Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Karakter pada episode ini...

Keia


Rivaldo


Melania


Doni


Deyara


Titien


Ryno


Shaun


Sari


Devi


Darla


Edo
 
Terakhir diubah:
Episode 12 – Enemy at the gate




POV Keia


Welcome Haneda Airport, Passenger of Japan Airlines with flight no JAL7018 departing from Tokyo Haneda to Los Angeles LAX will soon depart, passenger please proceed to the waiting room.


‘Ah… akhirnya sudah siap berangkat, capek juga tunggu di bandara dari 3 jam lalu.’ Aku melirik jam di hape.


“Gimana Keia, Aldo akan jemput kan?” Ayah bertanya kepadaku .


“Eh, astaga. Aku lupa bilang!” Aku baru ingat untuk memberitahu Aldo tentang penerbangan kami. Untung WA-nya aktif. Aku sengaja menjauh dari ayah waktu telpon.


“Heh, kunyuk… kenapa baru telpon?” Suara Aldo terdengar jelas.


“Heh… lupa. Iya, kami sudah di Jepang, tak lama lagi berangkat. Catat yah, Japan Airlines penerbangan no 7018, tiba jam 5 sore di LAX.”


“Oke boss… siap!” Suara Aldo kedengaran agak payau.


“Eh, Aldo… cerita dong, gimana dong malam pertamanya…!” Aku menggoda sepupuku.


“Eh, maksudnya? Aku kan baru kenalan dengannya… dasar!”


“Bukan tunanganmu, bego… itu… mantanmu!”


“Mantan?”


“Hihi… pura-pura bego lagi. Deyara, gimana? Pasti seru, dia kan gak tahu kalo kamu yang menang lelang…!” Kapan lagi aku menggodanya…


Benar juga… Aldo kaget sambil nyumpah-nyumpah ayahku yang bocor mulut.


“Dasar… mau tahu aja ato mau tahu banget?” Aldo membalas candaanku.


“Nanti aja di sana… Terus Deyara gimana?”Aku bertanya tapi tak dijawab.


“Hellooo… Aldo?”


“Aldo?” aku bingung, kayaknya koneksi terganggu.


“Keia… aku…” Ternyata dia masih ada.


“Kamu sudah bilang ke dia yang sebenarnya?”


“Eh… aku…”


“Sudah ku duga… kamu memang pengecut. Sudah ambil keperawanan orang tapi gak mau tanggung-jawab… Nia hamil tuh!” Aku menggodanya lagi.


“Nia? Hamil? Astaga…!” Aldo kaget… sementara aku hanya tertawa mendengar ia kelabakan.


“Iya… ia minta tanggung jawabmu….” Aku hanya tertawa mendengar ia kelabakan.


“Tapi aku… buang di…” Aldo masih gak sadar udah keceplos.


“Eh, kamu buang apa sih? Hahaha…” Aku tertawa kencang-kencang.


“Eh… kunyuk, Nia hamil beneran?” Aldo masih penasaran.


“Gak kok, mujur kamu masih ingat buang di luar!” Aku mengejeknya.


“Ehhh…” Aldo malu sekali.


“Hahaha… apa Deya tahu kalo teman baiknya udah kamu elus?”


“Hush Kunyuk…”


“Iya… aku tahu, aku akan tutup mulut. Tapi kali ini biaya tutup mulutnya udah naik, seharga iPhone X” Aku tertawa.


“Dasar… mata duitan!”


“Para penumpang pesawat JAL7018 tujuan Los Angeles LAX silahkan naik ke pesawat…” Terdengar suara pengumuman.


“Udah yah, aku naik pesawat, jangan lupa jemput…” Aku segera menghentikan pembicaraan.


“Beres…”


----


Bosan juga berjam-jam lamanya di atas pesawat gak tahu buat apa. Udah tiga film yang aku nonton, sekarang udah bosan. Game dan lagu? Juga udah… tidur juga sudah. Capek juga yah naik pesawat jarak jauh.


Aku menatap Ayah yang duduk disampingku. Wajahnya nampak tenang setelah tertidur pulas.


Aku kembali ingat perkataan Ayah tiga hari lalu

“Deya, kita harus bersiap ke Los Angeles. Aku baru ditelpon, ternyata si Aldo akan segera tunangan. Akhirnya anak itu tobat juga…”


“Ehhhh…” Perkataan Ayah membuat aku kaget.


“Tapi kamu jangan bilang-bilang orang yah… soalnya masih dirahasiakan. Nanti kalo udah resmi baru diumumkan.”


“Kak Aldo tunangan dengan siapa? Apa dengan pacarnya?” Aku penasaran.


“Ia dijodohkan dengan Shania Tan, itu ahli waris raja hotel… mujur benar anak itu. Dapat calon anak konglomerat, pinter, dan cantik lagi.” Ayah kek bangga sekali.


“Terus, Deyara gimana?”


“Deyara siapa?”


“Yah pacarnya!”


Ayah hanya menggeleng kepala tanda gak tahu.


‘Astaga… pasti Deya stress sekali diputusin secara sepihak…’ Aku berkata dalam hati.

----


‘Eh kenapa juga aku bersedih!’ Aku gak sadar sudah menitikkan air mata.


“Apa aku sudah menyukai Deyara?”


Aku mencoba mengingat-ingat gadis cantik itu. Yah, ia sangat cantik… anaknya sih agak tomboy aktif dan lincah tapi memiliki aura yang khas. Yah, Deya memang special. Tidak heran kalo Aldo tergila-gila padanya, sampai langsung memutuskan pacar taruhannya… Juwita.


Awalnya memang aku agak cemburu dengan gadis itu. Karena dia mampu membuat Aldo keteteran sampai jatuh bangun… panas dingin. Perhatian Aldo langsung tersedot 100% ke gadis itu, dan jelas Aldo berubah.


Yah… sangat berubah. Tidak lagi playboy… malah gak lagi memperhatikan aku.


Tapi lama-kelamaan aku sadar kalo Deya mengubah Aldo menjadi cowok yang lebih baik. Aldo makin mengerti apa artinya cinta… sikapnya berubah terhadap perempuan, kini benar-benar menghargai orang lain. Yah, dia benar-benar berubah.


Dan aku mengejeknya bilang kalo Aldo udah takluk di kaki gadis itu.


Dan sejak aku mengenal dekat Kak Doni, Kak Cherry dan Nia, pandanganku terhadap Deyara kini berubah. Aku melihatnya sebagai seorang yang mampu melengkapi Aldo.


----


Siang itu aku harus mencari tahu apa yang terjadi. Ayah pasti tahu, ayah adalah satu-satunya orang yg dipercaya ayah Aldo. Walaupun sebenarnya mereka saudara ipar...


“Ayah? Lagi dimana?” Aku menelponnya waktu jam 1 siang.


“Keia… ayah lagi makan siang dengan teman!” Ayah menjawab.


“Eh, aku juga mau gabung. Boleh kan?” Ayah terkejut mendengar permintaanku.


Satu hal yang aku tahu dari ayah, ia suka membangga-banggakan kakak iparnya di depan teman-teman. Semua tentang keluarga Aldo, Ayah sudah obral ke teman minumnya… padahal belum tentu kalo aku tanya ia mau ngomong. Makanya aku harus disana dan memancing ia bicara.


Skip-skip… kini aku duduk disamping ayah dan seorang rekan bisnisnya. Ia minta aku panggil dia Om Agus. Aku suka karena orangnya sopan dan gak mesum.


“Sayang aku gak ada anak laki, harusnya ku jodohkan dengan anakmu Gus” Ayah mulai buka cerita.


“Dani sih terburu-buru!” Ayah tertawa.


Aku baru ingat kalo ayah Aldo adalah Om Dani.


“Hahaha” Om Agus hanya tertawa.


“Anak ku mungkin sebaya dengan anakmu…” Om Agus menimpali.


“Udah kuliah, Om?” Aku bertanya. Banyak orang yang menganggapku masih SMA.


“Iya…” Om Agus menyebutkan nama salah satu PTN di Sulut.


“Eh, satu tempat kuliah dengan ku dong…” Aku tersenyum.


“Pasti kamu kenal, orangnya popular kok … kayak kakak sepupunya…” Om Agus memperlihatkan foto anaknya.


Aku hanya mengangguk mengakuinya. Dalam hati aku terkejut… ‘Astaga, ini foto gadis yg sangat ku kenal, Deyara…’


“Kalo gak salah dia pernah aku lihat jalan dengan Aldo…!” Aku memancing.


“Wah… sayang sekali. Mereka cocok kok!” Ujar ayahku… sementara itu ayah Deya hanya tersenyum


----


Aku mengantar ayah pulang… ia sempat minum wine, dan terpaksa aku yang bawa mobil. Tapi aku juga beruntung… sementara dia mabuk, aku tanya-tanya soal perjodohan Rivo, dan ayah menceritakan sebuah rahasia dibalik itu.


“Astaga! Pantesan Aldo mau menerima perjodohan itu… Rivo pasti gak bisa menolak, ia memilih menyelamatkan kekasihnya, dan turut perintah ayahnya!” Aku menggumam kecil setelah memarkir mobil. Aku berhasil mengurak habis rahasia dari Ayah Aldo.


“Kasian banget kamu Aldo… terutama kamu Deyara… kalian korban dari keadaan!” Aku masih menggeleng-geleng kepala.


-----


“Keia?”


“Eh, Melania? Ada apa?” Aku kaget melihat Nia lagi menggendong dua anak bayi.


“Ihhh dicari-cari ternyata ngumpet disini!” Nia kelihatan lega melihatku. Sedangkan aku masih aja malas-malasan.


“Kenapa Nia?”


“Bantu aku… aku mau beli makanan, tapi disuruh jaga dua anak ini! Bisa gak dititip dulu..!” Nia minta bantuan.


“Tapi aku malas keluar, Nia…” Aku hanya pake baju rumahan.


“Hanya ke depan kok! Gak lama… cuma mau beli makanan…” Kasian, mungkin Nia udah lapar.


“Aku gak tahu urus anak, Nia!”


“Kalo gitu gini aja, kamu gendong yang satu terus aku yang satu, kita kedepan…” Nia benar-benar memaksa.


“Kalo gitu aku ganti baju dulu…”


“Gak usah… gak ada orang di luar kok!” Nia memaksa banget.


“Ehhh tapi…” Aku masih protes.


“Udah… ayo…!” Nia menarik tanganku… terpaksa aku ikut. Aku memeluk salah seorang bayi dan berjalan mengikuti Nia. Ternyata ada gerombolan cowok-cowok ABG yang nongkrong di tempat jualan. Mungkin anak SMA. Astaga… Gayaku benar-benar mirip emak-emak…makin kurang pede… Aku hanya pake daster satu tali, dengan belahan dada yang agak rendah.


“Nia… aku gak mau… tuh rame, banyak cowok!”


“Kenapa, kamu malu dianggap udah emak-emak?” Nia hanya tertawa, terpaksa aku ikut terus.


‘Gawat juga… apa Nia tahu kalo aku gak pake bra?’


---


Aku makin kelabakan… baru kali ini aku menggendong anak, ternyata susah juga. Mana anaknya pegang-pegang dadaku lagi… gelid eh!


Nia lagi harus antri cukup lama.


“Keia, peluk dulu dong dua-dua… aku mau pesan dulu!” Ujar Nia yang merasa tengganggu.


Terpaksalah kedua bayi kembar itu aku pegang di tangan kanan dan kiriku… Astaga, aku baru menyadari sesuatu. Dari tadi bayi ini sudah memegang dadaku, dan kini aku gak bisa menangkisnya… kedua tanganku lagi menggendong.


“Hi Adekkk… ih cute yah kayak mamanya…” Terdengar seorang pria setengah baya mencoba menggodaku. Dasar….


Dengan segera aku pindah tempat, gaku mau meladeni om genit itu. Aku melihat diujung ada seorang cowok yang sibuk membaca buku. Aku duduk disampingnya…


“Hi Adek…” Cowok itu lalu bermain-main dengan salah seorang anak itu… mereka cepat akrab.


Aku merasa nyaman, kayaknya ia cowok baik-baik.


“Eh, astaga, Kak Beni?” Aku kaget… itu kakak tingkatku yang terkenal super cuek, apa ia tahu kalo aku mengaguminya.


“Eh, kamu, Keia…” Aku kaget, ternyata ia mengenal namaku.


Eh, ternyata membawa bayi juga ada untungnya. Aku jadi ngobrol dengan cowok yang aku naksir… selama ini ia nampaknya kurang pede, tapi ternyata orangnya seru juga diajak ngomong. Aku jadi tertawa mendengar guyonannya…


Kami langsung tukaran WA. Entah kenapa aku merasa deg-degan didepan pria.


“Eh astaga…” Aku baru sadar kalo salah seorang bayi dari tadi bermain dengan baju didadaku… ia berhasil membuka kancing, membuat pakaianku tersingkap lebar.


“Eh… aduh…!” Kak Beni langsung terkesiap dengan pemandangan didepannya.


“Ahhhh…” Aku malu sekali. Kedua payudaraku terpampang jelas didepan cowok itu… dan kedua bayi itu malah memegang dan meremas putingnya.


“Ihhhhh…. Ehhh ahhhh…!” Aku gak bisa buat apa-apa sementara dua bayi itu terus mempermainkan toketku, dan menyajikannya didepan Kak Beni yang masih melongo.


Aku malu sekali… rasanya mau teriak, tapi aku malu nanti jadi tontonan.


Anak yang satu malah mulai nenen… mungkin ia haus minta ASI. Aku makin kegelian…


“Ahhhhh…” Aku kegelian setengah mati menahan diri gak mendesah.


Kali ini cowok-cowok SMA itu sudah menyadari ketelanjanganku. Mereka mulai tertawa-tawa mendapat pemandangan gratis.


“Kak Ben… bantu dong!” Aku tahu pasti wajahku sudah merah merona.


“Bantu apa? ngisap?” Kak Beni ikutan gugup


“Ihhh... tutup bajuku.” Tanpa malu-malu lagi aku meminta.


Dengan gemetaran tangan kak Beni menutup kembali kancing bajuku. Toketku yang sempat tersentuh jadi seperti kesetrum.


“Astaga Keia! Kok pake pamer di sini” Suara Nia terdengar melengking. Sementara itu Kak Doni disampingnya hanya nyengir.


“Hahaha”


“Ihhhh…..”


-----


“Kamu kok nekad banget keluar rumah gak pake bra!” Nia ikutan memarahiku, sedangkan Doni dari tadi melirik putingku yang makin menonjol tercetak jelas.


“Aku kan bilang aku mau ganti baju dulu, tapi kamu gak mau tunggu…” Aku complain. Ini semua gara-gara cewek itu.


“Jadi kalo di rumah gak pake yah?”


“Eh, itu kan untuk kesehatan!” Aku balas menyanggah.


“Ohhh… pantesan toketmu bagus…” Nia mengagumiku. “Tadi Kak Beni sampe melotot, lho… padahal orangnya terkenal alim!”


“Iya… mujur itu Beni, coba kalo orang lain?” Doni menyela kami.


‘Betul juga sih…’


Akhirnya kami tiba di rumah kos Doni, ternyata Kak Cherry sudah menunggu. Mereka penasaran waktu aku bilang kalo Aldo akan segera tunangan. Dan ternyata Nia disuruh mereka menjemputku…


‘Ihhh… dasar Nia, pake trik beli makanan segala.’


“Wow, Keia…. Sexy banget lho…” Kak Cherry pasti melihat putingku yang masih nyeplak di baju.


“Wah, Kak Cherry rugi… gak lihat pameran tadi!” Nia menggodaku lagi.


“Eh, pameran apa?”


“Pameran papaya…!” Kali ini Doni yang nyambung. Cherry makin bingung, tapi aku kembali nunduk karena malu.


-----


Setelah aku menceritakan soal pertunangan Aldo, semua mereka hanya diam terpaku seakan tidak percaya. Memang sih aku gak cerita semua, terutama apa yang aku dengar dari ayahku… bisa jatuh nama baik orang tua Aldo. Biarlah itu jadi rahasiaku.


“Aku masih gak percaya semudah itu Aldo mencampakkan Deya…” Kak Cherry memecah kebuntuan.


“Yang pasti Aldo dipaksa orang tuanya…” Aku mencoba meluruskan.


“Pertanyaannya, kenapa orang tua Aldo tidak menyukai Deyara?” Doni ikut angkat suara.


“Apa mungkin karena ada orang yang menghasut mereka… memburuk-burukkan Deyara? Secara kan… banyak orang yang pikir kalo Deyara adalah salah satu korban geng-nya Dinah waktu itu.” Kak Cherry pinter juga.


“Mungkin aja begitu, apalagi Deya kan dekat banget dengan Dinah, mana satu kampus juga udah tahu kalo Deya salah satu korban…” Aku setuju dengan pendapat Kak Cherry. Aku ingat kejadian beberapa bulan lalu, yang menyeret Dinah dan kawan-kawannya masuk penjara karena kasus video seks dan jual beli gadis di kampus. Memang sih mereka sudah menjalani hukuman, tapi nama baik mereka sudah tercemar.


“Eh, tunggu! Deyara bukan korban lho…” Nia membela nama baik sohibnya.


“Tapi kan… semua orang udah tauh, Nia.”


“Tapi mereka justru tidak tahu kalo yang membongkar kejahatan geng Dinah itu Deyara… karena ia yang menyeludup.” Doni menjelaskan situasinya.


“Apa?” Aku kaget.


“Iya, Keia… Deya gak sempat jadi korban. Aku dan Aldo sendiri yang menjaga dia menyusup di sana.” Doni menjelaskan kepadaku.


“Kalo gitu, Aldo tahu yang sebenarnya?”Astaga, selama ini aku menganggap dia cewek murahan.


“Iya… Aldo juga tahu kalo Deya masih perawan, kok…” Kak Cherry menambahkan.


Aku masih berpikir keras… pantesan Aldo rela tunangan. Ia mau menyelamatkan keperawanan Deyara… ia gak tega membiarkan Deyara jatuh ke tangan cukong.


“Kalo begitu, Kak Aldo sungguh mencintainya!” Aku menggumam. Bahkan sampai selama ini ia tidak mengambil keperawanan Deya.


‘Dan aku sempat memusuhi Deyara karena dekat dengan Aldo!’ Yah, berulang kali aku sengaja membuat ia cemburu karena kedekatanku dengan Aldo. Deyara tidak bersalah… Aldo juga memperlakukan Deya dengan baik… ia menjaga Deya. Dia special di mata Aldo… cowok itu banyak berubah setelah pacaran dengan Deyara…


Kini semuanya jelas terbayang, apa Aldo kembali ke penyakit playboynya lagi.


‘Biasanya gadis yg dekat dengan Aldo hanya bertahan tiga minggu sebelum lepas perawan.’ Aku mengingat kembali taruhanku dengan Aldo beberapa bulan lalu soal Juwita, sang gadis kampus. Gadis itu terlihat alim, aku pikir ia tidak mudah tergoda. Tetapi Aldo berhasil memerawaninya hanya dalam dua minggu. Sepupuku hebat juga…


“Gila tu Aldo… ambil keperawanan seorang gadis, lalu tunangan dengan gadis lain!” Aku gak sadar sudah keceplos.


“Ehh, kamu tahu soal itu Keia? Eh, kamu tahu gimana?” Nia bertanya kepadaku malu-malu. Pasti ada apa-apanya…


“Ihhh… pasti Kak Cherry yang ngomong. Dasar, mulut bocor…!” Nia mencubit Cherry, waktu aku diam aja.


“Gak kok, aku gak ngomong apa-apa!” Kak Cherry menyangkal membuat Nia tambah uring-uringan.


“Rivo yang ngomong? Ihhhh… dasar cowok itu, gak benar. Pake jual-jual teman lagi…!” Wajah Nia sudah merah kek kepiting rebus.


“Astaga Nia… jangan-jangan kamu udah dibolongin Aldo?” Suara Kak Doni terdengar lirih. Aku langsung terkejut.


“Aku gak bilang kamu, aku malah gak tahu kalo kamu…” Aku tercekat… gak sampai meneruskan kata-kata.


“Eh? Kamu gak tahu? Ihhh… kok aku bego sekali!” Nia langsung lari masuk kamar mandi.


“Ah… Nia? Hahahaha….!” Kami bertiga langsung tertawa mendengar kepolosan anak itu.


“Astaga, awas kamu Aldo!”


—-


“Kamu udah nonton film Amazing Spiderman?” Suara Kak Beni terdengar gemetaran, padahal kita udah ngomong di telpon hampir sepuluh menit lamanya.


Malam ini Kak Beni menelponku tanya soal pelajaran, biasa… modus. Orangnya ternyata menyenangkan. Memang ia cowok pemalu, mungkin karena latar belakang keluarganya yang miskin dan tak terpelajar. Tapi Kak Beni orangnya pinter, juga jago bisa berorganisasi. Ia termasuk salah seorang pentolan BEM yang terus terpake, padahal orangnya sederhana dan gak suka menonjolkan diri.


“Belum sih! Kak Beni sudah?”


“Belum… kata orang bagus lho!” Suaranya kayak parau.


Kayaknya ia mau mengajakku tapi masih malu-malu. Lucu juga sih, Kak Beni terkenal jago pidato didepan banyak orang, masak gak berani ngomong didepan gadis cantik bernama Keia, hihihi.


“Sayang sekali, aku suka nonton tapi minggu ini aku ikut keluarga ke Los Angeles, nanti kamis minggu depan baru pulang!” Aku menjelaskan kepada-nya.


“Ohh… kalo gitu aku juga gak jadi nonton. Nanti aja!”


“Kak Beni tunggu aku yah, jangan dulu nonton. Nanti kalo aku sudah pulang, kita nonton berdua… Ok!?” Aku langsung mengajaknya.


“I-iya! … eh, tapi…”


“Tapi apa?” Aku bingung, apa lagi sih maunya?


“Mungkin minggu depan udah gak keluar di bioskop!”


“Kalo gitu kita nonton apa aja yang keluar di bioskop, ok!” Aku langsung skak mate dia lagi.


“Eh, iya…”


“Terus besok, Kak Beni aku tunggu di kantin fakultas yah, aku mau traktir Batagor enak…” Aku tersenyum.


“Eh, tapi…”


“Udah, gak pake nolak. Kak Beni harus temani aku, ok?”


Malam ini aku pasti mimpi indah.


—-


POV Deyara


“Kenapa dia buat begitu? Uhuuu uuhuuu…” Aku terus menangis tak memperdulikan Shaun yang sibuk membelai dahi dan rambutku.


“Gak apa-apa Deya… kamu nangis aja!”


Perkataan Shaun membuat aku tambah sedih… aku mengeluarkan semua kesedihan lewat tangisan yang kuat. Aku benar-benar kecewa dicampakkan Rivaldo begitu aja… aku memeluk Shaun dengan erat.


“Deya, masih banyak cowok di dunia ini, kamu masih muda. Masih panjang perjalanan cintamu… masa depanmu masih jauh, kalo pun bukan Rivo, pasti masih banyak cowok lain yang mencintaimu.”


“Jangan ngaco kak!”


“Eh, siapa yang ngaco. Masih ingat, tadi kamu sendiri yang ngomong itu ke aku” Shaun tersenyum. Aku ingat juga kalo tadi Shaun yang menangis karena diputusin pacarnya, dan aku harus menghiburnya.


“Tapi ini beda, Kakak laki-laki…!”


“Jadi kalo laki-laki gak pernah bersedih? Gitu maksudmu?”


“Maksudnya Kak Shaun sudah lama LDR, jadi gak sedih!” Aku menyangkalnya.


“Kalo gitu, kamu sama Rivaldo sudah jadian berapa tahun?” Aku hanya bisa diam. Dickhead ada benarnya. Kalo Shaun bisa kuat, aku juga harus mampu.


----

“Eh… tumben kalian berdua akrab banget!” Kami terkejut, ternyata Kak Titien yang datang menyapa.


“Kak Titien…” Aku langsung menghambur ke dalam pelukannya dan menangis.


“Eh, kenapa Lita?”


“Ini gara-gara Kak Titien, simpan rahasia. Kakak harus cerita lengkap ada apa dengan Rivaldo…”


“Eh kamu sudah tahu?” ia tampak kaget.


Kak Titien membawa aku duduk di sofa dan ia mulai menceritakan apa yang ia tahu soal Rivaldo, dan bagaimana ia menerima perjodohan itu.


“Uhuuu… Kak… kenapa sih aku bodoh sekali gak lihat situasi?” Aku kembali menyalahkan diri.


Kak Titien diam membiarkan aku mengeluarkan uneg-uneg.


“Rivo sudah berkali-kali bilang, ia akan pindah ke Amerika… meneruskan bisnis papa-nya. Kenapa aku masih mengharapkannya?”


Cukup lama aku menangis dan Kak Titien memeluk serta membelai kepalaku.


----


“Gimana sudah siap?” Shaun tampil setelah ganti baju.


“Kamu yakin pake baju itu?” Mau-tak-mau aku harus tertawa melihat ia pake baju cowboy yang dipadukan dengan kaos kuning. Semuanya kayak campur aduk…


Tak lama kemudian Kak Ryno dan Kak Titien siap juga, yah… semua mereka akan memenuhi permintaanku malam ini, dugem bareng. Yah, kita berempat akan pesta miras sampai mabuk di sebuah nightclub yang terkenal di kota LA.


Begitu turun dari limosin yang mengantar kami, aku menggandeng tangan Shaun mengikuti langkah Kak Titien dan Kak Ryno yang duluan jalan didepan. Malam ini cukup rame… padahal bukan malam minggu. Aku gak tahan, begitu tiba langsung menarik Shaun melantai… Eh bukan cuma Shaun, Kak Ryno juga disuruh berjaga-jaga disampingku.


Setelah beberapa gelas minuman yang aku konsumsi, aku merasa udah agak mabuk. Tapi Shaun dan Ryno masih terus menjaga aku… Mungkin sekali Kak Ryno sudah bilang ke Kak Titien soal aku digrepe-grepe waktu dugem di New York.


Aku gak perduli lagi… rasanya tubuh ini bisa lepas dengan menari. Sekarang bukan lagi mereka berdua, tapi tinggal Shaun… mereka kini bergantian menjagaku karena sudah capek. Aku gak perduli lagi.


Aku malah makin panas… mungkin karena minuman. Gerakanku makin seksi, terus menggoda Shaun. Cowok itu sampai panas dingin menatapku… hehehe.


“Aduh… ahhhhhh!” Aku terjatuh…


“Eh, kenapa Deya?” Tiba-tiba aja Kak Ryno sudah disampingku. Ternyata walau duduk, ia terus memperhatikannku.


Shaun dan Ryno memapahku menuju ke meja tempat Kak Titien berada. Ternyata ada beberapa cowok menggoda dia untuk melantai. Tentu saja ia tak mau… gak tanggung-tanggung. Kak Titien menolak sambil memperlihatkan cincin kawin.


“Kenapa Deya?”


“Sepatu… sepatu aku patah!” Aku hanya bisa mempersalahkan diri sendiri. Udah tahu mau datang dugem, pake hak tinggi. Lagi.


Kak Titien hanya tertawa dan meminjamkan sepatunya… ia mencoba untuk memperbaiki sepatuku.


“Eh, mana sepatuku?” Aku tanya ke Shaun.


“Yah, aku sudah buang… sana!”


“Terus aku pake apa pulang?” Aku kaget.


-----


“Dickhead… gantian dong!” Ryno memohon.


Yeah, dari tadi ia menggendong aku yang terus merengek karena gak ada sepatu. Kak Titien hanya tertawa melihat kemanjaanku.


“Deya naik di sini aja!” Shaun menyuruhku naik ke punggungnya dan duduk disitu, berpegangan di kepala. Agak sukar juga karena aku pake rok lebar… waktu percobaan pertama kepala Shaun masuk utuh ke dalam rok ku.


“Eh, aku gak bisa melihat…” Shaun protes.


“Eh… jangan macam-macam…!” Aku malu sekali. Terasa geli di selangkangan.


Kak Ryno dan Kak Titien hanya tertawa.


“Asal jangan kencing, yah!” Kak Ryno mengejek… mereka tertawa.


“Jadi ingat Naya dulu…” Kak Titien ikutan. “Eh, Shaun… kenapa?”


Kak Titien melihat perubahan air muka Shaun waktu disinggung soal Naya. Aku baru ingat kalo nama pacar Shaun yang baru putus itu Naya.


Akhirnya sepanjang jalan kami terus diam.


Agaknya bukan hanya aku yang patah hati… Shaun mungkin aja lebih parah dari aku.


-----


“Titien…!” Kak Ryno memanggil istrinya. Ia baru saja selesai mandi, sedangkan Titien sementara bercakap-cakap dengan aku dan Shaun.


“Eh, kenapa Say!” Kak Titien menyahut…


“Tolong dong pijit… tubuhku kecapean, baru abis angkat bayi gede…!” Kak Ryno pasti menyentil kemanjaanku tadi.


“Eh… masak kalo ngentot sama Kak Titien bisa tahan berjam-jam gak capek, gendong cewek dikit udah cape!” Aku langsung complain.


“Ihhh… Lita!” Kak Titien jadi merah.


“Ala… gak usah malu Kak, biasa juga teriak minta sampe lima ronde…!” Aku meledeknya.


Shaun yang mendengar kami hanya tertawa-tawa melihat aku meledek kakak sepupuku. Ryno memberi isyarat kalo aku sudah mabuk…


“Eh, gini Tien… kalo Romeo udah cape, nanti aku ganti aja?” Kata Shaun memanfaatkan situasi.


“Huuuu… dasar!”


“Kak, mau aku pijit? Aku bobo dengan Kak Ryno berdua aja yah malam ini!” Aku menggoda mereka lagi sambil berjalan menuju kamar.


“Eh terus aku?” Kak Titien kaget.


“Di kamar sebelah, temani Shaun” Aku langsung tutup pintu.


“Eh Deya….” Kak Titien mengetuk dari luar…


“Jangan dong…”


“Deya...”


“Hahaha… bercanda Kak, siapa suruh dipanggil gak mau…” Aku membuka pintu dan keluar, membiarkan Kak Titien masuk.


“Kamu nakal banget, ihh!”


Aku hanya tertawa.


“Eh, Tien, gak jadi?” Shaun memanggil dari belakang. Cowok itu lagi membuka bajunya…


“Hahaha… Kak Titien… Dickhead sudah mau banget!”


“Ihhhh… dasar Dickhead!”


“Aku sudah siap nih…!” Shaun menurunkan boxernya…


“Aahhhhh!” Cepat-cepat kami masuk kamar melarikan diri.


“Hahaha…!” Aku ketawa kuat-kuat. Lucu sekali…


“Eh, kenapa kalian?” Ryno bertanya kepada istrinya.


“Dikejar ular putih…”


——


“Deya… bangun, cepat mandi. Kita hampir terlambat…” Kak Titien membangunkan aku tepat jam 7 pagi.


Cepat-cepat aku mandi dan berdandan.


“Kenapa sih Kak, pagi-pagi sekali?”


“Soalnya ada tamu… kamu temui di luar yah!” Kak Titien kini menuju kamar mandi. Eh, kirain aku yang terakhir siap-siap.


Segera aku pergi ke ruang tamu dan melihat seorang pria duduk memunggungiku. Aku langsung duduk di depannya.


“Deya… kamu cantik lho pagi ini!” Salam yang aneh…


“Kenapa kamu kesini?” Aku merasa kurang senang… itu Rivaldo.


“Aku mau ngomong… aku mencintaimu, Deyara…”


“Kamu mencintaiku tapi tunangan dengan cewek lain!”


“Maaf sayang… aku gak bisa menolak!”


“Kenapa?”


“Aku sudah janji ke ayah!”


“Dan tega meninggalkanku…”


“Deya…”


“Ada lagi yang kamu mau bilang?”


“Aku melakukan ini karena kamu… aku tak mau kamu diremehkan, jadi permainan…!”


“Sudah…?”


“Aku… eh… maaf!” Rivo tertunduk.


“Kalo gitu silakan keluar…”


“Tapi sayang…”


“Aku gak mau dengar”


“Deya…!”


“Please jangan buat aku stress lagi hari ini, aku mau enjoy!” Aku langsung berdiri dan masuk ke kamarku.


Tak lama kemudian Kak Titien ikutan masuk menemaniku. Ia bilang kalo Rivaldo sudah keluar…

“Kamu sedih sayang?”


Aku hanya menggeleng, gak tahu mau bilang apa lagi.


“Dia pernah janji ke kamu?”


Aku menggelengkan kepala.


Kak Titien memelukku dan aku kembali menangis dalam dekapannya…


“Udah Deya… cepat turun makan. Aku akan membuat kamu melupakannya hari ini.” Kak Titien tersenyum.


“Kita kemana?”


“The happiest place on earth” Kak Titien tersenyum seakan menyatakan kalo itu surprise. Aku jadi bertanya-tanya.


Tepat ketika kami hendak keluar kamar, tiba-tiba Shaun masuk. Ia hanya mengenakan handuk, kayaknya baru selesai mandi.


“Eh, Virgin. Aku penasaran…”


“Masih penasaran sama Kak Titien?” Aku menggodanya.


“Mau tanya tadi malam berapa skor-nya!” Pagi-pagi cowok ini udah mesum.


“Hahaha…!” Titien hanya tertawa.


“Wekkk, Kak Titien gak jadi tidur sama kamu.” Aku mencibirnya.


“Yah payah dong, kok kamu gak bantu aku!” Shaun juga tertawa.


“Wekkk, kamu mesum sih!” Aku meladeninya.


“Kan kita berdua lagi patah hati jadi butuh dihibur, kamu dgn Romeo, aku dengan Titien. Fair kan!” Shaun mengharap.


“Ihhhh mesum...” Aku mengeluarkan lidah.


“Awas kamu yah, kalo aku dapat...” Shaun mencoba memegangku, tapi aku menjauh.


“Kamu mau buat apa, emang?” Aku menantangnya.


“Kamu buat kau ketagihan kontolku”


“Hehehe, in your dream Dickhead, in your dream…”


“Hah… ini anak udah berani main-main dengan Dickhead!” Kak Titien menimpali, mengejekku.


Kami tertawa.


‘Eh… benar juga. Kok aku mulai ngomong jorok sama Shaun’ Aku berpikir… ‘Persis kek Kak Titien dulu!’


“Hahaha, dasar! Biasa kak, orang patah hati suka ngelantur… persis kayak Dickhead” Aku hanya tertawa.


“Eh, tunggu… Dickhead juga patah hati?” Titien kaget, kayaknya ia gak tahu.


“Nanti aku cerita, kak!”


—-


Setelah keluar dari hotel kami menunggu mobil yang akan membawa kami. Aku terkejut ketika Kak Titien menarik aku naik ke sebuah bis kecil yang bisa muat 25 orang.


“Kak, kita naik bis?” Aku bertanya penasaran.


“Iya, ada mau singgah orang…” Kak Titien menjawab, sambil mengajakku duduk di depan. Shaun dan Romeo pun duduk di belakan kami.


“Siapa kak?”


“Lihat aja, mungkin ada yang kamu kenal.” Misterius banget. Apa artis lain teman-teman Kak Ryno?


Tak lama kemudian mobil mulai bergerak, menuju pusat kota Los Angeles. Aku ingat, ini jalan Wilshire…


Tak lama kemudian bis berhenti di depan sebuah gedung. Aku melihat bendera merah putih dan langsung tahu kalo ini dimana. Pintu bis terbuka…


“Deya!” Seorang gadis cantik yang baru naik langsung menyapaku…


“Sari?” Aku kaget bercampur senang melihatnya.


Kami segera cipika dan cipiki, dan Sari ikutan duduk di bangku baris depan, tepatnya di belakang sopir.


Ternyata bukan hanya Sari, semua gadis-gadis yang menjadi korban gang Dinah naik ke mobil satu per satu.


Setiap kali melewati Kak Titien dan aku mereka menjabat tangan kami, sambil bilang terima kasih.


“Deya, maaf yah…” Beberapa dari mereka datang kepadaku.


“Eh, kenapa?”


“Sari baru cerita soal kamu yang bongkar kejahatan Dinah di Manado. Ternyata kamu yang membuat Dinah dipenjara di Manado. Tapi kami sudah termakan gossip bilang kalo kamu juga korban. Kamu justru pahlawan, lho…”


Mereka menyalami tanganku sekali lagi. Kak Titien tersenyum mendengarnya.


Aku menjadi agak lega, satu per satu beban yang membuat aku meninggalkan Manado mulai terungkap.


Setelah menjabat tangan aku dan Kak Titien, mereka juga menjabat tangan Ryno. Malah ada beberapa yang minta selfie dengan Ryno. Pastilah mereka kenal kepada pemusik idola yang menikahi alumni kebanggakan kampus.


Kami hanya tertawa melihat mereka berebutan perhatian Kak Ryno.


“Kak Titien, Deya…!” Devi yang terakhir naik.


Aku dan Titien menyalami gadis itu…


“Devi, wah kamu makin cantik aja!” kata Ryno.


Mereka bukan hanya bersalaman, tapi pake peluk dan cium segala.


“Cie-cie” Terdengar kawan-kawannya mengejek Devi. Mereka tadi sempat kaget mendengar kalo Romeo mengenai namanya.


“Eh, perlu kalian tahu lho Romeo itu sempat jadi cowok ku! Kalo gak percaya tanya aja ke kak Titien” Devi sempat-sempatnya menyombongkan hubungannya dengan Ryno dulu.


Aku bertanya-tanya tapi Kak Titien hanya tersenyum.


“Oh yah aku ingat, kamu sempat striping di depan Ryno tapi dia cuek, malah lari ke Titien” Celetuk Shaun membuat Devi merah karena malu.


“Huh beneran?” Aku jadi kaget.


“Hahaha... soalnya Ryno lari-lari bawa bajunya... terpaksa Devi muncul tutup pake daun pisang!” Shaun menjelaskan kejadiannya… membuat


“Hiiii… awas kamu, Dickhead!” Devi menapok kepala Shaun.


Aku ikutan tertawa melihat Shaun mempermalukan gadis berdarah Korea itu. Tampaknya ia sudah akrab dengan Shaun juga.


“Dasar! Cowok pengecut, masak kemarin lihat Naya sama cowok lain, ia lari sembunyi cuma intip dari jauh?” Devi membalas.


Aku terkejut, ternyata Devi tahu banyak.


“Ehh, Naya ada di sini?” Kak Titien berseru kaget...


—-


Ketika bis mulai jalan, Kak Titien berdiri di depan dan memperkenalkan Ryno dan Shaun alias Dick kepada mereka semua. Mereka kaget baru tahu kalo Shaun itu yang menyamar menjadi Dick di Studio.


Kak Titien juga menjelaskan tentang sahabatnya, Janus alias Edo yg sudah duluan ke New York. Ia juga turut andil dalam pembebasan mereka.

Kemudian Kak Titien bercerita soal uang di account Bren yang ia temukan. Ia sengaja transfer uang itu supaya dapat dibagi ke antara mereka. Titien suka paling tidak mereka semua memiliki uang untuk bawa pulang ke Manado.


Kak Titien mengeluarkan sebuah tas, yang ternyata berisi uang kas. Dan ia mulai membagi-bagi diantara mereka… semuanya tersenyum dan bersyukur atas kebaikan gadis itu.


“Makasih Kak Tien… Makasih Deya… kalo tidak ada kalian, entah bagaimana nasib kami!” Mereka sangat terharu… bahkan ada yang mulai mengeluarkan air mata.


“Makasih Deya, aku tahu hanya kalian yang bisa menyelamatkan kami…!” Kata Sari. Aku ingat semuanya dimulai dari emai Sari.


Tak lama kemudian bis berhenti lagi. Aku bingung ada apa…


“Eh tunggu, ada surprise buat kalian semua… ada lagi satu orang yang akan aku perkenalkan yang juga menemani kita seharian…!”


Kak Titien tersenyum sambil membuka pintu depan.


Seorang cowok bule yang ganteng dengan pakaian yang gaul naik ke atas… gayanya benar seperti artis… wah keren banget cowok ini.


Aku menatapnya kaget… aku mengenalnya…


“Deyara… senang bertemu kembali!” Cowok itu merangkulku. Kami saling cipika-cipiki walaupun aku masih kaget dan belum bisa berkata-kata.


“Astaga… Justin Bieber?” Cewek-cewek pada ribut.


Yah, dengan segera artis idola itu harus melayani cewek-cewek yang minta foto…


“Wah, hebat sekali kamu Deya, bisa berteman dengan artis top!” Sari menegurku.


“Iya, lewat deh Aldo…” Ada juga yang menggodaku.


“Keren Deya…”


Aku gak tahu bilang apa. Aku hanya tersenyum… Mereka pikir aku ada apa-apanya dengan penyanyi itu.


“Semuanya pada tenang… ayo, Justien akan menemani kita seharian di Disneyland…” Kak Titien akhirnya mengatur mereka supaya tertib.


‘Indeed… we are going to the happiest place on earth.’


—-


Hari ini sangat luar biasa… kami bercanda dan tertawa. Kak Titien benar, ia membuatku melupakan Rivaldo hari ini. Aku nanti ingat namanya ketika aku membuka hape… ternyata ada banyak miscall dari buaya darat itu… Ia malah kasih beberapa pesan ke mailbox.


“Deya… aku akan menjelaskan semuanya… tolong dengarkan aku!”


“Deya, aku akan berterus terang kenapa aku menerima perjodohan, tapi aku mau kamu dengar!”


“Deya… sudah kubilang aku tidak mau kamu menderita…!”


“Deya, dengar dulu dong sayang!”


Aku menghapus semua rekaman suaranya. Aku harus melupakan dia dan move on.

Aku membuka setingan HP, dan menekan nomornya pada block list.


“Good bye, Aldo…”


Kak Titien melihatku dan tersenyum. Aku mendekat…


“Makasih kak…”


Kak Titien hanya tersenyum dan membelai rambutku.


----


Kak mau kemana?


Aku mau ngomong dengan Shaun… kayaknya ia juga stress…


Ia kak, Shaun butuh teman…


Kak Titien hanya mengangguk. Aku sempat melihat keduanya duduk di sofa dan ngomong. Aku membiarkan mereka, dan mulai jalan keluar hotel. Mungkin aku butuh waktu menyendiri, dan pantai yang sunyi dan gelap menjadi pilihanku.


-----


“Kring… kring.”


“Kak Tien, ada apa?”


“Ada orang cari kamu, gadis cantik…! Katanya mau ngomong dengan kamu…” Kak Titien menjelaskan.


“Eh, siapa?”


“Keia… Sahabatmu?”


Aku hanya diam, agak bingung sih. ‘Ada apa dia mencariku?’


“Lita, masih situ?”


“Iya kak… Keia mau ngomong apa?”


“Aku gak tahu. Apa ia temanmu?”


“Eh, gak…” Gak mungkin kan aku bilang ia sainganku.

“Kamu di mana?”


“Di pantai. Suruh aja dia datang kesini…”


“Oke…!”


Aku makin bingung, kok bisa Keia mencariku. Kayaknya ada sesuatu… mungkin Melania ato Doni tahu.


Aku segera telpon Nia, sudah lama gak ada kabar, kali aja dia tahu sesuatu.


“Halo?”


----


Aku makin bingung… Kak Doni ada sama-sama dengan Nia? Wah, pasti ada apa-apanya. Herannya lagi ternyata mereka udah dekat dengan Keia.


Aneh sekali…


Kak Doni sarankan aku mendengarkan apa kata Keia, menurutnya gadis itu tahu sesuatu yang ditutupi Rivo dengan rapat. Ia gak mau orang lain tahu.


Tapi Nia justru bilang jangan percaya apa yang dikatakan Keia…


“Dengar baik-baik Yarra… Keia itu suka membual. Jangan dengar apa dia bilang yah!” Suara Nia kembali bergema. Suara gadis itu malah terdengar agak desperate… bikin penasaran aja.


Mau jujur, aku gak perduli dengan Keia. Aku justru gak mau dengar apa-apa soal Rivo, dia cuma bikin tambah stress aja.


Aku berjalan kembali ke hotel melalui jalan pintas, lorong yang sepi… menurut Shaun, banyak anak geng di sini. Untung gak ada yang mengganggu aku selama ini. Apa Keia lewat sini juga.. bahaya…


“Tolong… ahhhh…!” Suara seorang gadis.


Aku terkejut, yah! Didepan ku aku melihat dari kejauhan seorang gadis sementara dihadang oleh empat ato lima orang cowok. Tentu saja gadis itu bukan lawan mereka, dengan segera mereka menangkapnya…


‘Astaga… mereka hendak memperkosanya!’


Aku berlari mendekat, jelas kelihatan tangan dan kaki gadis itu dipegang dan direntangkan, sementara itu pakaiannya dirobek-robek.


“Tolonggg… tolong aku!” Gadis itu berteriak sekuat tenaga.


Kali ini dia sudah dibaringkan diatas tanah, dan seorang cowok mulai mempermainkan bagian-bagian vitalnya…


“Ahhhhhh… jangan… aku masih perawan!”


Itu suara Keia.


“Bertahan terus Keia, aku datang…!”


Keia menatapku… “Ahhhhhhhh…..” ia berteriak.


“Deya… pergi, jangan kemari… nanti kamu ikutan jadi korbaannn!” Keia nampak sudah pasrah… ia gak lagi melawan.


“Bruk…!” Aku langsung menghantam orang terdekat.


“Eh, lihat ada temannya… gak kalah cantik lagi!” Beberapa preman kini berbalik menghadapiku. Aku dikeroyok tiga orang, sementara dua lainnya masih terus menikmati tubuh Keia.


“Buk buk buk!” Kami saling bertukar pukulan dan tendangan.


Aku tercekat, melihat pimpinan mereka yang berkulit hitam sudah membuka bajunya… ihhh, besar sekali. Ngeri. Bahaya juga kalo aku kalah… bisa-bisa aku diperkosa juga dengan kontol sebesar itu.


“Buk buk buk!” Tendanganku akhirnya masuk juga dan merubuhkan salah satu dari mereka. Akhirnya pimpinan mereka bergabung mengeroyokku.


Aku mulai melawan kelima orang itu, ternyata mereka jago berkelahi. Terutama pimpinannya. Badannya kuat sekali, walaupun beberapa pukulan dan tendanganku masuk mereka seakan tidak merasakannya.


“Hahaha… beruntung sekali kita, bukan cuma dapat satu gadis cantik, tapi dua. Pasti malam ini bisa pesta besar!”


“Boss, kayaknya yang ini juga masih perawan…!”


“Wah mujur benar kita yah!”


Aku harus berhati-hati, sekali saja tangan atau kakiku dapat ditangkap oleh salah satu dari mereka, akibatnya fatal.


“Bukk.. bukkk!” Tendangan melingkarku memakan korban, tapi ia berdiri kembali.


“Astaga, aku harus bagaimana?”


“Deya, sudah kubilang… lari aja, gak usah menghiraukanku…!” Keia gak mau aku jadi korban.


“Ahhhh…!” Aku terkena pukulan, kakiku dipegang salah seorang cowok.


Astaga!


——


POV Author


“Kak Edo?”


“Darla?”


“Eh, masuk…!” Pipi gadis itu kelihatan merah merona. Ia nampak segar membuat cowok yang ada didepannya menatapnya terpesona.


Darla masih kelihatan bingung… gak tahu mau bilang apa… orang dan dimimpi-mimpikan selama ini tiba-tiba berdiri didepannya. Untung ia masih sempat mengundang Edo masuk.


“Kenapa kamu ke sini?” Darla masih setengah percaya.


“Aku datang mencarimu sayang?”


“Eh?” Darla kaget sekali.


Dan wajah yang terpaku setengah melongo itu hanya bisa memandang cowok itu. Darla masih terkesiap…


“Duh, kamu cantik sekali kalo lagi tegang gini!” Edo menggodanya.


“Eh.. iya…!”


“Hey, kalo begong gitu terus, aku cium…!” Edo tertawa melihat kegugupan cewek itu.


Darla menutup matanya… Edo langsung tahu.


“Hhhhahhhhhh… smoshhhhh!” Keduanya larut dalam ciuman yang panjang.


Darla terus menutup mata… ia gak lagi memperdulikan apa yang terjadi, ia telah menemukan sosok yang selalu dirindukannya.


“Heh.. Kak Edo? Nakal…!” Darla tersenyum.


Ia baru sadar kalo bajunya udah dibuka, ia telah ditelanjangi di ruang tamu.


“Kenapa? Kamu marah?” Kata Edo agak tertahan ketika membuka bajunya sendiri.


“Tutup pintu dulu…!” Kata Darla sambil tersenyum malu…


----


Hari sudah pagi… matahari sudah terang sejak dua jam lalu, tapi Darla tidak perduli. Ia masih tertidur… wajahnya membayang kebahagiaan sejati, suatu kepuasan yang seutuhnya dari wanita yang dicintai. Selama ini ia dahaga merindukan suatu hubungan dengan pria yang dicintainya.


Selama ini ia telah mengalami pahit manisnya hubungan seks… tapi tak ada yang seindah cinta sejati.


Dan tadi malam Edo hadir mengisi kekosongan yang selama ini ditinggalkan. Darla benar-benar puas… bukan hanya secara seksual, tapi puas dalam emosi. Dapat dikatakan, Darla bahagia…


Dia tersenyum melihat Edo yang masih terbaring disampingnya. Pasti ngantuk setelah tadi malam bertempur sampai kelelahan… tak capek-capeknya pria itu mengisinya… menyentuh bagian-bagian yang terdalam.


Darla bangun dan segera menuju dapur, kebiasaan nya selama ini. Ia selalu siap, siapa tahu hari ini Kak Ryno atau Kak Titien pulang.


“Ting tong…!”


“Eh, ada tamu yah! Siapa?” Darla bertanya melalui intercom.


“Aku teman Titien dan Ryno!” Suara pria yang tak dikenal memencet bel di pagar.


“Oh, oke… tunggu sebentar!” Diana mengencet tombol pagar.


Tak lama kemudian orang itu sudah berada didepan rumah, ada dua orang cowok. Kelihatan dari Indonesia… Sayang tak ada yang dia kenal… tampangnya seram-seram lagi.


‘Ah… paling tidak kini aku punya teman bicara!’ Kata Darla dalam hati.


Awalnya Darla bicara pelan-pelan dengan mereka, mereka bertanya kapan Titien atau Ryno ada di rumah. Kayaknya ada urusan penting.


Tetapi ketika orang ketika keluar dari mobil, Darla tercekat. Ia mengenal orang itu… Yah, gak salah lagi…


“Ahhhhh… kamu!” Sayang sekali ia terlambat menutup pintu, kedua cowok tadi sudah memegang pintu duluan.


“Hai, sayang… masih ingat orang yang memperkosamu?”


Darla makin pucat! Ingin rasanya ia berteriak supaya Edo bangun, tapi ia takut jangan Edo ikutan jadi korban.


“Gak usah pura-pura lagi, kamu menikmatinya, kan?”


-----



Bersambung
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Mantap banget ceritanya gan, salah satu cerita terbaik :baca::alamak: panaaassss....
 
Wahh baru baca ceritanya mantap suhu keren...

Seru banget n hot, membuatku penasaran antara shaun & titien haha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd