Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Challenge 2] Mawar ke 13

Enyas

Tukang Semprot
UG-FR+
Daftar
6 Jun 2012
Post
1.141
Like diterima
584
Bimabet
13 Februari 2015

Akhirnya datang juga tanggal ini. Mohon ijin untuk merilis cerita ala kadarnya ya? Seperti biasa, kesamaan nama, karakter, alur dan setting hanya sebuah kebetulan yang anggap saja tidak disengaja. Terima kasih :ampun:




Kita seringkali mencari sebuah cinta sejati...

Cinta sejati yang ideal bagi keegoisan pribadi kita sendiri...

Begitulah aku... Ya... Aku.

Aku telah melihat arti sebenarnya dari peribahasa :

Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan terlihat.
 
Terakhir diubah:
Aku menatap dua gadis kembarku yang masih berumur dua bulan. Mereka tampak tertidur lelap, entah apakah bayi seumuran mereka sudah mengalami yang namanya mimpi. Kalaupun iya, aku sama sekali tidak mengingat mimpi apa yang menghiasi tidurku ketika aku seumuran mereka.

Kupandangi raut wajah Ermi dan Tasya, dua gadis kembarku, ada kelembutan yang tergambar dalam raut tidur keduanya. Kelembutan yang terasa benar-benar nyata. Suamiku memanggil mereka dengan sebutan bidadari, sebuah sebutan yang menggambarkan betapa ia sangat menyayangi kedua gadis yang telah keluar dari rahimku ini.

Benarkah ia menyayangi mereka?

Entahlah, aku tidak pernah mengetahui pasti isi hati Dion, suamiku, ia selalu bersikap lembut, ramah dan baik kepadaku juga kepada kedua putri kembarku. Setiap tutur katanya, setiap gerak tubuhnya, menunjukkan betapa ia menyayangi kami. Setiap ia tiba di apartemen tempat kami tinggal, sepulang dari jam kerjanya yang cukup menyita waktu, ia selalu membawa sesuatu, roti isi dan puding kesukaanku, serta beberapa perlengkapan bayi yang cantik. Dia benar-benar suami yang mengesankan.

Tapi benarkah ia menyayangi mereka?

Aku tak pernah melihat alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban lain selain 'Ya! Dia menyayangi mereka'. Namun sekali lagi, ada sebuah alasan yang membuatku kerap kali mempertanyakan kebaikan dan kelembutan yang ditunjukkan olehnya. Sejak awal kami berkenalan, ia adalah pria yang tidak segan-segan menunjukkan keromantisannya. Ia melambangkan diriku sebagai mawar merah muda, indah, segar, namun berbeda dan tak biasa. Sebuah lambang yang membuat perasaanku melambung tinggi.

Dan mawar merah muda itu yang senantiasa ia berikan padaku, saat pertama kali kami berlibur ke luar kota, saat ulang tahunku, saat aku jatuh sakit, saat aku sedang dalam keadaan bad mood atau saat aku merasa jengkel akan sikapnya yang kadang terkesan lebay.

Dion adalah pria pertama yang menjawab tantanganku untuk meminta restu secara langsung kepada orang tuaku. Dia menjawabnya dengan datang dan terang-terangan menyatakan niatnya menjalin masa depan bersamaku. Aku selalu merasa geli saat mengingat bagaimana jari-jarinya tampak bergetar menahan ketegangan, meski begitu, nada suara beratnya masih terdengar tenang dan pasti. Mungkin itulah yang membuat orang tuaku lantas menyambut baik niatnya.

Dan hati adalah sesuatu yang tidak dapat dibohongi, tidak juga dapat dikendalikan. Aku mengambil jalan yang berbeda, jalan yang menurutku lebih baik dari jalan yang ditawarkannya. Jalan yang menghantarkanku pada kisah ini.

*_*_*


Mawar Ke 13

"Threesome?" dahiku mengernyit mendengar permintaan Mas Rama, kekasihku. "Kau mau aku disetubuhi laki-laki lain?" ujarku sedikit kesal dengan apa yang disampaikan olehnya.

"Ya, kan tidak harus laki-laki, sayang, menambah satu cewek juga nggak apa-apa kok," jawab Mas Rama lembut, ekspresi wajahnya menunjukkan seolah ia baru saja mengucapkan hal yang biasa-biasa saja.

"Aku nggak mau kamu ML dengan cewek lain. Apa kamu pikir aku bakal rela?" Aku membalikkan badan memunggunginya yang tengah berbaring tepat di sebelahku.

Mas Rama menggeser badannya, tangannya menyentuh pundakku yang tidak tertutup selimut.

"Bukan begitu, sayang...," ujarnya lembut. Kurasakan kecupan di pundakku beberapa detik kemudian. "Coba pikir, kita sudah pernah mencoba beberapa variasi sebelumnya, kan? Bondage, Anal, Drive Sex, awalnya juga kamu menolaknya kan?"

"Ini beda, Mas, kita bicara soal orang lain melihat tubuh telanjangku dan bahkan mencampuri tubuhku."

"Mas pikir kamu akan menyukainya, bukankah pacarku satu ini penuh petualangan?" Rama masih saja mencoba meyakinkanku. "Sama seperti bondage, akhirnya kamu menikmatinya kan?"

Aku tidak menjawab. Harus diakui awalnya memang aku melihat bondage sebagai penyimpangan yang aneh dan tidak logis. Namun saat aku memutuskan untuk mencobanya. Ternyata itu terasa sangat luar biasa, gerak tubuh yang terbatas saat mendekati kenikmatan puncak itu membuat orgasme yang aku rasakan serasa meledak penuh. Jujur, mengingat hal itu saja sudah membuatku sangat terangsang, sebuah pengalaman yang tak terlupakan.

"Nghhh...," lenguhanku terlepas begitu saja, entah kapan Rama menggerakkan jari jemarinya hingga menyentuh bagian kewanitaanku, jari-jari itu bergerak-gerak lembut, memijat-mijat bibir kewanitaanku. Tubuhku sedikit menggeliat setiap jari nakalnya itu menyentuh klitorisku.

"Basah...," bisik Rama di telingaku. "Kamu terangsang membayangkan threesome ya?"

Alih-alih menjawab, aku memejamkan mata untuk menikmati permainan jarinya di liang kenikmatanku. Rama memang paling mengenal tubuhku, kepadanya kuserahkan kegadisanku, bersamanya kulalui berbagai variasi-variasi seks yang mengasyikkan hingga suatu hari ia berkunjung ke rumahku dan kedua orang tuaku menolaknya mentah-mentah.

"Jadi? Kita coba threesome?" Rama masih saja terus membujukku.

"Emmhh...," aku melenguh tertahan saat jari tengahnya menekan masuk ke dalam liang senggamaku. Rama menggerakkan jari tengahnya keluar-masuk, dan itu sungguh nikmat.

"Ahh... ak... aku nggak mau cowok lain menyentuhku," aku tetap bersikeras, meski tubuhku menggeliat akibat permainan jarinya. Tanganku menahan tangannya dan menariknya menjauh dari kewanitaanku. Aku lantas berbalik menghadap ke arahnya.

"Aku nggak mau," tegasku.

"Bagaimana kalau cowok lain itu hanya melihat saja?" Rama mengajukan tawaran lain. "Ayolah...."

Aku menatap wajah pria yang sudah tiga tahun menjalin hubungan denganku ini. Memang hubungan kami sempat berakhir karena ketidak-setujuan orang tuaku. Saat itu selama hampir delapan bulan kami berpisah. Saat itulah ada laki-laki lain yang sempat menjalin hubungan khusus denganku, laki-laki itu bernama Dion.

"Tidak," jawabku. "Aku tidak ingin ada cowok lain yang melihat tubuh telanjangku."

"Oke, begini saja...," Rama rupanya masih belum menyerah. "Dia tidak akan melihat langsung."

"Maksudmu? Video? Foto? Aku nggak mau!"

"Bukan begitu sayang," Rama menggerakkan tangannya meremas payudaraku. "Dia akan ada di sana, di kamar yang sama dengan kita, tapi kita melakukannya di balik kelambu, jadi dia hanya akan dapat melihat siluet tubuhmu saja. Bagaimana?"

Aku kembali diam, mencoba membayangkan dan memikirkan usul yang diberikan oleh kekasihku ini. Jujur saja, sisi lain benakku mengatakan itu kederangannya menarik.

"Baiklah, tapi hanya dari balik kelambu saja, tidak lebih," ujarku menegaskan.

"You are the best Sweety," ujarnya seraya mengecup keningku, menyibak selimut yang menutupi tubuh telanjangku dan beranjak naik ke atas tubuhku.

*_*_*​

"Siap berangkat?" Mas Rama melangkah masuk ke dalam kamar kostku.

"Siap!" jawabku sambil mengangkat ranselku.

"Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu untukmu," Mas Rama mendekatiku sembari tersenyum. Aku baru menyadari bahwa ia menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya. "Bukankah selama ini kamu sering meminta ini?" Rama menyodorkan setangkai bunga mawar merah muda ke arahku.

Aku tak mampu menyembunyikan perasaan senangku, sejak awal kami memutuskan untuk kembali menjalin hubungan, aku memang memintanya membawakan setangkai mawar merah muda. Mantan kekasihku, Mas Dion sering memberiku bunga tersebut. Mas Dion bahkan membelikan vas kecil berbahan kristal yang cantik sebagai tempat menyimpan bunga-bunga pemberiannya. Sejak hubungan kami berakhir, ia tidak pernah lagi menghubungiku, tidak... bukan ia yang tidak lagi menghubungiku, namun akulah yang dengan sengaja menghindar darinya.

Kuterima mawar itu dengan senang hati dan kuletakkan ke dalam vas bunga pemberian Mas Dion. Untung saja kekasihku saat ini, Mas Rama, tidak pernah menanyakan asal-usul vas cantik tersebut. Mas Rama tipikal pencemburu yang tidak akan membiarkan aku menyimpan barang-barang pemberian laki-laki lain selain dirinya.

"Jangan terlalu banyak barang," Mas Rama mengingatkan, "Kita cuma camping di Bromo, bukannya hiking."

"Iya Mas sayaaang," ujarku manja sambil menggamit tangannya.

Kami berencana menghabiskan libur akhir pekan ini di kawasan Bromo, salah satu tempat kenangan kami berdua. Di tempat itulah untuk pertama kalinya aku menerima pernyataan cinta dari Mas Rama. Setiap setahun sekali, di hari jadi kami, kami selalu pergi dan mendirikan tenda di sana. Dan akhir pekan ini, 13 Februari, adalah hari jadi kami.

Di tahun pertama kami merayakan hari jadi, aku hanya pergi berdua dengan Mas Rama. Tapi di ketiga tahun berikutnya berbeda, aku yang sudah cukup akrab dengan teman-teman Mas Rama pergi ke Bromo beramai-ramai. Mas Aldo dan Mas Sanusi adalah teman-teman Mas Rama. Biasanya aku adalah satu-satunya gadis di rombongan kami, awalnya risih, namun akhirnya terbiasa, mereka pria-pria baik yang selalu melindungiku. Serasa menjadi tuan putri diantara para ksatria penjaganya, hihihi.

Tadinya aku berpikir tidak akan bisa merayakan hari jadi kelima kami, seperti yang kubilang sebelumnya, hubunganku dan Mas Rama sempat kandas, beberapa hari setelah hubungan kami berakhir, aku menjalin hubungan dengan Mas Dion, seorang pembimbing di tempatku melaksanakan Kerja Praktek. Pria yang humoris, pintar dan satu lagi, ia romantis, dua belas tangkai mawar merah muda yang telah diberikannya kepadaku saat aku merasa sedih, senang, atau sakit adalah wujud nyata keromantisannya. Mengapa aku meninggalkan pria yang kedengarannya sempurna itu? Karena bersamanya terasa hambar, boring, datar-datar saja. Mas Dion adalah tipikal orang yang jujur dan terbuka, ia akan dengan senang hati mengutarakan pandangan, berbagi pikiran dan bahkan berusaha menyeimbangkan diri dengan apa yang aku inginkan. Bukankah itu yang diinginkan seorang wanita? Mungkin 'ya' tapi rasanya aku membutuhkan sebuah 'drama' dan petualangan. Sesuatu yang tidak bisa kudapatkan dari Mas Dion.

"Cepat sedikit, sayang. Yang lain udah nungguin tuh," ucapan Mas Rama membuyarkan lamunan sejenakku. Aku lantas berbalik ke arah Mas Rama, dan saat itulah tanpa sengaja ranselku menyenggol vas bunga yang baru saja kuisi dengan setangkai mawar merah muda pemberian Mas Rama. Aku benar-benar tidak menyadarinya sebelum vas kristal cantik itu membentur lantai keramik kamarku.

Prangg!

Spontan aku menoleh, dan menemukan vas kristal itu pecah menjadi tiga bagian, aneh... suara pecahnya vas kristal itu lebih nyaring dari seharusnya.

"Sudahlah nanti saja dibersihkannya, kita sudah terlambat nih."

Mas Rama meraih tanganku dan menarikku keluar dari kamarku tanpa memberiku kesempatan untuk mengucapkan sepatah katapun.

*_*_*​

"Terlalu manis... untuk dilupakan... kenangan yang indah bersamamu...,"

Mas Rama merangkulku mesra saat kami berdua menyanyikan lagu 'Terlalu Indah' dari Slank. Mas Aldo tampak lihai memainkan gitarnya, sedang Mas Sanusi hanya sesekali ikut bernyanyi di sela-sela kegiatannya menjaga agar api unggun tetap menyala. Aku menyandarkan kepalaku ke pundak Mas Rama. Dengan lembut Mas Rama membelai kepalaku yang terbalut kain kerudung, sebuah belaian yang terasa sangat menyenangkan bagiku.

"Masuk yuk?" Bisik Mas Rama padaku. Aku mengerti apa yang diinginkan oleh kekasihku ini, ia mengajakku masuk ke dalam tenda untuk bermesraan sebelum tidur, seperti yang biasa kami lakukan setiap kami pergi berkemah. Aku menjawab ajakannya dengan anggukan sebelum mengangkat kepalaku.

"Aku ke tenda dulu ya, Brur? Mau istirahat," ujar Mas Rama kepada kedua sohib baiknya.

"Oh, udah pengen ya? Sekali-sekali live show dong," Mas Aldo menimpali dengan komentar asal yang menjadi ciri khasnya.

"Iya Brur, masak kalah sama si Intan?" Mas Sanusi menambahkan.

Aku memandang bingung ke arah Mas Rama, Intan adalah nama cewek yang sempat jadi gebetannya Mas Sanusi. Apa hubungannya antara cewek itu dengan live Show yang disebutkan Mas Aldo?.

"Sorry, ini properti milik pribadi," Mas Rama menjawab seraya merangkulku. Kedua sohibnya tertawa mendengar jawaban Mas Rama.

"Paling nggak radio atau hitam-putih lah," Aldo kembali menimpali dengan istilah-istilah yang tidak kumengerti.

"Lihat nanti deh," Mas Rama menjulurkan lidah dan menuntunku masuk ke dalam tenda.

Setelah menutup resleting pintu tenda, Mas Rama tidak membuang waktu, ia mencium bibirku dan melumatnya, aku membalas ciumannya dan membiarkan lidah kami bertemu. Lidah kami saling menyapu, membelit, dan keluar-masuk bergantian dari mulut kami berdua. Sesekali kami saling menghisap, ciuman Mas Rama kali ini terasa lembut namun bertenaga, hanya butuh beberapa detik bagiku untuk larut dalam cumbuan yang sangat memabukkan ini.

Dapat kurasakan tangan Mas Rama bergerak menggenggam payudara kananku dari luar jaket yang kukenakan, payudaraku memang cukup besar dan padat, sedikit tidak seimbang dengan bobot badanku yang hanya empat puluh tujuh kilogram dan tinggi seratus lima puluh delapan sentimeter. Jari jemari Mas Rama mulai meremas buah dadaku, memberikan kenikmatan yang terasa samar karena tebalnya jaket yang kukenakan.

Entah mengapa kali ini Mas Rama tampak lebih terburu-buru dari biasanya, mungkin karena sudah dua minggu ia tidak menyetubuhiku lantaran ia sibuk bekerja. Jari-jemarinya dengan cepat menarik turun resleting jaketku, tanpa menghentikan ciuman panas kami berdua, jari-jemari Mas Rama membuka kancing celana jeansku dan menarik turun resleting celanaku, tidak perlu waktu lama sebelum aku merasakan tangan kekasihku menelusup masuk ke balik celana dalamku dan menyentuh kewanitaanku.

"Ungh....," aku melenguh merasakan jarinya menggesek garis bibir kewanitaanku. Aku memejamkan mataku, menikmati setiap sengatan kenikmatan yang kurasakan akibat permainan jari kekasihku. Mas Rama melepaskan ciumannya untuk melihat ekspresi wajahku yang katanya menggairahkan. Kurasakan jarinya menyentuh klitorisku, membuat rasa nikmat itu seakan menjalari tubuhku. Kuangkat sedikit kepalaku untuk melepas kerudung yang kukenakan karena mulai terasa gerah. Kulemparkan kain itu ke sudut tenda sebisaku tanpa membuka kedua mataku. Kenikmatan ini terasa begitu nyata dan sayang untuk dilewatkan.

"Ouushhh...," satu desahan lagi keluar dari bibirku, kali ini lebih kencang. Jari jemari Mas Rama tidak lagi bermain di permukaan liang kenikmatanku melainkan sudah masuk ke dalam rongga kewanitaanku. Ia memutar-mutar jarinya di dalam kewanitaanku dan itu sungguh terasa nikmat! Aku menyukainya!.

Detik berikutnya, aku tak bisa lagi mengendalikan desahan-desahan yang keluar dari bibirku. Mas Rama dengan lihai menggerakkan jarinya, lembut namun pasti mengorek-ngorek dinding vaginaku, membuatku blingsatan dan mendesah tidak karuan. Malam ini, entah kenapa ini terasa jauh lebih nikmat dari sebelumnya!.

Mas Rama kembali mendaratkan ciumannya ke bibirku, mungkin untuk mengendalikan desahanku yang semakin kencang. Ia mempercepat kocokannya di kewanitaanku, menghantarkanku dalam kenikmatan orgasme yang merayap naik dengan cepat ke sekujur tubuhku.

"Aaahh!"

Aku menjerit melepaskan gelombang orgasmeku, sialnya saat itu Mas Rama melepas ciumannya, membuat jeritanku terdengar keras, aku yakin Mas Aldo dan Mas Sanusi dapat mendengar jeritanku barusan. Malu, tapi peduli setan! Ini sungguh nikmat.

Dengan lembut Mas Rama menarik tangannya dari dalam celanaku dan mengangkat punggungku hingga terduduk. Mas Rama menarik lepas jaketku diikuti kaos dan bra-ku, kedua buah dadaku tampak membusung bebas diterpa dinginnya angin malam pegunungan.

Seolah melindungiku dari hawa dingin, Mas Rama kembali membaringkan tubuhku, menciumku dan meremas-remas kedua payudaraku lembut. Aku mengejat kecil setiap kurasakan rangsangan pada puting payudaraku. Ciumannya turun menyusuri leherku, beberapa kali ia menghisap leherku, meninggalkan warna merah di kulit putih leherku, aku masih memejamkan mataku, terbuai dengan cumbuannya. Dan kenikmatan itu kembali datang saat kecupannya sampai ke puting payudara kiriku, yang lebih sensitif dibanding payudara kananku.

"Ssshh...," tanganku meremasi kepala Mas Rama yang kini menikmati payudaraku, kurasakan hisapan, kuluman dan permainan lidah hangatnya di puting payudaraku. Oh! Itu terasa nikmat sekali.

Aku tidak bisa diam saja, aku tahu aku harus aktif agar Mas Rama cepat memberikan kenikmatan yang sesungguhnya pada tubuhku. Dapat kurasakan kewanitaanku berdenyut-denyut meminta sesuatu untuk memasukinya. Ya, sisi binalku telah menguasaiku, aku ingin penis Mas Rama menusuk vaginaku, aku ingin ia menyetubuhiku.

Maka kujulurkan tanganku dan mengelus penis kekasihku. Ah... penisnya sudah tegang, sudah siap memberikan kenikmatan. Dengan lembut kuelus penis itu dari luar celana kargonya, makin lama makin cepat, selaras dengan sapuan lidah Mas Rama pada putingku yang juga semakin cepat.

Mas Rama menghentikan hisapannya, ia mengangkat kepalanya dan dapat kurasakan kedua tangannya menarik turun celana jeansku. Kuangkat sedikit pantatku untuk memudahkannya melucuti jeansku. Mas Rama menarik turun jeansku bersamaan dengan celana dalamku. Penutup terakhir tubuhku telah ditanggalkan, kini aku murni dalam ketelanjanganku.

Aku masih memejamkan mataku, menanti apa yang akan dilakukan kekasihku, dapat kurasakan Mas Rama melebarkan kedua kakiku, aku menurut pasrah. Kudengar suara resleting diturunkan, detik berikutnya sebuah benda tumpul yang hangat dan lunak menggesek bibir kewanitaanku. Aku ingin menyaksikan masuknya penis Mas Rama ke dalam tubuhku jadi kubuka kedua mataku.

Mas Rama tampak tersenyum seraya menggesek-gesekkan penisnya, aku memandangnya dengan pandangan yang kubuat sesayu dan semanja mungkin. Aku menginginkan batangnya menelusup dan mengisi rongga kewanitaanku. Seolah mengerti dengan apa yang kuinginkan, Mas Rama menekan pinggulnya, mendorong masuk batangnya ke dalam tubuhku, masuk membelah bibir kewanitaanku dengan perlahan dan pasti. Aku kembali memejamkan mataku, menikmati setiap gesekan yang terjadi saat penisnya mencampuri tubuhku.

"Ahh...Massh...," aku mengerang, Mas Rama terus mendorong masuk penisnya hingga terbenam seluruhnya ke dalam liang senggamaku. Mas Rama mendiamkan batangnya sejenak, sebelum mulai menggoyang tubuhku dengan penisnya.

"Ahh... uhh..sshh... aah...," aku mendesah dan mengerang, genjotan Mas Rama terasa bertenaga dan nikmat, tubuh dan nafasku naik turun, membuat kedua payudaraku bergoyang mengikuti genjotan penis kekasihku itu. Aku membuka mataku dan melihat wajah kekasihku tampak begitu menikmati persetubuhan ini. Kupalingkan wajahku ke arah kiri dan saat itulah aku terkejut.

Kelambu yang ada di pintu tenda tertutup, namun kain penutup pintu tenda itu terbuka! Dari posisiku aku dapat melihat Mas Sanusi dan Mas Aldo menyaksikan persetubuhan kami!.

"Massh... sshh... stopp... tenda belum uhh... ditutup... shh....," aku berusaha mengingatkan Mas Rama diantara genjotan penisnya yang semakin kencang.

Mas Rama tidak menghentikan pompaannya. Alih-alih menghentikan, ia justru mempercepat kocokan penisnya di vaginaku. Membuatku semakin merasa nikmat, membuatku semakin tak ingin menghentikan persetubuhan ini, namun aku malu! Ada orang lain yang menyaksikan persetubuhan ini. Tapi Ah! Kenikmatan ini... aku semakin dekat dengan orgasmeku.

"Massh... Ouhh!" Aku pasrah, aku menginginkan kenikmatan puncak, aku ingin orgasme. Aku tidak peduli lagi dengan dua pria lain yang tengah menyaksikan persetubuhanku ini.

"Biar saja sayang, toh, mereka cuma bisa lihat dari balik kelambu," jawab Rama tanpa ragu sedikitpun pada nada bicaranya. Seolah-olah ia sengaja melakukannya, ah! Mungkin kekasihku ini memang sengaja memamerkan persetubuhan kami pada kedua sohibnya itu.

"Sshh... Kamu gila, sayang... Ahhh...," aku meracau tak karuan. Mas Rama semakin gencar menggenjotku. "Ah! Akuu... Oohhh Sayaaangg!" Aku menjerit dan mengejan, orgasmeku meledak, dapat kurasakan gelombang demi gelombang cairan terasa keluar dengan deras dari dalam vaginaku. Ini sangat-sangat nikmat!.

"Enak sayang?" tanya Mas Rama sambil mendiamkan penisnya di dalam rongga kewanitaanku.

Aku menjawabnya dengan satu anggukan pelan. "Tutup mas, aku malu...," pintaku lemah.

Mas Rama tersenyum dan mengangkat tubuhku, tampaknya ia belum berniat menutup pintu tenda, ia malah memposisikanku merangkak menghadap pintu tenda, kini aku dapat melihat bayang-bayang Mas Sanusi dan Aldo yang tampak melihat ke arah kami berdua.

"Emhh...," lenguhku ketika penis kekasihku kembali memasuki tubuhku. Kali ini dalam posisi doggy style. Kedua tangannya menggenggam pinggangku sebelum mulai mengayunkan pinggulnya, pelan... namun dalam dan bertenaga. Dapat kurasakan penis itu masuk sangat dalam, aku kembali memejamkan mataku, menikmati rasa nikmat yang kembali menjalariku.

Pompaan Mas Rama semakin lama semakin kencang dan teratur, Posisi ini memang posisi favoritnya. Kekasihku memang pandai sekali mengatur tempo dan stamina dalam posisi ini.

Aku berusaha mengencangkan otot-otot dinding kewanitaanku, mencoba meremas-remas penis Mas Rama yang kini keluar-masuk makin cepat. Aku ingin dia merasa nikmat dan segera menyemburkan spermanya. Aku ikut berayun, membalas setiap hujaman penisnya di kewanitaanku.

"Oh... enak sekali Sayang...," racau Mas Rama tanpa menurunkan tempo genjotannya. "Kita beri mereka sedikit bonus ya?" ujarnya kemudian.

Awalnya aku tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Mas Rama hingga ia mengulurkan tangannya ke pengait kelambu tenda dan melepaskan kaitannya. Kelambu transparan itupun segera terbuka bebas.

"Mas!... Ahh!" protesku tertahan saat Mas Rama menghujamkan penisnya dalam satu sentakan keras, ia mengulangi hal itu beberapa kali hingga tubuhku terdorong-dorong ke depan. Aku mendesah setiap ia melakukannya. Itu terasa nikmat!.

Kulirik sekilas ke arah Mas Sanusi dan Aldo. Kini mereka dapat melihatku disetubuhi tanpa terhalang apapun. Aku merasa malu, namun entah mengapa ini terasa nikmat. Mungkin ini yang disebut dengan eksibisionis? Mungkin aku seorang eksibisionis??.

Mas Rama terus saja menyetubuhiku dari belakang tanpa mempedulikan rasa malu yang menderaku. Kuturunkan tubuhku higga merapat ke alas tenda mencoba menyembunyikan tubuh bagian depanku agar tidak terlihat terlalu jelas oleh Mas Sanusi dan Aldo. Namun itu tidak bertahan lama, seolah sengaja, Mas Rama menarik kedua tanganku ke belakang, membuat tubuhku terangkat, ya... kekasihku sengaja memamerkan ketelanjanganku kepada teman-temannya!

Sembari menarik kedua tanganku, kurasakan pompaan penisnya semakin kencang dan bertenaga. Kedua payudaraku terayun-ayun seiring liarnya genjotan kekasihku. Sekilas kupandang ke arah Mas Sanusi dan Aldo yang tampak semakin bersemangat memperhatikan kami. Aku tidak bisa berpikir lagi, kupejamkan mataku dan kubiarkan rasa nikmat itu menguasai tubuhku. Benar saja, tidak lama kemudian aku meledak!. Aku menjerit keras menyongsong orgasme hebat yang menimpaku, aku tak peduli lagi! Ini terasa sangat nikmat!

Mas Rama masih memompa tubuhku dengan liar, aku yang telah lemas hanya bisa melenguh-lenguh kecil. Beberapa saat kemudian kurasakan penisnya membesar dan berkedut-kedut.

"Mas...," aku berusaha menoleh ke belakang dan menggelengkan kepalaku, memberi isyarat bahwa aku sedang dalam masa subur. Ia mengerti dan mencabut penisnya, dengan cepat ia menelantangkanku dan mengangkangi tubuhku, mengarahkan penisnya ke wajahku.

Aku paham apa yang diinginkannya, kubuka mulutku dan ia memasukkan penisnya ke dalam mulutku. Untuk beberapa saat Mas Rama mengocok penisnya dengan mulutku sebelum kurasakan penis itu berkedut-kedut kencang, diikuti semprotan cairan kental hangat dalam mulutku. Aku memejamkan mataku dan menelan semua cairan itu.

Wajah Mas Rama tampak sangat puas, ia menarik penisnya keluar dan tersenyum padaku. Aku merasa tubuhku sangat lemas, nafasku menderu naik-turun tidak karuan.

"Kau hebat Sayang," ujarnya sembari mengecup keningku. "Istirahatlah dulu, jangan kenakan pakaian ya? Aku masih ingin lagi nanti," Mas Rama mengangkat tubuh telanjangku dan membaringkanku di matras. Dengan lembut ia menarik selimut untuk melindungiku dari hawa dingin. Aku tersenyum dan kami berciuman sekali lagi, sebelum ia mengenakan kembali pakaiannya dan bergegas keluar tenda, menemui Mas Sanusi dan Aldo.

*_*_*​

Entah berapa lama aku terlelap, aku terbangun saat Mas Rama menyibak selimutku, hawa dingin seketika membuatku menggigil. Kurasakan tangan Mas Rama meremasi payudaraku, membuatku yang masih setengah sadar itu melenguh pelan.

"Ouhh...," aku menggeliat, tubuhku sedikit terangkat ketika kedua puting payudaraku dijepit dan dipilin bersamaan. Samar-samar kucium aroma alkohol dari nafas Mas Rama, rupanya ia habis menemani Mas Sanusi dan Aldo minum-minum. Biasanya Mas Rama langsung tertidur sehabis minum, ia tidak tahan dengan alkohol, mungkin Mas Sanusi dan Aldo memberinya semacam obat sehingga ia masih bisa bertahan.

"Ahh... Mas...," kurasakan jari-jari mengorek liang vaginaku, membuat tubuhku sedikit mengejan. Remasan di kedua buah dadaku juga menambah kenikmatan yang kurasakan. Tunggu dulu... jika kedua tangan kekasihku saat ini sedang meremas payudaraku, tangan siapa yang bermain di kewanitaanku?!.

Menyadari ada yang janggal, aku membuka mataku dan saat itu juga aku terkejut. Bukan Mas Rama yang kini sedang menjamah tubuh telanjangku! Melainkan Mas Sanusi dan Mas Aldo!

"Apa-ap!" Mas Aldo membekap mulutku dengan tangan kanannya sebelum aku sempat berteriak. Aku berusaha meronta, namun dengan sigap Mas Aldo duduk di atas perutku, tangan kanannya memegangi kedua tanganku dan merentangkannya ke atas kepalaku.

"Mmhh! Mmmhh!" Aku menggeleng-geleng, berusaha melepaskan bekapan tangan Mas Aldo. Samar-samar kudengar suara resleting diturunkan.

"Mmmhh!" Aku semakin meronta saat merasakan sebuah benda tumpul yang lunak dan hangat menggesek kewanitaanku. Kucoba menggerakkan pinggulku namun posisi Mas Aldo di atas perutku membuat gerakanku tertahan.

Aku memandang sayu ke arah Mas Aldo dan menggeleng pelan, berharap ia akan merasa iba dan menghentikan perbuatannya. Untuk beberapa saat lamanya mata kami bertemu pandang.

"Nghh!" Mataku mendelik saat kurasakan sesuatu menyeruak masuk ke dalam rongga kewanitaanku. Samar kudengar lenguhan Mas Sanusi yang kini mendorong masuk penisnya ke dalam tubuhku. Entah apa yang aku rasakan kini, air mataku mengalir begitu saja. Kupalingkan wajahku ke kiri. Kurasakan penis itu kini bergerak keluar-masuk di dalam tubuhku. Seolah paham akan kepasrahanku, Mas Aldo melepaskan bekapannya dan turun dari tubuhku. Kini aku dapat melihat jelas sosok Mas Sanusi yang tengah menggagahiku.

*_*_*​

Tiga bulan kemudian.

Laki-laki memang brengsek!, mereka makhluk terkutuk yang mengunggulkan kekuatan fisik, kata-kata yang meyakinkan dan nafsu egoisme mereka sendiri. Aku masih ingat jelas kata-kata Mas Rama ketika pagi harinya ia menemukanku telah diperkosa oleh kedua temannya. Ia begitu meyakinkan saat menenangkanku dan berjanji akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Tapi mana?? Apa?? Enam hari yang lalu aku gemetar melihat dua garis merah di test pack yang kugunakan. Ketakutanku itu terbukti saat aku mendapat hasil dari laboratorium yang menyatakan kehamilanku. Dan Mas Rama?? Entah dimana ia dan dua temannya berada sejak aku memberitahunya perihal kehamilanku.

Sudah empat malam kuhabiskan dengan merenung sendiri di kamar kostku. Menangis, hanya itu yang bisa kulakukan. Beribu pertanyaan terus berputar di kepalaku, bagaimana reaksi kedua orang tuaku nanti? Aku telah memberi aib kepada keluarga ini. Apa yang akan terjadi setelah ini? Kemana Mas Rama? Pria yang mengatakan akan bertanggung jawab?.

Jari-jemariku bergetar saat mengangkat tabung kecil berbahan plastik. Isak tangisku masih dapat terdengar. Masih dapat kurasakan keraguan di dalam hatiku, masih terdengar lenguhan Mas Sanusi dan Mas Aldo kala menggagahiku, masih terbayang wajah penuh kepuasan mereka setelah penis mereka berkedut dan menumpahkan benihnya ke rahimku. Benih yang menghamiliku.

Beberapa detik kemudian butir-butir kecil berwarna putih yang ada di dalam tabung plastik kecil itu, telah meluncur turun ke tenggorokanku. Detik berikutnya kurasakan pening yang amat sangat, pandanganku mengabur, aku hanya bisa diam sebelum kurasakan kegelapan menyelimuti pandanganku.

*_*_*​

I hope he bought you flower... I hope he hold your hand...

Give you all his hours when he had the chance...

Take you to every party, cause I remember how much you love to dance...

Do All the things I should've done.... When I was your man.


Lagu yang dinyanyikan oleh Bruno Mars itu terdengar jelas di telingaku, seolah membangunkanku dari tidurku. Ah... mataku terasa sangat berat, namun aku tahu aku harus bangun. Untuk sesaat semua terlihat samar, sebelum aku dapat melihat kembali dengan jelas. Hal pertama yang kulihat adalah warna putih langit-langit ruangan, diikuti dinding berwarna putih dan Reza, Adikku yang tiga tahun lebih muda dariku. Kubuka mulutku untuk memanggilnya namun tak ada satu suarapun yang keluar dari tenggorokanku.

"Mbak Frinda?" Reza tampak terkejut melihatku. "Mbak sudah sadar?" raut wajahnya terlihat senang.

Aku masih terlalu lemas untuk meresponnya, satu-satunya yang kupahami saat ini adalah, aku masih hidup. Butir-butir pil tidur itu gagal membunuhku. Reza meraih gagang telepon yang tergantung di dekat pintu kamar tempatku dirawat. Tidak lama kemudian, seorang dokter dan dua perawat datang memasuki ruangan.

*_*_*​

"Makan yang banyak Mbak," ujar Reza sembari tersenyum. "Sudah satu minggu kan nggak merasakan makanan manusia?" sindirnya konyol.

"Seminggu?" aku mencoba mengingat-ingat, benarkah selama seminggu aku tak sadarkan diri di rumah sakit ini?.

"Mama Papa sebentar lagi juga kembali," Reza terdiam untuk beberapa saat. Memandang ke arahku dengan pandangan kosong yang terasa aneh.

"Kenapa sih? Ngeliatinnya gitu amat?"

"Bukan Mas Dion kan?" tanyanya tiba-tiba.

"Hah? Maksudnya?"

"Ayah dari bayi yang ada di perut Mbak Frinda," ujarnya mengejutkanku. "Dokter menyatakan kandungan Mbak baik-baik saja. Mas Dion bilang dia yang menghamili Mbak. Tapi aku yakin bukan dia kan? Mas Dion tampak terkejut saat dokter menyampaikan perihal kehamilan Mbak."

"Dion? Apa hubungannya..."

"Mas Dion yang membawa Mbak Frinda ke sini. Mbak Helen, yang kost di kamar sebelah Mbak khawatir karena sudah dua hari tidak melihat Mbak Frinda keluar kamar. Ia menghubungi Mas Dion lalu Mas Dion datang membawakan makanan. Mas Dion curiga dan mengintip lewat ventilasi di atas pintu kamar sebelum akhirnya mendobrak pintu tersebut," Reza menjelaskan apa yang terjadi.

"Dimana dia sekarang?"

"Papa mengusirnya dari sini setelah mengetahui perihal kehamilanmu Mbak," Reza menatap ke arahku. "Papa sempat menampar Mas Dion sebelum mengusirnya keluar."

Aku terdiam, tak tahu apa yang harus kukatakan lagi. Kedua orang tuaku rupanya sudah mengetahui perihal kehamilanku. Dion... kenapa ia masih mau membawakanku makanan? Kenapa ia menyelamatkanku? Kenapa ia mengakui kandunganku sebagai hasil perbuatannya?!

"Mbak nggak akan bunuh diri kalau Mbak hamil akibat hubungan badan dengan orang yang disayang," Reza kembali bicara. "Itu yang dikatakan Mas Dion kepadaku."

Reza memalingkan pandangannya ke arah televisi yang sedang menyiarkan berita nasional.

"Pasti telah terjadi sesuatu yang mungkin nggak bisa Mbak ceritakan atau bagikan kepada siapapun. Sesuatu yang menyebabkan kehamilan tak diinginkan ini, sesuatu yang cukup untuk membuat Mbak menolak kehidupan," Reza mengambil remote TV dan mengganti salurannya. "Itu semua yang dikatakan oleh Mas Dion. Dia hanya ingin melindungi Mbak dari beban yang lebih berat lagi. Menurutku... Mas Dion benar-benar mencintai Mbak Frinda."

Reza menghentikan kalimatnya saat pintu kamar terbuka dan kedua orang tuaku memasuki ruangan.

"Mama... Papa...," aku tak bisa menahan isak tangisku saat melihat kedua orang tuaku, mereka yang membesarkanku, mereka yang mempercayaiku, mereka yang menyayangiku dan mereka pula yang kukecewakan. Mama menghambur memelukku dan membiarkanku menangis dalam pelukannya.

"Kami sudah mengambil keputusan," Papa tiba-tiba saja bicara. "Kalian boleh menikah setelah kamu sehat kembali."

Aku melepaskan pelukan Mama dan memandang Papa dengan wajah tak mengerti.

"Ya, kami mengijinkan Dion menikahimu, dan membesarkan bayi kalian," kalimat Papa terdengar sebagai berita yang sangat mengejutkanku. Terkejut dalam artian sesungguhnya.

*_*_*​

Kupandangi sosok pria yang terbaring di atas ranjang tepat di sebelah ranjang bayi milik Ermi dan Tasya. Wajah pria itu terkesan begitu teduh dan menenangkan, wajah yang tampak siap untuk membahagiakan siapapun yang melihatnya. Ya, suamiku Dion memang selalu bersikap lembut, padaku dan pada kedua putri kembarku.

Dia laki-laki yang memiliki cinta luar biasa, dia laki-laki yang siap memayungiku, siap menjadi dinding untukku bersandar, bahkan menjadi samsak untuk melepaskan kekesalanpun ia siap. Sejenak aku berpikir, seandainya saja dulu aku mampu melihatnya seperti apa yang kulihat saat ini... mungkin aku takkan meninggalkannya. Seharusnya sejak dulu aku sadar, bahwa aku telah memiliki lelaki terbaik yang pernah ada dalam hidupku.

Dion menggumam pelan, ia terbangun, entah apa yang membuatnya terbangun di tengah malam begini. Dion duduk di tepi ranjang, meraih kacamatanya sebelum melihat ke arahku.

Arahku?!

Tidak... itu tidak mungkin. Bahkan saat senyumku terkembang tulus untuknya, ia tak mungkin dapat melihat senyumanku. Dion meletakkan kembali kacamatanya dan kembali berbaring.

Ya... ia takkan bisa melihatku

Takkan bisa merasakan terima kasihku padanya yang telah mengajarkan arti hidup penuh kasih sayang padaku.

Karena hidup penuh kasih sayang itu baru kurasakan... baru kusadari...

Ketika aku tak lagi hidup.


Mawar Ke 13 - END
 
Terakhir diubah:
Sebelumnya saya mohon maaf karena membuat dewan juri dan kalian semua terpaksa membaca cerita ala kadarnya ini. :ampun:

Ya, banyak sekali kekurangan dalam cerita yang jauh dari sempurna ini.

Ada banyak cerita di balik tulisan ini. Sebuah cerita tentang dunia nyata tentunya. Sebuah cerita yang tidak bisa dituangkan di sini, saat ini.

Terima kasih untuk semuanya.

Maaf... seadanya :ampun:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Waahh akhirnya cerita suhu enyas release :kk:

Adegan perkosaan berujung kehamilan bukan dari org diharapkan :hua:

Ditunggu kisah kisah lainnya dibalik cerita ini

:banzai:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
pertamax ..... keren suhu ,,,,,

Terima kasih, maaf seadanya ya? :ampun:

Maaf, Suhu. Ini bingung bacanya, saya. Si Frinda ini sudah meninggal, ya ceritanya?

Jangan bingung :ampun: bukankah melahirkan itu diibaratkan bertaruh nyawa?

Waahh akhirnya cerita suhu enyas release :kk:

Adegan perkosaan berujung kehamilan bukan dari org diharapkan :hua:

Ditunggu kisah kisah lainnya dibalik cerita ini

:banzai:

Hahaha tajam suhu Badabik ini :jempol:
 
Hi suhu Enyas
mohon ijin untuk komentar dikit.
Penulis setangguh bro Yenyas pasti tahu bahwa dengan tantangan 5000 kata, cerita yang sederhana dan simple lah yang paling menarik untuk ditelusuri
Dari beberapa juduk yang sudah keluar, saya hanya tertarik membaca kisah2 yang sederhana
karena saat terlalu rumit, maka berat juga otak saya yang kecil ini untuk berusaha menyimpulkan sesuatu saat informasi yang ada sedikit.
Dan cerita ini sederhana dan cukup umum sekali
korban pemerkosaan, tetapi Bro Enyas memberikan kekuatan pada narasi dan kata-kata sehingga tetap menjadi sesuatu yang menarik untuk dibaca.
Masukknya Dion di pertengahan cerita agak membingungkan sehingga harus dibaca lagi siapa DIon itu.
Lalu bro Enyas juga membiarkan pembaca menerka-nerka apa penyebab kematian Frida.

Tapi over all cerita ini cukup ringan dan enak untuk dibaca tanpa perlu pemaksaan tema yang berat2 tetapi sulit di mengerti.
Selamat buat launch nya cerita ini bung Dion, eh maaf Bung Enyas

good story :jempol:

setangguh?? :huh:

Masih Jauuuhhh :hua:

Iya, pembagian porsi Dion dalam cerita ini memang tidak tersampaikan sepenuhnya. Salah satu dari sekian banyak kekurangan yang ada dalam cerita ini. Mungkin bisa digunakan pengulangan tentang siapa Dion saat kemunculan Dion di tengah cerita. Ya... itu saran yang sangat bagus :jempol:

Aku jadikan catatan untuk cerita-ceritaku yang lain. Untuk saat ini aku tidak bisa menambah atau merubah alur cerita dikarenakan rules yang ada di L.O.V.E

Maka, untuk saat ini aku cuma bisa berkata : "Terima kasih, maaf... seadanya" :ampun:
 
Mantap suhu :suhu:

Cerita yang bikin ane mesti baca dua kali karena pengen mecahin teka-teki kematian Frida, juga mengapa cerita diawali dengan Tokoh Dion, lalu dipertengahan dimonopoli oleh Rama dan akhirnya Dion lagi.

Awalnya otak pentium 1 ane malah bingung dan bertanya, mengapa Frida ragu akan ketulusan kasih sayang Dion pada kedua putrinya ?

Ternyata karena dipicu oleh kekhawatiran Frida tentang keadaan Dion yang harus menjadi single parent atas anak kembar yang bukan darah dagingnya.

Wuih..., memang benar-benar ciri penulis hebat :jempol:
 
:takut:
ternyata ini arwah Frinda
yang bercerita....

beneran gak menyangka... begitu nyaman mengikuti alur yang di tarik mundur, hingga kembali lagi sedia kala pada akhir cerita.
dan ane merasa terkejut
berperan sebagai lelembut.
Yeaah, arwah Frinda

:jempol:
Top Markhotob
punya bang Nyasar​
 
khas om dew....:papi:

tapi kenapa samaa karakter cowoknya dgn critaku....sama2 DION ! :hua:

mainpakk lagi :hua:
 
Mantap suhu :suhu:

Cerita yang bikin ane mesti baca dua kali karena pengen mecahin teka-teki kematian Frida, juga mengapa cerita diawali dengan Tokoh Dion, lalu dipertengahan dimonopoli oleh Rama dan akhirnya Dion lagi.

Awalnya otak pentium 1 ane malah bingung dan bertanya, mengapa Frida ragu akan ketulusan kasih sayang Dion pada kedua putrinya ?

Ternyata karena dipicu oleh kekhawatiran Frida tentang keadaan Dion yang harus menjadi single parent atas anak kembar yang bukan darah dagingnya.

Wuih..., memang benar-benar ciri penulis hebat :jempol:

Maaf, memang banyak kekurangan dalam cerita ini :ampun: sekali lagi maaf. :ampun:


Terima kasih sudah (terpaksa) membaca tulisanku yang ala kadarnya ini.

:takut:
ternyata ini arwah Frinda
yang bercerita....

beneran gak menyangka... begitu nyaman mengikuti alur yang di tarik mundur, hingga kembali lagi sedia kala pada akhir cerita.
dan ane merasa terkejut
berperan sebagai lelembut.
Yeaah, arwah Frinda

:jempol:
Top Markhotob
punya bang Nyasar​

Hehe... sama, aku juga kaget :ngacir:
 
Aduh...
Kok.... :galau:
Bacanya sampai berkaca kaca mata saya :hua:
 
Bimabet
:huh:
bisa jadi, Dion nya bang Upil
ketemu Frinda
di sini :pandatakut:
__________:ngacir:____​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd