OS 9 :
Sweet Caramelized - Freya
trAkhirnya hari yang kutunggu-tunggu telah tiba, hari dimana aku akan melakukan kencan pertama dengan kekasihku. Kami telah berpacaran 2 bulan namun tak pernah sampai jalan atau pergi berkencan karena keluarganya yang sangat ketat dan protektif. Beberapa kali kekasihku memaksa dan ingin mencuri-curi kesempatan untuk berkencan diluar, namun aku yang melarangnya karena aku tidak ingin kami berdua terkena masalah dari orang tuanya dan malah membuat hubungan kami yang adem ayem menjadi berantakan. Tetapi akhirnya kesempatan besar ini terwujud saat kedua orang tua dan seluruh keluarganya pergi pulang ke kampung halamannya. Dia harus mengikuti kegiatan idol groupnya yang membuat dirinya tak bisa pulang kampung bersama keluarganya, sehingga aku diberikan tanggung jawab untuk menemani dan menjaganya di Jakarta. Keluarganya memang sudah mengenalku karena aku memberanikan diri untuk bertemu dan main ke rumahnya untuk berkenalan dengan keluarganya.
“Ayo sayang” ujarnya dengan senyum manis yang lebar khas miliknya.
“Ayo!” balasku, aku memberikan helm padanya dan ia langsung menggunakannya.
Gadis manis kekasihku ini langsung naik ke motor, kemudian melingkarkan kedua tangannya di pinggangku dengan erat. Aku menoleh sesaat padanya melalui kaca spion dan ia kembali memberi senyum manis bagai karamelnya ke arahku.
“Gak usah ngebut-ngebut yaa, masih lama kok mulai filmnya” ujarnya padaku sambil menepuk perutku.
“Siap Freya sayang!” balasku dengan semangat, ia mencubit kecil perutku dan tertawa karenanya.
Selama perjalanan kami bercanda-canda dan mengomentari apapun yang kami lihat, tawa renyahnya mengiringi perjalanan kami berdua. Aku dan Freya tak butuh waktu lama untuk mencapai tempat tujuan kami, aku memarkirkan motorku dan setelahnya kami turun dari motor. Freya memberikan helm padaku dan sedikit merapikan pakaiannya.
“Kenapa yang?” tanya Freya padaku penasaran.
Aku tak menjawabnya namun tanganku merapikan rambutnya yang sedikit naik karena memakai helm, dengan jariku aku menyapu rambutnya yang agak berantakan. Terkadang hal seperti ini membuatku ingin memiliki mobil, namun aku sadar dengan keadaanku sebagai seorang mahasiswa semester awal. Ia tersenyum dengan gemas padaku, ingin rasanya mencubit pipinya yang menggemaskan dan terlihat kenyal. Freya menggamit lenganku dengan manja dan mengajakku segera beranjak dari parkiran.
“Makan dulu?” tanyaku pada Freya, ia hanya cengar cengir saja padaku.
“Gaaa maauuu!” balasnya padaku dengan wajah meledek.
“Ada yang mau dibeli?” tanyaku kembali padaku.
“Gaaaak!!!” balasnya lagi masih dengan wajah yang sama.
“Lah… trus maunya apa?” tanyaku bingung.
“Kepoooo!!” katanya sambil meledekku.
Freya melepaskan lenganku lalu berlompat kecil ke depanku, ia kembali mengeluarkan senyum lebar gemasnya ke arahku. Tingkah yang membingungkan itu begitu lucu dan membuatku salah tingkah dengannya.
“Aku mauuuu….” jari telunjuk kanannya mengetuk-ngetuk dagunya sendiri, matanya melirik ke atas seakan sedang berfikir.
“Aku mau sama kamu, ngapain aja sama kamu!” lidahnya menjulur meledek dan langsung berlari menggamit lenganku kembali.
“Yee aku kira kamu ngambek sama aku” ujarku bersyukur, ku pikir baru mulai kami akan berkencan namun sudah mencium bau kegagalan.
“Yaudah mau makan dulu atau mau beli sesuatu dulu atau mau ngapain dulu?” tanyaku kembali memastikan padanya.
“Iiih udah aku bilang aku mau sama kamu, berarti kita harus lakuin semuanya, sekarang!!” katanya lagi.
Freya menarik tanganku dan mengajakku berlari kecil, tangan kecilnya dan tingkah lakunya membuat hari yang baru berjalan sebentar ini begitu membahagiakan. Buatku, sudah sampai sejauh ini saja sudah sangat cukup dan tak perlu lagi melanjutkan hari yang menyenangkan ini.
“Makan itu yuuuk!” ajaknya sambil menunjuk sebuah kedai ramen, aku mengangguk setuju.
Freya memesan satu ramen miso ayam dengan tambahan telur rebus tanpa daun bawang. Ia langsung memesankan ramen shio sapi dengan tambahan naruto, ia juga memesankan ocha dingin 2 gelas untuk kami berdua.
“Hapal ya…” ujarku padanya saat ia selesai memesan.
“Iya lah, kamu kan setiap makan ramen merek ini pasti mesennya kyak gitu” ujarnya padaku.
“Iya lah, kamu kan kalau jalan sama keluarga pasti makan ramen merk ini” balasku padanya.
“Hahaha padahal baru pertama ngedate, tapi kok udah sok tau mesen apa…” ujarku kembali meledeknya.
“Emang kita ngedate? Pede!” balasnya padaku tak mau kalah.
“Oooh gitu… aku mau sama kamu, ngapain aja sama kamu!” aku mengulang kata-katanya tadi dan dia langsung tertawa terbahak bahak.
Freya melemparkan gulungan tisu ke arahku dengan wajah kesal yang gemas, ia menunjuk-nunjuk diriku dengan sumpitnya dan memberikan wajah ngambek yang dibuat-buat dengan gemas. Aku meledek gadis itu dan kembali tertawa.
“2shoot yuk!” ujar Freya padaku sambil mengeluarkan hpnya.
“2shoot? Ooh 2shoot…” balasku sambil meledeknya.
“Iiih selfie maksudkuuuu!! Hahaha kamu mah!” ia gemas dan kembali mencubit tanganku.
“Aduh susah kalo punya pacar idol, istilahnya beda” Freya terkekeh gemas mendengar kata-kataku.
Saat ramen kami datang, kami segera memakan ramen tersebut saat masih hangat. Rasa kaldu gurih yang terasa nikmat di lidahku, mie yang kenyal dan nikmat, dan daging sapi yang enak mengisi tenggorokan dan perutku. Freya pun menyeruput mie dengan lahap, perlahan sambil sesekali meniup-niup mie yang dijepit dengan sumpitnya itu. Wajahnya yang manis dan kecantikannya yang luar biasa semakin terpancar saat ia perlahan-lahan melahap makanannya. Pipinya yang bergerak-gerak saat mengunyah mie di mulutnya malah membuatnya semakin gemas. Air-air mulai keluar dari dahinya, keringatnya mulai mengucur karena bubuk cabai yang cukup banyak ia tuangkan ke dalam ramennya. Berbeda denganku yang tak terlalu suka rasa pedas, Freya suka dengan rasa pedas yang lumayan membuat panas. Nampak ia kesulitan untuk makan sambil mengelap keringatnya, tetapi mukanya terlihat begitu bahagia karena memakan makanan kesukaannya.
“Hmmm enaaak” ujarnya bergumam kecil, menggemaskan memang.
Aku mengambil beberapa helai tissue dan melipatnya, lalu mengelapkan tissue tersebut ke dahi Freya, aku juga mengelap samping wajah Freya dan juga sekitar pipinya. Freya sepertinya terkejut dan memandangiku, wajahnya bersemu merah karena panas akibat memakan ramen pedas. Jari-jariku menyelipkan rambutnya ke telinga untuk memudahkan dirinya makan, ketika makannya mudah, aku jadi dapat melihat wajah manisnya yang tengah bahagia menikmati makanan. Freya tersenyum ke arahku dan kami melanjutkan makan yang sempat tertunda.
Kami telah menghabiskan makan kami, setelah beristirahat sebentar kami melanjutkan untuk ke tujuan selanjutnya. Entah kemana Freya akan membawaku selanjutnya, kami masih memiliki waktu 1 jam sebelum film yang kami tonton di mulai. Freya kembali merangkul lenganku, lebih erat dari sebelumnya. Sedikit bergelayut di lenganku dengan manjanya, terkadang ia memainkan ujung lengan kemejaku dengan jarinya. Langkah Freya membawaku menuju sebuah toko pernak pernik jepang. Toko yang tak terlalu besar namun sangat bercorak anime itu nampaknya memang menarik untuk gadis seperti Freya. Freya memang menyukai anime dan manga jepang, ia juga menyukai culture, idol dan juga drama jepang. Freya melihat-lihat toko tersebut, ia nampak terkesima saat melihat sebuah gantungan kunci bertemakan salah satu anime olahraga.
“Mau?” tanyaku pada Freya.
“Hmm.. hmm..” dia menggeleng pelan lalu berpindah ke bagian lain.
“Mau ini?” tanyaku kembali pada Freya.
Gadis yang tengah memperhatikan sebuah jersey itu kembali menggeleng menolak, entah mengapa ia yg sejak tadi terkesima dengan benda-benda disana justru menolak ketika aku menawarinya. Sepertinya ia hanya ingin menghabiskan waktu di tempat ini sebelum film dimulai. Aku berpencar dengan Freya dan ikut melihat-melihat isi toko ini, banyak hal-hal yang aku tak paham di dalam toko ini. Ada beberapa benda yang merknya saja tak bisa aku baca dan aku mengerti, seperti sebuah tongkat yang tak ada penjelasan bahasa inggris ataupun bahasa indonesianya sama sekali. Tapi ada beberapa hal yang membuatku terkesima, seperti contohnya beberapa pedang katana yang berjajar di bagian atas. Ada juga beberapa outer yang nampaknya dari anime-anime remaja yang keren, namun aku tak mau terlihat hanya asal beli kalau seandainya aku membeli dan memakai outer tersebut. Ada juga lightstick yang seperti digunakan penggemar-penggemar Freya di toko ini. Freya menghampiriku yang tengah memperhatikan lightstick 24 warna itu.
“Tertarik? Mau jadi wota?” tanya Freya terkekeh padaku.
“Eh gak, aku cuma liat aja… ini kan yg dipake wota kalo nonton kamu” balasku padanya.
“Sstt… ini kan toko wibu jepang-jepangan, yang tau aku pasti gak sedikit…!” ujarnya sambil menyuruhku untuk diam dengan meletakkan jari telunjuk di bibirnya.
Aku mengangguk mengerti, kali ini Freya nampak lebih berhati-hati dan sembunyi-sembunyi dari sebelumnya. Tak lama kami berada di toko ini karena film juga sudah akan mulai sebentar lagi. Aku dan Freya memutuskan untuk meninggalkan toko tersebut ketika sudah puas melihat-lihat. Kami melanjutkan langkah kami menuju bioskop yang ada di lantai paling atas pusat perbelanjaan ini. Freya menarik-narik tanganku kembali, pergelangan tanganku ia tarik untuk segera menuju area bioskop.
“Beli popcorn dulu yuk” ujarku padanya, dibalas anggukan cepat darinya.
Kembali ia menarik tanganku hingga di depan meja kasir. Dengan ramah kasir itu menyapa kami dan menanyakan apakah ada yang bisa ia bantu kepada kami. Aku dan Freya memesan popcorn asin dan manis agar rasa popcornnya tak membosankan, paket yg kami pesan berisikan 1 popcorn, 1 kentang, dan 2 minuman bersoda berukuran sedang. Kami menunggu pesanan sambil memperhatikan trailer film yang diputar di layar besar bioskop.
“Nonton itu ya!” tunjuk Freya pada layar saat kami sedang menonton sebuah trailer film.
“Emang kamu berani?” tanyaku padanya yang mengajakku menonton film horror.
“Kan sama kamu, emangnya kamu gak berani?” tanyanya kembali padaku.
“Berani kok, tapi serius gak? Nanti udah masuk malah ngajak keluar…” balasku meledeknya, ia menekuk wajahnya cemberut dengan menggemaskan.
“Yaudah gak usah…” balasnya padaku.
“Dih ngambek, ngambek ngambek nih…” balasku menggodanya.
Aku memperhatikan wajah ngambeknya, menatap wajahnya dan mendekat perlahan untuk memperhatikan wajah itu. Wajah ngambeknya perlahan-lahan berubah, nampak ia menahan tawa namun masih memaksakan diri untuk ngambek padaku. Aku juga menahan tawaku karena melihat wajahnya itu, namun aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa agar ia kalah dariku.
“Hahahaha! Ih kamu maaaah curang ngeliatin gitu!!” Freya mendorong wajahku dan kami tertawa bersama.
“Tuh tuh udah tuh mbaknya udah manggil kita” ujarku pada Freya.
Kami berdua bergegas menuju konter paling pojok dimana pesanan kami diletakkan. Aku dan Freya mengambil beberapa tissue dan mengambil 2 buah sedotan untuk kami.
“Aku bawa ini…” ujar Freya langsung mengambil popcorn dan kentang goreng.
“Iya-iya” balasku padanya sambil mengambil soda kami.
“Hahaha dingin-dingin… wuu mang enak!” ledeknya padaku.
Aku hanya tertawa kecil sambil berjalan disampingnya, Freya terus-terusan menatapku sambil tertawa kecil padaku. Kami duduk di depan pintu studio bioskop nomor 2, menunggu sampai karyawan bioskop mempersilahkan kami masuk. Tak lama kami duduk, akhirnya kami bisa masuk ke dalam studio saat pintu studio dibuka oleh karyawan. Aku dan Freya segera mencari kursi kami, kursi nomor 7 dan 8 di deret F. Deret kami berada di posisi paling tengah studio bioskop, posisi paling bagus di dalam bioskop untuk menonton.
Film yang kami tonton kali ini adalah sebuah film anime, Freya yang memilihnya. Kebetulan, film ini masuk di bioskop Indonesia saat kami punya waktu untuk jalan. Freya memang sudah sangat menunggu hari ini tiba karena ia mendapatkan semua keinginannya hari ini.
“Hehe kamu jadi nonton anime. Gapapa kan?” tanya Freya padaku.
“Kan aku bilang gapapa, abis gak ada film yg menarik lagi kan?” balasku padanya.
“Hehe iya…” balasnya padaku.
Tanganku kuletakkan di atas lengan kursi, Freya melakukan hal yang sama. Aku membuka popcorn dan mulai memakannya sedikit. Freya juga meminum soda miliknya sambil menunggu film benar-benar mulai. Freya memegang tanganku, telapak tangannya masuk ke dalam tanganku.
“Dingin haha!” Freya tertawa saat tangan kami saling bergenggaman.
“Ya kamu kan nyuruh pegang es…” balasku padanya saat ia tertawa.
“Hahaha dingin bangeeet!” ujarnya sambil menggenggam tanganku lebih kuat.
“Aku pegang ya biar tanganmu gak dingin lagi hehe” tambahnya sambil tersenyum lebar hingga giginya yg rapi terlihat.
Tingkahnya sangat menggemaskan, entah kebahagiaan sejauh apa yang bisa memenuhi hatiku melebihi hal ini. Film pun berjalan, kami saling menggenggam tangan sepanjang kami menonton. Aku tak begitu mengerti filmnya, namun animasinya yang bagus dan jalan ceritanya yang cukup menarik membuatku betah menonton filmnya. Freya nampak begitu fokus menonton, meski aku tau sesekali ia menoleh ke arahku, sepertinya memastikan apakah aku masih menonton atau bosan karena film yang ia tonton. Jari-jari Freya sesekali memainkan jari-jariku, meski matanya tetap fokus menonton ke arah layar.
“Hahaha!” tawanya terdengar, adegan yang sama membuatku juga tertawa dibuatnya.
“Iiih…” suara gemesnya juga terdengar saat ia sebal dengan kelakuan antagonis yang memang membuat kesal.
Freya begitu fokus menonton dan aku lebih menyenangi menonton kekasihku itu. Semua tingkah lakunya ketika menonton membuatku jatuh cinta padanya, hatiku berbunga-bunga, perutku dipenuhi kupu-kupu yang bergerak tak tentu arah, gemas dan cantik wajahnya memukau diriku. Aku kembali teringat saat pertama kali bertemu dengannya, di suatu acara dimana ia datang dengan keluarganya. Aku diperkenalkan oleh adikku yang merupakan kenalan Freya. Dari sana lah kami mulai dekat sampai akhirnya berpacaran. Aku merasa begitu bangga karena ia bahkan sampai melanggar aturan groupnya untuk berpacaran denganku, begitu pun aku begitu mencintainya karena ia sangat mempercayaiku sehingga melakukan hal itu.
“Hee.. kenapa?” tanya Freya padaku dengan wajah bingung.
Aku tersadar dari lamunanku dan sedikit terkejut karena wajah Freya tengah menghadap wajahku. Aku terkekeh salah tingkah karena tertangkap basah tengah memperhatikan dirinya, bahkan dengan jelas menatap dirinya sampai terbengong.
“Kamu bosen ya? Kalau mau keluar gapapa kok” ujarnya padaku.
“Gak kok gak…” ujarku salah tingkah.
“Trus kenapa?” tanyanya padaku lagi.
“Oooh ketauan nih lagi ngeliatin aku yang cantik bangeet” balasnya penuh percaya diri.
“Hahaha pede banget sih si cantik ini” balasku sambil mengacak-acak rambutnya pelan.
“Hehehe” balasnya sambil terkekeh.
Kami kembali fokus menonton film, sambil terus berpegang tangan. Tanpa sadar beberapa jam sudah terlewati saat kami menonton. Film yang cukup menarik dan bagus, Freya nampak berbinar dan sangat senang. Ia bercerita padaku soal film yang ia tonton meski aku tak begitu paham. Ia mengulang-ulang berapa scene dan ia membahas film itu denganku. Mendengarkan dirinya memang begitu menyenangkan, mendengarkan ceritanya juga membuatku merasakan kebahagiaan yang ia rasakan. Freya tersenyum begitu senang sepanjang jalan, sambil kami berjalan menuju sebuah tenant camilan. Freya membeli 4 pretzel coklat dan 2 pretzel keju untuk kami makan berdua.
“Aaa!” ujarnya memaksaku memakan pretzel coklat di tangannya.
Aku menggigit pretzel darinya dan memakan sedikit pretzel itu, Freya lalu memakan pretzel yang sama sampai habis. Ia begitu menyukai pretzel coklat itu, lebih menyukainya dibanding pretzel rasa keju.
“pulang? “ ujarku padanya, Freya mengangguk padaku pelan.
Kami berjalan menuju parkiran motor yang berada di basement, jalan perlahan agar kami dapat menikmati sisa waktu yang kami miliki. Memperpanjang waktu kami berdua, agar dapat lebih lama berdua. Freya tak terlalu banyak berbicara dan hanya diam saja sepanjang kami jalan menuju ke parkiran.
“Pulang ya…” pikirku dalam hati.
Aku masih ingin bersama Freya lebih lama lagi, namun aku tau bahwa kami harus pulang. Aku harus memulangkan Freya sebelum malam untuk menjaga kepercayaan orang tuanya. Aku ingin hubungan kami tetap direstui dan berjalan dengan lancar, kemanapun ujung hubungan kami akan bermuara.
“Freya.” ujarku padanya yang masih jalan perlahan sambil memakan pretzel yang tersisa.
“Kenapa?” tanyanya padaku.
“Pulang ya…” ujarku padanya, seakan memberitahu bahwa aku tak ingin pulang secara tersirat.
“Iya…” balasnya perlahan padaku.
Kami sampai di parkiran, aku kembali memberikan helm pada Freya dan ia langsung menggunakannya. Aku membantunya merapikan rambut-rambutnya yang keluar dari helm agar membuatnya nyaman saat berkendara, aku menggunakan helmku setelahnya dan menyalakan motorku. Freya naik ke atas motorku saat aku telah siap, ia kembali melingkarkan tangannya di pinggangku untuk berpegangan. Kuputar gas motorku, motorku mulai melaju perlahan menuju loket parkir.
“Ini ini..” ujar Freya sambil memberikan karcis parkir padaku.
“Oke, makasih” balasku sambil menyerahkan karcis parkir pada petugas parkir.
Setelah membayar menggunakan kartu uang elektronik, palang terbuka dan motorku melaju meninggalkan parkiran ini. Kami berdua melaju di jalanan kota Jakarta, angin malam berhembus menerpa wajah kami. Freya mempererat lengannya di pinggangku, akupun sesekali menggenggam tangannya bila jalanan kosong dan aku dapat melepas tanganku dari stang. Freya menyandarkan dagunya di pundakku, aku dapat melihatnya dari kaca spion motorku. Freya tersenyum padaku dan kubalas dengan senyuman manisnya itu, sesekali bertatapan dengannya dan membuat kami berdua salah tingkah.
Sampai di depan rumahnya, aku menghentikan motorku dan menurunkan standar motorku. Freya turun dari motor dan memberikan helm padaku. Ia berjalan menuju pagar rumahnya, aku terus memperhatikan dirinya sampai ia berdiri di depan pagar.
“Emmm udah ya..” kata Freya padaku dengan senyum tipis.
“Iya ya…” balasku padanya.
“Aku juga masih mau sama kamu lebih lama.. Tapi udah malem” tambahku kembali, Freya mengangguk.
“Hati-hati pulangnya ya” katanya padaku, ia melambaikan tangannya ke arahku.
“Iya, aku pulang dulu ya…” ujarku sambil menyalakan motorku.
Freya mendekatiku, kini tepat berada disampingku. Kami kembali saling memandang, Freya terus menatap mataku tanpa melepaskan sedikitpun tatapannya. Aku kembali melepas helmku karenanya, masih dengan motor menyala namun wajah kami sudah tak lagi terhalang oleh helm. Freya tersenyum dengan lebar, ia yang berdiri tepat di sampingku kini mendekat padaku. Aku begitu terkejut akibat Freya, pipiku merasakan sesuatu yang lembut. Rasa sedikit basah dan kenyal terasa di pipiku, bibirnya mengecup pipiku pelan. Wajahku pasti bersemu merah, jantungku berdebar tak karuan, bahkan aku tak tau apa yang harus aku lakukan saat ini atau apa yang bisa aku lakukan saat ini. Terkejut, bingung, dan rasa senang berkecamuk di dalam diriku. Freya juga bersemu merah, ia menunduk dan membalik badannya menghadap pagar rumahnya.
“Frey…” kata itu keluar dari mulutku yang tengah kebingungan.
Aku mematikan motorku dan turun. Aku menghampiri Freya yang tengah membelakangiku, menyentuh pundaknya dan membalik tubuhnya menghadap ke arahku. Ia masih menunduk, namun aku sedikit memaksa wajahnya untuk menatap mataku. Kini kami telah kembali saling menatap, tubuhnya yang lebih pendek terlihat salah tingkah. Tanganku perlahan naik menuju wajahnya, menyentuh dagunya perlahan lalu menuju pipinya. Freya tak melarang maupun mencoba melepaskan tanganku, tanganku perlahan menuju ke arah belakang memegang kepalanya. Wajah ku perlahan mendekat, tanganku mendorong kepala Freya mendekati wajahku. Memejamkan mata, itu yang Freya lakukan saat wajah kami semakin dekat. Aku pun turut memejamkan mataku saat jarak bibir kami tak sampai 1 senti. Kecupan kecil, kecupan yang singkat terjadi di antara bibir kami. Kenyal bibir yang sempat terasa di pipiku kini kurasakan dengan sangat jelas di bibirku. Entah apakah syaraf di bibir memang lebih sensitif dari pipi, tapi rasa bibir Freya yang empuk, kenyal, manis dan terasa sedikit asin menjadi pengalaman baru yang pernah ku alami.
“Maaf..” ujarku yang tanpa kusadari mencium bibirnya tanpa permisi.
Freya hanya terdiam, menatap mataku dengan lekat. Seakan masih mencoba menggapai kenyataan bahwa kami baru saja berciuman, bibir bertemu bibir. Freya tak mengatakan apapun, ia tak sedikitpun bergerak dari posisinya maupun menampar wajahku yang tengah kurang ngajar.
“Maaf…” kataku sekali lagi.
Aku melepaskan kedua tanganku dari kepala Freya, kaki kananku melangkah mundur menjauh darinya. Aku sadar aku telah melakukan hal yang kelewatan, aku terbawa suasana malam ini. Namun Freya mendekat, memegang kedua tanganku di bawah sana. Bagai waktu bergerak perlahan, aku dapat melihat setiap gerakan Freya yang tidak sedikitpun sia-sia. Dengan sedikit berjinjit, ia mendekatkan wajah manisnya mendekati wajahku. Kini aku yang tak dapat bergerak dan hanya menurut, berdiam menunggu apa yang akan dilakukan oleh kekasihku selanjutnya. Tepat sesuai dugaan yang terlintas di kepalaku, kami berdua memejamkan mata bersamaan karena sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Bibir kami kembali berciuman, saling memagut lebih lama dari sebelumnya. Bibir kami saling mengecup dengan lembut membagi cinta kami berdua.
“Frey…” panggilku yang masih terkejut karena ciuman darinya.
Namun masih tanpa kata. Kami kembali berciuman, bergerak lebih cepat dari sebelumnya tanpa lagi ragu-ragu. Pagutan kami tak lagi se kaku sebelumnya, saling mengecup beberapa kali bibir satu sama lain. Tanganku lepas dari genggaman Freya dan melingkar di pinggang dan bahunya, sedangkan Freya yang sedikit berjinjit melingkarkan kedua tangannya ke belakang leherku. Tangan kanannya memegang belakang kepalaku dan sedikit mendorong kepalaku untuk memperdalam ciuman kami dan di waktu bersamaan, tangan kiriku menekan pinggangnya untuk semakin merapatkan tubuh kami berdua.
“Di dalem aja yang…” ujar Freya padaku setelah ciuman kami terhenti.
Ciuman yang cukup lama, entah satu menit mungkin lamanya. Aku dapat melihat Freya yang menoleh ke kanan dan ke kiri saat ciuman kami terlepas, aku paham maksudnya karena kami berada di tempat terbuka. Bisa saja ada tetangga yang melihat dan melaporkan kami berdua kepada orang tua Freya.
“Gapapa kan?” tanya Freya padaku.
“Gapapa kok, aku bakal nemenin kamu sampai kapanpun…” balasku padanya.
Aku kembali menarik Freya, kami berdua masih berada di ruang tamu namun kami telah kembali berpagutan. Tubuhku dan tubuh Freya kembali berdekapan, bibir kami kembali berciuman. Puas kami berciuman, entah berapa lamanya kami berciuman di ruang tamu, Freya kembali menarik tanganku dengan langkah yang lebih cepat. Ia membuka pintu kamarnya, mengajakku masuk ke dalam dan langsung menutup pintu kamar itu. Freya menyalakan ac kamarnya lalu kembali menghadap diriku yang berdiri di belakangnya. Aku sempat melihat sedikit kamarnya, warna yang tenang dan dan kalem, boneka-boneka yang berjajar di dekat kasur, serta meja dan kasur yang tertata rapi menggambarkan sekali sifat Freya yang tenang namun gemas.
“Ngh…” nafas Freya terdengar berat saat aku menarik tubuhnya untuk duduk disampingku diatas kasur.
Freya baru saja duduk di kasur namun kembali tubuhnya masuk ke dalam dekapanku. Tanpa lagi butuh aba-aba ataupun saling menunggu, kami saling memagut bibir satu sama lain. Ciuman demi ciuman yang panas terjadi diantara kami, mencium bibir kami dengan penuh cinta dan nafsu yang telah tercampur. Perlahan tapi pasti, tubuh Freya semakin lama semakin rebahan di kasur akibat tubuhku yang terus mendorongnya tertidur selama ciuman kami berlangsung. Freya tak meronta, tak melawan, dan bahkan ia dengan senang hati menerima tuntunan dariku. Ciuman kami semakin panas, semakin berani, dan semakin liar. Lidah dengan lidah kini beradu dengan lincahnya di dalam ciuman kami.
“Sayang…” panggilku padanya.
“Iya sayang…” balasnya sambil tersenyum padaku.
Matanya yang sayu, sama seperti mataku saat ini, menatap diriku yang semakin mendesak tubuhnya hingga ke sandaran kasur. Ia seakan memanggil diriku, untuk menuju tubuhnya yang setengah tertidur. Ia seakan telah siap dengan segala hal yang mungkin akan terjadi padanya, aku pun juga sudah bersiap untuk melakukan apa yang terlintas di kepalaku.
“Gapapa sayang…” ujarnya seakan mengerti bahwa aku ragu untuk menyentuh tubuhnya.
Meski tak menyentuh tanganku, namun gerakan tangannya seakan menuntun tanganku untuk memegang payudaranya yang masih tersembunyi di dalam pakaiannya. Tanganku menangkup dada yang baru kusadari ternyata membulat menggoda. Aku kembali merangkak merapatkan tubuhku, untuk memudahkan bibir kami kembali saling mencium. Perlahan tapi pasti tanganku mulai meraba dadanya, lalu meremas remas dengan pelan payudara itu. Ciuman kami sama sekali tak berhenti selama tanganku mulai meremas dadanya, tangan kiriku yang menganggur memegang belakang kepala Freya untuk memperdalam ciuman kami. Pagutan demi pagutan, remasan demi remasan terus kuberikan pada kekasihku.
Freya menatap mataku, lalu mengangguk pelan saat mataku memberi kode dengan melihat bajunya. Lampu hijau darinya membuat kedua tanganku dengan tanpa sabar kini menyentuh tepi bajunya, baju model sweater turtleneck miliknya mulai kutanggalkan secara perlahan. Mulai dari perutnya yang rata, semakin naik mendekati dadanya, dan kini telah terlepas dari tubuhnya. Dadanya berguncang saat bajunya telah lolos dari tubuhnya, payudara yang masih terbungkus bra hijau gelap itu ternyata memiliki ukuran yang besar bila dibandingkan dengan tubuh kurus miliknya. Aku terbelalak melihat pemandangan tubuh indah Freya, tubuh yang seksi dan begitu menggiurkan bagiku. Kedua tangan Freya menuju ke belakang tubuhnya, sedang berusaha menggapai sesuatu dibalik sana. Tepat saat kedua tangannya berhenti bekerja dibelakang sana, tangannya menarik lepas bra miliknya sendiri dan meloloskannya dari kedua tangannya.
“Jangan diliatin gitu, malu…” ujar Freya dengan wajah malu-malu yang menggemaskan.
Melihat Freya yang sudah setengah telanjang, aku juga melepas kaos yang kukenakan karena rasa panas yang terasa di tubuhku. Aneh rasanya saat ac kamar menyala dengan suhu yang rendah, namun keringat bercucuran dari tubuh kami berdua. Rasa cinta yang menggebu membakar nafsu kami, membuat kami melakukan hal yang tidak seharusnya kami berdua lakukan.
Ciumanku turun menuju lehernya, lalu turun kembali menuju bahunya. Mencium beberapa kali bagian-bagian tersebut, lalu kembali turun menuju tulang selangkanya. Kini bibirku telah berada di tempat yang sejak tadi telah aku incar, bagian payudaranya yang indah, bulat, dan kencang. Bentuk payudaranya yang begitu seksi itu kini berada di dalam genggaman tanganku, meremas secara langsung bulatan kenyal milik Freya tersebut. Bibirku mendapat bagian untuk mencium payudara satunya lagi, sesekali menjilati kulit payudaranya namun tak sampai membuatku seperti hewan liar yang kelaparan oleh nafsu. Perlahan pasti aku menuju bagian paling menggoda di payudaranya, puting berwarna coklat terang telah menunggu untuk menjadi sasaran berikutnya. Tanganku meremas payudaranya, kemudian dengan jariku memainkan putingnya yang kenyal dan mulai mengeras.
“Aahh… mmhhh…” Freya mendesah-desah saat aku memberikan rangsangan pada payudaranya.
Disaat bersamaan, mulutku mulai menghisap puting Freya. Menyedot-nyedot seakan bayi yang haus, sesekali menggunakan lidah untuk menjilatinya, tetapi dari itu semua, aku lebih sering untuk mengemut puting itu dengan kuat hingga Freya mendesah kembali. Mulutku bergerak lebih aktif dari sebelumnya, merangsang dua payudara Freya secara bergantian. Tanganku yang menganggur kini turun menuju celananya. Dalam berapa kali percobaan saja, kancing celana jeans Freya telah terbuka tanpa perlu aku melihat. Freya mengangkat bokongnya agar aku mudah melepas celananya, lalu ku lemparkan ke bawah kasur saat celananya telah terlepas seluruhnya. Tanganku meraba bagian bawah tubuhnya, dari paha perlahan naik menuju selangkangan sambil meraba-raba. Lalu tanganku menyentuh celana dalamnya, telah lembab terasa di tanganku. Kutanggalkan juga celana dalam yang senada dengan bra miliknya, ku lemparkan juga ke bawah kasur celana dalam lembab itu.
“I love you Frey” ujarku setelah merasa puas dengan payudaranya, berniat untuk menuju langkah selanjutnya.
“Love you too sayang…” balasnya sambil memeluk diriku.
Tubuhku kini duduk di depan tubuh Freya yang masih setengah tertidur. Freya ikut duduk, tanpa busana sambil melihatku yang tengah membuka celana. Kini kami telah sama-sama tanpa busana, Freya nampak tersipu dan terbelalak melihat penisku yang mengacung tegak. Rasa malu terasa di tubuhku, namun rasa nafsu lebih menguasai diriku. Aku mengambil tangan Freya, memintanya untuk menyentuh penisku yang keras. Ia takut-takut namun mau, menyentuh penisku dengan sedikit keras dan kaku.
“Santai sayang…” ujarku sambil memposisikan diri untuk duduk dengan nyaman diatas kasur.
“Maaf maaf sayang…” ujar Freya, ia mengendurkan genggamannya pada penisku dan kini terasa lembut sekali genggaman dan telapak tangannya.
“Gerakin naik turun tanganmu sayang, dikocok…” ujarku, Freya mengangguk mengerti dan mengikuti apa yang aku minta.
“Aah.. ugh..” desahku menikmati kocokannya yang masih kaku.
Ia menatapku dengan senyum tipis, nampaknya ia bangga dapat membuatku mendesah keenakan. Cairan pre-cum yang sejak tadi telah keluar kini terbalur di atas penisku dan juga telapak tangan Freya. Gadis itu sama sekali tak merasa jijik ataupun geli saat memanjakan penisku yang keras ini, justru kocokannya semakin nyaman dan enak rasanya.
“Mpphh sayang…” desah Freya saat aku menghentikan kocokannya dan kembali menindih tubuhnya di atas kasur.
Aku membantunya untuk mencari posisi yang nyaman, tertidur di atas kasur bersiap. Akupun mencari posisi paling nyaman di atas Freya, dengan penis yang telah mengacung bersiap. Ini kali pertama bagiku, pengalaman pertamaku menuju kedewasaan. Freya nampak berkeringat, wajahnya terlihat timbul keraguan yang tergurat.
“Aku masukin ya sayang…” kataku, meminta izin padanya.
Freya tak menjawab, namun matanya terus menatap mataku seperti memastikan apakah ini tidak masalah. Aku memastikan padanya, memberikan keberanian dan kenyamanan dengan kembali mencium bibirnya. Perlahan, aku mengarahkan penisku menuju vagina Freya. Susah untuk mencari pintu masuk kedewasaan di bawah sana, hingga Freya membantuku untuk menemukan posisi tepatnya. Dengan bantuan tangan Freya, penisku kini tepat berada di mulut vagina Freya.
Setelah mengambil nafas panjang, aku memberanikan diri untuk memasukkan penisku ke dalam sana. Dengan sekali hentakan, penisku memasuki vagina Freya yang sangat rapat. Penisku merasakan menabrak sesuatu dan menerobosnya, aku mengerti bahwa keperawanan kekasihku telah kuambil malam ini.
“Ngrrghhh” Freya mendesis sambil menggigit bibirnya menahan rasa perih pada vaginanya.
“Ngh…” sedangkan diriku tengah mendesah akibat rasa nikmat dari jepitan vaginanya.
Aku memagut bibirnya kembali, menciumnya untuk kembali merangsang Freya. Mencoba mengalihkan rasa sakit yang gadisku rasakan, tanganku kembali meraba dan meremas perlahan payudara bulat Freya.
“Masih sakit?” tanyaku memastikan.
Freya tak menjawab, namun ia juga tak meminta berhenti dan hanya memalingkan wajahnya sambil meringis. Merasa tak ada penolakan, pinggulku mulai bergerak perlahan, menggerakan penisku dengan gerakan maju mundur. Pelan tapi pasti, gerakan pinggulku mulai beraturan dalam tempo pelan. Tubuh Freya mulai terguncang-guncang seirama goyangan pinggulku. Penisku menyodok maju mundur vagina Freya, membuat Freya yang tadi meringis perlahan mendesah.
“Aah.. ahh.. Aah…” desahan Freya mulai beraturan, mengikuti goyangan tubuhku pada tubuhnya.
Pinggulku terus bergerak menggenjot tubuh Freya, dengan perlahan tempo genjotanku mulai naik dan lebih cepat dari sebelumnya. Desahan Freya juga semakin kencang, semakin tak karuan tubuhnya bergerak menerima rangsangan yang terasa. Nafsu kami telah memuncak, tak peduli lagi bahwa kami melakukannya di dalam kamar Freya, tak peduli bahwa hubungan kami hanyalah sepasang kekasih muda yang tak seharusnya melakukan hal sejauh ini. Hanya rasa nikmat dan nafsu yang terbakar yang kini menguasai kami, tanpa henti terus bergoyang diatas ranjang Freya.
“Sayaang.. Enaak..” ujarku pada kekasihku yang tengah memejamkan matanya menikmati goyangan pinggulku.
“Aahhh… aahhh… iyyahh…” balas Freya ditengah desahannya.
Freya kembali menarik kepalaku, kembali berciuman dengan penuh nafsu antara kedua bibir kami. Tanganku memegang kedua tangan Freya, terus menggoyang tubuhnya yang kurus tanpa henti.
“Aahhh sayaaang…!!” Freya tiba-tiba melepaskan ciuman kami, ia mendesah dengan hebat dan tubuhnya menegang.
Aku tak mengerti apa yang terjadi padanya, namun rasa yang begitu nikmat terasa pada penisku. Vagina Freya menjepit dengan kuat, meremas penisku di dalam sana.
“Aaaaaaahhhhh…..!!” Freya kembali mendesah sambil memejamkan matanya, desahan panjang darinya bersamaan dengan penisku merasakan sesuatu membasahinya.
Penisku merasakan cairan hangat yang menyemprot membasahi penisku di dalam vaginanya. Aku menghentikan genjotanku di dalam vaginanya dan mengeluarkan penisku yang telah memerah. Cairan vagina Freya mengalir keluar, berwarna kemerahan karena bercampur dengan darah perawannya. Aku juga merasakan spermaku telah berada di ujung penisku. Dengan tanganku sendiri, aku mengocok penisku di depan tubuh Freya dengan tempo cepat.
“Aargh!” aku mendesah setelahnya.
Penisku menyemburkan spermanya yang keluar banyak, menyembur di luar vagina Freya hingga menyemprot ke perut Freya. Aku terus mengocok penisku hingga tetes sperma terakhir keluar, menetes ke atas perut Freya yang kini telah berlumur sperma. Tubuh kami begitu lemas, hingga kami berdua jatuh merebahkan diri di atas kasur yang berantakan.
Setelah beristirahat dari orgasme kami, aku mengajak Freya untuk membersihkan diri di kamar mandi. Diriku memapah tubuh Freya yang terlalu lemas untuk berjalan, ia juga berkata bahwa selangkangannya terasa nyeri setelah kami berhubungan badan. Setelah kami selesai membersihkan tubuh dengan air, membasuh cairan-cairan cinta yang berada di tubuh kami, kami kembali menuju kamar Freya dan memutuskan untuk istirahat. Tanpa mengenakan pakaian kami, aku dan Freya masuk ke dalam selimut dan tidur bersama.
“Iya ma, iya iya, hati hati ya ma… aku di rumah kok…” ujar Freya saat mengangkat telepon di pagi hari.
“Iya ma, oke, dadah ma…” tambahnya lagi lalu menyudahi panggilan telepon dengan ibunya.
“Sayang, kamu pulang sayang, mama udah di jalan pulang dari bandara.” ujar Freya padaku yang terbangun karena mendengar suaranya.
“Aah iya… yaampun aku jadi tidur disini” ujarku pada Freya yang tertawa kecil mendengarnya.
“Gapapa, kan nemenin aku.” ujarnya padaku, ia memeluk tubuhku yang masih tak berbusana sama seperti dirinya.
“Hehe iya, jadi bisa sama kamu seharian” balasku lalu mencium dahinya.
Aku turun dari kasur dan mencari pakaianku. Freya juga memakai pakaiannya disampingku, hampir bersamaan kami selesai menggunakan pakaian kami berdua. Freya mengantarkanku sampai pintu depan.
“Aku pulang ya Frey” kataku padanya, Freya mengangguk padaku dengan senyum manisnya.
“Hati-hati sayang” ujarnya padaku.
Kami kembali berciuman sesaat sebelum menuju motorku. Aku menyalakan motorku dan meninggalkan rumah Freya diiringi oleh lambaian tangan darinya.