Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Derita Para Gadis Tawanan

kaze92

Semprot Kecil
Daftar
5 Sep 2011
Post
60
Like diterima
69
Bimabet
WARNING:
* Cerita-cerita ini memuat adegan pemerkosaan dengan unsur-unsur penyiksaan. Bagi yang kurang suka cerita panas dengan unsur sadisme/penyiksaan, mungkin bisa di-skip biar gak nyesel.
* Cerita-cerita ini asli karangan ane & belom pernah ane post di forum laen.
* Cerita-cerita ini hanya fiktif, kesamaan nama, tokoh, atau peristiwa adalah tidak disengaja.
* Thanks for reading!

INDEX:
Chapter 1. Cathlin dan Gadis-gadis Negeri Selatan - Post #1 (30 Mar 2014)
Chapter 2. Pemerkosaan dan Penyiksaan Jennifer - Post #1 (30 Mar 2014)
Chapter 3. Pemberontakan Ashley - Post #6 (5 Apr 2014)
Chapter 4. Sesi Interogasi dengan Elle - Post #7 (25 Apr 2014)

Cerita mana yg jadi favorit agan2 sekalian? SIlakan comment di bawah supaya cerita berikutnya makin mantep gan!

Chapter 1. Cathlin dan Gadis-gadis Negeri Selatan

Cathlin berusia 17 tahun ketika perang saudara di negaranya terjadi. Akibat perang itu, negara tempat Cathlin tinggal dibagi menjadi Negeri Selatan dan Utara. Keluarga Cathlin tinggal di wilayah negeri Selatan. Seperti tipikal gadis negeri Selatan lainnya, Cathlin memiliki kulit yang putih mulus dan wajah yang cantik bersih. Tidak seperti tipikal penduduk negeri Utara yang kebanyakan berkulit gelap dan berparas sangar. Maklum, penduduk negeri Selatan didominasi oleh orang-orang kaya, tidak seperti negeri Utara yang penduduknya rata-rata miskin dan tidak berpendidikan. Kesenjangan tersebut yang menyebabkan perang antara kedua negeri tersebut seolah tiada akhir.

Cathlin bersekolah di sebuah SMA yang terletak di dekat perbatasan antara negeri Utara dan Selatan. SMA itu terkenal dengan siswi-siswinya yang cantik dan tajir. Mungkin karena alasan itulah, suatu siang sekelompok orang dari negeri Utara datang bergerombol menyerang sekolah itu. Cathlin sedang mendengarkan gurunya berbicara saat tiba2 ia mendengar suara gaduh dan bunyi tembakan dari luar kelasnya. Kemudian tiga pria bersenjata dengan pakaian tentara mendobrak masuk ke kelas Cathlin. Pria2 tersebut berbadan kekar dan berkulit hitam legam – tipikal pria dari negeri Utara.

"Yang cowok geser ke sebelah kiri, yang cewek geser ke sebelah kanan!" teriak salah satu dari tentara itu.

Setelah siswa laki2 dan perempuan dipisahkan, orang itu berteriak lagi, "Sekarang yang cewek buka semua pakaiannya!"

Siswi-siswi itu pun kaget dan terpaku, namun karena diancam dengan senjata, perlahan mereka melepaskan kancing bajunya satu per satu, dilanjutkan dengan memeloroti rok mereka masing-masing. Siswa-siswa di sisi lain kelas itu menonton dengan perasaan campur aduk – antara nafsu dan ketakutan.

"Gua bilang buka semuanya! Bukan cuma seragamnya!" ujar tentara itu, sambil menarik bra salah seorang siswi yang bernama Melody hingga terlepas. Tidak senang dengan perlakuan kasar itu, Melody meludah ke arah tentara itu. Sang tentara marah bukan main. Ia menyuruh dua orang rekannya untuk memegangi tangan Melody, sementara ia sendiri maju dan mencubit kedua puting susu Melody yang kini tidak tertutup bra.

"Berani-beraninya lo sama gua!" katanya, sambil mengeluarkan pisau dari sakunya.
"Ampun, Bang, jangannn!"
Tanpa belas kasihan, tentara itu mengiris puting susu Melody yang sebelah kanan hingga setengah sobek. Teriakan yang pilu terdengar dari mulut Melody yang cantik itu, diikutin dengan teriakan histeris dari gadis-gadis lainnya yang takut hal serupa menimpa mereka. Takut akan ancaman itu, gadis-gadis itu cepat-cepat melepaskan bra dan celana dalam mereka, hingga kini 13 gadis yang telanjang bulat berdiri ketakutan di sisi ruang kelas itu.

Gadis-gadis itu disuruh berdiri berjejeran layaknya barang dagangan yang sedang dipamerkan. Sang komandan dari tentara itu berjalan sambil mengamati gadis-gadis itu satu per satu, sambil kadang2 meraba2 payudara mereka dan mengelus wajah mereka. Kemudian, ia menunjuk lima orang gadis yang menurutnya paling cantik, lalu memisahkan mereka dari yang lainnya. Cathlin termasuk dalam lima orang itu, sedangkan Melody dipisahkan dari kelompok itu. "Teteknya udah rusak, buat apa lagi dia kita bawa," kata sang komandan sambil mendorong Melody hingga jatuh ke lantai.

Para tentara mengikat tangan kelima gadis itu, kemudian mereka digiring keluar dari kelasnya hingga ke lapangan di luar gedung sekolah itu. Di situ terdapat sekitar 30 orang gadis berumur antara 15 hingga 18 tahun yang telah ditelanjangi, yang telah dipilih dari masing-masing kelas. Kira2 ada 20 orang tentara dari negeri Utara di tempat itu. Setelah semua tentara meninggalkan gedung itu, mereka lalu menyiram gedung itu dengan bensin, lalu membakarnya beserta dengan murid-murid dan guru yang tertinggal di dalamnya. Cathlin dan 29 orang gadis cantik lainnya lalu digiring meninggalkan tempat itu.

Karena rombongan itu dilengkapi dengan senjata yang lengkap, tidak ada penduduk negeri Selatan yang dapat menghalangi-halangi iring-iringan tersebut. Dalam waktu kurang dari lima menit, mereka sampai di perbatasan negeri Utara dan Selatan. Saat mereka memasuki wilayah negeri Utara, para penduduknya berjejer di pinggir jalan. Mata mereka terbelalak ketika melihat 30 orang gadis telanjang dalam keadaan terikat sedang berjalan di depan mereka. Pria-pria negeri Utara pun mengocok penis mereka sambil menikmati pemandangan itu, sementara yang lainnya berteriak-teriak "Dasar bangsa kafir! Orang2 sombong akan dapat ganjaran! Dasar pelacur!"

Mendengar hinaan-hinaan itu, Cathlin hanya bisa meneteskan air mata sambil terus berjalan dengan dipenuhi rasa malu yang luar biasa. Bagaimana tidak, ratusan pria yang tidak dikenalnya kini sedang menatap tubuhnya yang tidak tertutup sehelai benang pun. Untuk mempercepat langkah gadis2 itu, para tentara memukuli pantat dan punggung mereka dengan tongkat, sambil berteriak "Ayo cepetan, dasar pelacur malas!"

Perjalanan sejauh tiga kilometer itu terasa tiada akhirnya bagi Cathlin dan teman2nya, sampai akhirnya mereka tiba di sebuah gedung yang bentuknya mirip penjara yang tidak terawat. Setelah mereka masuk ke gedung itu, mereka digiring menyusuri lorong2 yang diapit sel-sel gelap dan kotor. Di dalam beberapa sel itu, Cathlin dapat melihat gadis-gadis negeri Selatan yang terkurung dalam keadaan telanjang bulat dan tubuhnya penuh dengan luka-luka. Ia pun merinding membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya.

Mereka lalu dibawa masuk ke sebuah ruangan agak besar yang cukup untuk menampung sekitar 60 orang. Mereka ditinggalkan dalam ruangan itu sampai matahari terbenam.

" Cath, gue mau pulang," ujar Jennifer, teman sekelas Cathlin, sambil meneteskan air mata.
"Semua juga mau pulang, Jen," jawab Cathlin sambil berusaha untuk menenangkan temannya, walaupun ia sendiri dirundung rasa takut yang luar biasa.

Kira2 jam 9 malam, sang komandan masuk ke ruangan itu. "Saatnya kita pesta!" teriak sang komandan, diikutin dengan gerombolan pria yang berebutan masuk ke ruangan itu. Kira2 ada 100 pria negeri Utara yang masuk ke sana, semuanya berpenampilan sangar, lusuh, dan kotor, seolah belum pernah mandi selama sebulan terakhir.

Dua orang pria mendekati Cathlin dan melepaskan tangannya yang terikat. Dengan cepat mereka melepaskan pakaian mereka, lalu memperlihatkan penis mereka yang besar-besar ke wajah Cathlin.
"Belum pernah kan liat yang segede ini? Emangnya kayak punya orang Selatan, kecil2 semua!" Kata2 mereka terdengar samar karena tertutup dengan suara jerit histeris gadis-gadis yang sedang digerayangi beramai-ramai.

Kedua pria itu memposisikan tubuh Cathlin hingga menungging. Pantatnya yang motok kini menghadap ke atas, ditopang oleh kedua pahanya yang putih mulus. Layaknya orang kesetanan, salah satu pria itu langsung menghujamkan penisnya ke vagina Cathlin yang belum pernah dijamah lelaki itu.

"Arghhhhhhh sakittttt ampunn tolonggggg!" teriak Cathlin ketika penis besar itu masuk ke liang vaginanya yang masih sempit itu. Cathlin dapat mendengar rintihan serupa dari gadis-gadis lain yang baru saja direnggut keperawanannya. Maklum, para gadis negeri Selatan biasanya sangat menjaga keperawanan mereka hingga mereka menikah. Namun kini keperawanan yang mereka jaga dengan susah payah direnggut oleh musuh-musuh mereka.

Pria yang sedang memperkosa Cathlin menggerakan badannya dengan sangat cepat, sehingga Cathlin merasakan sakit yang luar biasa pada vaginanya yang belum sempat beradaptasi. Ruangan itu sangat gaduh, terdengar rintihan, isak tangis, jeritan minta tolong, dan suara pria-pria yang merancau "Perkosa cewek2 jalang! Hancurkan memeknya! Jangan berikan ampun buat bangsa kafir!"

Tiba2 Cathlin merasakan penis yang tadi ada di liang vaginanya kini telah keluar, namun ia belum merasakan pria tadi menyemprotkan spermanya. Ia hanya dapat merasakan darah perawannya mengalir menuruni kedua pahanya menuju ke lantai. Ternyata ada pria yang sedari tadi memegangi tubuh Cathlin agar tidak bergerak, meminta jatahnya. Kedua pria itu sepakat untuk memperkosa Cathlin bersamaan. Salah satu dari mereka lalu berbaring di lantai, sementara temannya memposisikan tubuh Cathlin di atas tubuh pria itu, sehingga vagina Cathlin tepat berada di atas penis pria itu. Ia lalu mendorong pantat Cathlin sehingga penis sepanjang 20 cm itu amblas masuk seluruhnya ke dalam vagina Cathlin yang beberapa menit lalu masih perawan, diikutin dengan jeritan Cathlin yang kesakitan. Belum berakhir di situ, pria yang satu lagi memisahkan kedua belah pantat Cathlin hingga lubang duburnya terlihat. Pria itu lalu menghujamkan penisnya yang sudah tegang sedari tadi ke liang dubur Cathlin, lalu menyodomi Cathlin secara brutal. Pria yang di bawah menikmati guncangan tubuh Cathlin yang dapat ia rasakan pada selangkangannya, sambil meremas2 payudara Cathlin yang tidak terlalu besar, namun padat dan sekal.

Sepuluh menit telah berlangsung, namun kedua pria itu masih tetap memperkosa Cathlin dengan brutal dalam posisi seperti itu. Kemudian seorang pria datang menghampiri Cathlin, dengan penis yang masih berlumuran sperma dan darah. Ternyata ia baru saja memperkosa Cindy, adik kelas Cathlin yang sedari tadi digarap di sebelah Cathlin. Pria itu lalu menyodorkan penisnya ke mulut Cathlin.
"Nikmatin nih sperma gue, campur sama darah perawan temen sebangsa lo nih!"
Ia lalu menyodokkan penisnya yang berukuran lebih dari 20 cm itu ke mulut Cathlin yang kecil, sehingga penis itu seolah masuk hingga ke kerongkongannya. Dengan kasar pria itu menyodok2 mulut Cathlin dengan penisnya, tanpa peduli dengan Cathlin yang terbatuk2 akibat tersedak. Belum cukup penderitaannya, dua orang pria lagi datang menghampiri Cathlin dan memaksanya untuk mengocok penis mereka dengan kedua tangannya yang halus. Kini lima orang pria sedang memperkosa tubuh Cathlin yang tidak berdaya. Setelah salah satu dari mereka selesai, datang pria lain untuk menggantikan posisi pria yang telah selesai, sementara pria itu mencari mangsa berikutnya.

Pada malam nahas itu kira2 15 orang pria memperkosa Cathlin secara bergantian maupun bersamaan. Hampir semua posisi seks mereka terapkan terhadap gadi tawanan itu. Mereka memperkosa setiap lubang di tubuh Cathlin. Bahkan ada yang menyodokkan penisnya ke celah di antara ketiak Cathlin, sementara lengannya menempel dengan badannya. Seluruh tubuh Cathlin dilumuri sperma, demikian juga dengan mulutnya yang telah menelan banyak sekali sperma dari bermacam2 pria. Rambutnya yang pendek dan halus itu dipakai untuk mengelap sisa2 sperma pada penis pria2 yang memperkosanya. Sebelum fajar tiba, Cathlin dan sebagain besar gadis2 tawanan lainnya tergeletak tak sadarkan diri akibat perkosaan brutal yang mereka terima dari 100 pria negeri Utara.

***

Selama berada di kamp tawanan itu, gadis2 negeri Selatan dipaksa untuk bekerja sepanjang hari di pabrik pembuatan senjata ilegal. Mereka dipaksa berdiri telanjang di sepanjang lini produksi senjata yang dibuat dengan tangan itu. Tidak hanya senjata, mereka juga dipaksa untuk membuat keperluan2 perang lainnya seperti seragam, makanan, dan lain-lain. Mereka diharuskan bekerja dalam kondisi telanjang bulat, sehingga para penjaga bisa melecehkan tubuh molek mereka kapan saja. Para penjaga seringkali meremas dan memukul pantat gadis2 itu dari belakang, atau kadang2 menarik2 puting susu mereka hingga mereka mengaduh kesakitan. Bahkan ada juga gadis2 yang disodomi dari belakang sembari mereka melanjutkan pekerjaannya. Karena bila mereka tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya, mereka akan dijebloskan ke dalam ruang penyiksaan, di mana mereka disiksa dengan cara-cara yang sangat kejam dan tidak manusiawi, beberapa gadis bahkan hingga menghembuskan napas terakhirnya di ruangan itu.

Pada malam harinya, mereka dipaksa untuk melayani nafsu bejat para tentara negeri Utara, atau pria-pria lainnya yang sengaja membayarkan sejumlah uang untuk memperkosa atau menyiksa gadis2 Selatan. Maklum, di negeri Utara jarang sekali terdapat wanita yang berparas cantik, sehingga mereka melampiaskan nafsu dan kebencian mereka kepada gadis2 tawanan itu.

***


Chapter 2. Pemerkosaan dan Penyiksaan Jennifer

Jennifer adalah teman sekelas Cathlin semenjak mereka masih duduk di bangku SMP. Ia dikenal sebagai gadis yang populer karena kecantikannya. Rambutnya yang bergelombang dicat dengan warna coklat tua. Matanya agak sipit namun terlihat sexy, ditambah dengan bibirnya yang mungil. Payudaranya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan Cathlin, demikian juga dengan pantatnya yang putih mulus. Kecantikannya itu justru membawa bencana saat Jennifer berada di kamp tawanan itu. Ia seringkali menjadi pelampiasan nafsu para penjaga bejat di sana. Beberapa orang penjaga bahkan sengaja menjebak Jen supaya melakukan kesalahan, agar ia dapat dijebloskan ke dalam ruang penyiksaan.

Setelah tertangkap basah melalukan kesalahan dalam pekerjaannya merakit senjata, dua orang penjaga memborgol tangan Jen ke belakang dan menggiringnya ke ruang penyiksaan. Sesampainya di sana, Jen dibaringkan di sudut ruangan berukuran 4 x 4 meter itu, tangan Jen diposisikan di atas kepalanya dan diikatkan ke sebuah pipa. Penjaga yang satu lalu merentangkan kedua kaki Jen lebar-lebar, sehingga vaginanya yang mulus tanpa bulu itu terpampang jelas. Memang semua gadis Selatan di kamp itu diwajibkan mencukur habis rambut ketiak dan kemaluannya, mungkin demi kepuasan para penjaga dan tentara di sana. Setelah membuka celananya, pria itu lalu menghujamkan penisnya ke vagina Jen yang sudah puluhan kali dimasuki penis2 pria tidak dikenal. Jen berusaha menahan rintihannya, karena ia tahu kalau rintihan yang keluar dari mulutnya akan menjadi nyanyian yang merdu bagi pemerkosanya. Sementara vaginanya diperkosa secara brutal, pria yang satu lagi duduk di atas perut Jen, lalu memposisikan penisnya di antara kedua belah payudara Jen yang montok. Ia lalu mendempetkan kedua belah payudara Jen hingga menghimpit penisnya, lalu memain-mainkannya untuk memijit penisnya. Sesekali ia menampar payudara Jen keras2 untuk mendengar jerit kesakitan dari mulut Jen yang berusaha untuk diam tak bersuara. Kedua pria itu berejakulasi dalam waktu yang hampir bersamaan. Pria yang duduk di perut Jen yang rata itu lalu memeperkan sisa sperma pada penisnya ke kedua belah payudara Jen, sementara pria yang memperkosa vagina Jen memaksa Jen untuk membersihkan penisnya dengan lidahnya.
Setelah itu, mereka berdua meninggalkan Jen dalam posisi terikat di dalam ruang penyiksaan itu. Tidak lama kemudian, mereka masuk lagi sambil membawa kursi, tali, dan pecut. Mereka melepaskan ikatan Jen dari pipa di sudut ruangan, lalu menyuruh Jen untuk berlutut di atas kursi itu, sementara payudaranya berada tepat di atas sandaran kursi. Mereka mengikat kaki Jen ke dudukan kursi itu, sementara tangannya yang diborgol diikat ke sandaran kursi. Ikatan itu begitu kencang sehingga Jen sulit untuk bergerak. Dalam posisi seperti itu, pantat Jen yang bulat dan kenyal semakin terlihat menantang bagi para penjaga yang berdiri di depan kursi itu. Mereka lalu bergantian meremas kedua bongkahan pantat yang mulus itu, sambil sesekali menamparnya keras2 hingga meninggalkan bekas kemerahan. Mereka juga menciumi dan sesekali menggigit bulatan pantat Jen, seolah ingin melahapnya habis. Setelah puas, mereka lalu berdiri menjauhi Jen sambil mengambil pecut masing2. Jen yang sudah tahu apa yang akan terjadi hanya dapat memejamkan matanya dan berharap penderitaannya cepat berakhir. Dalam hatinya ia malah berharap ingin cepat mati saja daripada harus menjalankan hidup penuh siksaan seperti itu, namun ia teringat akan kedua orangtuanya yang tentunya masih mengharapkan putri tunggal mereka itu kembali ke rumahnya. Lamunan Jen buyar saat salah satu pecut itu mendarat di pantatnya yang sebelah kanan, diikuti dengan suara "ctarrr" yang memecah keheningan. Belum sempat Jen menjerit kesakitan akibat rasa panas di pantatnya itu, satu cambukan lagi mendarat di pantatnya yang sebelah kiri.

Cambukan demi cambukan terus mendarat di pantat, punggung, dan paha Jen, sehingga tubuh Jen yang putih mulus kini dihiasi dengan garis2 merah. Rintihan "Cukup.. Tolong hentikan, aku gak tahan lagi.... ampunnn" terus keluar dari mulut Jen, sambil matanya terus mengucurkan air mata akibat rasa sakit pada tubuhnya, ditambah dengan perasaan terhina diperlakukan seperti itu. Tentu saja permintaanya tidak digubris oleh kedua penjaga yang keasyikan menyiksa gadis yang tidak berdaya itu. Mereka memang sengaja diminta atasannya untuk senantiasa menyiksa gadis2 Selatan di kamp itu, untuk melampiaskan kebencian dan kecemburuan mereka terhadap bangsa Selatan yang kian lama kian maju dibandingkan bangsa Utara. Beberapa adegan pemerkosaan dan penyiksaan bahkan sengaja direkam untuk ditunjukkan ke orang-orang negeri Selatan, sebagai ancaman agar mereka menyerah dalam perang saudara.

Jen tidak menghitung berapa banyak cambukan yang mendarat di belakang tubuhnya, hingga akhirnya ia merasakan tidak ada lagi cambukan. Tiba2 Jen merasakan sebatang sendok yang dimasukkan ke dalam lubang duburnya. Salah satu penjaga mengorek2 liang dubur Jen dengan sendok itu secara kasar, sehingga menimbulkan rasa sakit yang tak tertahankan. Setelah beberapa lama, sendok itu dikeluarkan. Sendok itu berlumuran dengan kotoran dari lubang dubur Jen. Kemudian sendok itu didekatkan ke wajah Jen. "Cium nih aroma pup lo sendiri!" ejek para penjaga itu, sambil menyuapi mulut Jen dengan kotorannya sendiri. Belum pernah rasanya Jen merasa terhina seperti itu. Para penjaga lalu melepaskan ikatan pada tangan dan kaki Jen, lalu menyuruhnya untuk duduk di atas kursi itu. Pantat Jen yang penuh luka terasa sakit ketika menyentuh permukaan kursi yang kasar itu. Kedua tangan Jen yang masih terborgol itu lalu diikat ke belakang sandaran kursi, demikian juga dengan kedua kakinya diikatkan ke kaki-kaki kursi. Jen yang masih kelelahan akibat siksaan yang ia terima bernapas tersengal2, sehingga payudaranya yang besar itu bergerak naik turun seirama dengan tarikan napasnya. Para penjaga itu lalu berebutan meremas2 payudara Jen, sambil sesekali menggigit puting susunya hingga seolah hampir lepas. Mereka juga menampari kedua payudara Jen yang bergantung dengan indahnya itu sehingga payudaranya seolah terlempar ke kanan dan ke kiri. Pipi Jen yang dipenuhi dengan air mata juga ditampari, sambil diejek "Dasar pelacur Selatan, bisanya cuma nangis doang!" Kemudian mereka mengambil pecutnya masing2 dan kembali mencambuki tubuh Jen, kali ini di bagian payudara dan perutnya yang melekuk indah. Teriakan demi teriakan terdengar dari ruang penyiksaan itu, hingga matahari terbenam dan Jen dilepaskan untuk kembali bekerja pada shift malam. Ashley, yang ditempatkan di sebelah Jen dalam lini produksi itu mengelus punggung Jen yang penuh luka bekas cambukkan itu, sambil membisikkan, "Sabar ya Jen, pasti penderitaan ini ada akhirnya. Suatu saat kita akan membalaskan perbuatan kejam mereka!"

***

Chapter 3. Pemberontakan Ashley

(bersambung di post #6)
 
Terakhir diubah:
Lanjut Gan....
Waktu disiksa jgn terlalu cepet alurnya...., dipertajem lg....
 
Wah, ditunggu updateny bro.. Nice thread.. :beer:

thanks gan, lanjutannya di bawah ya!

Lanjut Gan....
Waktu disiksa jgn terlalu cepet alurnya...., dipertajem lg....

Siap gan, semoga lanjutannya lebih detail nih ya

peperangan antara korea utara dan korea selatan?? kalau iya.. mantap.. asik nih.. banyak artis2 dari korea selatan yang cantik2 dan masih virgin2.. perawan.. ^^

wah terserah interpretasi agan2 sekalian deh, selama bikin tambah asyik silakan bosss
 
Chapter 3. Pemberontakan Ashley

(WARNING): cerita berikut mengandung unsur sadisme dan penyiksaan. Bagi yg tidak suka dgn kedua unsur tersebut, mohon di-skip. Thanks.)

Semilir angin fajar membangunkan Ashley dari tidur singkatnya. Ia menemukan dirinya tergeletak di lantai sel yang dingin dan lembab. Rasa perih masih dapat ia rasakan pada vagina dan anusnya yang baru saja diperkosa habis2an oleh enam orang pria bejat yang menyewa Ashley semalam. Saat Ashley membuka matanya, ia dapat melihat payudaranya yang memerah akibat diremas2 secara kejam. Demikian juga dengan vaginanya yang membengkak akibat kekejaman pria2 bejat itu. Belum sempat Ashley memulihkan tenaganya setelah kejadian semalam, seorang penjaga masuk ke ruangan itu, lalu menarik Ashley keluar. Ternyata sudah saatnya bagi Ashley untuk kembali bekerja di pabrik senjata, meskipun tubuhnya masih sangat lemah dan diliputi rasa sakit.

"Kamu kayak belom tidur gitu sih," kata Elle, kakak kelas Ashley sewaktu masih di sekolah beberapa bulan yang lalu, yang kini menjadi rekan kerjanya di pabrik.
"Emang belom tidur, El. Rasanya kayak mau mati aja," jawab Ashley lirih.
"Yang tabah ya.."
"Mau tabah sampe kapan lagi, El? Aku udah muak diperlakuin kayak budak seks kayak gini! Aku ngerasa lebih hina dari binatang!"
"Ashley..."
"Cukup, El. Aku harus pergi dari tempat ini!"

Ternyata Ashley cukup serius dengan perkataannya itu. Malam harinya, ia merencanakan usaha untuk kabur dari kamp tawanan itu. Apa mau dikata, jumlah penjaga di tempat itu terlalu banyak, sehingga usaha Ashley melarikan diri pun gagal dalam hitungan menit. Ia ditangkap oleh para penjaga saat hendak memanjat tembok yang mengelilingi kamp tawanan itu. Ashley kemudian diseret masuk ke dalam salah satu ruang penyiksaan.

"Dasar cewek ******! Elo kira elo masih punya harapan hidup bebas? Lo dan semua cewek di sini ditakdirin buat muasin kita seumur hidup lo!" bentak sang komandan sambil menampar pipi Ashley.
"Tarik meja ke sini, ikat pelacur ****** itu di atasnya!" perintah sang komandan kepada anak2 buahnya. Meja itu berukuran cukup besar untuk memuat seluruh tubuh Ashley di atasnya. Kedua tangan dan kaki Ashley diikat ke sudut2 meja itu sehingga tubuhnya yang telanjang bulat itu membentuk huruf X. Payudaranya yang montok terlihat sangat menggiurkan dalam posisi seperti itu, demikian juga dengan gundukan di antara selangkangannya yang tidak ditutupi rambut itu. Ashley hanya diam saja menerima perlakuan itu. Ia tahu bahwa jeritan dan rontaannya akan menambah nafsu para penyiksanya. Ia seolah sudah tidak peduli lagi apa yang akan terjadi pada dirinya.

Sang komandan berjalan mengitari meja itu sambil mengagumi tubuh Ashley yang bersimbah keringat akibat lelah dan ketakutan. Sang komandan lalu berhenti di dekat ketiak Ashley yang sebelah kanan, lalu mendekati dan mengendusnya. Aroma ketiak Ashley yang berkeringat sangat merangsang sang komandan, sehingga ia menggelitiki ketiak Ashley yang terbuka lebar.

"Ahh, geli, tolongg, ampunnn.." ujar Ashley sambil menahan rasa geli pada ketiaknya. Sang komandan keasyikan menggelitiki kedua ketiak Ashley secara bergantian, sehingga Ashley tertawa-tawa tidak karuan. Mungkin itu adalah pertama kalinya Ashley tertawa selama beberapa bulan terakhir. Tubuhnya menggeliat-geliat di atas meja kayu itu.

"Nah gitu dong sekali2 senyum, kan tambah imut," kata sang komandan tanpa menghentikan permainan tangannya. Ia lalu naik ke atas meja dan menindih tubuh Ashley, sambil tetap memainkan jarinya dengan lincah di ketiak dan puting susu Ashley. "Stop please, aku gak tahannn, ahhh..." pinta Ashley yang semakin menggelinjang tak karuan di atas meja. Setelah beberapa menit dikelitiki seperti itu, Ashley tidak dapat menahan lagi, sehingga akhirnya ia buang air kecil di atas meja itu. Air kencingnya mengenai pakaian sang komandan.

"Dasar pelacur kurang ajar! Berani2nya kencingin gua!" bentak sang komandan. Dengan marah ia berdiri, melepas ikat pinggangnya, lalu memecut selangkangan Ashley. "Aaaaaaahhh sakittt ampunnnn..." jerit Ashley kesakitan. Ujung ikat pinggang yang terbuat dari besi itu mengenai vagina Ashley, sehingga vaginanya memerah dan selangkangannya lecet. Tanpa kenal ampun, sang komandan mencambuk selangkangan Ashley sekali lagi, lalu sekali lagi.

"Bos, bukannya masih mau kita pake memeknya? Jangan diancurin dulu dong," kata salah satu anak buahnya. Sang komandan menuruti nasihat anak buahnya, disambut dengan tarikan nafas lega Ashley. Sang komandan lalu melepaskan pakaiannya, sementara anak2 buahnya duduk untuk menanti gilirannya masing2. Sang komandan lalu naik ke atas meja itu, lalu menyodokkan penisnya yang telah tegang ke arah vagina Ashley. Desahan pelan keluar dari mulut Ashley, mungkin ini adalah batang penis keseratus yang memasuki liang kemaluannya semenjak ia berada di kamp tawanan ini. Ia dapat merasakan perih pada selangkangannya yang baru saja dicambuki. Sang komandan menggerak2an pinggulnya naik turun di atas tubuh Ashley, sambil meremas2 payudara Ashley dan menciumi wajah Ashley yang imut2 menggemaskan. Tidak heran apabila Ashley menjadi incaran teman2 pria di sekolahnya dulu.

Singkat cerita, keenam pria di ruangan itu selesai memperkosa Ashley dalam posisi seperti itu. Ada yang mengeluarkan spermanya di liang vagina Ashley, ada juga yang menyemprotkan spermanya di wajah dan payudara Ashley. Kecuali sang komandan yang mengoleskan spermanya di ketiak Ashley, sehingga sekali lagi Ashley menggeliat kegelian. "Oke Ashley, tadi adalah terakhir kalinya kamu merasakan nikmatnya disetubuhi laki2," ujar sang komandan sambil mengenakan kembali pakaian tentaranya. Ashley tertegun mendengar perkataan itu. Di satu sisi ia merasa senang apabila tidak menerima perkosaan lagi seumur hidupnya. Di lain sisi, ia mengetahui bahwa mereka akan melakukan sesuatu yang buruk pada dirinya, sesuatu yang jauh lebih buruk daripada perkosaan.

"Lepaskan ikatan kakinya! Ikat kakinya ke atas!" perintah sang komandan. Anak2 buahnya lalu memindahkan kaki Ashley dari sudut2 meja ke tengah meja, sehingga sekarang kedua lutut Ashley hampir menyentuh payudaranya, sementara telapak kakinya menyentuh pinggulnya. Kini kedua kaki Ashley membentuk huruf M di atas meja itu. Dengan posisi mengangkang lebar layaknya katak yang hendak dibedah di laboratorium, bagian dalam vaginanya yang berwarna merah muda terpampang dengan jelas bagi orang2 yang berdiri di depannya.

"Ashley, malam ini kita akan belajar biologi. Kamu jangan pikir kita bangsa Utara adalah bangsa yang gak berpendidikan. Kita akan buktikan kalo kita juga jago, apalagi masalah kewanitaan hahahaha..."
Sang komandan lalu mencubit kedua bibir vagina Ashley, lalu menariknya hingga menyentuh bagian luar vaginanya. "Yang ini namanya labia, Ashley," jelas sang komandan. "Supaya kamu ingat, saya beri tanda ya." Sang komandan lalu mengambil pin yang telah disiapkan oleh anak buahnya, lalu menusukkannya ke labia Ashley hingga kini labianya yang sebelah kanan menempel dengan kulit luar vaginanya, seperti dua helai kain yang disatukan dengan jarum pentul. Ashley menjerit kesakitan seraya darah mengalir dari labianya yang ditusuk dengan pin itu. Sang komandan menambahkan satu pin lagi di labia Ashley yang sebelah kanan, lalu melakukan hal serupa dengan labia Ashley yang sebelah kiri. Kini liang vagina Ashley menganga lebar, sehingga bagian-bagian dalamnya terlihat dengan jelas. Ashley tak hentinya menangis dan mengguncang2kan tubuhnya karena rasa sakit yang luar biasa pada organ sensitifnya itu.

Tiba2 seorang penjaga masuk ke ruangan itu. "Boss, ada telepon penting dari Jendral. Tolong dijawab dulu," kata penjaga itu. Sang komandan lalu menyuruh kedua anak buahnya untuk menjaga Ashley sementara sang komandan mengangkat telepon.

"Wah, enaknya kita apain nih?"
"Mending jangan diapa2in dulu, biar si Boss yang ngelanjutin nanti. Dia yang lebih jago masalah gini2an."
"Tapi kan sayang kita biarinin nganggur begitu aja."

Akhirnya kedua penjaga itu sepakat untuk keluar ruangan sebentar, lalu kembali seraya membawa kardus yang berisi benda menyerupai tongkat. Ternyata itu adalah tongkat setrum yang biasa digunakan kepolisian untuk melumpuhkan pelaku kriminal. Tongkat yang terbuat dari logam itu panjagnya sekitar 50 cm, dengan diameter kurang lebih 5 cm. Di pangkalnya terdapat baterai dan pengatur voltase setruman yang dapat diatur.

"Jangannnn, tolong jangan pakai itu!" teriak Ashley yang seolah tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Permintaannya tidak digubris oleh para penjaga. Mereka lalu menyalakan tongkat setrum itu, lalu menyentuhkannya ke puting susu Ashley. Tubuh Ashley menggeliat2 akibat setruman pada puting susunya itu. Mereka terus memainkan tongkat setrum itu di atas tubuh Ashley, mulai dari payudara, ketiak, perut, paha, hingga akhirnya tongkat itu menyentuh klitoris Ashley. Tubuh Ashley berguncang hebat akibat rasa sakit bercampur geli pada vaginanya. Setelah beberapa saat, para penjaga itu lalu menyodokkan tongkat setrum itu masuk ke dalam liang vagina Ashley.

"Aaaaakhhhhh!!!" Ashley melolong panjang saat tongkat logam itu masuk ke dalam vaginanya, seolah merobek2 bagian dalam vaginanya. Setruman dari tongkat itu menambah rasa sakit pada vagina Ashley, sekaligus memberikan sensasi yang aneh bagi Ashley. Mereka membenamkan tongkat logam itu dengan kasar ke dalam vagina Ashley, hingga tidak dapat dimasukkan lebih dalam lagi, seolah tongkat itu sudah sampai ke rahimnya. Sodokan mereka yang kasar itu menyebabkan darah mengalir keluar dari vagina Ashley yang meraung2 kesakitan. Mereka lalu memasukkan tongkat satu lagi ke liang dubur Ashley yang kini posisinya berada tidak jauh di bawah liang vaginanya, akibat posisi tubuhnya yang terikat seperti itu. Kedua tongkat itu seolah beradu di dalam tubuh Ashley yang malang itu. Mereka membiarkan kedua tongkat itu berada di dalam vagina dan anus Ashley selama hampir setengah jam, hingga sang komandan datang kembali ke ruangan itu.

"Wah ide kalian kreatif juga ya. Gak sia2 gua ngajarin lo selama ini," puji sang komandan sambil menatap Ashley yang lemas tak berdaya. Selama setengah jam itu ia berkali2 pingsan akibat rasa sakit yang luar biasa pada selangkangannya, namun setiap kali ia dibangunkan dengan tamparan pada pipinya. Sang komandan lalu mematikan kedua tongkat setrum itu, lalu mengeluarkannya dari vagina dan anus Ashley. Kedua tongkat itu dilumuri oleh darah dalam jumlah yang sangat banyak, demikian juga dengan permukaan meja itu yang digenangi darah. Vagina dan anus Ashley menganga selebar diameter tongkat tadi, sehingga nampak seperti gua kecil.

"Kita lanjutkan pelajaran kita ya, Ashley," ujar sang komandan. Ashley menggeleng2kan kepalanya tanpa sanggup berkata2 lagi. Sang komandan lalu mencubit klitoris Ashley dan menariknya keras2, disambut dengan rintihan pelan dari mulut Ashley yang sudah sangat lemas itu. "Yang ini namanya klitoris. Konon katanya di sinilah letak kepuasan wanita saat berhubungan intim. Seperti yang aku bilang tadi, kamu gak akan lagi merasakan nikmatnya seks, karena mulai malam ini kamu akan berpisah dengan daging kecil ini."

"Jangaaaannn Tuan, tolong hentikan!" teriak Ashley sambil berusaha memberontak, namun tubuhnya terlalu lemas untuk melawan. Sang komandan lalu mengambil pisau, lalu mengiris klitoris Ashley perlahan2, sehingga akhirnya terputus dari vaginanya. Ashley menjerit sekuat tenaga, jeritannya itu terdengar hingga ke ruangan di mana teman2nya sedang beristirahat, sehingga membangunkan mereka dari tidurnya.

"Oke Ashley, kita mau lanjutkan pelajaran hari ini?" tanya sang komandan. "Cukup Tuan, tolong bunuh aku sekarang," jawab Ashley dengan suara yang sangat lemah, bercampur dengan isak tangisnya. "Baik, kalau itu maumu. Kita sudahi pelajaran hari ini. Tapi sebelum kita selesai, kita bersihkan dulu ya alat peraganya." Ia lalu mengambil sebuah sikat yang terbuat dari kawat, lalu menyikat dinding vagina Ashley yang menganga lebar. Cara sang komandan menyodok2kan sikat itu luar biasa kasar dan tanpa belas kasihan. Darah pun mengalir keluar dari vagina Ashley yang kini bahkan tidak sanggup untuk menjerit kesakitan. Bagian selangkangan Ashley dipenuhi oleh darah yang mengalir memenuhi meja itu, lalu menetes ke lantai. Rintihan2 lemah keluar dari bibirnya yang berdarah akibat digigitnya sendiri untuk menahan rasa sakit yang ia alami. Bahkan para penjaga di ruangan itu menutup mata mereka karena tidak tahan lagi menatap adegan penyiksaan yang sadis itu. Ingin rasanya mereka menghentikannya, namun mereka tidak dapat menahan nafsu komandan mereka yang agak kelainan itu. Mereka juga menyesal karena sempat ikut menyiksa Ashley. Setelah puas, sang komandan lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Sebelum keluar, ia berpesan kepada anak buahnya, "Pastikan teman2nya menonton rekaman yang tadi, supaya mereka tahu apa resikonya kalo berani melawan kita!"

"Siap, Komandan!" jawab kedua anak buah tersebut. Mereka lalu membisikkan sesuatu ke telinga Ashley. "Maafkan boss kita yang sadis itu ya. Kita juga gak tega liat kamu disiksa sampe kayak begini. Sekarang kita malah merasa bersalah udah ngelakuin hal sesadis itu kepada kaum wanita." Ashley lalu mengangguk pelan, membuka sedikit kelopak matanya yang sedari tadi terpejam, lalu tersenyum kecil. Kemudian ia menutup kembali matanya dan tergolek tidak sadarkan diri.
 
Terakhir diubah:
Chapter 4. Sesi Interogasi dengan Elle

"Mmmphhh-mphhh.." terdengar suara dari mulut Elle yang tersumbat oleh sebatang penis yang memenuhi mulut mungilnya. Pemilik penis tersebut memajumundurkan pinggulnya dengan cepat dan kasar, sehingga penisnya menyodok-nyodok mulut Elle hingga ke tenggorokannya. Sementara itu, pria berbadan kekar yang berada di belakang Elle – yang diposisikan menungging itu – sedang menyodok-nyodokkan penisnya ke liang dubur Elle, dengan tempo yang seirama dengan pria di depannya. Sambil menyodomi Elle, pria itu juga meremas-remas bongkahan pantat Elle yang kenyal dan padat, sambil sesekali menamparnya keras-keras sehingga menimbulkan bekas kemerahan. Pria tersebut menarik kedua tangan Elle ke belakang, seolah sedang menunggangi kuda. Kuda yang putih mulus dengan lekuk tubuh yang sempurna, dengan rambut yang panjang bergelombang. Sungguh pemandangan yang menggairahkan empat pria lainnya di ruangan itu, yang sedang menunggu giliran untuk memperkosa Elle, gadis negeri Selatan yang mereka sewa dengan harga yang cukup tinggi untuk malam itu. Di kamp tawanan itu memang ada beberapa ruangan yang dikhususkan bagi para penduduk sipil yang ingin menyewa gadis-gadis tawanan dari negeri Selatan, untuk kemudian diperkosa ramai-ramai atau disiksa secara brutal untuk memuaskan nafsu mereka.

Tiba-tiba pintu ruangan itu dibuka oleh sang komandan beserta dua orang anak buahnya.
"Maaf mengganggu Tuan-Tuan, nampaknya kita harus mengakhiri pesta malam ini," ujar sang komandan.
"Wah nggak bisa dong, kita udah bayar mahal2! Ngerasain aja belom!" protes keempat pria yang sedang menunggu giliran untuk menyetubuhi Elle.
"Tenang, uang Anda akan kami kembalikan malam ini. Namun perempuan sundal ini perlu kita pinjam sementara. Ada beberapa pertanyaan yang harus ia jawab."

Setelah negoisasi yang berlangsung cukup alot, akhirnya para penyewa itu menyerahkan Elle kepada sang komandan. Anak buahnya membersihkan tubuh Elle dari sisa sperma yang menempel di muka, selangkangan, pantat, dan payudaranya. Mereka juga mengeluarkan sebuah botol beling kecil yang tadi ditancapkan ke dalam vagina Elle. Saat botol itu dikeluarkan, darah mengalir dari vagina Elle. Mungkin karena tadi botol tersebut disodokkan secara kasar oleh para pemerkosanya, sehingga dinding vaginanya lecet-lecet. Kemudian mereka mencabut beberapa penjepit baju yang dijepitkan di puting susu Elle dan sekitar gundukan payudaranya.

"Bawa dia ke ruang penyiksaan, lalu gantung dia di tengah ruangan!" perintah sang komandan. Anak-anak buahnya melakukan persis seperti yang diperintahkan atasannya. Kedua tangan Elle diangkat ke atas, lalu pergelangan tangannya diikatkan dengan rantai besi yang terhubung dengan palang yang berada di langit2 ruangan. Rantai itu kemudian ditarik menggunakan semacam katrol sehingga tubuh Elle terangkat beberapa centi dari lantai beton. Dengan keadaan tergantung seperti itu, lekuk tubuh Elle yang menyerupai botol minuman soda itu semakin menggiurkan. Payudaranya yang gempal dihiasi dengan puting yang berwarna pink, dengan beberapa bekas luka akibat jepitan baju dan digigiti oleh para pemerkosanya. Punggung dan pantatnya yang putih mulus dihiasi oleh beberapa garis merah tipis akibat cambukan yang seringkali ia terima selama bekerja rodi, walaupun ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Melihat makhluk yang sempurna seperti itu, kedua penjaga tersebut protes kepada sang komandan. "Boss, kalo ceritanya dia mau dihabisin kayak Ashley waktu itu, mending kita semua nikmatin dulu sebelom rusak!" Sang komandan menuruti permintaan anak buahnya, lalu memberikan mereka waktu selama satu jam untuk menikmati tubuh Elle yang tergantung bebas di tengah ruangan. Mereka lalu memanggil hampir semua penjaga lainnya di kamp tawanan itu, kira2 30 orang jumlahnya untuk masuk ke ruangan itu dan menikmati tubuh Elle terakhir kalinya sebelum mungkin "dirusak" oleh sang komandan yang sadis itu. Maklum, banyak yang berpendapat bahwa Elle adalah salah satu gadis paling cantik di kamp tawanan itu.
Sebagian dari para penjaga itu mengantri di depan tubuh Elle yang masih digantung di tengah ruangan, sementara sisanya mengantri di belakang tubuh Elle. Karena waktu yang diberikan terbatas, maka mereka harus memperkosa Elle dua orang sekaligus, dalam posisi berdiri. Satu orang memperkosa vaginanya dari depan, sementara satu orang lagi memperkosa anusnya dari belakang. Kini tubuh Elle seperti daging yang terjepit oleh dua roti sandwich di kedua sisinya. Sambil memperkosa Elle, mereka tidak henti2nya meremas2 payudara Elle baik dari depan maupun dari belakang, memilin2 puting susunya, dan mengelus2 sekujur tubuh Elle yang sempurna itu. Pria2 yang memperkosa Elle dari depan juga menciumi bibirnya yang sensual, serta menjilati seluruh wajahnya hingga basah oleh ludah. Dalam waktu satu jam, semua penjaga itu telah menyemprotkan spermanya di vagina dan anus Elle, bahkan beberapa penjaga telah memperkosa Elle lebih dari sekali.

Setelah satu jam berlalu, sang komandan kembali memasuki ruangan itu ditemani oleh seorang asistennya yang juga terkenal sangat sadis dalam menyiksa wanita. Semua penjaga lainnya diminta meninggalkan ruangan itu, sehingga kini Elle sendirian di tengah ruangan itu dalam keadaan tergantung2. Sisa2 sperma mengalir dari vagina dan anusnya, menuruni pahanya menuju lantai. Tubuhnya yang molek dibasahi oleh keringat karena kelelahan akibat dipaksa untuk melayani puluhan pria dalam waktu satu jam. Nafasnya yang tersengal-sengal membuat payudaranya naik turun berirama.

"Selamat malam, Elle," sapa sang komandan, memecah kesunyian di ruangan itu. "Kamu kenal sama dia?" tanyanya, sambil menunjukkan foto seorang pria, yang tidak lain adalah ayah kandung Elle. Ayah Elle adalah seorang jenderal di negeri Selatan yang cukup disegani. Elle sedikit terkejut saat melihat foto ayahnya, dan berharap ayahnya baik-baik saja.

"Jawab!" bentak sang komandan sambil menampar wajah Elle dengan keras, hingga bibirnya mengucurkan darah. "I-i-i-iyaa..." jawab Elle ketakutan.
"Sayang sekali aku harus menampar kamu untuk pertanyaan yang sudah aku tahu jawabannya, Elle. Ayahmu pasti rindu sekali sama kamu. Aku gak bisa bayangin ekspresinya kalau tahu gadis sulungnya setiap hari diperkosa, disodomi, dan disiksa oleh bermacam2 pria."
Elle termenung mendengar perkataan sang komandan. Hatinya sakit saat membayangkan perasaan ayahnya, ketika mengetahui bahwa anak yang ia besarkan dengan susah payah selama ini, ternyata hanya menjadi objek untuk memuaskan nafsu para pria bejat.

"Sekarang kamu pasti tahu di mana dia kan?" tanya sang komandan, membuyarkan lamunan Elle. Tentu saja Elle tahu tempat tinggal ayahnya, namun ia enggan untuk memberitahukannya. Di rumah itu ada ibu dan dua orang adik perempuannya yang masih berusia 14 dan 16 tahun. Ia tidak ingin kedua adiknya itu mengalami penderitaan seperti yang ia alami. Dan terutama ia tidak ingin ayahnya dibunuh oleh orang yang sangat ia benci. Kemudian Elle meludah ke lantai untuk menandakan keacuhannya.

"Aku sudah duga kamu gak bakal jawab pertanyaanku, tapi malam ini kita akan bikin kamu menyesali keputusanmu itu," kata sang komandan dengan nada santai, sambil mengayun2kan cambuk di tangannya. Cambuk itu terbuat dari kulit yang tidak terlalu panjang, namun di ujungnya dilapisi dengan logam. Bulu kuduk Elle berdiri saat melihat alat yang dapat merobek2 tubuhnya itu. "Oke Elle, kalau kamu tidak mau jawab pertanyaanku, malam ini kamu akan kita ajari cara berhitung ya. Bantu kita untuk hitung berapa kali cambuk ini melukai tubuhmu, cantik."

Elle memejamkan matanya erat2 saat sang komandan mengayunkan cambuk ke arah tubuhnya. "Ctarrr!!" cambuk itu mengenai perut Elle, meninggalkan segaris lecet pada perutnya yang rata. "Aaaaaaakhhh!!" jerit Elle kesakitan. Walaupun sudah seringkali dicambuki, baru kali ini tubuhnya merasakan cambuk dengan lapisan logam di ujungnya.
"Ayo mulai berhitungnya!"
"S-sss-satu..." ujar Elle dengan lirih.
"Ctarr!!!" kini gantian asisten sang komandan yang mencambuk Elle dari belakang, mengenai bulatan pantat Elle yang sebelah kanan.
"Aaaahhh..ssshhh...d-dua.."
"Ctarr!!"
"Aaahhhhh... t-t-ti-tigaaa.."
...
"Ctarr!!!"
"Hssssshhhh... lima p-puluh.."
Mereka lalu berhenti mencambuki tubuh Elle. Sang komandan sudah mencambuki bagian depan tubuh Elle sebanyak 25 kali, baik di dada, perut, kaki, maupun pahanya. Ia bahkan meminta asistennya untuk merentangkan kaki Elle, kemudian mengayunkan cambuknya ke arah selangkangannya, sehingga daerah kewanitaannya itu terluka cukup parah. Sang asisten juga sudah mencambuki punggung dan pantat Elle sebanyak 25 kali. Mereka lalu menyaksikan tubuh Elle yang dipenuhi oleh lecet-lecet akibat tergores logam pada ujung cambuk yang mereka gunakan. Beberapa luka bahkan mengalirkan tetesan darah. Elle tak henti2nya meringis akibat rasa sakit dan perih tak tertahankan di sekujur tubuhnya.

"Sakit, Elle?" tanya sang komandan, sambil mengusap luka di punggung Elle.
"J-j-jangan harap gue bakal jawab p-per-pertanyaan lo!" kata Elle terbata2, sambil menahan rasa sakitnya.
"Siapa yang nanya?!" bentak sang komandan. Asistennya lalu mencelupkan tangannya ke segelas minuman alkohol yang telah ia siapkan di ruangan itu, kemudian mengusap-usapkannya ke punggung dan pantat Elle yang penuh lecet.

"Sssshhh... aaaaaakkhhhh perihhhh tolonggg!!!" teriak Elle histeris saat merasakan perih yang luar biasa pada bekas lukanya itu. Sang komandan tertawa dengan puas saat melihat tubuh Elle menggelinjang hebat akibat kesakitan. Begitu juga dengan sang asisten yang kini juga mengusap-ngusap payudara Elle dengan tangannya yang masih dibasahi alkohol. Wajah Elle dibasahi oleh air mata tanda kesakitan yang luar biasa.

"Masih belum mau jawab, Elle?"
Elle menggeleng2kan kepalanya. Misalnya ia menjawab pun, ia tidak yakin apabila keluarganya masih tinggal di rumah itu. Mungkin karena letaknya yang dekat dengan perbatasan, bisa saja keluarganya pindah ke tempat yang lebih aman.

"Gila, alot banget lonte satu ini. Sayang banget dia sama keluarganya," bisik sang komandan kepada asistennya.
"Oke Elle, mungkin kamu butuh waktu untuk berpikir. Kita akan lihat besok pagi. Sementara itu, asistenku akan bantu kamu untuk tidur nyenyak malam ini. Sampai jumpa, Elle," kata sang komandan. Sementara itu, asistennya menarik sebuah "kuda-kudaan" kayu yang berbentuk balok segitiga, dengan ujung yang cukup lancip menghadap ke atas. Kuda2an itu lalu diposisikan tepat di bawah selangkangan Elle. Kemudian ia menurunkan rantai yang mengikat pergelangan tangan Elle, sehingga tubuh Elle terjatuh tepat di atas kuda2an itu. Bagian ujungnya yang lancip langsung menghujam vagina Elle, sehingga seluruh beban tubuhnya ditopang oleh selangkangannya. Di kakinya lalu diikatkan pemberat yang terbuat dari besi, sehingga tubuh Elle semakin tertarik ke bawah, mengakibatkan ujung lancip kuda2an itu menusuk vaginanya semakin dalam, menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Sang asisten lalu menambahkan beberapa ikatan tali pada tubuh Elle supaya posisinya stabil. Kemudian ia mencambuki tubuh Elle beberapa kali lagi sebelum sang komandan menyuruhnya untuk berhenti. "Sudah, cukup, kita lanjutkan besok pagi. Semoga tidur nyenyak, Elle.."

Keesokan paginya sang komandan dan asistennya kembali memasuki ruang penyiksaan. Kepala Elle tertunduk lemas sambil terus meneteskan air mata akibat rasa sakit luar biasa pada selangkangannya. Balok kayu yang menekan vaginanya memberikan sensasi yang aneh – menyakitkan namun membuat Elle terangsang hebat, sehingga cairan kewanitaannya membasahi balok kayu itu. Darah juga mengalir dari vaginanya yang terluka.

"Selamat pagi, Elle," sapa sang komandan, sambil menyodorkan segelas air kepada Elle. "Nih minum dulu, kamu pasti haus." Elle mengendus isi gelas itu dan menyadari bahwa gelas itu berisi air kencing, mungkin milik sang komandan. Namun karena dipaksakan oleh sang komandan, Elle akhirnya menegak habis isi gelas itu, hingga isinya luber ke dagu dan lehernya yang jenjang. Sementara itu, sang asisten memindahkan kuda-kudaan kayu keluar dari ruangan itu, sehingga kini tubuh Elle kembali tergantung bebas.

Sang asisten lalu merentangkan kedua kaki Elle, sementara sang komandan mengambil sebuah tali tambang dan berdiri di depan Elle. Kemudian ia menyuruh asistennya untuk berdiri di belakang Elle sambil memegang ujung lain dari tali itu, sehingga kini tali itu merentang tepat di bawah selangkangan Elle.

"Kita bersihkan dulu memekmu ya Elle. Kamu sudah gede tapi pipisnya masih berantakan," ujar sang komandan. Lalu mereka memajumundurkan tali itu sehingga permukaannya yang kasar menggesek-gesek vagina Elle yang masih bengkak akibat siksaan yang ia terima sebelumnya. Elle merasakan perih dan panas pada selangkangannya, sementara kedua penyiksanya itu menggesek2an tali itu makin cepat dan brutal. Bagian tengah tali itu kini berubah warna menjadi merah, bersimbah darah dari kemaluan Elle. Setelah beberapa saat, mereka menghentikan kegiatannya dan menyaksikan vagina Elle yang kini bentuknya tak karuan.

Sang asisten lalu menyiapkan sebuah generator listrik dan beberapa buah jepitan buaya yang terbuat dari logam, tersambung dengan kabel yang terhubung dengan generator tersebut. Kemudian ia memilin puting susu Elle hingga mengeras, lalu menjepitkan jepitan buaya itu pada puting susu Elle, baik yang kiri maupun yang kanan. Gigi2 tajam dari jepitan itu menusuk ke dalam puting susu Elle hingga kedua puting susunya memerah.
"Baik, Elle, kita kasih kamu kesempatan terakhir untuk menjawab pertanyaan semalam. Di mana ayahmu berada, Elle?" tanya sang komandan. Elle memilih untuk tetap bungkam dan kembali menggelengkan kepalanya. Sang komandan lalu memberi isyarat kepada asistennya untuk menyalakan generator listrik itu, sehingga arus listrik menyengat kedua puting susu Elle. Elle meringis kesakitan akibat sengatan listrik pada puting susunya itu.

"Sudah ingat, Elle?" tanya sang komandan. Elle tetap diam tanpa memberikan jawaban, hingga sang asisten menaikkan tegangan listrik pada generator itu. Ia memutar2 pengatur tegangan listrik itu sambil sang komandan terus menanyai Elle. Setelah beberapa saat, daerah di sekitar puting susu Elle bahkan menghitam akibat setruman listrik yang menyerangnya bertubi2. Jeritan kesakitan Elle dihiraukan oleh mereka.

Sang komandan lalu mengambil sebuah replika penis yang terbuat dari logam, panjangnya sekitar 20 cm dengan diameter 3 cm, di bagian pangkalnya terdapat kabel yang juga tersambung ke generator listrik. Ia lalu merentangkan kaki Elle, kemudian menghujamkan penis logam itu ke dalam vagina Elle. Ia menyodok2 vagina Elle dengan cepat dan kasar, serta memutar2nya di dalam vagina Elle, seperti mengaduk adonan. Elle merasakan dinding vaginanya perih bukan main saat tersengat listrik yang mengalir dari penis logam itu, terutama saat mengenai bagian-bagian yang terluka akibat siksaan2 sebelumnya. Sang komandan menyodok2an penis logam itu tanpa ampun, hingga tubuh Elle terguncang2, demikian juga dengan kedua payudaranya yang berguncang dengan hebat. Para pria itu menikmati penyiksaan itu hingga akhirnya Elle menjerit, "Cukuppp!! A-a-aku nyerahhh!!"

Tegangan listrik tersebut lalu diturunkan, walaupun penis logam itu dibiarkan menancap di dalam vagina Elle. Elle lalu membacakan alamat rumahnya di negeri Selatan, yang kemudian dicatat oleh sang komandan.

"Nah, coba kamu mau kerja sama dari kemarin, kamu gak perlu menderita kayak begini, Elle. Dasar gadis bodoh!" jawab sang komandan.
"Belum tentu juga sih Boss, misalnya dia jawab pun juga bakal tetep kita siksa sampai mati, kan?" sahut sang asisten.
"Iya benar juga ya," jawab sang komandan, disambut oleh gelak tawa keduanya.

Mereka lalu melepaskan jepitan buaya dari puting susu Elle, lalu melepaskan ikatan rantai pada pergelangan tangannya. Tubuh Elle yang sudah sangat lemas itu langsung jatuh ke lantai beton. Mereka kemudian menyeret tubuh Elle yang sudah tidak mampu berjalan lagi, menuju sebuah ruangan di bawah tanah. Di ruangan itu terdapat gadis2 tawanan yang sudah babak belur akibat disiksa secara brutal, termasuk Ashley ada di ruangan itu. Vagina Ashley mengalami pendarahan yang hebat, bahkan ia tidak dapat mengontrol kapan ia harus buang air kecil. Elle terkejut saat melihat teman baiknya itu masih hidup, walaupun dalam keadaan sekarat. Para gadis di ruangan itu memang dibiarkan begitu saja sampai mereka meregang nyawa, tanpa diberi makan dan minum. Sang komandan dan asisennya lalu melemparkan tubuh Elle ke ruangan itu, mengunci pintunya, kemudian meninggalkan para gadis itu yang sedang sekarat itu. Elle kemudian merangkak menghampiri tubuh Ashley yang meringkuk di sudut ruangan, kemudian memeluknya dengan erat.

Beberapa hari kemudian sang komandan membuka pintu ruangan itu, lalu datang menghampiri Elle sambil membawakan sedikit makanan.
"Kamu pasti lapar sekali kan, Elle? Aku gak tega melihat gadis secantik kamu mati kelaparan. Tapi sambil makan, kita sambil nonton ya, Elle," ujar sang komandan dengan lembut. Elle bangkit dari tempatnya, lalu mengambil makanan yang sudah disiapkan untuknya. Tidak lupa ia juga membaginya dengan Ashley, sahabatnya sependeritaannya selama beberapa hari itu. Belum sempat ia mengucapkan terima kasih, Elle terperanjat bukan main saat melihat video yang diputar sang komandan di laptopnya.

"Aaaaaahhhh sakitttt tolonggg stop pleassseee..." terdengar teriakan seorang gadis dalam video itu. Ternyata teriakan itu berasal dari Jessie (16 tahun), adik Elle yang sedang diperkosa secara brutal oleh para tentara negeri Utara. Di ruangan tempat Jessie diperkosa juga terdapat ayah dan ibunya, yang duduk terikat di sebuah kursi sambil menyaksikan anak gadisnya diperkosa secara sadis. Sang ayah berusaha untuk melepaskan diri dan menawarkan sejumlah uang supaya mereka meninggalkan anaknya, namun usaha itu sia2. Bahkan setelah video itu mencapai setengah dari durasinya, para tentara juga menelanjangi Angel, adik Elle yang masih berusia 14 tahun. Ternyata mereka bukan memperkosa Angel, namun menusuk2 vaginanya dengan sebatang kayu hingga mengeluarkan darah. Di akhir video itu, para tentara mengikat keempat keluarga Elle itu menjadi satu, lalu membakar rumah mereka. Elle pun menangis keras2 saat menonton video itu. Ia menyalahkan dirinya sendiri akibat memberikan informasi kepada sang komandan, sehingga kini keluarganya ikut merasakan penderitaan yang ia alami, bahkan lebih dahulu meregang nyawanya.

"Terima kasih banyak, Elle, kini musuh kami berkurang satu. Sekarang tugasmu sudah selesai, kamu tidak dibutuhin lagi di sini. Selamat jalan, Elle," ucap sang komandan sambil mencium kening Elle dan mengelus tubuhnya yang dipenuhi luka yang mengering. Kemudian sang asisten masuk ke dalam ruangan itu, sambil membawa sebatang bambu runcing sepanjang 1,5 meter, dengan diameter sekitar 5 cm. Mereka lalu menelentangkan tubuh Elle di lantai, lalu merentangkan kedua pahanya sehingga vaginanya terlihat jelas. Sang asisten lalu menusukkan bambu runcing itu ke dalam vagina Elle. Ia menyodok2an bambu itu hingga menembus bagian dalam vagina Elle. Elle melolong kesakitan saat bambu runcing itu merobek2 bagian dalam vaginanya, mungkin hingga menembus rahim dan organ2 lainnya. Tidak tahan dengan rasa sakit itu, Elle kemudian tidak sadarkan diri. Mereka lalu mengikatkan kedua telapak kaki Elle ke bagian bawah bambu itu, lalu membawanya keluar dari ruangan. Ashley yang sedari tadi menyaksikan penyiksaan brutal itu menangis karena tidak tega melihat sahabatnya disiksa dengan cara sesadis itu, sambil membisikkan, "Selamat tinggal, Elle.."

Tubuh Elle yang tertancap bambu runcing itu lalu dibawa keluar dari kamp tawanan oleh beberapa tentara, lalu diarak mengelilingi kampung di sekitar sana. Para penduduk menatap tubuh molek Elle yang telanjang bulat, sambil bergidik membayangkan rasa sakit akibat bambu runcing yang mengoyakkan vaginanya. Elle yang setengah sadar dapat mendengar teriakan2 "Hidup negeri Utara! Hancurkan si anak jenderal brengsek itu! Siksa dia sampai mati!" Walaupun matanya terpejam, air mata mengalir dari mata Elle yang merasa amat terhina sekaligus kesakitan. Beberapa penduduk bahkan melempari tubuh Elle dengan batu dan benda2 lainnya, menambah parah luka2 di tubuh Elle. Setelah diarak mengelilingi kampung, bambu runcing tersebut kemudian ditancapkan di atas tanah kosong di pinggir jalan, lalu mereka membiarkan tubuh Elle tertancap di sana. "Patung" baru itu kemudian dijadikan bulan2an oleh warga sekitar, terutama para laki2 yang menggerayangi tubuh sempurna Elle dengan tangan mereka. Beberapa anak kecil bahkan mengencingi dan meludahi tubuh Elle. Elle hanya dapat diam pasrah menerima segala perlakuan itu, sambil berharap lebih cepat ia mengakhiri hidupnya.

**TAMAT**
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
UPDATED!
Part 4: "Sesi Interogasi dengan Elle" di post #7

lanjuuutttttt
ngilu bacanya gan. lanjutkan ceritanya
my favorite
sundul dulu sambil :ngeteh:

tetap :semangat: nunggu updatenya..
nunggu update an
Ayo bro diupdate.. Penasaran nih sama ceritanya..
lanjutin bro..bikin penasaran..nice story..
trims..
mana lanjut nyaaaa ?????
sadis ceritanya
bro..
ada kelanjutannya kan?
assemm,,
ngilu2 gmna gitu ,,

d tunggu lanjutan nya :)

Thanks agan2 sekalian, silakan dinikmati lanjutannya! ;)
 
Worth waiting...
Type cerita kesukaan saya...
Nice post bro... ditunggu kelanjutannya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd