Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Desa Waringin. (Terjebak kawin kontrak)

Bab 18

Sejak pagi itu Adit menjadi sosok pendiam. Sudah satu Minggu berlalu dan Adit sama sekali tidak keluar kamar dan hanya keluar ketika di kantor saja. Bik Sri yang melihat perilaku Adit sangat terpukul. Bahkan sejak pengakuan Adit hari itu bik Sri menolak berhubungan dengan Adi walau pemuda itu berkali-kali mengajak dan memancing dirinya. Sebisa mungkin bik Sri menolak ajakannya dengan halus. Dia tidak mau membuat Adit berpikir macam-macam, apalagi saat tuannya itu memohon agar dia tidak meninggalkan dirinya.

"Permisi den...." Ucap bik Sri sembari mengetuk pintu kamar adit. Sore itu sejak pulang kerja Adit sama sekali belum makan dan langsung mengurung diri di kamar. Bik Sri berniat membawakan makanan untuk Adit karena bagaimanapun juga bik Sri khawatir dengan kondisi Adit.

"Iya bik masuk aja." Jawab Adit dari dalam.

Bik Sri perlahan mendorong pintu dan melangkah masuk. Dilihatnya Adit yang masih berusaha mengenakan celana pendek dan terlihat jika pemuda itu baru saja mandi dan hendak ganti pakaian.

Bik Sri bisa melihat Adit yang mengenakan celana kolor pendek tanpa CD hanya bisa tersenyum dengan wajah memerah, tapi sebisa mungkin bik Sri tidak mau memancing Adit untuk berhubungan badan. Dia ingin Adit sendiri yang memulainya. Walau sore itu dia agak merutuki diri saat menyadari dirinya hanya mengenakan daster kupu-kupu yang sangat pendek. Dengan belahan dada yang rendah.

"Malam dulu den." Ujar bik Sri sembari membawa nampan dan berjalan mendekati Adit.

"Taruh di atas meja aja bik." Jawab Adit tanpa mengalihkan pandangannya. Dia kini masih mengenakan kaos oblong sebagai atasan.

"Bibik taruh di atas meja ya den." Ujar bik Sri berharap Adit akan berpaling dan menatapnya. Namun Adit masih sibuk membelakangi bik Sri membuat wanita itu kecewa dan memilih untuk melangkah pergi.

Namun saat bik Sri sampai di ambang pintu. Adit menahannya sembari berkata. "Bik pak Supri ada di rumah?"

"Eh ... Ada den, tadi pulang mancing langsung di rumah aja dia."

"Oh oke. Adit mengangguk lalu beranjak. "Kita ke rumah bibik yah. Ada yang mau saya obrolin sama pak supri."

"Tapi den... Nggak makan dulu?"

"Makan di rumah bibik aja." Jawab Adit sembari lalu.

Bik Sri hanya mematung melihat kelakuan Adit dia menatap punggung pemuda itu lalu meraih nampan berisi makan malam adit dan perlahan menyusulnya.

Adit berjalan di depan bik Sri yang berusaha menyusulnya. Namun langkah lebar Adit tak bisa di susul dengan mudah, terlebih bik Sri membawa rantang masakan sore itu. Guna untuk diberikan pada Adit nanti saat di rumah. pemuda itu berjalan sembari membalas sapaan yang diterima sepanjang kamp itu. Di belakangnya bik Sri malah menjadi pusat perhatian dari para laki-laki yang ada di sana. Bik Sri tak menghiraukan tatapan nakal mereka. Dia terus menyusul langkah Adit hingga mereka sampai di rumah bik Sri.

Di sana terlihat pak supri yang tengah duduk di teras dengan sebatang rokok terselip di tangannya. Secangkir kopi yang menjadi pelengkap pun terlihat di hadapannya.

Lalu saat melihat kedatangan Adit. Pak Supri langsung beranjak.

"Loh den. Tumben datang ke rumah?" Sapa pak Supri seraya menyambut pemuda itu.

"Ada perlu pak." Kata Adit langsung pada intinya.

Mendengar ucapan Adit, kening pak Supri langsung mengerut. "Perlu sama saya?" Tanya pak Supri.

Adit mengangguk. Lalu setelahnya dia duduk di sebelah pak Supri. Sedangkan bik Sri membiarkan dia pria itu berbincang dan memilih masuk untuk menyiapkan makan malam adit yang sudah dia bawa di rantang tadi.

"Jadi gini pak...." Adit menghela napas pelan. Di tatapnya pak Supri lamat-lamat. "Berapa seluruh hutang pak Supri sekarang?" Tanya Adit to the poin.

Mendengar pertanyaan itu tentu membuat pak Supri kian mengerutkan keningnya. Entah apa yang ada di benak Adit hingga dia bertanya demikian. "Memang kenapa den?"

Adit menggeleng pelan. Dia sebenarnya ragu dengan keputusan yang dia pilih. Tapi baginya keputusan itu sudah bulat.

"Jadi gini, saya ada tabungan sekita 700 juta, nggak banyak sih memang, itu uang dari hasil kerja saya dan beberapa bisnis bersama teman saya. Dan saya berencana mau pakai 500 untuk cari lahan di sekitar sini, syukur dapat tanah dengan tanaman sawit yang siap panen kalo misal masih kurang, nanti bisa saya cari pinjaman. Dan kira-kira saya akan siapkan dana 1m untuk beli lahan sawit di dekat sini. Jadi maksud saya. Saya minta tolong pak Supri Carikan tanah untuk saya. Dan sisa uang 200 juta, rencana saya mau pakai buat lunasi hutang pak Supri." Jelas Adit panjang lebar.

Mendengar itu tentu saja membuat pak Supri semakin bingung.

"Jangan bercanda ah den. Kalaupun itu bener, saya bakal tolak keinginan Aden itu."

"Saya nggak lagi bercanda pak, saya serius. Saya mau lunasi hutang pak Supri, tapi tentu aja nggak gratis?"

"Tunggu. Maksud Aden sebenarnya gimana?"

Adit menghela napas panjang sebelum dia mulai menjelaskan lagi. "Jadi gini, saya minta tolong bapak untuk Carikan tanah di sekitar sini. Karena saya berencana mau menetap di sini selamanya. Dan bayaran untuk saya melunasi hutang bapak adalah angkat saya jadi anak."

"Hah?" Ujar pak Supri yang masih belum mengerti arah pembicaraan Adit. Entah apa yang sudah terjadi pada majikannya itu. Kenapa tiba-tiba dia meminta sesuatu yang aneh.

Adit hanya meringis kecil sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Gimana ya pak, saya udah lama pengen punya orang tua yang walcome seperti pak Supri dan bik Sri. Dan lagi, kalo bapak angkat saya jadi anak kan saya bisa jadi warga di sini. Terus keuntungan lain buat saya, saya bisa main suka-suka sama bik Sri pak Supri dan Joni tanpa harus ada kontrak segala. Lagian saya bosen pak hidup di kota, saya pengen menetap di sini."

"Jangan gila ah den! Nggak lucu loh ini?"

"Saya serius pak, keputusan saya sudah bulat." Jawab Adit mantap.

Pak Supri yak bisa berkata-kata, dia hanya menatap Adit dengan mata heran.

"Jadi berapa hutang bapak?" Tanya Adit lagi.

"Kalo hutang saya sih udah nggak sebanyak dulu den."

"Ya berapa pak, biar saya lunasi sekalian."

"Em. Kira-kira tinggal 23 jutaan lagi."

"Oh ya udah kalo gitu. Besok kita lunasi hutang bapak sekalian bapak cari informasi tanah yang mau di jual yah. Saya minta tolong nih." Lalu setelah mengatakan itu Adit langsung masuk tanpa menunggu jawaban dari pak Supri. Meninggal pria paruh baya dengan keterkejutannya.

Di dalam Adit segera di layani oleh bik Sri yang baru saja siap menyajikan makanannya. Dan di sana ada Joni yang mana langsung Adit ajak makan malam bersama. Entah apa yang terjadi pada Adit, tapi melihat raut binar di wajah pemuda itu membuat bik Sri sedikit tenang.

Malam itu Adit menginap di rumah pak Supri. Dan tentu saja pak Supri meminta Adit untuk tidur di kamar mereka, karena bagaimanapun juga Adit adalah tuan mereka. Sedangkan pak Supri dan bik Sri tidur di ruang tamu.

Malam itu mereka berbincang tentang keinginan Adit tadi.

"Bapak yakin, den adit mau melunasi hutang kita?" Tanya bik Sri tak yakin.

"Katanya sih gitu. Dan anehnya lagi kok tiba-tiba banget den adit pengen diangkat anak sama kita? Memang apa yang terjadi sebelum ini Bu?" Tanya pak Supri penasaran

Bik Sri yang mendengar itu tertegun untuk sesaat. Apakah ini yang dimaksud oleh Adit sebelumnya. Sebuah perasaan yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya dari orangtuanya.

Bik Sri termenung melihat bagaimana perubahan Adit sekarang, dia merasa ini menjadi titik balik untuk lembar perjalanan hidup Adit.

"Ya udah pak, kalo emang den adit maunya gitu nggak papa." Jawab bik Sri.

"Tapi bapak masih penasaran bu, kok tiba-tiba banget, lagian den adit kan atasan bapak, agak nggak nyangka aja bapak?"

"Justru karena den Adit atasan bapak, bapak nggak bisa nolak sembarangan. Udah ikutin aja pak." Ujar bik Sri lagi yang jelas bik Sri tidak mau memberi tahu apa yang terjadi sebelum pada Adit.

Biarlah dirinya dan Adit serta dua sahabatnya saja yang tahu akan masa kelam itu.

Malam itu sudah diputuskan oleh mereka, bahwasanya mereka akan mengangkat Adit jadi anak, dan malam itu pak Supri menyuruh bik Sri untuk menemani Adit di kamar. Sedangkan dirinya tidur di ruang tamu.

Bik Sri menuruti ucapan pak Supri. Karena hari sudah hampir larut bik Sri beranjak ke kamar dan tidur tepat di sebelah Adit.

===

Malam itu bik Sri dibangunkan oleh Adit yang mengigagau dengan keras. Tidurnya terlihat tak nyenyak dan gelisah, dia mericau tak karuan yang membuat bik Sri segera mendekap Adit membawa pemuda itu ke dalam pelukannya, di usapnya rambut Adit dengan lembut.

Lalu saat tangan Adit bergerak menyentuh payudaranya dan meremasnya kecil. Bik Sri terkekeh, dasar sifat mesum Aden masih aja walau tidur gini. Batin bik Sri.

Lalu dengan iseng bik Sri menurunkan daster atasnya hingga payudaranya terpampang bebas. Membiarkan tangan Adit bergerak dan meremas dengan bebas.

Bik Sri lagi-lagi terkekeh tatkala Adit memonyongkan bibirnya seperti anak kecil dan terlihat berusaha mencari puting bik Sri, lalu karena tak kunjung ketemu, bik Sri berinisiatif memberikan putingnya pada Adit.

Dan benar saja saat bibir Adit mendapatkan puting itu, pemuda itu langsung mengenyot puting bik Sri bak anak bayi yang sedang menyusu.

Bik Sri membiarkan Adit nyaman dalam tidurnya, lalu tak lama setelahnya dia kembali terlelap.

===

Pagi itu pak Supri dan Adit sudah bersiap untuk pergi ke rumah juragan somat, tujuannya untuk melunasi hutang pak Supri dan juga mencari informasi tentang lahan yang diinginkan oleh Adit.

Dengan mobil Jeep yang dikendarai pak Supri mereka langsung menuju rumah pak Somat.

"Semoga aja nggak di persulit ya den.' ujar pak Supri di tengah perjalan.

"Dipersulit gimana pak?"

Menghela napas pelan, pak Supri menjawab. "Kadang juragan Somat suka mempersulit keadaan. Apalagi kalo denger ada yang mau lunasi hutang."

"Kok gitu? Bukannya mereka mau segera di lunasi hutang-hutangnya?"

"Ya seharusnya gitu. Tapi gimana ya den... Kalo misal hutang lunas, otomatis bunga dari uang itu jelas berhenti. Dan kadang juragan sialan itu suka nggak mau dilunasi."

"Kok lucu, suka seenaknya aja ini orang!" Geram Adit.

"Ya namanya juga lintah darat den. Suka semaunya sendiri."

Adit menggerutu sebentar, jika nanti tujuannya di persulit maka dia akan memperpanjang masalah ini. Apapun yang terjadi dia akan mempermasalahkan hal ini.

Perjalan ke rumah juragan Somat cukup panjang. Hampir memakan waktu setengah hari karena rumah juragan Somat terletak di kota, dan mereka harus melewati jalan yang pernah dilalui oleh Adit saat pertama datang ke mari. Di perjalanan Adit meminta pak Supri untuk berhenti di bank untuk menarik uang yang sekiranya diperlukan nanti.

Tepat jam 2 siang. Mereka sampai di sebuah rumah megah bak istana. Pak Supri tak berani memasukkan mobilnyanke pelataran rumah. Dia memarkirkan mobil itu di pinggir jalan lalu keduanya turun dan segera masuk.

Pagar di buka oleh anak buah pak Somat. Bertubuh besar dan muka garang, tapi Adit sedikitpun tak takut. Bahkan saat pria itu bertanya dengan wajah garang Adit malah menantangnya.

"Siapa kalian dan ada perlu apa kalian ke mari!"

"Saya mau ketemu juragan Somat!"

"Ada perlu apa! Juragan Somat sibuk"

"Masalah uang!" Jawab Adit tegas. Pak Supri yang melihat keberanian Adit hanya bisa menunduk dan berkeringat dingin.

Pria bertubuh besar itu menatap rakannya. Lalu saat rekannya mengangguk, barulah Adit dipersilahkan untuk masuk. Adit dan pak Supri dibimbing oleh salah satu pria tadi untuk masuk ke ruang tamu.

Adit melihat sebentar rumah megah itu. Dasar penipu sialan! Batin Adit.

"Tunggu di sini, sebentar lagi juragan Somat keluar." Ujar pria bertubuh besar itu sembari berdiri tak jauh dari mereka.

Adit tak menjawab dan memilih untuk menunggu, sembari menunggu dia membuka ponselnya yang sudah lama tak dia gunakan, karena tentu saja jaringan di dalam sangat susah yang membuat dia enggan untuk membuka ponsel.

Banyak notifikasi yang masuk dan Adit mengabaikan itu. Dia memilih untuk menunggu juragan Somat karena dia ingin segera keluar dari rumah panas itu.

Tak lama berselang juragan Somat keluar. Adit segera mengutarakan tujuan dirinya datang, yaitu untuk melunasi hutang pak Supri yang masih tersisa, dan benar saja apa yang ditakutkan pak Supri terjadi, pak Somat mempersulit keinginan Adit. Ada banyak alasan yang diberikan dan membuat Adit geram.

"Nggak usah banyak cingcong pak, saya nggak punya waktu lama di sini. Kasih rekening bapak sekarang, dan saya selesaikan sekarang juga!" Ujar Adit kesal.

"Tidak secepat itu pak, saya tidak mau melepas ladang uang saya begitu saja, apapun alasannya."

"Berapa hutang keseluruhan pak Supri."

"24 juta, jika ditambah dengan bunga maka jatuhnya jadi 38 juta."

"Baik!" Adit membanting amplop berwarna coklat ke atas meja. Amplop berisi uang yang memang sudah siapkan saat perjalanan kemari. "Di sini ada 40 juta, sisanya ambil saja!"

"Den!"

Adit mengangkat tangannya membuat pak Supri tak lagi bisa berkata-kata.

"Hitung, dan saya harap masalah bapak dan pak Supri selesai hari ini. Dan mulai hari ini saya tidak ingin kalian menganggu keluarga pak Supri lagi!" Ujar Adit tegas seraya berdiri dan pergi keluar. Meninggalkan juragan Somat dengan wajah sumringah karena baru saja mendapatkan durian runtuh.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd