu dia keluar dan menutup pintu mobilku pelan.

Blepppp.

Ilham lalu berjalan ke arah Lia dan dia berhenti tepat dibelakang Lia yang sudah berhadapan dengan Renata.

Renata terlihat santai dan dia tidak terkejut dengan kedatangan Lia ataupun Ilham.

Renata

Akupun hanya memantau dari dalam mobil sambil menurunkan kaca mobilku sebelah kanan, agar suara mereka terdengar dari dalam mobil dan aku bisa segera bertindak, ketika Lia sudah terancam.

Aku bakar rokokku dan aku mulai focus kepada mereka bertiga.

“Mba Re. Ada apa denganmu.? Kenapa sekarang jadi seperti ini.?” Tanya Lia dengan sedihnya.

“Jangan tanya aku Lia. Tanya laki-laki pengecut yang ada dibelakangmu itu.” Jawab Re sambil menunjuk ke arah Ilham yang lagi-lagi menunduk.

“Maafkan Mas Ilham Mbak, tolong maaf kan dia.” Ucap Lia yang mulai memelas.

“Maafkan laki-laki pengecut itu.? Memangnya dia salah apa.? Harusnya aku berterimakasih kepadanya, karena berkat fantasy nya, aku bisa menemukan jati diriku yang sebenarnya dan aku sangat nyaman dengan keadaanku sekarang.” Ucap Renata dengan santainya, tapi aku melihat ada yang berbeda dibola matanya. Dia seperti sedang mencoba menyembunyikan sesuatu dan mungkin yang sebenarnya, hati kecilnya merasa sangat tidak nyaman dengan apa yang sudah dijalaninya.

“Apa semua yang sudah Mba Re katakan itu benar.? Apa itu semua keluar dari dalam hati.? Jujurlah Mba. Kalau Mba tidak nyaman, ayo kita pulang sekarang.” Tanya Lia yang sama seperti apa yang ada dikepalaku.

“Apa untungnya sih buatku membohongi kamu.? Sudahlah, lebih baik sekarang kamu pulang bersama laki-laki pengecut itu.” Ucap Renata dengan nada yang meninggi.

“Ada apa ini sayang.?” Tanya seorang laki-laki yang keluar dari dalam rumah yang tak berpagar itu, lalu dia merangkul pundak Renata. Rumah laki-laki itu bersebelahan dengan rumah Damayanti Kusuma, tempat aku parkir.

Ternyata aku kenal dengan laki-laki itu dan dia juga mengenalku, karena aku pernah membantainya sampai pingsan didekat cafe sawah. Dia adalah Adi, salah satu anak Black House.

“Gak apa-apa kok sayang. Kita pergi sekarang yuk.” Ucap Renata sembari membalas rangkulan Adi.

“Mba.” Ucap Lia yang mencoba menahan Renata bersama Adi.

“Siapa dia yang.?” Tanya Adi sambil memperhatikan Ilham, yang wajahnya terhalang kepala Lia, karena ternyata dia bersembunyi lagi dibelakang Lia semenjak kedatangan Adi. Taiklah.

“Oh, ada Ilham toh. Woi ham, kenapa kamu sembunyi. Ayo ikut, biar kamu bisa menjadi saksi, calon istriku yang akan berpindah keyakinan. Hehehe.” Ucap Adi dengan nada yang mengejek ke Ilham.

“Sudahlah yang, gak usah menghiraukan dia. Kita pergi aja sekarang. Katamu tadi, kita sudah ditunggu ditempat peribadatan.?” Ucap Renata yang memaksa pergi.

“Gak apa-apa yang, santai aja.. Masih ada sedikit waktu kita bersantai.” Adi kelihatannya masih ingin tetap disini dan dia belum puas menghina Ilham.

“Gimana Ham.? Mau jadi saksi kan.? Masa kamu mau jadi saksi kami berdua pas ngewe aja, tapi waktu sudah sampai ending begini, malah gak mau jadi saksi. Hehehe.” Ucap Adi yang membuatku panas telingaku.

Dan yang membuat aku semakin emosi, Ilham yang sekarang sudah bergeser disebelah Lia lagi, terlihat sangat ketakutan melihat Adi.

Akupun langsung keluar dari dalam mobil sembari menghisap rokokku dalam- dalam, lalu aku mengeluarkannya perlahan.

Hiuufftt, huuuu.

“Gimana kalau aku yang jadi saksi.?” Tanyaku dan Adi yang melihatku, langsung terkejut dengan wajah yang memucat.

Akupun langsung mendekat dan aku berdiri disebelah Lia.

“Kenapa diam.? Ayolah. Biarkan aku yang jadi saksi. Tapi sebelum kita pergi, aku injak dulu kontolmu sekalian bijimu sampai gak berbentuk. Bagaimana.?” Ucapku sambil memainkan kedua alis mataku.

“Li, Lingga. Apa hubunganmu dengan Ilham dan wanita ini.” Ucap Adi terbata.

“Sudahlah. Jangan banyak tanya. Jawab aja pertanyaanku.” Ucapku, lalu aku menghisap rokokku lagi, setelah itu aku melemparkan puntung rokokku yang masih menyala ke arah dada Adi.

“Awas yang.” Ucap Renata yang menarik tubuh Adi, tapi terlambat, karena puntung rokokku sudah mengenai dada Adi.

“Aduhh, duhhh.” Ucap Adi yang panik sambil melepaskan pelukannya di Renata, lalu dia membersihkan bagian dada bajunya yang berwana putih, karena terkena abu rokokku.

“Lingga.” Ucap Lia sembari menahan tangan kiriku, karena aku akan mendekat ke arah Adi.

Cok. Padahal kalau aku tidak dipegang Lia, aku akan menghajar Adi untuk kedua kalinya dan kali ini, aku tidak akan memberinya ampun.

“Hey. Calon suamimu itu juga penakut. Buktinya, dia gak berani untuk mengajakku sebagai saksi.” Ucapku kepada Renata.

“Kamu siapa sih.? Kenapa kamu mau mencampuri urusan kami.?” Tanya Renata yang terlihat benci kepadaku.

“Sudahlah. Kamu gak perlu tau siapa aku. Yang jelas, kalau kamu benci laki-laki yang penakut, sibangsat ini juga penakut. Jadi percuma aja kalau kamu bersama dia.” Ucapku sambil menunjuk Adi yang tidak bersuara dan Renata langsung melihat ke arah Adi, lalu melihat ke arahku lagi.

“Jangan sok tau tentang aku. Pergi aja sana. Bawa wanita ini dan juga laki-laki pengecut itu.” Ucap Renata kepadaku, sambil menunjuk ke arah Lia lalu menunjuk ke arah Ilham.

“Kenapa kamu masih mau bertahan sama dia.? Apa karena kamu mendapatkan kepuasan yang lebih hebat dari pada apa yang sudah diberikan Ilham.? Kalau hanya mencari kepuasan, aku juga bisa membuatmu puas, bahkan melebihi kepuasan yang diberikan sibangsat ini.” Ucapku sambil menunjuk Adi.

“Aku akan membuatmu lemas dan tidak bangun selama tiga hari dari kasur. Hehehe.” Ucapku dan sekarang giliranku yang mengejek Adi.

Aku sengaja mengucapkan ini, agar semua cepat berakhir, karena aku sudah bosan berada disekitar orang-orang gila ini.

Eh, gak semua yang gila ya. Cuman aku dan Lia aja yang gak gila. beda sama mereka bertiga. Assuuu.

“Lingga.” Ucap Lia yang jengkel mendengar apa yang baru saja aku katakan.

“Jangan kurang ajar kamu ya. Memangnya aku wanita apa’an.? Pergi sekarang juga, sebelum aku benar-benar marah kepadamu.” Ucap Renata yang terus mengusirku.

“Oke. Sebelum aku pergi, aku patahin dulu kedua kaki sibangsat ini. Jadi kalau kamu tetap sama dia, setiap harimu akan di isi dengan mendorongnya dikursi roda, sampai salah satu diantara kalian mati.” Ucapku sambil menatap tajam Renata.

“Terserah bagaimana kondisinya, aku akan tetap mencintainya dan aku akan mendampinginya seumur hidupku.” Ucap Renata.

“Kamu cinta sama sibangsat ini.? Coba kamu tanya dia. Apa dia benar-benar cinta sama kamu atau hanya memanfaatkan tubuhmu aja.?” Tanyaku dan kembali aku menunjuk Adi. Renatapun langsung melihat Adi, dengan mata yang berkaca-kaca.

“Kamu beneran cinta sama aku kan yang.?” Tanya Renata ke Adi dengan suara yang bergetar.

“E.. Anu Re.” Ucap Adi yang ragu dan dia menyebut nama Re tanpa embel-embel kata sayang atau yang lagi.

“Jawab yang bener cok. Kalau kamu bohong, kuinjak batang lehermu.” Ucapku sambil menatap tajam Adi.

“Se, se sebenarnya.” Ucap Adi yang terbata.

“Cukup.. Jangan lanjut lagi. Aku sudah tau jawabannya. Hiks, hiks, hiks.” Ucap Renata, lalu diakhiri dengan tangis yang menyedihkan.

“Sudahlah. Percuma kamu menangis. Lebih baik sekarang kamu ikut kami.” Ucapku dan aku sudah mencapai puncak kejenuhan, berada ditempat ini.

“Enggak. Aku gak akan ikut kalian. Hiks, hiks, hiks.” Ucap Renata dengan histerisnya.

“Gak usah teriak.” Ucapku sambil melotot dan rupanya ucapanku ini membuat Renata terkejut.

“Kenapa kamu gak mau meninggalkkan dia.? Apa sibangsat ini memegang sesuatu rahasia milikmu dan sewaktu-waktu bisa dibuatnya untuk mengancammu.?” Tanyaku dan Renata hanya diam, dengan lelehan air mata yang terus mengalir.

Akupun langsung paham, tanpa Renata mengucapkannya. Aku langsung memajukan langkahku untuk mendekat ke Adi, tapi lagi-lagi Lia menahan tanganku.

“Lingga.” Ucap Lia.

“Kamu percaya akukan.?” Tanyaku sembari memegang punggung tangan Lia dan akhirnya Liapun melepaskan pegangannya ditanganku.

Akupun mendekat ke arah Adi yang ketakutan dan aku langsung berhenti tepat dihadapannya.

“Mana HPmu.?” Tanyaku dan Adi hanya diam mematung.

BUHGGG, BUMMMMM.

Tanpa banyak bicara, aku menghantam dada Adi sampai dia roboh terlentang dijalan.

“Huppp.” Adi yang sesak nafas, langsung memegang dadanya.

“Lingga, cukup.” Ucap Lia yang mendekat ke arahku dan menahan tanganku lagi.

“Kalau ucapan sudah gak didengarkan, terpaksa kepalan tangan yang harus dilibatkan.” Ucapku dengan emosi tertahan dan Lia yang ketakutan langsung memundurkan langkahnya, sampai pegangannya terlepas, karena melihat perubahan diwajahku.

“Ada apa ini.?” Tanya satpam yang menjaga rumah Damayanti Kusuma dan dia berdiri dekat mobilku.

“Dia culik saudriku pak.” Jawabku.

“Ohhh. Kalau begitu, injak aja bidjinya.” Ucap satpam itu, lalu dia kembali kedalam posnya.

Akupun kembali melihat ke arah Adi sembari menjulurkan tanganku, untuk meminta Hpnya, tanpa perlu mengucapkannya.

Adipun langsung duduk dengan besusah payah dan kedua kakinya terselonjor kedepan.

Diambilnya Hp yang ada dikantong depan celananya, lalu dia menyerahkan kepadaku dengan tangan yang bergetar.

“Bagaimana pola nya membuka Hpmu ini.?” Tanyaku yang sudah menerima Adi dan aku mencoba masuk ke Hpnya, tapi harus memakai pola dulu.

Aku lalu menyodorkan Hpnya ke Adi dan aku memperhatikan pola yang dibuat ujung jarinya. Lalu setelah Hpnya terbuka, aku langsung mengecek galeri video yang ada diHpnya.

Video-video panas tentang persetubuhan Adi dan Renata yang berjumlah puluhan, langsung menyegarkan pandangan mataku. Mulai dari Renata yang mengulum kontol Adi, vaginanya yang disodok, lubang pantatnya yang dianal, sampai berbagai gaya yang mereka lakukan dan semua itu menunjukan wajah Renata dengan jelas, tanpa ada satupun wajah Andi yang tampak.

“Kalau yang ada didalam Hp ini membuatmu bertahan sama sibangsat ini, sekarang barang ini ada ditanganku. Kamu hanya punya 2 pilihan. Ikut kami pulang dan video ini akan tetap aman ditanganku atau kamu tetap bersama dia, tapi kamu akan menjadi idola baru bagi pasukan coli yang ada seluruh penjuru negeri ini.” Ucapku kepada Renata dengan tegasnya.

“Jangan. Aku akan ikut kalian.” Ucap Renata dengan sedih dan dengan pasrahnya.

“Lia. Bawa dia masuk kedalam mobil.” Ucapku kepada Lia.

“Terus kamu.?” Tanya Lia dengan khawatirnya.

“Sudahlah. Masuk aja kedalam mobil.” Ucapku dan Lia tidak membantahnya. Mereka bertiga masuk kedalam mobilku, tanpa ada yang bersuara.

Akupun menoleh ke arah Adi yang masih duduk terselonjor dijalan.

“Aku gak tau, kamu sudah menyimpan video ini dilaptopmu atau diHpmu yang lain. Tapi yang jelas, kalau setelah ini ada video tentang persetubuhanmu dengan Renata beredar, kamu tau kan resikonya.” Ucapku dan Adi langsung mengangguk pelan.

Aku lalu membalikan tubuhku, tapi sebelum aku melangkah kemobil, aku memutarkan tubuhku dengan cepat, lalu aku mengarahkan injakan kakiku yang tertutup sepatu ini ke arah wajah Adi dengan kuatnya.

BUHHGGG, KRAAKKKK, BUMMMMMM.



#Cuukkk. Akhirnya kasus yang bikin kepalaku cenut-cenut ini, mulai menemukan titik akhir. Semoga aja setelah ini, semuanya selesai sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Terus kenapa juga aku mau terlibat.? Selain karena ada Lia, harga diriku sebagai seorang laki-laki, sangat terusik. Bagaimana menurutmu.? Apa kamu setuju dengan pendapatku.? Tapi terserah aja sih.. Kamu mau setuju atau tidak, aku gak perduli. Bagiku, harga diri di atas segala-galanya cok.!!!
 
Terakhir diubah:
Selamat malam Om dan Tante

Akhirnya bisa updet lagi..
Tapi, untuk updetan selanjutnya, sabar ya..
Jangan diburu, masih cari inspirasi ini..

Mohon maaf bila banyak typonya..
Semoga masih bisa dinikmati dan selamat membaca..

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan..
:beer::beer::beer:
 
Akhirnya ada yg sepemikiran dengan ane. Kita laki2 dilahirkan untuk jadi pemenang bukan jadi manusia Hina yg bisa menyerahkan wanita yg kita cintai untuk dinikmati lelaki lain dengan atas nama cinta. Karna itu nyatanya bukan cinta tapi nafsu semata. Persetan dengan fantasimu, jika kamu laki2 maka sudah sepantasnya kamu menjaga wanitamu hanya untuk dirimu.
Ada alasan knapa laki2 dituntut untuk berpikir dengan logika karna kita kelak ditakdirkan untuk menjadi kepala keluarga.
Dan ada alasan knapa Otak ada di atas, kontol ada di bawah. Pikirkanlah hal itu wahai kalian para lelaki hina yg bisanya cuma coli saat Harga Diri kalian diinjak dan saat Kehormatan wanita kalian dinodai atas nama Fantasi!!!

Suwun update luar biasanya om TS. 👍
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd