Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT DAL SEGNO SERIES

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Pojok penulis


Sebuah " prakata "

Ketika cerita ini menemui babak akhir , ini adalah awal dari cerita yang sesungguhnya

Malam ini penulis berusaha sekuatnya rilis part akhir dal segno

Mohon maaf atas segala kekurangan yang ada

B.H.D.B
 
clip_image002.jpg


dal segno part 6c (finale)


Engga apa-apa kan kalau Carl berdoa untuk kebahagiaan Angga ? - Caroline

astaga Caroline? tadi kamu baik-baik saja kan sayang? kenapa? jangan tinggalkan kami seperti ini, aku mohon - Angga

kak Caroline tidak bisa respons apapun sekarang… hiks… sedang di tangani Semua Dokter, kaang… kak Caroline kang… - Lidya

hiks... kakakk... ga mau... hu huuu - Glorya

Baiklah Angga kusuma kali ini aku maafkan, tapi tahun depan pas hari wafatnya Caroline kamu harus ajak aku mengunjungi makam Caroline yaaaa, janji ? – Viona Dewi



Suatu tempat di alam impianku, terjadi hujan pagi itu

Matamu terjaga menceritakanku bahwa kau takut untuk keluar

Kau memegang tanganku dan berbisik: “Aku tidak pernah ingin terbangun”

Di suatu tempat di alam mimpiku

Air matamu membunuhku karena aku berdoa aku bisa merasakan hal yang sama.

Di suatu tempat di alam mimpiku

Di suatu tempat di alam mimpiku

Di suatu tempat di alam mimpiku…. Caroline…

=== Finale ===

“Caroline? apakah Caroline… ?”

Walaupun semua nyawaku belum terkumpul, aku berlari dengan begitu tergesa-gesa menuju pesawat telpon yang ada di tengah rumah.

“ halo? Iya… Ah, Sialan… aku kira siapa haha... kaget, Aku kira dari david atau siapa…”

Ternyata di seberang sana Lidya, yang dengan amat tengilnya sedang tertawa, padahal dia bisa saja kan menelfon ke HP ku. Lidya rupanya ingin tahu kabar baru soal kondisi Caroline yang cuma bisa aku jawab apa adanya. Mulai besok Lidya libur catur wulan dan akan menghabiskan liburannya di rumah ua nya di Cimahi, aku hanya sedikit berbasa-basi sebelum mengakhiri percakapan, Lidya bertanya mau oleh-oleh apa dari Jakarta… hmm tumben banget anak ini bersikap manis kepadaku, biasanya kan bagai anjing vs anjing, kelakuanku dengannya Saling menyalak satu sama lain.

Tubuhku sangat butuh istirahat dan yang kulakukan sekarang adalah kembali tidur di kasurku sambil memainkan gitar sampai akhirnya aku terlelap tanpa sadar memeluk gitarku sendiri, menuju alam mimpiku… mimpi sederhana, dimana ingin sekali bila kubangun nanti aku bisa bersanding dengan Caroline hingga akhir hidup ini.

Semoga terwujud…

***

Pelataran parkir rumah sakit ini tidaklah cukup luas, aku kini duduk di pojokan pos satpam sambil menikmati rokok juga dengan satu cup kopi panas. Kemana anak itu jam segini masih belum nongol juga padahal sudah cukup lama aku menunggu di sini sedari tadi. Hampir sekitar 20 menit kemudian, aku melihat sebuah Civic plat B yang begitu amat aku kenali parkir di sisi sudut parkiran lainnya. Aku pun menghampirinya dan sosok Lidya nampak sibuk dengan kantong kresek putih yang entah apa itu isinya.

“maaf kang lama nunggu ya ?” Lidya menyimpan kreseknya di bawah kemudian memelukku dan mencium pipiku, ya dia menciumku bukan cipika-cipiki layaknya adik ke kakak atau sahabat. Aneh sih, tapi aku hanya diam saja dan tersenyum.

“ayo kang… katanya kak Carl ga ada yang nemenin, aku kangen pengen ketemu… ayo” dasar Lidya sikapnya tak berubah sedikitpun. Dia menggapai tanganku dan sedikit menyeretku, menuju kearah lobby dan kemudian naik ke lantai dimana Caroline dirawat.

“pagi kakakku yang tercantik” Lidya memeluk Caroline yang tersenyum tipis kepadanya.

“pagi dedekku tersayang, aduh pasti repot ya dari Jakarta cuma buat jenguk kakakmu ini” Caroline lebih bisa tersenyum hari ini dan itu kebahagiaan tiada tara bagiku sendiri.

“engga repot kok kak, aku malah seneng jadi bisa nemenin kakak hari ini” Lidya memegang tangan Caroline yang disambut ekspresi keheranan dari Caroline.

“ beneran? nanti kamu malah dicari keluarga kamu”

“ tenang aja kak… Lidya udah izin kok… lagi pula sekarang emang lagi libur catur wulan hihi”

“gimana nih Angga ?” kekasihku itu menatap ke arahku dan aku hanya bisa menganggukan kepala melihat kecemasan Caroline, tanda bahwa hal ini tidak perlu dia cemaskan.

“biarin aja si kang Angga libur sehari ini saja… katanya kang Angga juga mau ke kampus, iya kan?” Lidya melirik ke arahku kemudian tersenyum.

“ciee sudah panggil akang sekarang ya… dedek manis ini biasanya kan lu gue” Caroline nampak tertawa namun tertahan sambil memegang kepalanya sendiri.

“ah kakak… biasa aja ah… udah jangan terlalu maksa ketawanya, hmm biar si Angga bupek ini ga Ge-er aku bilang akang… baiknya aku panggil dia apa kak ? tapi terserah kak Carl deh”

“hahah sudah Akang saja, lucu – lucu… aku suka dan Carl harap kalian beneran bisa akur kalau aku sudah...” Caroline menatap kami berdua, aku tahu apa yang akan diucapkan berikutnya tapi Lidya pun berusaha menahan perkataan itu dengan meremas tangan Caroline lebih erat lagi.

“kakak yang semangat ya kak… tidak boleh pesimis gitu, kak Carl pasti sembuh kok”

Adegan yang tidak bisa ku bayangkan sebelumnya dimana gadis yang begitu mengganggu pada awalnya ini kini menjadi bagian cerita kami, apakah Lidya yang Caroline inginkan berpasangan denganku? ah tidak mungkin aku sendiri tidak bisa menebak-nebak.

“kak, Lid bawa banyak oleh-oleh nih buat kakak… nanti harus dimakan ya kalau sudah agak sehat dan ini scraft milik kakak yang udah aku cuci, eh dimana ? waduh ketinggalan di mobil sebentar Lid ambil dulu” Lidya sedikit terburu-buru menuju pintu keluar padahal Caroline sudah mencegahnya dan menegaskan bahwa scraft itu boleh dimiliki olehnya.

“haha dia benar-benar gadis yang periang ya Angga, Carl suka karakter Lidya pas sama Angga” Caroline yang dalam posisi setengah terduduk di ranjang pesakitannya merapatkan kedua telapak tangannya seperti gerakan akan berdoa.

“berdoa semoga cepat sembuh ya ?”

“bukan Angga, aku berdoa semoga kelak Angga bahagia dan bisa berpasangan dengan gadis yang pintar, cantik dan berani seperti Lidya… engga apa-apa kan kalau Carl berdoa untuk kebahagiaan Angga ?” aku mendekat ke Caroline lalu kemudian memeluknya.

“engga boleh gitu, Angga maunya hidup sama Carl selamanya” ujarku dan membuat Caroline menatapku lekat sambil kemudian mengelus pipiku.

“Angga semalam Carl mimpi, di mimpi itu Angga menikah dengan seorang gadis di tengah padang rumput yang hijau dan gadis itu mengenakan baju pengantin berwarna putih... Carl pikir itu diri Carl sendiri tapi… jiwa ini seakan menyaksikan itu semua dari atas, terlihat Angga begitu bahagia… begitu juga si gadis itu… sungguh, Carl serasa pernah lihat tapi dimana gitu, awalnya Carl sangka Lidya… apalagi tadi ketemu dia, tapi bila diingat lagi gadis itu bukan Lidya, rambutnya sebahu matanya begitu indah dan belo, cantik sekali khas tanah Pasundan”

“itu cuma mimpi, keluar dari rumah sakit ini kita akan menjalani hidup dengan bahagia sampai waktunya kita menikah nanti Carl…”

“Carl berharap juga begitu Angga, tapi bila itu tidak tercapai... Angga harus bahagia ya, tau ga di mimpi itu Carl memeluk kalian berdua dengan penuh kasih bahkan sampai kalian berdua mempunyai satu anak laki-laki yang sungguh menggemaskan dan bisa melihat Carl sambil tertawa ketika ibunya memandikan anak Angga di pagi hari, sedang Angga baru saja menguap bangun dan menyeduh kopi, keluarga yang bahagia... pokokonya Angga harus bahagia”

Aku memeluk caroline lebih erat…

Tok tok tok... Lidya memang mengetuk pintu namun dia masuk begitu saja dan melihatku berpelukan dengan Caroline.

“heh akang… iihh jangan kaya gitu malu tau… kak Carl masih sakit ga boleh dipeluk-peluk dulu, sana pergi… katanya mau ke Kampus hari ini… sanaaaa iihh pergii cabut cabut”

Sialan anak ini malah mendorong-dorong badanku sedang Caroline hanya bisa tertawa melihat kelakuan kami berdua yang mirip kucing dengan anjing tidak bisa damai, eh anjing dengan anjing? ah bikin repot saja.

Aku melambaikan tanganku kepada Caroline pagi itu, disaat matahari masih terasa hangat menyelinap di antara sela jendela, kamu sangat cantik walau dalam kondisi sakit ini Carl, aku sayang kamu.

***

Tinggalkan sejenak Caroline bersama Lidya untuk hari ini. Sebenarnya Kampusku tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit tempat Caroline dirawat, hanya sekitar 10 menit menggunakan motor dan siang ini aku hanya mengunjungi semacam ruang Tata Usaha kampus sekedar mengambil lembaran KRS untuk semester depan, tidak ada yang penting untuk itu aku hanya mengobrol dengan beberapa temanku di parkiran motor, satu jam kulewati hingga bosan, aku kembali mengambil motorku dan melaju entah mau kemana.

=== Ruko Banceuy ===

Disebelahnya ada satu monumen mengenang Petilasan Bapak Proklamator kita Ir. Sukarno, tepat di gerbangnya aku melihat HP ku, siapa tau Lidya memberi kabar terbaru tentang Caroline, tapi ternyata tidak ada.

“Angga…” suara seorang perempuan menyapaku dari belakang, ternyata Dewi eh Viona. Baru kuingat tempat ini tidak terlalu jauh dari lokasiku dulu digebukin oleh David. tentu saja ini dekat dengan ruko ayah Viona, ruko gudang kain miliknya.

“hey Vio kebetulan ya hehe” aku menyapanya sekedar basa-basi, Viona terlihat cantik dengan jeans ¾ dipadu kaos warna hitam dan goodie bag putih berisi entah buku atau apa aku tidak terlalu jelas melihatnya.

“Angga lagi apa disini? napak tilas ya hihihi” Viona tertawa hingga matanya tertutup dan satu tangannya menutupi bibirnya yang tipis.

“haizz bukan lah, ini lagi cek HP kali aja ada kabar dari Caroline” aku memberikan senyuman terbaiku kepada Viona, kini kami saling berhadapan dan dari jarak sedekat ini aku bisa melihat wajah Viona yang ternyata sangat mulus khas Wanita Pasundan ditambah matanya yang besar dan bersih nampak melihatku penuh keheranan.

“Caroline itu pacar Angga tea ya? yang lagi sakit itu?” Aku membalas dengan sedikit anggukan.

“kenapa Angga gak nungguin lagi ?” entah kenapa aku tidak menjawab dengan normal bahwa di Rumah Sakit sana ada Lidya yang sedang menemani Caroline.

“tadi aku ke kampus dulu, sekarang baru mau ke arah jalan Merdeka nih… mau cari buku sambil makan”

“eh kebetulan satu arah ke kampusku, nebeng dong… males pake angkot kudu dua kali naik… padahal kalau pake motor kan cuman tinggal lurus belok kiri dari sini kan ?” kalau dipiki-pikir iya sih, kalau naik angkot Viona harus memutar dulu, kasihan juga… ya sudah aku hanya kembali tersenyum kemudian mempersilakan Viona menaiki motorku.

Jalanan siang itu sedikit lengang bahkan kami berdua hanya membutuhkan waktu tidak kurang dari 10 menit untuk sampai di kampusnya Viona.

“sampai sini aja ?” aku tersenyum ke arah viona yang sedang sibuk dengan rambutnya yang kusut tertiup angin.

“iya angga makasih ya, eh katanya mau makan ? bareng aja yuk di kantin kampus tuh disana” Viona menunjuk satu pojokan kampusnya yang memang ada semacam pujasera disana.

“mmm yang enak di sana apa ?” Viona menjawabnya sederhana “ soto ayam, enak banget murah dan banyak haha” baru kali ini aku memperhatikan Viona tertawa, cantik sekali gadis ini hingga aku hanya tersenyum sambil menundukan kepalaku tidak ingin melihat kecantikannya lebih banyak lagi.

“jadi gimana? mau makan disini ?” Viona kembali memandangku dengan mata bulatnya, jujur sedikit salah tingkah aku dibuatnya, soalnya selama ini mata dan hati ini terkunci kepada Caroline seorang dan kalian tahu berbuat seperti ini saja ku sudah merasa mengkhianati Caroline kekasihku apalagi makan berdua dengan Viona.

“hmm Angga kok ga jawab? oh merasa ga enak sama pacarnya ya? baiklah ngerti kok, hebat emang si anak emak ini hehe” Viona mengibaskan rambutnya kemudian hendak berlalu sendiri ke dalam kampusnya.

“eh Viona maaf bukan begitu, iya aku mau makan” Viona membalikan tubuhnya kemudian tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.

“oh ya? gini aja deh Angga pesen makan dulu, pesenin buat aku juga ya nasinya setengah kuahnya banyakin pake jeruk nipis yang banyak ya, aku mau ambil buku dulu ke perpus sebentar kok” aku hanya bisa mengangguk kemudian berjalan terpisah dengan Viona.

Kampus Viona tidak begitu ramai, di pujasera itu sendiri hanya ada beberapa pasang mahasiswa yang melihat ke arahku saat aku duduk dan menyalakan rokokku, apakah disini tidak boleh merokok? ah siapa yang perduli.

2 porsi soto ayam sudah tersaji namun Viona belum juga muncul, akhirnya aku melahap soto duluan karena lapar ini sudah mendera dari pagi tadi. Baru setengah perjalanan menghabiskan sotoku, Viona datang kemudian tersenyum ke arahku.

“laper ya ? hehe curang kamu duluan pokoknya tungguin aku makan sampai beres nanti ga mau tau” Viona memasang wajah cemberut nan menggemaskan, aku hanya bisa melanjutkan prosesi makanku tanpa melihat lagi ke arah Viona.

“kenyang?” aku menyapa Viona yang baru saja menghabiskan soto ayamnya sambil menyalakan sebatang rokok.

“hehe iya banyak banget ya padahal nasinya cuman setengah porsi, aduh kamu ngerokoknya kuat banget ya Angga mirip bapakku” iya sih sejak tadi bertemu Viona mungkin aku sudah menghabiskan 4 batang rokok mulai dari banceuy, diperjalanan , di gerbang kampus pun sempat menyalakan rokok dan ini haha… Viona memperhatikan sejauh itu aku jadi malu.

“bentar aku bayar dulu ya”

“eh nitip dong, nih” Viona memberikan lembar uang sepuluh ribu yang tentu saja kutolak, bukan sok sok an tapi menjaga stabilitas kenyamanan nasional saja.

“ga usah Vi biar Angga saja”

“ga mau ah malu lagian aku bukan pacar Angga, udah bawa nih nih” Viona memaksa memberikan lembaran rupiahnya ke kepalan tanganku, ya sudah aku memilih untuk tidak berdebat dengan gadis cantik dan pintar ini.

Sekembalinya dari penjual soto Viona sudah berdiri, lho ?

“aku nebeng lagi boleh ?” Viona tersenyum sangat manis kepadaku.

“lho ga ada kegiatan apa-apa lagi ?”

“cuman ambil ini aja sih” Viona memperlihatkan sebuah buku yang entah apa judulnya.

“tapi aku mau ke Gramedia dulu ada yang mau kubeli”

“ya udah aku sekalian ikut ga apa – apa kan ?”

Astaga, boncengan, makan, ke toko buku berdua… Viona itu membuatku merasa bersalah kepada Caroline tapi untuk mengatakannya kepada Viona pun aku tidak mampu, akhirnya aku hanya menganggukkan kepala dan menuju ke motorku tang terparkir dibawah pohon trembesi depan kampus Viona.

Aku tidak terlalu banyak bicara dengan Viona ketika kita berada di dalam toko buku yang ada di jalan Merdeka itu, hanya sesekali melirik ke arah Viona yang nampak serius memperhatikan setiap judul buku yang ada di deretan rak. Aku menuju kasir setelah menemukan buku yang kuperlukan kemudian tanpa berlama-lama aku menuju parkiran motor di depan diikuti Viona yang nampak happy sekali hari ini.

Parkiran Gramedia yang selalu penuh membuatku kesusahan mencari celah menuju tempat motorku terparkir, Viona pun demikian nampak kikuk berjalan di antara deretan motor. Saat tengah berjalan, aku mendengar namaku dipanggil oleh seseorang dan itu membuatku menoleh ke arah asal datangnya suara itu.

“Kak Angga !!”

“lho ? Glorya ? lagi ngapain disini ? bukannya sekolah libur ?” aku melihat anak berseragam SMP dengan tas punggung berwarna ungu muda menghampiriku kemudian memegang tanganku di depan Viona.

“aku baru minggu depan liburnya kak, yang libur hari ini kan anak SMA kaakkk... eh kakak lagi sama siapa tuh? cantik banget… hmmm Gege jadi curiga nih” Glorya memandang Viona dengan ketidaksukaan yang kental.

“ini anaknya temen emak kakak” tanpa kuduga Glorya menghampiri Viona

“hai aku Glorya” Gege memasang wajah datar dengan sunggingan senyum mencibir

“Vio...” dan Viona hanya bisa mengerenyitkan dahi sambil menyambut tangan Glorya.

“kakak kok bisa barengan sama kak Angga ya ?”

“ satu arah saja sih kampusnya”

“ bukannya kak Angga itu pacarnya kak Caroline ya”

“ iya dedek cantiikk aku tau kok”

“ hmmm mencurigakan... ”

“ apasih anak kecil”

“ aku udah mau SMA tau”

“ itu seragamnya SMP”

“ iya belum pake aja, udah masuk SMA kok”

“ terserah... ”

“ yeee weeek dasar teteh-teteh centil, bilangin kak Caroline looh awas... eh kak Angga byeee aku pulang dulu jangan lupa besok ke rumah yaa” kemudian glorya berlari kecil menuju pinggir jalan dimana satu isuzu panther menunggu dengan mesin menyala.

Sedikit melihat tegur sapa yang janggal di antara mereka berdua tapi aku acuhkan saja dan terus berjalan menuju parkiran toko buku di jalan Merdeka, namun Viona memegang jok motorku sehingga aku susah bergerak dalam upayaku memindahkan motorku yang memang dalam posisi terjepit motor lainnya.

“Angga, itu tadi siapa? anak kecil baru gede kecentilan, kecengan kamu ya?” Viona nampak risih dengan pandangan kurang suka kepadaku.

“ kan tadi kenalan, namanya Glorya”

“ siapa dia ?” Viona kembali menahan jok motorku.

“ hahaha... dia itu murid les Caroline tapi karena kondisi Caroline seperti yang aku ceritakan kemarin jadinya aku yang ganti sesi les nya, oh iya Glorya tadi berbohong, dia masih kelas 1 smp baru mau naik kelas 2 cuman badannya aja yang bongsor hahaaha”

“ aku ga suka, tengil tuh anak” Viona akhirnya melepaskan jok motorku kemudian mendengus sambil menyilangkan lengannya di dada.

“ hahaha kamu belum pernah ketemu Lidya sih kalau dibanding Lid... Glorya itu sih ga ada apa apanya tengilnya”

“ Lidya? siapa lagi itu? ... ahhh lieurr (pusing), Angga aku ikutnya sampai halte bis tegalega saja deh kamu mau langsung ke rumah sakit kan ? salam ke Caroline ya mmm kalau ada waktu aku ikut besuk boleh ?”

“ hmm boleh lah kenapa nggak” walau sedikit mengernyitkan dahi entah maksud apa Viona ingin mengunjungi Caroline namun aku tetap memboncengnya sampai ke jalan Tamblong handphoneku berbunyi.

“ sebentar ya Vi aku angkat telfon dulu” aku menepikan motorku kemudian mengambil hanphone di saku celanaku.

“ halo kenapa lid ... ? apa ?? tadi kan baik-baik saja ? aku kesana sekarang !”

“ kenapa Angga ?” Viona bertanya kepadaku sambil menempelkan kepalanya di bahuku.

“ Caroline... Caroline Anfall lagi… aku mau kesana sekarang” aku sungguh panik tanpa sadar ingin memutar balik di tempat itu juga padahal jalan Tamblong itu satu arah.

“ aku ikut Angga, boleh ?”

“ Terserah, pegangan aku bakalan ngebut soalnya”


Tidak bisa menunggu lebih lama aku menarik gas motor sekencang-kencangnya mengingat perempatan Tamblong – Jl. Sumatra – Veteran sedang lampu hijau, aku bisa merasakan Viona memeluku dan tubuhnya menempel ke tubuhku mungkin dia sedikit ketakutan dengan kecepatan seperti ini. Beberapa angkot dan Damri ku zig zag tidak ada ampun aku tidak terlalu perduli dengan keselamatanku sendiri dan tak juga sadar aku membawa anak gadis orang di belakangku yang terpenting adalah aku harus segera sampai ke tempat Caroline.

Dengan tergesa aku memarkirkan motorku kemudian berlari menuju lift, Viona dengan kepayahan mengejarku, Angga tunggu ! teriaknya ketika dia hampir saja ketinggalan masuk lift, aku tidak menunjukkan ekspresi apapun kepadanya hanya ada pandangan kosong dimana kepalaku hanya dipenuhi oleh satu hal, Caroline.

Pintu lift terbuka, aku melihat sanak keluarga Caroline disana termasuk David, Lidya berlari ke arahku sambil menangis dan memeluku.

“Akaaang lama banget, kak Carol kaang huwaaaa” tangisnya pecah begitu saja membuat seisi ruangan melihat ke arahku yang sedang dipeluk Lidya dan Viona hanya berdiri kaku dibelakangku.

“Carl kenapa lid? jawab aku !” aku memegang kepala Lidya yang masih menempel di dadaku.

“kak Caroline tidak bisa respons apapun sekarang… hiks… sedang di tangani Semua Dokter, kaang… kak Caroline kang…” astaga Caroline? tadi kamu baik-baik saja kan sayang? kenapa? jangan tinggalkan kami seperti ini, aku mohon.

Lidya sedikit mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Viona.

“Akang, itu siapa ?”

Aku tidak merespons pertanyaannya hanya berusaha melepaskan pelukan Lidya, kemudian aku menghampiri David yang sedang berdiri di samping Jendela kaca dimana kita semua bisa melihat para Dokter memberikan pertolongan kepada Caroline.

Aku melihat ada air mata yang meleleh di pipi David yang biasanya terlihat sangar.

“Adek gue angga, adek gue” David ambruk dihadapanku yang tentu saja aku berusaha menguatkannya. Ibu Caroline menghampiri David bersama adik perempuan Caroline, aku sedikit menjauh dari mereka kemudian aku melihat Lidya yang sedang menangis sedang ditanya oleh Viona yang memegang bahu Lidya, Lidya nampak tidak senang dengan perlakuan Viona dan mungkin sedikit berseteru.

“lu siapa ? jangan pegang gue” Lidya nampak sangat tidak suka dengan perlakuan Viona yang kulihat hanya berusaha menenangkan Lidya.

“kenapa Lid ?” aku menghampiri mereka dan menggiring keduanya menuju pojok ruangan dekat tangga menuju bawah.

“Akang juga bikin bete ! aku telfon ga diangkat malah datang sama cewek ini, dia siapa ? lebih penting dari kak Carl?” Lidya benar-benar marah dalam kesedihannya, aku berusaha menenangkan namun Lidya kembali melihat ke arah Viona yang juga nampak panik dengan perlakuan Lidya.

“aku pulang ya Angga, maaf ganggu kalian semua” aku menghampiri Viona yang nampak tidak begitu paham dengan situasi ini.

“Akang mau kemana? mau anter dia? tega akang ! itu kak Caroline kang” Lidya menghalangi jalanku.

“kalau akang anter dia biar aku saja yang pergi, akang tega sama kak Caroline !!”

Lidya tergesa menuruni tangga, aku hendak mengejarnya namun dicegah oleh Viona.

“biar aku saja Angga, biar aku yang menenangkan gadis itu kamu cukup fokus ke kekasihmu” Viona mengejar Lidya dengan tergesa-gesa menuju ke tangga turun bawah dan hanya langah kakinya saja yang terdengar menjauh.

Aku kembali menghampiri jendela kaca dan melihat kesibukan paramedis disana yang dengan segala upayanya berusaha menyelamatkan Caroline yang sudah tidak bisa lagi berkomunikasi dengan siapapun. Caroline... bertahanlah sayang jangan tinggalkan kami semua aku mohon.

Tit... tit... tit... titttttttttt… bunyi Elektrokardiogram dari ruangan perawatan Caroline…




Dal Segno (end)



Main Cast

Caroline Angga Kusuma

Raden Angga Kusuma

David

Lidya

Glorya

Viona Dewi

Feydora Nicky



Spesial Thanks

Kedai Kopi Purnama

Mocca

Puppen

X.T.C

Toko Yu

Susu Murni Ijan

F1ZR

Bukune atas tawaranya (nuhun tapi belum bisa , maaf)

PCMS Jl. Sriwijaya

Petrof Upright Piano

Arista

Kupat Tahu Gempol

Roti Bakar Gempol

Mc. Darmo

Madtari

Lautan Merah

TPU Pandu

Kawai Piano

Lesehan Buku Cikapundung Timur

Taman Lansia (Yoghurt Citarum)

Wisata Alam Tangkuban Parahu

Wisata Alam Kawah Putih Ciwidey

Situ Patengan

Tahu Susu Lembang

Es Lilin Lembang

Hotel Lebak Gunung

Ujung Berung Rebel

Sapu Lidi

Landmark Braga

Classic Rock Cafe

Hotel Sawunggaling


Dal Segno 1-6c

Author @BHDB

Editor @pengagum_rahasia

Supported by @INSYFCL


Soundtrack

“ Somewhere in my dreamland” by Mocca

“ Atur aku” by Puppen

Dal Segno First Written @2006 by BHDB ,

First Published by BanggaON_01 (Banned ID) @Kaskus, “ somewhere in my dreamland “ just part 1


klining... klining... klining...

Puluhan orang berjajar rapi di dalam klenteng di sekitaran Jl. Cibadak, warna hitam dan putih menjadi warna yang dominan pakaian peserta acara yang sakral menurut adat Tionghoa. Aku, Raden Angga Kusuma kini memakai pakaian dengan warna yang sama dengan mereka semua… keluarga dari kekasihku yang telah wafat, aku diberi tanggung jawab setingkat duda cerai mati dengan tugas membawa satu guci berisi abu dari jasad Caroline yang baru saja di kremasi di Cikadut.

Upacara yang sakral ini baru bisa terlaksana 6 bulan setelah Caroline wafat.

Dengan iringan kertas mantra berwarna kuning dan semerbak dupa kami membawa abu jasad Caroline kembali ke pemakamannya di TPU Pandu. Kedua orang tua Caroline diberi amanat oleh anaknya supaya kembali memakamkan abu nya di tempat dia dimakamkan secara Katolik sesuai dengan ajaran yang di ikuti Caroline di tempat Ibadahnya .

Tempat ini 6 bulan yang lalu....

“sudah Ge, jangan nangis lagi kak Caroline sudah tenang di alam sana” aku memegang pundak Glorya, satu dari beberapa murid les Caroline yang ikut mengiringi acara Pemakaman kekasihku.

“hiks... kakakk... ga mau... hu huuu” Glorya yang waktu itu belum terlalu tinggi memeluk pinggangku dan menangis sejadinya.

Aku tidak melihat kehadiran Lidya diantara kami bahkan ketika peti berisi jasad Caroline mulai masuk ke dalam tanah dan dikuburkan serta di doakan oleh pemuka agama kepercayaannya. Kedua orang tua Caroline menaburkan bunga diatas makam Caroline yang kini hanya berupa gundukan tanah basah dengan salib menancap di pusaranya. David dan adik perempuan Caroline menghampiriku, David nampak mengusap-usap wajahnya dengan melepas kaca mata hitamnya terlebih dahulu, kemudian dia merangkulku.

“ terima kasih Angga, terima kasih lu sudah bikin adik gue bahagia sebelum akhir hayatnya, sekali lagi terima kasih...” David merangkulku cukup erat kemudian berlalu menyusul kedua orang tuanya meninggalkan area pemakaman. Kini di hadapanku hanya ada adik perempuan Caroline.

“kakak, hmm... Notes milik kak Caroline ada di aku, kalau boleh sebelum kak Angga ambil boleh aku pinjam ?” saat ini mungkin saat yang terberat dalam hidupku, dengan segala pikiran yang kalut aku hanya bisa menganggukan kepalaku.

“hey ayo pulang... aku juga mau baca notes nya” aku mendengar satu suara anak kecil perempuan mungkin usia Sekolah Dasar memanggil adik perempuan Caroline, aku hanya sekilas memperhatikan anak itu mengenakan dress hitam, matanya bulat dengan rambut pendek yang ikal di bagian ujungnya, hmm… mungkin satu saudara Caroline tapi kenapa di tampak sunda sekali tidak ada bias keturunan Tionghoa sedikitpun.

“itu siapa dek ?” aku bertanya kepada adik perempuan Caroline.

“oh... itu kerabatku dari Bogor kak, sudah ya kak... jangan sedih lagi ya… kakak harus kuat, terima kasih sudah menjadi bagian hidup kak Caroline yang indah...” Adik perempuan Caroline memeluku kemudian berjalan menghampiri anak perempuan yang tadi memanggilnya meninggalkanku bersama beberapa orang yang masih nampak membereskan semua keperluan pemakaman.

Langit begitu kelam, dan benar saja... rintik hujan perlahan menetes membasahi makam kekasihku.... terima kasih untuk hujan kali ini, kini akau bisa menangis sepuasnya meratapi kepergianmu... Caroline... sampai kapanpun aku akan selalu mencintaimu, bahkan di alam mimpiku aku akan selalu merindukanmu... bait demi bait aku lantunkan lagu yang sempat kita gubah berdua... walau mungkin hanya terdengar seperti gumaman semata... tapi hanya ini kan yang bisa kulakukan sekarang untukmu?

***

“Angga... hudang geus beurang (bangun sudah siang )” aku terbangun dari alam mimpiku dan mendapati tubuhku masih di kamarku, emak menggedor pintu begitu keras hingga kepalaku pusing.

“Angga udah atuh bangun, mandi terus makan mau sampai kapan ngurung diri di kamar terus? hariwang (was-was) ema mah”

“enya maak” hanya kata iya yang bisa kuucapkan walau akhirnya aku kembali menjatuhkan tubuh ini ke tempat tidurku kemudian dengan sedikit malas menyalakan tape 2 band ku dengan playlist album “ Never Mind” dari Nirvana.

Sayup-sayup dalam kerasnya musik yang digawangi Kurt Cobain aku bisa mendengar emakku nampak berbicara dengan seseorang, aku membuka pintu kamarku namun tidak mendapati emakku di ruang tamu, oh rupanya emak lagi ngobrol di beranda, dengan siapa ? aku sengaja melangkah perlahan dan sedikit menguping percakapan emak dan tamunya.

“ ya gitu neng si angga, sudah seminggu tidak kuliah, makan susah, sukanya ngurung diri di kamar… hariwang emak mah”

“ ya wajar atuh mak namanya juga baru ditinggalin sama orang yang dia sayang” aku mengenal suara ini, kenapa dia ada disini ? aku kembali ke kamarku dan mengecilan volume Tape ku sambil menyalakan sebatang rokok kemudian kembali menuju beranda dengan niat bergabung dengan emak ku.

“nah nah kenapa si Angga tiba-tiba bangun ai denger ada suara cewek ? euhh anak ema cunihin ih, tapi keun bae lah biar ga sedih terus, sini duduk Angga” aku yang sedang menikmati rokok dengan sedikit langkah gontai khas manusia baru bangun tidur duduk di benteng kecil pembatas beranda.

“hai Angga” senyuman yang manis dari gadis tamu emak ku tidak terlalu ku acuhkan, di kepalaku masih melekat memori Caroline dan segala kenangannya yang tidak bisa kualihkan begitu saja.

“oh hai Vi” mungkin perangaiku kurang baik dan sedikit ketus, harap jangan ditiru.

“sudah kalian ngobrol aja ya emak mau bikinin cemilan buat kalian di dapur”

“jangan repot-repot atuh mak sini biar Vio bantuin”

“sudah ahh neng Dewi mah temenin anak emak aja ya”

Viona nampak kikuk namun kembali senyumnya melengkung manis sehingga mau tak mau aku memperhatikannya dan hei... kenapa Viona memakai scraft dilehernya? scraft hijau pastel yang begitu kukenal...

“hmm Vi, itu kok scraft Caroline ada di kamu? bukannya sebelumnya...” Aku belum menyelesaikan dialog ku namun Viona menghentikanku dengan cara menghampiriku dan menempelkan telunjuknya di bibirku.

“ssttt aku tahu kamu pasti akan bertanya, dan maaf aku baru bisa menemuimu sekarang mmm satu lagi, maaf ya aku tidak bisa hadir di pemakaman Caroline bulan lalu”

Aku menatap Viona penuh rasa heran sebab yang kutahu Caroline memberikan scraft itu pada Lidya .

“daripada kamu bengong, mending kamu sekarang mandi terus anter aku ke Wastu Kencana”

“eh ? mau ngapain ?” aku sedikit heran dengan permintaan Viona.

“ aku mau beli bunga yang indah terus kamu harus anter aku ke makam Caroline juga” Viona tersenyum manis sekali lagi.

“ entahlah, aku belum mampu melangkahkan kaki ini kesana untuk saat ini”

“yaah padahal aku ingin ke makam Caroline” Viona nampak kecewa dengan ucapanku.

“ baiklah Angga kusuma kali ini aku maafkan, tapi tahun depan pas hari wafatnya Caroline kamu harus ajak aku mengunjungi makam Caroline yaaaa, janji ?”

Viona memberikan jari kelingkingnya ke arahku, tanpa ada syarat apapun lagi dariku entah kenapa aku langsung menyambutnya dengan jari kelingkingku juga.

“untuk tahun depan baiklah… aku berjanji mengajakmu mengunjungi makam Caroline”

Satu janji telah kuucapkan kepada pemilik baru scraft caroline... semoga aku bisa melewati tahun yang berat ini dengan baik.

Next… Hariring by @pengagum_rahasia
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Finally. What a great story! Well done! Ini yg ane suka sama tulisan e sampean mas. Keep it up! :beer:
 
Tengkyu mas SK :kangen: sini ke bdg ngopi-ngopi cakep :kopi:

Walopun lama pisan nunggu tapi rapopo, ide cerita itu kadang memang butuh mood yg bagus utk hasil terbaik.
Awal agustus yo mas e. Tak bawa rombongan Prasojo ke UGBDG. Sekalian ‘piknik’. Hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd