Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Diari Pemburu Memek, dari Gadis SMA sampai Mahasiswi

BAGIAN EMPAT


"Aku yakin, tidak ada lelaki waras yang tidak jatuh cinta kepadamu. Kalau ada, berarti dia gila," kata pacarku di dalam kamar milik orangtua teman kami yang kosong. Dadaku sudah terbuka, bagian payudaraku tersingkap, lengkap dengan putingnya yang masih kecil, bungkusnya entah di mana.

"Nurmalia, aku sayang kamu," kata pacarku lagi, beberapa detik sebelum bibirnya menjilat dan menciumi leherku. Kata seorang mahasiswa, mantanku, yang pernah memacariku saat aku duduk di bangku sekolah pertama, bagian leherku mengeluarkan aroma tertentu yang bikin lelaki ketagihan. Saat itu aku masih lugu, belum bisa memastikan apakah kalimatnya itu sepenuhnya kejujuran, atau rayuan lelaki gombal yang selalu keluar tiap kali mau menelanjangi pasangannya.

"Ahhh... Semua cowok sebelum-sebelumnya juga bilang begitu. Apalagi pas mau nelanjangin aku."

Aku mendesah. Bagian leher yang dijilati sampai basah, eh vaginaku juga ikut basah.

"Emang sudah berapa cowok yang pernah nenen ini?"

Bibir pacarku, tiba-tiba mencaplok puting payudara kiri, langsung dan tepat sasaran tanpa aba-aba. Terang saja aku kelojotan.

"12, termasuk kamu."

Bayang-bayang para lelaki, 12 orang, sekelebat melintas di kepalaku. Lelaki-lelaki beruntung itu di masa lalu, kepalanya pernah kudekap erat sambil mereka menjarah bagian payudara dan puting milikku.

"Kok masih mungil gini ya bentuknya. Putingnya mungil kecil, tapi balonnya lumayan besar. Kok bisa sayang?"

Lagi-lagi aku mendesah pelan. Tidak ingin suara desahanku didengar teman kami yang dengan sukarela meminjamkan kamarnya untuk kami bermesraan.

"Kalau si tembem ini, berapa orang yang pernah?"

Lagi-lagi tepat sasaran, jemari pacarku menyentuh tepat di klitorisku.

"Kasih tahu ga ya," jawabku manja. Kutarik bibir pacarku, kulumat bibirnya sepuas-puasnya. Aroma tembakau menguap dari sana. Seksi dan bikin ketagihan.

"Aku cek sendiri aja ya."

Tubuh pacarku tiba-tiba merosot turun, celana dalamku ikut merosot ditarik tiba-tiba. Gerakannya itu tidak sempat aku antisipasi. Vaginaku kini terekspos. Dengan panik, aku tarik kedua tanganku, berusaha menutupi bagian paling intimku dari tatapan lapar pacarku.

"Aku pengen lihat si tembem ya Nurmalia sekali aja boleh ya?"

"Cukup pegang aja ya sayang, jangan dilihat."

"Udah bosan aku pegang doang. Aku penasaran. Lagian kamu paling banter cuma bolehin pegang pas pakai celana dalam. Gak boleh lebih. Kamu sayang aku ga sebenernya?"

Setengah memaksa, dua tanganku ditarik ke atas. Aku masih coba bertahan. Segala sesuatu ada batasnya, dan ini batasku dalam berpacaran. Cukup bagian dada saja yang dilumat. Tidak dengan vagina.

Ada sekitar satu menit kami saling tarik menarik. Tidak ada yang mau mengalah, sampai kemudian pacarku berhenti. Raut mukanya menunjukkan kekesalan.

"Kamu kasih lihat aku si tembem, atau aku panggil anak-anak buat perkosa kamu."

"Please jangan. Aku masih trauma. Kamu kan tahu aku pernah diperkosa omku pas aku SD," aku menangis. Memohon. Meminta sedikit saja pengertian. Tapi aku kenal pacarku. Dia tipikal lelaki yang sekalinya ingin sesuatu, ia akan meraih itu dengan segala cara.

Raut mukanya masih menunjukkan kekesalan.

"Lagian memek bekas aja mau ditutup-tutupin. Memek lu itu udah ga perawan. Jangan sok jual mahal," katanya. Ia bangkit. Menarik masuk penisnya yang entah sejak kapan keluar dari sarang celana pendeknya. "Guys, masuk," teriaknya.

Kurang dari dua detik, tiga laki-laki, ketiganya teman-temanku, membuka pintu. ternyata mereka sudah sejak lama berada di balik pintu, mungkin juga mengintip kami.

--------------------------------------

Namaku Nurmalia Novita Sari. Perempuan yang kata orang cantik. Tapi kecantikan selalu membawa petaka. Kata mereka, tubuhku, terutama bagian dada dan vaginaku diciptakan hanya untuk satu hal: memuaskan laki-laki.

Pengalaman diperkosa oleh laki-laki membawaku ke dalam trauma yang berkepanjangan. Aku bisa tiba-tiba pingsan tanpa kenal waktu. Sialnya, atau untungnya bagi para lelaki, pingsannya aku ini kadang dimanfaatkan tangan-tangan dan lidah-lidah jahil teman-temanku. Mereka yang harusnya jadi dewa penolongku, ikut memanfaatkan ketidakberdayaanku saat tidak sadarkan diri.

Tentu, kelemahanku ditambah kecantikanku membawa banyak privilege. Salah satunya privilege tidak ikut upacara bendera.

Aku dengar dari jauh, Bu Lina jadi pembina upacara. Ah, ini bakal lama, gumamku. Pipis dulu ah, sebelum toiletnya antre. Aku beranjak keluar dari ruang kelas di mana aku satu-satunya murid di sana. Jalan santai ke lorong sebelah kanan, menuju toilet dekat ruang UKS. Toilet di sana adalah satu-satunya toilet paling bersih di sekolahku. Tahu sendiri ya, toilet SMA negeri, pasti kotor dan bau pesing. Kudengar Pak Munawir, pembina PMR sekolahku, secara berkala memerintahkan seluruh anggota PMR piket membersihkan toilet itu. Yang kudengar, alasannya, orang sakit perlu ditolong secepatnya, mereka tidak punya waktu memikirkan betapa kotornya toilet. Agak aneh memang alasannya. Tapi apa peduliku?

Di dalam salah satu bilik, rok aku angkat, celana dalam aku turunkan. Mengucur pelan-pelan air seni dari lubang mungil di vaginaku.

"Kasihan sekali ya kamu. Tiap kali ketemu laki-laki, pasti yang pertama kali mereka pikirkan adalah seperti apa bentuk kamu," kataku kepada vaginaku. "Padahal bentuknya gini-gini aja, kenapa bisa ya?"

Aku mengusap punggung vaginaku, tepat di bagian paling tembem di situ. Seingatku, bentuknya dan aromanya tidak pernah berubah sejak aku kecil. Masih tetap begini-begini saja. Kalaupun ada yang berubah, paling hanya bulu-bulu halus yang mulai tumbuh di punggung vaginaku.

Kuceboki benda yang paling diincar laki-laki itu, dari atas, di bagian bawah klitoris turun ke bawah. Berulang-ulang.

"Sempit banget Nurmalia..."

"Nurmalia, sini sama Om. Gesek-gesek doang kok nanti Om kasih uang jajan."

"Nurmalia, jangan ngangkang gitu, nak. Nanti ayah kepengen."

Kelebatan lelaki-lelaki brengsek itu muncul lagi. Tidak bisa aku tahan. Pandanganku buyar. Seketika semuanya seperti berputar-putar. Gawat, kataku, kalau aku pingsan di toilet, bisa-bisa tidak ada yang menolongku.

Aku berteriak minta tolong. Keras. Sekeras yang aku bisa. Beberapa langkah kaki kemudian mendekat. Dari celah antara pintu dan lantai bilik toilet, aku melihat kaki-kaki, jumlahnya dua pasang, mungkin tiga. Mereka berupaya mendobrak pintu.

"Celana abu-abu panjang. Milik laki-laki. Sial. Vaginaku akan dimangsa lagi," gumamku sebelum jatuh. Dan semuanya gelap.

--------------------------------------

"Anjing bro, si Nurmalia pingsan di sini."

"Jackpot nih. Lihat itu memeknya kelihatan."

"Putih mulus begitu ya."

"Sikat ga?"

"Sikat dikit habis itu kita bawa ke Pak Munawir."

"Ayo gas."
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd