Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Kok jahat huu :(

Padahal ucl taon ini kalo finalnya Ajax v Liverpool bakalan rame nhh

Yang bilang saya orang baik siapa? :pandaketawa: :pandaketawa: :pandaketawa:
Ayam jago juara ucl kasian udh lama gk dapet piala :jimat::taimacan:

Yang kasihan kalo liverpool gak juara itu sebenernya kloop, udah masuk final 3 kali (2 kali ucl, 1 kali europa league) tapi selalu runner up
Ini final keempatnya, kalo gagal lagi,... Malunya itu lho
Kangen greshann adriaannn

Sama!!!
Nia di INI SAHUR LHO!!!

Iya. Emang.
Sebelumnya juga di Ini Talkshow, Tonight Show, BukaAe, OVJ
Adrian kasihan lho, nganterin terus, ups
Nia di INI SAHUR LHO!!!
Lah, dia dopost
 
Part 17: Kembali Ke Tanah Kelahiran


53699538-310898539573045-5952831585575725249-n.jpg


Petugas bandara ini sekali lagi mengecek paspor ku kemudian kembali menengok ke arahku. Entah kenapa dia melakukan hal tersebut terus menerus. Mungkin karena,...

"Akibat pergaulan, pak" kataku sambil menunjuk kearah rambutku. Mencoba memberi alasan untuk hal yang mungkin daritadi dia bingungkan.

"Oohh..." tanggapnya singkat.

Ya, aku menjelaskan tentang warna rambutku yang tidak sama dengan foto di dalam pasporku. Meskipun sebenarnya aku sedikit berbohong.
Harapanku, dia akan langsung membiarkanku lewat dan masuk ke dalam pesawat setelah aku mengatakan hal itu. Tapi...

"Cepat! Bagaimana anda mengeja nama anda?" tanyanya tiba-tiba.

"Saya yakin ada huruf 'D' di dalamnya" balasku cepat.

"Cukup dekat" katanya. "Baiklah, silahkan.." tambahnya lalu mempersilahkanku lewat.

Oke, itu cukup aneh, batinku.

Setelah memasuki pesawat aku langsung meletakkan tas-ku ke dalam bagasi. Dan begitu aku duduk di kursiku,...

Aku langsung ditawari minum oleh pramugarinya. Pilihannya adalah kopi atau teh.

Masalahnya, tadi pagi aku sudah minum kopi, tapi aku juga tidak sedang ingin minum teh. Apa aku tolak saja ya?
Tapi aku merasa haus juga.

Dan seperti menyadari kalau diriku sedang kebingungan, si pramugari langsung menawarkan minuman lain. Orange juice.

Nah, itu dia!
Eh, tapi aku kesannya seperti anak kecil tidak sih jika memesan itu?
Bodo amatlah.

Setelah aku memutuskan untuk minum orange juice, si pramugari tadi segera menyiapkan orange juice untukku.

Pramugari itu juga menambahkan agar aku memanggilnya jika aku perlu sesuatu. Tapi,... kali dengan sebuah.... kedipan mata?

"Perlu sesuatu? Hmm,..." gumamku saat pramugari itu pergi berlalu.

Ketika aku meminum jus jerukku, beberapa penumpang masuk ke dalam pesawat.
Sebenarnya aku tidak mau melakukan ini, tapi rasanya seperti ada yang kurang jika aku tidak melakukannya. Jadi, kuputuskan untuk melakukannya dalam hati saja sambil memberikan tatapan dan senyuman terbaikku.

Kuperhatikan satu persatu penumpang pesawat yang berjalan melewatiku sambil memberikan senyuman yang mengisyaratkan, 'Ngantri ya tadi masuk pesawatnya? Saya tadi duduk di sofa dulu dong'. Lalu dengan tetap memasang senyuman ini, aku meminum jus jerukku seakan berkata, 'Haus gak? Mau jus jeruk? Seger lho'. Yang terakhir, dengan bersandar pada kursiku yang luas dan sangat nyaman ini. Dalam hati aku berkata, 'Kalo kalian gak bisa ya sandaran kayak gini. Apalagi waktu take off bentar lagi, nanti dimarahi pramugarinya'.

Sial! Aku hampir tertawa sendiri dengan kelakuanku sendiri barusan. Kesannya norak banget, seperti baru pertama kali naik pesawat saja.

Setelah semua penumpang masuk, aku sedikit memperhatikan penumpang lain yang berada didekatku.

Dan,... rata-rata semuanya adalah bapak-bapak. Sedangkan hanya aku sendiri yang anak muda disini. Anak muda yang berpenampilan seperti ingin pergi untuk nongkrong, yang memakai kaos oblong, ditambah jaket. Dengan bawahan celana jeans. Sedangkan penumpang bapak-bapak yang di dekatku memakai jas, seperti pejabat. Atau mungkin memang begitu?
Ah, sudahlah.
Tapi yang pasti, aku yakin akan bisa menikmati penerbangan kali ini, karena kursi yang nyaman ini pasti akan membuatku tertidur dengan nyenyak nanti.

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Tapi aku masih tidak percaya aku benar-benar melakukan ini" gumamku pelan.


You make me feel so special tonight~


HP-ku berbunyi. Kulihat layar HP-ku, ternyata Shani yang menelfon.
Apa dia sudah merindukanku? Secepat ini?
Oh iya, benar juga. Aku belum berpamitan padanya.

Tanpa harus berfikir lagi, aku mengangkat telfon tersebut dan mulai berbicara.

"Halo, Shan" sapaku.

"Gimana? Kamu udah ngomong sama ayah kamu?" tanya Shani.

"Udah" jawabku singkat.

"Artinya, kamu gak jadi ke Jogja kan" tanyanya lagi.

"Enggak" jawabku lagi.

"Berarti-"

"Tapi aku harus pergi ke tempat yang lebih jauh" potongku.

"Eh? Kemana?" tanya Shani bingung.

"Ke tempat dimana aku dilahirin" jawabku lagi.

"Rumah sakit?" tanya Shani seperti ingin memastikan tapi dengan nada bicara yang terdengat seperti sedikit bercanda.

Apa mungkin dia berfikir kalau aku sedang bercanda?, pikirku.

"Itu terlalu spesifik, Shan" balasku dengan nada serius.

"I-Ini beneran?" sekarang Shani sepertinya terkaget. Mungkin dia tidak percaya kalau aku akan pergi jauh lagi dari dirinya. Atau mungkin juga dia tidak ingin mempercayainya.

"Buat apa sih aku bohongin kamu masalah ginian?"

"T-Tapi..."

"Ini aku udah ada di pesawat" jelasku.

"Tapi kenapa? Buat apa?" tanya Shani yang sepertinya semakin bingung.

Kudengar suara pilot yang mulai berbicara memberitahu kepada para penumpangnya bahwa pesawat sebentar lagi akan siap lepas landas dan juga mengingatkan kepada para penumpang agar tetap duduk di kursinya dan memakai sabuk keselamatan. Kulihat juga ada pramugari tadi memberi isyarat padaku untuk segera mengakhiri telfon.

"Kenapa? Kenapa kamu harus sampe pergi ke Belanda?" tanya Shani sekali lagi.

"Situasinya lebih rumit dari yang aku kira, Shan" jawabku. "Udah dulu ya, ini udah mau take off. Nanti pulangnya aku jelasin semuanya ke kamu"

"Adrian,... A-Aku..." balas Shani dengan keraguan di suaranya seperti tidak mau kalau aku benar-benar pergi dan jauh lagi darinya.

Ya, aku tidak bisa menyalahkannya. Beberapa hari yang lalu aku pergi dari rumah, dan baru kemarin aku pulang lagi. Tapi sekarang, aku malah harus pergi lagi.

"Cepet pulang" kata Shani lagi.

"Iya. Kamu juga jaga diri ya" balasku. "Dah~~"

Shani hanya diam tanpa menjawabku.

"Shan..."

"Cepet pulangnya ya... hiks..." pintanya kemudian. Dari suaranya, sepertinya dia mulai menangis.

"Pasti. Aku usahain" balasku.

Si pramugari kembali mengingatkanku agar segera mengakhiri telfonku. Tapi karena Shani masih terdengar sedih, aku masih tetap menelfon guna berusaha menenangkannya.

"Udah, jangan nangis dong. Aku gak mau pergi diiringi tangisan kamu. Kesannya kayak aku gak bakal balik lagi"

"J-Jangan dong!!" balas Shani.

"Makanya,... Udahan dong nangisnya" kataku mengingatkannya.

"I-Iya. M-Maaf. K-Kamu hati-hati ya" balasnya dengan suara yang sedikit bergetar. Kuyakin dia berusaha sangat keras untuk menahan tangisannya. "Cepet pulang"

"Iya, Shan. Itu udah yang ketiga kalinya lho kamu bilang kayak gitu"

"Ya habisnya..."

"Udah. Jangan nangis lagi. Atau kamu mau kita video call dulu sebentar?" tawarku padanya.

"Mauuu..." balasnya cepat. "T-Tapi jangan deh. A-Aku makin gak rela kamu pergi nanti kalo aku liat wajah kamu" tambahnya kemudian.

"Kalo gitu,... Kamunya berhenti nangis" balasku.

"I-Iya"

"Ya udah ya. Dah~"

"Cepet pulang. Dah.."

Setelah berpamitan dengan Shani, aku langsung mengakhiri telfon dan memasukkannya kembali ke dalam sakuku.

Baiklah. Apa sekarang kalian bingung?
Kenapa pada akhirnya aku sampai harus pergi ke Belanda?
Seperti yang sudah aku katakan tadi. Ini rumit.
Tapi tenang. Akan aku jelaskan semuanya satu persatu.
Dan kuharap kalian bisa mengerti. Meskipun sebenarnya aku sendiri sedikit bingung dengan keadaanku saat ini?

Jadi,... kita harus kembali lagi ke beberapa jam sebelumnya. Hari ini, di pagi harinya.
.
.
.
.
.
.
.
Sembari menunggu mobil yang sedang kupanaskan, aku duduk di teras menikmati udara sejuk pagi hari ditemani secangkir kopi dan diiringi kicauan merdu dari burung-burung kecil yang mungkin sedang iri padaku yang sedang ditemani oleh seorang gadis cantik yang sedang duduk manis di sebelahku saat ini.
Ya, aku berencana pergi ke Jogja naik mobil saja. Maksudku agar tidak repot saja harus memesan tiket kereta dulu. Lagipula, kalau punya mobil kenapa harus repot naik kereta.

"Mbak boleh jangan senyum dulu gak?" pintaku pada gadis yang duduk di sebelahku dan sedang memberikan senyuman terbaiknya ke arahku.

"Kenapa sih? Kamu gak mau aku senyumin?" tanyanya balik.

"Bukan gitu, Shan" jawabku. "Kamu harus tau, dengan keberadaan kamu yang duduk diem disini aja, itu udah bikin kopi buatan kamu ini jadi manis. Apalagi kalo ditambah sama senyuman kamu. Lama-lama aku bisa kena diabetes lho nanti" terangku.

"Tuh kan, pagi-pagi udah gombal" balas Shani.

"Itu bukan gombalan tauu..." balasku lagi sambil sedikit menirukan nada bicaranya. "Tapi kenyataan"

"Terserah kamu deh" balas Shani dengan pipi yang mulai merona merah.

54512622-138584680525995-8368945412565771295-n.jpg


Ya, memang Shani yang duduk di sebelahku saat ini.
Ketiga gadis yang lainnya?
Masih tidur sepertinya.

"Kamu yakin gak mau pamitan sama Gracia?" tanya Shani kemudian.

"Nanti kalo aku pamitan sama dia, aku malah gak dibolehin pergi. Bikin repot kan jadinya" balasku.

Oh iya, soal aku yang akan pergi ke Jogja, hanya Shani yang aku beritahu tentang hal tersebut. Aku tidak mau memberitahu yang lainnya karena,... Ya, maksudku aku tidak mau memberitahu mereka sekarang, nanti akan jadi repot seperti saat aku pergi ke Malang saat itu. Pakai ada acara 'mengantar kepergian' segala. Dan aku juga sudah memberitahu pada Shani alasan kenapa aku harus ke Jogja yang berhubungan dengan foto terakhir di album itu. Aku memberitahunya tepat sebelum kami tidur, atau lebih tepatnya tepat sebelum aku dan dia menutup mata untuk pergi tidur. Karena aku dan Shani semalam 'hampir' tidur berdua. Ya, benar-benar berdua. Shani yang mengajak duluan kok, jangan salahkan diriku dong.
Kenapa? Kenapa 'hampir'? Ya, memang baru hampir karena saat baru akan menutup mata, tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara 'Cek Cek Ehem' dari luar kamarku.

"Udah lah, sekarang biarin aja Gracia tidur. Nanti kalo dia udah bangun, kamu aja yang jelasin ya" tambahku pada Shani sambil meminum kopi buatannya.

54731725-121445108953832-3820014507326791353-n.jpg


"Aku yang repot dong jadinya" sahut Shani.

"Hehe. Ya, maaf" jawabku sambil tersenyum.

"Bawa HP! Biar bisa aku hubungi" himbau Shani. "Jangan pergi gak bawa HP lagi"

"Iya, iya. Duh,... yang gak mau jauh-jauh dari aku" balasku menggodanya.

"Berapa lama?" tanya Shani. "Berapa lama kira-kira kamu di Jogja nanti?"

"Bentar doang kok, Shan" jawabku. "Palingan Cuma 2... 3 hari paling lama"

"3 hari tanpa kamu? Huft~" Shani langsung mengeluh dan tingkahnya menjadi seperti orang yang sedang gelisah.

"Aku pasti pulang secepetnya kok, Shan" kataku berusaha menenangkannya sambil mengelus kepalanya lalu turun membelai pipinya kemudian meraih dagunya dan menghadapkan wajahnya padaku. Dan saat wajahnya menghadap ke arahku, aku langsung memasang senyuman di wajahku dengan tujuan untuk menenangkannya sekaligus menghilangkan kegelisahannya.

"Adrian ini masih pagi" kata Shani dengan wajah yang semakin memerah.

Aku langsung terdiam bingung dengan perkataan Shani.

"Jangan bikin aku gesrek sama perlakuan kamu yang kayak gini" terangnya kemudian.

"Ada-ada aja kamu, Shan" balasku. "Yang ada juga, aku yang gesrek gara-gara kamu" tambahku sambil tetap tersenyum ke arahnya.

"Eh,... ini beneran. Nanti malah aku lho yang gak ngebolehin kamu pergi kalo aku ngeliat senyuman kamu terus" katanya menegaskan. "Udah, doonnngg..."

Bukannya berhenti, aku malah semakin menggoda Shani dengan mendekatkan wajahku ke arahnya.

"Aku banyakin senyum,... biar kamu selalu keinget sama senyuman aku meskipun kita jauh, Shan" jelasku.

"Maaass..."

"Oh, kamu kalo gesrek manggil aku 'mas' lagi ya?" tanyaku semakin menggodanya.

"S-Siapa yang... yang gesrek?" kata Shani dengan terbata menandakan kalau dia benar-benar sedang gugup.

"Tadi kan kamu yang bilang sendiri kalo..."

Shani terlihat bingung harus menjawab apa, hingga akhirnya yang keluar dari bibirnya hanyalah,...

"Aaaahhh..."

"Hahahaha" aku tertawa menanggapinya.

Saat sedang asyik-asyiknya menggoda Shani, tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depan rumahku. Dan keluarlah pula seseorang dari dalam mobil tersebut. Yang mengejutkanku dan Shani adalah, orang itu ternyata adalah,...

"Ayah?" kataku heran.

"Om?" sahut Shani.

Ya, orang itu adalah ayahku.
Shani dan diriku sama bingungnya dengan kedatangan ayahku yang tiba-tiba ini.

"Kenapa ayah ada di..."

Ayahku melihat ke arahku dan Shani, kemudian pandangannya beralih ke arah mobil yang tengah kupanaskan.

"Matikan mobilnya. Ikut ayah. Ayah jelaskan di jalan. Cepat!" perintah ayahku.

"I-Iya, Yah" jawabku tergagap dan langsung menuruti perkataannya.

"Jangan lupa pamitan sama calon istrimu" tambah ayahku mengingatkan.

"Iya" jawabku setelah mematikan mesin mobil. "Shan, aku pergi dulu ya" pamitku pada Shani.

Shani tidak berucap apapun, dia hanya mencium punggung tanganku saat aku berpamitan padanya. Sepertinya dia masih bingung dengan keadaan ini. Bagaimana dia tidak bingung, maksudku, aku sendiri saja bingung kenapa ayahku tiba-tiba ada disini.
Apalagi auranya itu. Terasa berbeda dari saat terakhir aku bertemu dengannya. Auranya itu seperti,... kembali seperti dulu. Lebih berwibawa.

"Shani gak mau salim sama om juga?" tanya ayahku tiba-tiba.

"Gak usah!" jawabku cepat. "Udah, ayo!!" ajakku lalu berjalan ke arahnya dan masuk ke dalam mobil yang tadi dibawanya.

Sial!
Baru saja aku puji, dan dia kembali seperti ini lagi?
Orangtua macam apa dia ini?

"Yakin kamu pamitannya cuma kayak gitu?" tanya ayahku lagi.

Hmm,...

52785748-938896849651118-2162483222270975403-n.jpg


Aku menengok ke arah Shani. Menatap wajah cantiknya yang juga sedang menatap ke arahku dengan ekspresi kebingungan. Tanpa pikir panjang lagi, dan juga tanpa memperdulikan keberadaan ayahku, aku langsung memeluk Shani, mendekap tubuhnya dengan erat.

"A-Ad..."

"Biarin, Shan" potongku. "Ayah aku yang nyuruh juga kan" tambahku.

Dan tanpa mengatakan apapun lagi, Shani langsung membalas pelukanku tak kalah eratnya.

"Nah, gitu dong" komentar ayahku. "Kalian ini emang pasangan yang serasi. Ayah jadi gak sabar pengen cepet-cepet gendong cucu dari kalian" tambahnya dengan disusul tawa. "Kira-kira nanti nama anak kalian siap-"

"Diem!" potongku.

Aku tidak mau momen kebersamaanku dengan Shani ini diganggu oleh siapapun, termasuk ocehannya.
.
.
.
.
.
Di mobil dalam 'perjalanan' yang entah kemana, aku kembali merasakan aura itu lagi dari ayahku. Aura dari seorang pria yang berwibawa. Dia seperti kembali menjadi ayahku yang dulu. Seorang kepala keluarga yang tegas dan berwibawa.

Apa mungkin selama ini kelakuan ayahku seperti itu karena,... ayahku gesrek akibat kehadiran Shani ya?

"Kau hanya ingin diam?" tanya ayahku mengejutkanku dari lamunan.

"Eeehh..."

"Ibumu sudah pulang ke Jogja kemarin siang" jawab ayahku cepat.

Sial!
Dia bisa membaca pikiranku atau bagaimana?
Padahal aku baru ingin menanyakan hal itu hanya untuk sekedar basa-basi.
Tapi, tunggu. Kalau ibuku baru pulang ke Jogja kemarin siang, kenapa dia masih ada di sini?
Apa ayahku tidak pulang bersama dengan ibuku? Karena aku menelfonnya?
Tapi aku menelfon saat malam. Apa ayahku langsung kembali lagi ke Jakarta begitu aku selesai menelfonnya?

"Kau bilang ada yang ingin kau tanyakan pada ayahmu ini" kata ayahku tiba-tiba.

"Eh?! Pertama. Kenapa ayah ada disini? Di Jakarta?" tanyaku akhirnya.

"Hmm... Jawabannya sederhana. Ayah memang tinggal di Jakarta?" jawab ayahku cepat.

"Oh,.. Eh?!"

"Apa ayah pernah bilang kalau ayah akan pindah ke Jogja?" tanya ayahku balik.

Tunggu, sial!!
Itu benar juga. Memang saat itu hanya ibuku yang mengatakan kalau dia akan pindah ke Jogja untuk merawat ibunya, nenekku. Dan karena pada saat ibuku pergi ke Jogja, ayahku juga tidak pulang ke rumah dan barang-barangnya juga sudah tidak ada, aku langsung berasumsi sendiri kalau ayahku juga pindah ke Jogja.
Jadi selama ini dia tidak ke Jogja? Dia di Jakarta?

"Kau pikir sikap ayah pada ibumu saat lebaran kemarin itu kenapa? Itu karena ayah merindukan ibumu" kata ayahku menjelaskan.

Oh, jadi begitu?
Tapi, tetap saja. Itu terlalu berlebihan sepertinya. Dan terlalu memalukan juga.

"Jadi,... waktu ayah ke rumah buat ngurus perizinan ke RT RW soal aku yang tinggal sama Shani itu,..." kata-kataku sedikit menggantung. "Itu sebenernya ayah balik ke Jakarta?" sambungku.

"Ya" jawab ayahku singkat. "Lagipula pekerjaan ayah ada di Jakarta" tambahnya menjelaskan. "Sudahlah, cepat tanyakan apa yang benar-benar ingin kau tanyakan"

Benar juga.

"Ya... Soal itu,..."

"Iya. Memang kau punya seorang kakak" jawab ayahku sebelum aku benar-benar menyelesaikan pertanyaanku.

Bisa tidak dia menungguku sampai aku menyelesaikan pertanyaanku dulu, batinku.

"Mungkin lebih jelasnya akan kau dapat ketahui saat kau sudah sampai ke tempat tujuanmu" kata ayahku lagi.

"Tempat tujuan?" aku kebingungan.

Aku memperhatikan jalanan dan mengira-ngira kemana mobil ini akan pergi.
Tunggu, apa jangan-jangan?

"Kita ke bandara?" tanyaku memastikan.

"Ya, benar" jawab ayahku. "Kau cepat mengerti keadaan juga ternyata, memang pantas untuk menjadi anak ayah" pujinya kemudian.

"Tapi buat apa? Aku kan udah gak perlu ke Jogja, ayah ada disini. Aku bisa langsung tanya ke ayah, dan aku-"

"Siapa yang bilang kau akan pergi ke Jogja" potong ayahku.

Aku langsung terdiam karena ucapannya. Apa maksudnya?
Kulihat ayahku berusaha mengambil sesuatu dari dalam tas-nya sambil tetap berusaha untuk berkonsentrasi menyetir dengan mata yang tidak lepas melihat jalanan yang ada di depan. Setelah menemukan apa yang dia cari, dia langsung memberikannya padaku.

Aku melihat apa yang dia berikan padaku. Ada tiga benda yang dia berikan padaku. Salah satunya adalah tiket pesawat, dan dua yang lainnya adalah,... visa dan paspor?
Tunggu, jika dia memberiku visa dan paspor, itu hanya berarti satu hal, aku harus pergi ke luar negeri.

"Kau akan terbang ke Belanda" jawab ayahku sebelum aku benar-benar mengajukan pertanyaan.

Aku masih diam karena bingung dan terkejut tentunya.

"Kakekmu lebih bisa menjelaskan semuanya" tambahnya.

"Kakek?" tanyaku bingung. "Bukannya kakek udah-"

"Apa kau pernah pergi ke makamnya? Upacara pemakamannya? Atau yang lebih penting lagi, kau sudah melihat sendiri jasadnya?" tanya ayahku beruntun.

Jawaban dari semua pertanyaan itu adalah,... Tidak. Aku tidak pernah pergi ke makam kakekku, upacara pemakamannya, ataupun melihat jasadnya. Aku beranggapan seperti itu karena,...

"Tapi kan ayah yang bilang waktu itu kalo"

"Bagaimana ayah mengatakan saat itu?" tanya ayahku memotong pertanyaanku.

Aku berusaha mengingatnya lagi. Itu sekitar 5 tahun yang lalu, saat aku baru masuk SMA. Tepat setelah aku diterima masuk SMA, ayah tiba-tiba memberitahuku kalau kakekku sudah meninggal. Dia hanya berkata, 'Adrian, kakekmu sudah meninggal'. Dia tidak memberitahu kakek yang mana yang meninggal, atau kapan meninggalnya.

"Jadi waktu itu ayah hanya memberi info kalau 'kakek meninggal' itu maksudnya kakek, ayahnya ibu? Bukan ayahnya ayah?" tanyaku tidak percaya. "Kakek yang ada di Jogja? Bukan di Belanda?"

Ayahku hanya mengangguk membenarkan pernyataanku.

Oh yang benar saja?, pikirku tidak mengerti.

Kakekku yang ada di Jogja kan memang sudah meninggal 6 bulan sebelum aku masuk SMA. Untuk apa dia memberitahuku hal itu?
Itu informasi yang tidak perlu.

"Tapi,... Terus kenapa kita gak pernah ke Belanda lagi? Maksudku, kalo kakek masih hidup, kenapa kita gak pernah nemuin kakek lagi semenjak itu?" tanyaku lagi.

"Menurutmu karena apa?" tanya ayahku balik.

Oh iya, benar juga. Kenapa aku bisa lupa tentang masalah antara ayahku dan kakekku?
Lagipula itu ada bagusnya, aku tidak terlalu suka berada di Belanda.

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Apa lagi?" tanyaku. "Apa lagi yang harus aku tau? Ada hal lain lagi?"

Ayahku tidak menjawab dan masih berkonsentrasi pada jalanan di depannya. Dia kemudian hanya menengok ke arahku dan tersenyum.

"Untung tadi ayah menyuruhmu untuk berpamitan dengan benar pada Shani bukan" kata ayahku.

Ya, untung saja.
Untung tadi aku memeluk Shani cukup lama, jadi sekarang aku masih bisa merasakan kehangatan tubuhnya. Semoga kehangatan ini bisa bertahan cukup lama sampai aku kembali lagi dan bisa memeluknya lagi.

Tunggu dulu.

"Yah, kayaknya kita harus balik ke rumah deh" kataku memohon.

"Kenapa? Ada apa lagi?" tanya ayahku dengan tenang. "Kau tidak mau ke Belanda?"

"Emangnya kalo aku nolak, ayah bakal mau nurutin?" tanyaku balik.

"Tentu tidak" jawab ayahku kalem. "Kau harus mengejar penerbangan"

"Tapi aku harus balik dulu,..." balasku kembali memohon.

"Bukankah pelukanmu dengan Shani tadi sudah cukup lama. Atau,..." kata-kata ayahku sedikit menggantung. "Kau ingin berpamitan kepada siapa lagi?" tanyanya curiga.

"Eeh,... Itu...."

Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada ayahku untuk saat ini. Dia mungkin akan membunuhku jika sampai tahu.

"A...Aku gak bawa persiapan buat ke Belanda. Seengaknya, biarin aku balik buat bawa beberapa baju ganti buat disana nanti" jawabku beralasan. Tapi sebenarnya itu memang benar .

"Lihat di kursi belakang" perintah ayahku.

Tanpa membantahnya, aku langsung menengok ke belakang melihat ke kursi belakang. Disana ada sebuah tas berukuran cukup besar.

"Ayah sudah membelikanmu beberapa pakaian. Ada baju, sweater, dan jaket" terang ayahku. "Ayah membelinya kemarin begitu kau selesai menelfon ayah"

Sial! Dia benar-benar sudah mempersiapkan semuanya.
Aku tidak bisa beralasan apa-apa lagi sekarang.

"Semoga kau menyukai yang ayah pilihkan" tambahnya kemudian.

Bukan itu masalahnya!!, batinku,

Kualihkan pandanganku ke arah jendela di sampingku, melihat jalanan yang mulai padat. Aku melirik ke arah paspor yang tadi diberikan ayahku.

Sepertinya ada yang aneh, batinku.

"Kenapa?" tanya ayahku. "Ini bukan pertama kalinya kau melihat paspor bukan" ayahku seperti mengetahui apa yang sedang kupikirkan saat ini.

"Iya" jawabku tenang. "Tapi ini pertama kalinya ayah ngebiarin aku megang pasporku sendiri" tambahku.

Dulu, ayah dan ibuku selalu melarangku untuk memegang pasporku sendiri. Alasannya karena takut aku akan menghilangkannya.
Itu alasan yang cukup masuk akal memang. Ya, cukup masuk akal jika anak usia 5 tahun yang dilarang seperti itu. Tapi sampai aku berusia 14 tahun, dan aku masih tidak dibiarkan memegang pasporku sendiri. Itu sedikit aneh. Dan membuatku sedikit curiga, seperti ada yang sedang mereka sembunyikan dariku.
Pada saat usiaku masih kecil, sebenarnya aku tidak terlalu memperdulikan hal itu. Tapi saat aku mulai berusia 10 tahun, aku mulai penasaran dengan apa yang ada di dalam pasporku. Maksudku, namaku hanya terdiri dari satu kata 'Adriansyah' saja tanpa nama belakang, rasanya itu tidak adil bukan. Dan aku mulai tahu kalau untuk pembuatan paspor setidaknya harus ada minimal tiga kata di dalam nama kita. Eh, atau hanya dua? Dua atau tiga sih? Ya, pokoknya begitulah.
Aku pernah bertanya pada ibuku tentang hal itu yang dijawab ibuku kalau nama di pasporku ditambah dengan nama ayah dan kakekku dan akhirnya aku tidak penasaran lagi. Tapi rasa penasaran itu seperti kembali muncul saat ini karena akhirnya aku bisa melihat isi pasporku dengan kedua mata kepalaku sendiri.

"Kau tidak ingin membuka dan melihat paspormu?" tawar ayahku. "Sebelum terlambat" tambahnya lagi.

Tanpa harus diberitahu sekali lagi, aku langsung membuka pasporku dan melihat isinya. Hal pertama yang menarik perhatianku adalah fotoku sendiri. Itu foto yang diambil saat aku di Jogja, saat aku di foto bersama dengan Shani. Jadi foto itu di crop lalu digunakan untuk foto pasporku? Ya, tidak apa-apa sih. Setidaknya aku terlihat bagus di foto itu.
Baiklah, sekarang nama. Namaku di paspor akan jadi seperti apa,...
Tunggu dulu, tunggu dulu.
Kenapa nama ku seperti ini?
Yang tertulis di pasporku bukanlah nama ayahku ataupun nama kakekku.
Itu lebih seperti nama belakang.
Aku punya nama belakang?
Selama ini namaku bukan hanya 'Adriansyah'?
Apa itu artinya,...
Jadi namaku sebenarnya adalah,...

"Adriansyah van D..."

"Aku punya nama belakang?!!" akhirnya pertanyaan itu terlontar juga dari mulutku.

"Ya, itulah nama aslimu yang sebenarnya" sahut ayahku.

Tapi, tunggu. Bukankah ini akan menimbulkan masalah nantinya?

"Terus,... Berkas-berkas aku gimana? Dokumen aku kayak, rapor, ijazah terus-"

"Apa kau sudah pernah melihat rapormu sendiri?" tanya ayahku balik memotong pertanyaanku.

Tunggu, benar juga. Ibuku tidak pernah mengijinkanku untuk melihat raporku sendiri.
Ibuku selalu menyuruhku tenang kemudian mengatakan kalau nilai raporku hanya berisi inisial namaku. Kalian paham?

"Lagipula, rapor dan ijazahmu dibawa oleh ibumu ke Jogja bukan. Dan dulu setiap kau akan mendaftar sekolah, ibumu juga yang selalu mengurusnya. Begitu pula saat kau mendaftar kuliah" terang ayahku. "Memang dulu saat di sekolah namamu yang ada di absensi mungkin memang hanya tertulis 'Adriansyah' saja, tapi pasti beberapa guru di sekolahmu dulu dan dosen di kampusmu saat ini tahu namamu yang sebenarnya" tambahnya menjelaskan.

"KTP? SIM?" tanyaku masih berusaha mencari kesalahannya.

"Apa KTP-mu sudah kau pegang?"

"Belum. Katanya sih belum jadi" jawabku.

Selama ini aku hanya memakai KTP sementara yang diberikan kelurahan sebagai pegangan sementara untuk menunggu KTP-ku yang sebenarnya selesai dibuat.

"Tapi tetep aja, nanti kalo udah jadi gimana?" tanyaku lagi.

"KTP-mu sudah jadi. Dibawa oleh ibumu juga. Dan yang tertulis disana adalah namamu yang asli" jawab ayahku. "Sebenarnya namamu selama ini memang nama asli sih, hanya 'tidak ada' nama belakang saja. Hahaha"

Kenapa dia tertawa?
Disaat aku sedang kesal saat ini.

"Kalau masalah SIM, kau bisa membuat baru saja. Anggap saja ada kesalahan saat membuat yang lama" tambahnya.

Enteng sekali dia menanggapinya, batinku.

"Namamu di akta kelahiranmu juga seperti itu kok, tenang saja" tambahnya lagi.

Sial! Padahal aku belum kepikiran soal akta kelahiran.
Tapi,... Masih ada satu hal yang tidak aku mengerti.

"Kenapa ayah selama ini nyembunyiin fakta kalo aku punya nama belakang?" tanyaku akhirnya.

"Kalau itu,... untuk kebaikan dan keselamatanmu" jawab ayahku dengan nada yang lebih serius dari sebelumnya.

Apalagi ini?

"Sudahlah, kita sudah sampai. Cepat!" kata ayahku lagi.

Dengan segera, aku mengambil tas yang ada di kursi belakang dan langsung turun dari mobil.

"Ya udah, aku berangkat" kataku berpamitan.

"Ed-"

Aku langsung menengok dengan sedikit menatap tajam ke arah ayahku menunjukkan ketidaksukaanku sebelum dia menyelesaikan ucapannya tadi. Dan dari mataku aku mengisyaratkan kalimat,.. 'Aku tidak suka dipanggil seperti itu!!'.

"Haha.. Maaf" sahut ayahku dengan tertawa garing. "Tapi,... kau harus sedikit terbiasa untuk dipanggil seperti itu lagi" tambahnya dengan membalas tatapanku. "Ingat! Kau akan menemui kakekmu"

"Ayah mau manggil aku kayak tadi cuma buat ngingetin aku sama hal itu?" tanyaku tidak yakin.

"Tidak" jawab ayahku cepat. "Ayah ingin memberitahumu satu hal lagi..." kalimatnya sedikit menggantung. "Tapi,... ayah sedikit ragu, ayah hanya takut kau akan terkejut lagi..."

Aku bukan anak tunggal.
Aku punya seorang kakak.
Ayahku selama ini tinggal di Jakarta.
Kakekku masih hidup.
Aku punya nama belakang.
Sudahlah, kenyataan seperti apa lagi yang mungkin bisa membuatku terkejut?

"Entah ini penting bagimu atau tidak tapi-"

"Bilang aja" potongku agar ayahku cepat memberitahuku sesuatu yang ingin dia katakan.

"Baiklah jika memang kau maunya seperti itu. Tapi,..."

"Cepet!" potongku.

"Selain punya kakak, kau juga punya saudara kembar" kata ayahku dengan cepat.

"Oh... Eh?"

"Ya sudah. Semoga perjalananmu menyenangkan. Bye~" kemudian ayahku langsung menutup jendela mobil dan melajukan mobilnya pergi meninggalkanku yang masih kebingungan.

"HEH?!!"


54446465-2217533528486665-343040485721014741-n.jpg




-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:



Selamat hari minggu semuaaa....!

Hari minggu, identik dengan hari libur. (Bagi orang biasa)
Tapi kalau bagi para wota, khususnya Inshanity. Hari minggu identik dengan #ShanDay

#ShanDay itu hari minggu
Hari minggu itu #ShanDay

Gitu aja terus, gak selesai selesai.
Sama seperti membahas,... Duluan mana, ayam dengan telur.
Jawabannya ya udah pasti duluan,...
Hari minggu lah.

Kan saya bahas hari minggu duluan.



Makasih
• TTD H4N53N


NB: Updatenya bareng sama mulainya ARC WANOOOOOO!!!!!!!!
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Asiikkk dopost adalah pertanda, triple post adalah konfirmasi. Rindu cishani!

Kalo rindu ya,...
Wah ini nih dopost sama triple post udah ada tanda tanda :asyik: ditunggu updatenya ah kangen ci shani :klove:

Kangen Shani doang nih?
Sama adriannya gak?
Dopost triple postnya masih terpantau belum berubah.:baca:

Pantau terus
menunggu duo shania stepi kembali

Hmm,...
Triple post sebelum lebaran sabi hu ~ kgn ka ads haha

Setelah lebaran mungkin.
Mungkin
Tandain dulu buat kak ads kampret

Lah kok lho kok lho,...
di tunggu triple post nya kak ads 😍

Udah ada kan
Gracia aku rindu
Kamu fans liverpool, yang kamu rindukan bukan Gracia, tapi juara :pandaketawa: :pandapeace: :pandaketawa:
 
Bimabet
Oke, fix!!
Kalo liverpool juara ucl, gak bakal update cerita :pandaketawa: :pandaketawa: :pandaketawa:

Baiklah, sesuai janji.
Gak update ya

BTW, 2 final gak seru semua ya?
Yang satu gak punya mental juara, jadinya dihajar

Yang satu lagi, untung 0-2, kalo 0-1, gol nya menit awal, dari pinalti lagi. Apa gak bosen?
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd