Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Sedikit beropini boleh kan suhu dan master

Ane hanya seorang bocil penikmat cerita (silent mode) itupun juga baru dari zaman masih link 17 us as Lanjut ke krucil dan skrang semprot.

Dari point yang gw baca dari permasalahannya yakni ketegasan momod, Tapi menurut gw, menulis Ga segampang yg lu pikir bos, buktinya karya lu satupun Ga ada yg Naik, jadi nikmati aja karya master yang ada, jangan ngerusuh ataupun memancing msalah yang nantinya Akan berefek merugikan semua, lu boleh mengkritik Tapi yang sopan dan membangun, bukan Malah membabi buta menghina alur cerita (ide) dari penulis.

Harusnya sih bersyukur ya penulis mau share cerita berbayar nya gratis disini, apalagi cerita2 nya berkualitas rata2.

Dan Perlu diingat, disini lu gw dan mereka sama sama pendosa, Jangan berlagak suci sementara titit lu mainin juga.
Saiyah juga bocil dari jaman "ceritaseru.com" yg kebetulan silent-ers, cuma berharap para penulis2 cerita bagus tidak kehilangan moodnya dan tetap berkarya di sini, mengingat sudah banyak senior dengan kemampuan "pujangga" telah tutup buku di forum ini.
Bahkan tidak bisa baca ulang kembali ceritanya gara2 banned.
 
Butuh penampakan diba dan rani biar makin joss fantasinya ekekekek
Se bohai apa janda anak 2 yg bisa bikin aslan sulit berpaling. .
Dan se sexy apa rani sampe aslan sulit melepaskan rani. . .
 
PART XLIII


HADANGAN GELOMBANG TINGGI


Aslan, tlg angkat atau telpon balik

Pagi-pagi selesai mengantar anak-anak ke sekolah, dia mendapati sebuah whatsapp dari Yahya

Eh, jangan jadi pengecut yah kamu, jelasin ke aku dan keluarga aku apa mau kamu

Pop up whatsapp dari Rani juga muncul

Ini belum lagi puluhan bahkan ratusan whatsapp masalah pekerjaan yang belum sempat dia follow up dari kemarin semenjak dia datang ke Bekasi. Semua ini sudah cukup membuat kepalanya bagai hendak pecah, ini membuat dia gamang dan galau menghadapinya.

Adiba pagi ini berangkat ke kantor, sedangkan Aslan memutuskan di rumah saja dan bekerja dari rumah, dia menggunakan ruang kerja Adiba di dekat kamarnya.

“nanti jemput anak-anak lagi khan?”

“iya....”

“oke, mami sore-sorean sudah balik kok....”

“oke...”

Adiba sebetulnya berat meninggalkan Aslan dirumah, apalagi Abah dan Umi pagi ini juga ada acara. Namun sudah mau seminggu dia absen dari kantor, kehamilannya kali ini membuat dia sedikit stress juga, karena ini benar-benar diluar dugaannya sama sekali.

Mereka berdua sepakat memilih untuk mendiamkan sejenak masalah ini.

Bagi Adiba ini jadi cobaan terbesar yang dia hadapi. Ketidak setujuan dari mertuanya Ulfa, belum lagi pandangan tetangga nanti, orang-orang di kantor, apalagi pandangan dari sisi keluarga besar Aslan. Meski tidak ada hukum yang mereka langar, namun tetap saja secara etika sosial, ada hal yang tidak patut yang sudah mereka lakukan dan itu di luar batas.

But, I love him

Love him so much.... bisik hatinya

Rasanya memang perasaan dan cinta itu datang sukar diprediksi, dan jika sudah tumbuh dan berakar, maka kemanapun dia bergerak, akan selalu punya efek luar biasa bagi yang merasakannya. Terutama terhadap dirinya. Susah bagi dia untuk hindari bahwa sekarang ini, apalagi dengan hadirnya benih cinta mereka, dia merasa sangat berat dirinya untuk hidup tanpa adanya Aslan disampingnya.

Aku akan lawan seisi dunia pun jika harus, untuk bisa hidup bersama Aslan.... bisik hatinya yang ekstrim

Tapi kan ngga bisa begitu, harus ada restu juga dari orangtua..... bisik hatinya yang bijak

Dia ingat tadi malam sempat bertengkar kecil antara dia dan Aslan terkait rencana Aslan yang ingin kembali dulu ke Makasar.

“Mami ngga ijinin Ayah balik Makasar lagi....”

“tapi ada tanggungjawab aku disana, Mi.....”

“tanggung jawab apa?”

“kerjaan lah....”

“ngga....”

“kok begitu....??”

“ngga boleh tanpa mami kesana.....”

Aslan terdiam, meski wajahnya menyiratkan rasa tidak setuju dengan pendapat Adiba.

Sebaliknya Adiba juga bersikeras agar Aslan tetap di Bekasi, dia tidak ingin Aslan membuka ruang lagi di hatinya untuk siapapun

“kalo bisa pun ayah resign sekarang juga dari sana.....”

Aslan meradang jadinya mendengar itu

“ngga semudah itu Mami....”

“oh gitu, kenapa?”

“kok kenapa... aku pimpinan disana... “

“pimpinan? Ayah owner disini.....”

Aslan males menanggapi sebetulnya

“atau mau ada ucapan perpisahan?? Atau apa?? Mau buat skenario baru?”

Aslan tahu Adiba memang sensitive semenjak kehamilannya, ekcumburuannya kini sudah terang-terangan dia tunjukan ke hadapan Aslan. Mungkin ini lumrah saja sifatnya, namun menuduh tanpa alas an yang jelas, dan membatasinya seperti sekarang ini untuk menyelesaikan masalahnya, bukanlah hal yang harus dia ikuti juga apa maunya Adiba.

Dia memilih keluar dari kamar daripada ribut dengan Adiba.

Sudah tadi saat pertemuan dengan mamanya diberikan sedikit ancaman dari Mama, di kamar malah diajak ribut oleh Adiba.

Aslan akhirnya tidur di kamar anak-anak bersama Arvind, meninggalkan Adiba sendiri di kamarnya.

Pagi harinya, Umi yang melihat wajah mereka berdua seperti wajah yang sedang berperang, segera tahu bahwa ada yang salah diantara mereka berdua, dan dengan bijaknya akhirnya menasehati Adiba.

“sudah dapat tantangan dari mana-mana, kalian berdua harus sehati... biar kuat hadapin semua masalah.....” Ujar Umi saat Aslan sedang mengantar anak-anak ke sekolah

“habisnya dia mau ke Makasar lagi.....”manyun wajahnya

“loh, masalahnya apa kalau Aslan ke Makasar?”

Adiba masih manyun

“dia ada tanggungjawabnya disana, rumah juga harus dia lihat.....”

“tapi kan disana nanti diceramahin lagi ama Pak Yahya, ketemu wanita itu lagi.....”

Umi bisa memaklumi kecemburuan Adiba

“hey, kamu kayak baru kenal Aslan saja.... apa pernah dia terpengaruh dengan hal-hal seperti itu?”

Diam Adiba

“saran Abah, kamu dukung dia, kasih waktu dia untuk selesaikan masalahnya......” ujar Jafar yang dari tadi hanya berdiam diri

“iya, gitu aja.....”

Masih manyun Adiba

“kamu dukung dia, jangan kasih beban berat-berat dengan manjanya kamu.....”

Adiba tahu, saat ini dia bukanlah anak favorit Abah dan Umi, secara tidak langsung dia harus ikut apa saran abah dan uminya.

“pikir yang jernih.... selesaikan masalah baik-baik, bicara lagi sama Mama kamu disebelah.....”

Adiba manyun

“kayaknya Ma Ulfa ngga mau deh.....”

Anissah tersenyum bijak

“kamu lihat Aslan bagaimana dia berjuang dapatin Fia dulu.... Umi saja kadang menyesali kenapa dulu marah dan tidak menyetujuinya.... “

Adiba termenung

“ kamu terbiasa dengan semua kemudahan selama ini.... makanya nemu yang agak terjal seperti ini kamu bingung.....”

“ajak Aslan bersama, jangan gerogoti dia dengan manjanya kamu....”

Ucapan Umi dan Abah sedikit banyak meresapi hati Adiba. Dia tiba-tiba merasa menyesal sudah mengajak Aslan ribut tadi malam. Pagi hari juga dia membiarkan Aslan mengurus anak-anak sendiri.

Saat Aslan balik dari mengantar anak-anak, dia segera memeluk Aslan yang masuk ke kamar untuk mengambil ponsel.

“maafin mami yah, Ayah.....”

Aslan terdiam sesaat, kemudian balas memeluk Adiba dengan erat

“ayah juga minta maaf.....”

Pagi itu kemudian mereka mandi bersama, dan mengakhirinya dengan percintaan hebat diatas ranjang, membuat Adiba kembali harus mandi akibat lepeknya lagi badan dan rambutnya setelah digasak oleh kejantanan Aslan

Senyuman Adiba tanpa sadar terukir di wajahnya, mengingat kejadian tadi malam hingga tadi pagi, senyumannya buyar sesaat begitu sopirnya membelokkan mobil masuk ke halaman kantornya. Segera dia merapikan tasnya dan tentengannya untuk kemudian turun.

“nanti jam 2 siang kita balik yah....”

“baik Bu....”



****************************​

Aslan lalu mulai mencoba membereskan semua pekerjaannya sesaat setelah Adiba pergi. Semua pendingan pekerjaan yang sifatnya urgent segera dia selesaikan, dan juga whatsapp grup yang belum sempat dia jawab, akhirnya diselesaikan satu per satu.

Dia lalu sedikit merenung, sebelum akhirnya membuka sebuah percakapan di aplikasi whatsapp, mencari sebuah kontak dan kemudian mengetik

Bang, saya telpon bisa?

Tidak lama kemudian jawaban masuk

Silahkan

Lalu

“Asssalamualaikum Bang...”

“waalaikumsalam, Aslan...”

“maaf Bang, saya baru kasih kabar....”

“iya ngga apa-apa.... gimana jadinya?”

Aslan kemudian secara lugas menjelaskan semua permasalahan yang terjadi selama dua hari ini terkait pekerjaan dan semua pendingan yang muncul. Dia juga berjanji untuk menuntaskan segera semua approval dan outstanding yang belum diselesaikan, agar pekerjaan yang dia tinggalkan selama dua hari ini bisa segera diselesaikan.

Yahya juga ikut bertanya semua prospek dan planning dalam waktu dekat terkait marketing dan pasar-pasar baru yang akan mereka hadapi. Aslan menjawab semuanya dan menerangkannya dengan lugas.

Hingga akhirnya topiknya beralih ke sudut lain....

“kamu ada masalah pribadi atau apa nih di Jakarta?”

Aslan terdiam sesaat

“aslan, kamu sudah bukan orang lain buat saya dan kakak kamu Fitri, kenapa sih untuk terus terang kamu susah sekali?”

Masih diam Aslan

“ saya tidak mau sebetulnya turut campur urusan pribadi kamu, tapi ini kan jadi kemana mana larinya....”

Lalu

“saya minta maaf Bang.....”

Terdengar suara agak menyesal diujung sana

“sekarang kamu main pergi, ngga ada berita sama sekali, menghilang kemarin 2 harian... kita kan kuatir... bukan masalah takut kamu kabur, atau ninggalin kerjaan... tapi ada hal-hal urgent di perusahaan yang kita butuh pendapat dan approval kamu, malah kamu menghilang.....”

Masih diam Aslan, dia tahu dia salah dalam hal ini

“sekarang kakak kamu juga ikutan marah.....”

“coba kamu cerita apa mau kamu sebenarnya?”

Masih belum bisa menjawab Aslan

“Kakakmu katanya pas datang kerumah mau lihat anak-anak, ada Adiba di rumah kamu.....”

Aslan benar-benar tidak berkutik

“masalahnya Rani ini kan bukan orang lain.... kamu juga bukan orang lain juga dimata kami... sudah kayak adik kita sendiri... ada masalah begini kan kita repot semua....”

“kamu bisa bilang ini masalah pribadi.... tapi kalo sudah sampai tahap ini bukan cuma kamu saja yang repot... kita juga jadi repot....”

Yahya terus bicara menumpahkan uneg-unegnya

“kakak kamu itu luar biasa banggakan kamu dimata keluarganya dia, dimata teman-teman dia, lalu kamu buat seperti ini kan kacau, Dek.....”

Aslan tidak mampu menjawab

“coba kamu cerita ke saya..... apa maunya kamu sebetulnya?”

Masih diam Aslan

“kata Rani kamu ninggalin dia begitu saja tanpa berita.... Mamanya dia sampe telpon Kakak kamu... karena Rani nangis terus dan ngurung diri di rumahnya....”

“ini bukan kamu lho.... yang saya tahu kamu itu gentle, berani, dan tanggung jawab......”

Belum sempat Aslan menjawab, dia mendengar ada suara wanita dibelakang Yahya

“siapa itu, Tetta?”

Suara Yahya agak kurang jelas terdengar

“speakerin.....” suara Fitri muncul

“speakerin.....” agak tinggi kali ini suara Fitri

“saya mau bicara sama dia.....”

Lalu

“Aslan.....”

“iya Ka.... assalamulaikum Ka.....”

“kamu dimana?” dia tidak membalas salam Aslan

“di Jakarta Ka....”

“kok kamu ngga ngasih berita? Menghilang begitu saja dua hari ini?”

“maaf Ka.....”

Lalu

“gila yah, pengaruh wanita itu ke kamu jadi buat aneh dan ajaib kayak begini kelakuan kamu....”

“ngga lah Ka....”

“ngga gimana?”

Diam Aslan

“masih ingat kan apa yang saya bilang saat saya ke rumah kamu?”

Aslan masih terdiam dan kata

“sudah saya baca dan bisa lihat memang kalian pasti ada hubungan.....”

“saya minta maaf Ka....”

“gampang aja minta maaf.... lalu harus ditaruh dimana wajah saya sama abang kamu ini?”

Diam Aslan

“ingat yah Aslan, saya dan abangmu ngga mau ungkit-ungkit apa yang sudah kami bantu.... tapi cara kamu seperti ini bikin kami malu.....”

“apa salahnya Rani sama kamu?? Sampai kamu tega ngga sapa dia selama dua minggu, tiba-tiba sekarang kamu pulang ke Jakarta nyusul wanita itu?”

“masih ingat kamu bagaimana perlakuan dia sama keluarga kamu waktu kamu dengan Fia??” sasaran tembak Fitri kini makin ke arah yang tepat

“ingat kamu siapa yang belain kamu waktu itu??”

“masih ingat siapa yang mau penjarain kamu???”

“masih ingat siapa yang bela kamu??”

Aslan terdiam dan tidak mampu berbicara sama sekali

“gila kamu.... “

“kalo kamu mau balas kebaikan kita dengan caramu seperti itu, silahkan saja.....”

“hak kamu untuk pilih siapa pendamping kamu.... tapi cara kamu meninggalkan Rani itu tidak pada tempatnya..... apa pantas anak sebaik Rani, secantik Rani, lalu kamu dengan mudahnya campakan begitu saja??”

“saya tidak terima.... apalagi ibunya... apalagi Rani yang sekarang mengurung diri....”

Aslan bagaikan petinju yang sudah tersudut di sudut ring, dihajar berkali kali dan tidak mampu membalas. Dia terhuyung lemas dan bingung harus menjawab apa. Semua memang salah dia yang membuat semua kekacauan ini terjadi.

“masalah hati memang masalah pribadi.... tapi kamu ingat, kamu tidak sendiri hidup didunia ini... “

“ saya tidak mau ikut campur urusan kamu sebetulnya... tapi karena Rani dan orangtuanya kenal baik dengan kita, kami juga malu jadinya......”

“sudah kemana mana kalian berdua, Rani kurang apa pengorbanannya dia untuk kamu??”

“kalo ngga suka dari awal jangan kamu kasih harapan anak orang.... lalu kamu tinggalkan begitu saja....”

Serangan kata-kata penuh emosi dari Fitri sudah sulit dikendalikan

“ dan asal kamu tahu, kami tidak akan pernah setuju dengan pilihan kamu dengan Adiba......”

Gelegar suara Fitri meski sudah terbaca oleh Aslan, namun tak urung dia juga kaget mendengarnya. Memang lah urusan hati urusan pribadi, namun tetap saja Yahya dan Fitri adalah orang-orang yang sangat berpengaruh dalam karirnya dia, bahkan dalam kehidupan pribadinya dia.

“udahlah Ma.....” terdengar suara Yahya

“udah gimana? Ini udah bikin malu kita tau ngga......”

“ya namanya juga urusan anak muda....”

“eh Tetta, jangan sembarang bicara yah, mama harus bilang apa sama ibunya Rani? Dia kita bangga-banggakan, didepan teman-teman, di depan keluarga besarnya mereka, lalu Aslan dengan entengnya meninggalkan Rani begitu saja.... mau sama kakak iparnya sendiri, janda pula.... apa kata orang?”

“iya ngerti, tapi ngga perlu juga mama marah sampe segitunya dong....”

Ponsel Yahya yang masih dispeakerin memang membuat Aslan dengan jelas mendengar pertengkaran mereka

“enak saja kamu bicara...... “

“saya ini juga komisaris di perusahaan, kalau perlu saya minta dia keluar dari perusahaan kita.....” bentak Fitri lagi dengan suara kencang.

Ponselnya Yahya tiba-tiba langsung dimatikan saluran telepon dengan Aslan.

Dan pernyataan Fitri bagaikan gemuruh guruh di langit, mengelegar di kuping Aslan. Dia tidak urung kaget mendengar kata-kata itu, meski mungkin kata-kata itu sifatnya emosional, namun masalah pribadi dan harga diri ini mamang sudah terserat ke ranah kerjaan.

Aslan hanya terdiam dan memandang ponselnya. Dia tidak pernah menyangka jika pilihan hatinya ini akan membawanya ke area yang tidak dia duga sebelumnya.

Berpisah dengan Delta Serasi meskipun dia tahu dia masih bisa lanjut dengan perusahaan lain, namun tak urung dia juga galau dan kecewa. Perusahaan yang ikut dibangunnya dari nol dan kerja kerasnya dia selama ini hanya untuk perusahaan ini, lalu kemudian karena sesuatu hal yang sifatnya mungkin dimata Aslan biasa saja, namun di mata Fitri dan Yahya, pilihannya ini bisa berbuntut panjang untuk mereka dari segi lain.

Aslan lalu mencoba kembali fokus. Dia memilih untuk tidak memikirkan dulu apa yang sudah di sampaikan tadi oleh Fitri dan Yahya. Dia sebagai adik dan yang lebih muda, tahu diri dan memilih mengalah. Aslan ingin nanti jika semua sudah reda, dia dan Adiba akan datang ke rumah Fitri dan Yahya secara pribadi untuk minta maaf, minta restu dan juga sungkem ke mereka sebagai adik ke kakak.



*********************



Sore harinya, dia mendengar suara Adiba sedang berbicara ke Arvind ditangga naik ke atas.

Aslan yang sedang diruang kerjanya Adiba melongok sesaat, dan muncul Adiba bersama Arvind. Melihat wajah Arvind yang agak manyun, dia bertanya

“kenapa?”

Adiba lalu menghampiri, mencium tangan Aslan lalu memeluknya erat

“ ngga apa-apa....”

Melihat Arvind masih manyun

“ade kenapa?”

Dia lalu menggelengkan kepalanya, lalu memeluk ayahnya

“ditanya juga....”

Akhirnya yang ditanya buka suara

“tadi ke rumah nenek, tapi ngga dibukain pintu sama nenek....”

Aslan kaget mendengarnya, dia menatap ke arah Adiba yang menunduk

“lagi dipasar kali nenek....”

“ngga, ada kok dirumah....”

“ngga dengar kali suara Ade....”

“denger, ade kencang manggilnya.....”

“memang ade lihat ada nenek dirumah?”

“kata Mpok Ira.... nenek ngga kepasar hari ini, di kamar.....”

Ira adalah pembantu di rumahnya Aslan

Aslan terdiam seketika, dia menyesalkan jika ibunya membawa masalah ini sampai ke anak-anak yang tidak tahu apa-apa sebetulnya

“lagian ade ngapain juga ke rumah nenek, kan ada Ayah disini.....” kata Adiba

“kata Umi, ayah lagi sibuk kerja, ngga boleh diganggu dulu......”

Aslan segera memeluk anaknya itu

“ya sudah, ade main ama abang aja dulu, nanti selesai ayah kerjain ini, kita jalan berempat yah....”

Mata Arvind agak bersinar sedikit

“bener yah...”

“bener.....”

“oke.....”

Segera Arvind berlalu menuju kamarnya, dia berlari kecil sambal berteriak memanggil abangnya, Ravi.

Adiba yang baru pulang dari kantor segera memeluk Aslan begitu anaknya menghilang di kamarnya.

“how’s your day?”

“oke....”

“kerjaan?”

“dicicil dan dikerjain pelan-pelan.....”

Adiba memeluk lagi dengan erat

“maafin mami yah sayang....”

Aslan membalas pelukan Adiba

“ngga ada yang perlu dimaafkan.....”

Pelukan dan hangatnya tubuh Adiba sedikit meredakan tensi di tubuh Aslan.

I will standing by you, Love. Bisik hati Adiba. Dia merasakan bahwa banyaknya tantangan yang hadir justru membuat dia semakin kuat dan semakin bertekad untuk membuktikan bahwa semua yang dituduhkan itu salah besar. Usia nya memang tidak bisa dipungkiri, namun dia tahu bahwa Aslan sayang tulus ke dirinya, bukan karena ada apa-apanya, tapi karena memang dia mencintai Adiba dan anak-anak.

“jalan yuk....”

“kemana?”

“kemana aja, berempat sama anak-anak....”

“ayuk....”

Ciuman di dahi Adiba

“pasti senang anak-anak......”

Adiba ingin bicara banyak dengan Aslan, namun dia memilih menahan diri dulu, biarlah Aslan cooling down dan menyelesaikan sendiri apa yang perlu dia selesaikan. Bagi Adiba, dia akan sangat bahagia jika Aslan pindah ke Jakarta. Karena meskipun nanti dia menikah dengan Aslan, hal terberat baginya ialah berpisah jauh dari suaminya kelak.

Jarak dan waktu akan sangat berbahaya bagi mereka berdua. Bagi dirinya mungkin sudah selesai urusannya, namun Aslan yang terpisah jauh, dan dikelilingi banyak wanita nantinya, ini sangat sulit bagi dirinya untuk melepaskan semuanya ini di pundak Aslan semata.

PT Synergy Almahyra Lestari perlu sosok Aslan, dan dia ingin Aslan agar bersamanya untuk membangun usaha mereka. Perusahaan ini akan jadi milik mereka berdua juga nantinya. Belum lagi usaha Umi yang sekarang pun dia keteteran mengawasinya. Adiba ingin agar Aslan mau bantu dia untuk kelola semua ini, meski dia mengerti sulit bagi Aslan untuk lepas dari Delta Serasi, perusahaan yang dia ikut membangunnya dari awal.

Sebuah panggilan muncul di layar ponsel Aslan, dan nama pemanggilnya tertulis jelas, Lingga Maharani. Aslan memilih untuk tidak menjawab, untung Adiba yang sedang memeluknya tidak melihat karena arah tubuh Adiba membelakangi meja kerjanya, dimana ponsel Aslan diletakkan.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd