Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (COPAS) Sexy Wife Sovi

Status
Please reply by conversation.

Khusneko13

Suka Semprot
Daftar
4 Apr 2024
Post
5
Like diterima
10
Bimabet
Part 1

Pernikahannya berlangsung seperti normalnya orang menikah. Sampai suatu saat, Sovi menemukan beberapa foto PSK di HP suaminya… sehingga ia bertanya dalam hati. apa yang bisa dia lakukan agar suaminya tak lagi perlu jajan? Mungkin saran kakak iparnya bisa dicoba.

Sovi memberikan HP kepada kakak iparnya untuk memperlihatkan foto-foto yang diambilnya dari HP suaminya, Bram. Citra, kakak ipar Sovi, menyandarkan punggung ke kursi salon yang didudukinya sambil membuka satu per satu foto-foto itu. Di cermin terlihat pantulan muka Sovi yang cemberut.

“Oo,” gumam Citra tanpa ekspresi.

“Beginian. Dasar Bram. Penyakit lama, nih”.
Sovi agak kesal melihat kakak iparnya—merangkap pemilik salon tempat mereka berdua ngobrol—‘biasa saja’ melihat foto-foto perempuan lain yang membikin Sovi dan Bram bertengkar dua hari lalu. Waktu itu Sovi makin marah ketika Bram mengakui bahwa perempuan-perempuan itu PSK.

“Penyakit lama, Kak Citra? Apa dari dulu Mas Bram memang suka jajan?”

“Emmm…” gumam Citra sambil mengambil sebatang rokok dari bungkusnya yang ada di meja,

“Iya sih. Lho kamu kok malah baru tahu. Gimana. Kamu kan istrinya.”

Sovi malu sendiri. Tapi dia memang tidak bisa disalahkan, karena pernikahannya dengan Bram baru berjalan setahun, dan sebelumnya mereka berdua tidak pernah pacaran. Keduanya memang dijodohkan oleh orangtua masing-masing yang rekanan bisnis, dan sekarang mereka sama-sama disiapkan jadi penerus usaha keluarga besar mereka. Sovi dan Bram sudah kenal sejak kecil, tapi mereka baru mulai saling mengakrabkan diri setelah menikah. Satu yang Sovi tahu, keluarga Bram memang longgar dalam mendidik anak-anaknya.

Jadi seharusnya dia tidak heran kalau Bram ketahuan punya kebiasaan buruk seperti itu. Sama saja dengan kakak Bram, Citra .

Citra yang sekarang berumur 30-an tadinya malah disiapkan untuk dijodohkan dengan seorang saudara Sovi, tapi karena terbiasa bergaul sangat bebas, Citra dihamili temannya waktu kuliah dan terpaksa dinikahkan—dan selanjutnya diusir karena bikin malu keluarganya.

“Terus gimana nih?” Citra bicara sambil menjepit rokok yang baru dinyalakan dengan bibirnya yang tersaput lipstik merah jambu tebal.

“Kamu udah dua hari nggak ngomong sama Bram. Apa mau terus-terusan? Ah, tapi kamu kan anak baik. Pasti kamu mikirin keluarga besar kita. Gak enak sama mereka kalau sampai… cerai.”

“Nggak!” jerit Sovi.

“Bram emang salah sih, tapi Kak, aku nggak niat cerai sama dia. Aku udah mulai belajar sayang dia Kak. Dan aku juga baru tahu kebiasaan dia yang ini. Makanya aku datang minta saran Kak Citra, gimana baiknya aku hadapi masalah ini. Kak Citra kan lebih kenal Bram,” suara Sovi mengecil karena malu,

“…lagian aku nggak mau nyusahin orangtua kita semua.” Baik banget ini anak, pikir Citra.

Cuma saat itu juga Citra merasa dapat satu lagi alasan yang bisa dia kasih kalau ada orang tanya pendapat dia tentang menikah tanpa pacaran. Sovi, yang tidak pernah pacaran dengan Bram, kaget waktu kebiasaan buruk Bram ketahuan sekarang. Kalau Sovi pacaran dulu sama Bram, pastinya mereka bisa lebih saling ngerti, atau bisa putus tanpa repot kalau memang Sovi nggak suka. Citra mengisap rokoknya dalam-dalam, lalu menyemburkan asap dari mulut. Sovi menghindar sambil mengipas-ngipas di depan muka.

Kakak iparnya itu sudah merokok sejak SMA, dan kadang-kadang Sovi mengira Citra selalu bermake-up tebal (seperti saat mereka ngobrol sekarang) untuk menutupi penuaan dini di mukanya yang sudah belasan tahun kena asap rokok.

Citra memang tidak pernah tampil tanpa riasan lengkap, rambut tertata, dan pakaian mencolok; tidak hanya sejak dia membuka salon, tapi sejak dia remaja. Sovi melihat Citra seperti berpikir sambil merokok, lalu membetulkan tali sackdressnya yang melorot dari bahu. Sackdress hitam agak transparan itu gagal membuat bra merah yang ada di bawahnya tidak kelihatan. Citra lalu menaruh rokoknya di asbak, tersenyum, berdiri, lalu mendekati Sovi.

“Kalau menurutku sih begini saja…”

----------------------

“KOK GITU SIH CARANYA???” Sovi tidak bisa menahan volume suaranya setelah mendengar saran Citra sampai habis. Yang memberi saran dengan santainya mengambil lagi rokok yang tadi ditinggal lalu meneruskan menyedot batang rokok.

“Terserah kamu sih. Saranku ya gitu. Kalau mengingat sifatnya Bram sih kupikir cara itu mempan. Kalau kamu mau coba tanya orang lain, silakan.”

“…” Sovi diam saja.

“Kalau kamu mau, aku siap bantu. Gratis,” kata Citra, sambil nyengir.

“Bukan cuma sekali, tapi seterusnya juga boleh. Hitung-hitung balas budi sama kalian yang udah bantu aku selama ini.”

“…Sebentar. Aku pikir-pikir dulu,” bisik Sovi, menimbang-nimbang.

Ternyata dia perlu waktu lama sekali buat menimbang-nimbang. Berkali-kali dilihatnya lagi foto-foto yang diambilnya dari HP Bram.

“Mas, aku mau bicara sama kamu nanti malam.” SMS itu Sovi kirim ke HP Bram.

Bram, yang sudah uring-uringan sejak bertengkar dengan Sovi setelah ‘foto-foto kenangan’nya ketahuan, menarik nafas lega di kantor.
Menjelang sore.

Sesudah memastikan jalanan di luar kosong, Sovi langsung keluar dari salon Citra dan secepatnya menuju rumah besar di sebelahnya. Rumah itu rumah Bram dan Sovi, Citra tinggal dan buka usaha di sebelah rumah mereka berdua. Sewaktu mau membuka pagar rumahnya sendiri, Sovi kalang-kabut ketika melihat mobil Mercedes-Benz hitam muncul di ujung jalan.

Tapi dia sempat masuk ke rumah sebelum Mercy itu lewat. Mercy itu tidak berhenti di rumahnya, karena memang itu mobil orang lain; mobil mewah itu berhenti di depan salon Citra. Dari balik pintu supirnya keluar seorang laki-laki, yang lantas mengunci Mercy itu, lalu masuklah dia ke salon Citra. Semua itu tidak sempat diperhatikan Sovi. Sovi sendiri sudah cukup lega karena tidak kepergok siapapun dalam perjalanan yang cuma beberapa meter saja dari tempat kakak iparnya.

“Aku pulang kira-kira sejam lagi.” SMS dari Bram masuk ke HP Sovi.

Sovi duduk sendirian di dalam kamar di depan cermin. Normalnya dia bakal melihat rona mukanya sendiri berubah merah karena perasaannya yang campur aduk, tapi kali ini agak susah bagi dia. Rumah itu baru terisi mereka berdua, Bram dan Sovi, yang menikah tahun lalu.

Belum ada anak. Selama ini kehidupan mereka lancar-lancar saja. Sovi ‘si anak baik’ menerima saja ketika orangtuanya dan orang tua Bram memutuskan perjodohan mereka. Bram juga bukan suami brengsek. Setidaknya sampai belangnya ketahuan beberapa hari lalu. Hanya saja Sovi sering merasa Bram seperti bosan dengan dirinya.

Sovi masih muda. Bram lebih tua sedikit. Setelah lulus kuliah keduanya dijodohkan dan tak lama sesudahnya menikah. Karier mereka berdua terjamin karena mereka berdua akan meneruskan usaha yang dirintis orangtua-orangtua mereka, dan mereka sama-sama sedang bekerja di sana, hanya di bagian yang berbeda.

Sovi punya banyak waktu luang dan bisa bekerja di rumah, sedangkan Bram banyak bepergian keliling kota dan kadang-kadang ke daerah. Sebenarnya Bram tidak bisa dibilang rugi dijodohkan dengan Sovi, yang berwajah lumayan menarik.

Citra, yang sudah kenal duluan dengan Sovi sebelum Sovi mengenal Bram, pernah bilang dia iri dengan tubuh Sovi yang lebih sintal daripada tubuhnya sendiri. Tapi kalau keduanya berjejer, orang bakal lebih banyak yang menengok ke arah Citra daripada Sovi, karena Citra selalu tampil ‘meriah’ dengan dandanan cenderung menor dan pakaian seksi, sementara Sovi selalu terlihat polos dan biasa berpakaian konservatif. Sovi masih tidak percaya kenapa akhirnya dia setuju mencoba saran Citra. Tapi, pikirnya, dicoba sajalah… tidak ada salahnya.

Bram menyetir pulang membawa oleh-oleh kue coklat untuk istrinya yang dia kira masih ngambek, tapi sudah beritikad baik mengajak berdamai. Dia sadar, dia sendiri salah. Sudah kawin kok masih doyan jajan.

Tapi, yah, kebiasaan lama susah luntur. Dan ada hal-hal yang dia kira tidak bakal dia dapat dari Sovi. Bunyi SMS datang di antara bunyi radio mobil. Pesan dari seorang perempuan yang fotonya sampai tadi pagi ada di HP Bram. Sekarang semua foto itu sudah hilang dari HP Bram (tapi pindah ke tempat-tempat lain, tentu saja). Dan Bram tidak menanggapi ajakan dalam SMS itu.

“Jangan dulu deh”, pikir Bram.

Sovi mendengar bunyi mobil Bram dan sesudahnya bunyi pintu rumah dibuka. Dia menenangkan diri, mengulang lagi semua yang mau dia lakukan (atas saran Vera), dan bersiap-siap. Tangannya dingin. Berjam-jam sudah dia habiskan untuk persiapan dengan dibantu Citra tadi.

Dalam hati dia berusaha membenarkan pilihannya dengan mengatakan, mungkin ini memang perlu, demi kami berdua, dan demi keluarga. Tapi dalam hatinya berkali-kali terselip rasa penasaran. Dia ingin tahu, bagaimana jadinya nanti. Bagaimana kira-kira reaksi Bram. Bagaimana kira-kira reaksi dia sendiri.

“Sudah waktunya.” pikirnya

Bram melongo di pintu, memelototi Sovi yang berdiri di depannya. Malam itu, Sovi berubah. Sovi yang sederhana dan terkesan baik-baik sedang tidak hadir. Sebagai gantinya…Sovi tampil beda.

Dia memakai gaun mini ketat berbahan satin berwarna hitam yang panjangnya tidak sampai menutupi setengah pahanya, sehingga memperlihatkan stocking jala hitam yang membungkus kedua kakinya sampai berujung ke sepasang stiletto hak tinggi. Di atas pinggang, gaun mini itu mendesak sepasang payudara Sovi sampai nyaris tumpah ke luar, sementara pundaknya terbuka.

Kebetulan warna kulit Sovi coklat muda. Bukan putih atau kuning atau sawo matang, tapi warna di antaranya. Itu juga yang membuat lapisan bedak yang membuat mukanya lebih putih terkesan lebih kentara, karena kontras antara warna muka dan badan.

Ketika Sovi berkedip, tampak rona biru muda di kelopak matanya, di bawah alis yang dibentuk dan dipertegas. Kedipannya juga menunjukkan bulu mata palsu yang menempel di kedua mata. Pipinya bersemu merah, tapi karena polesan.

“Kok bengong aja, Mas? Kamu suka yang kayak gini, kan?”


*BERSAMBUNG....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd