Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 29



Aku memang manusia yang tak boleh melihat yang bening - bening. Karena hasratku selalu saja bangkit kalau sudah melihat yang bening.

Bu Fina itu misalnya, punya wajah cantik dan sikap yang anggun. Lalu apa salahnya kalau kucoba pada saat dia duduk di sebelah kiriku, dalam sedan hitam yang kukemudikan sendiri ini.

“Bu ... untuk merayakan suksesnya transaksi dan demi semangat kita bersama, kayaknya harus ada sesuatu di antara kita berdua nih, “ kataku memancing.

“Maksudnya sesuatu itu apa Big Boss ?” tanyanya.

“Bu Fina cantik begitu, membuat hatiku diam - diam membayangkan seperti apa rasanya kalau kita berbagi rasa dan berbagi kenikmatan ?” cetusku tanpa ragu.

“Hihihihiii ... Big Boss masih sangat muda begitu, masa bisa sih suka sama saya yang udah tua begini ?” ucap Bu Fina dengan suara agak bergetar.

“Siapa bilang Bu Fina tua ? Paling juga baru duapuluhlimatahunan kan ?”

“Saya sudah tigapuluhsatu tahun Big Boss. “

“Tigapuluhsatu kan masih muda Bu. Kalau sudah limapuluh tahun, baru bisa disebut tua. Lagian tujuan utamaku, ingin agar hubungan antara owner itu dekat. Supaya dalam setiap keputusan penting, tidak saling bertentangan. Kalau kita kompak, kebijaksanaan kita akan selalu paralel nanti. “

“Saya sih mau - mau aja. Cuma saya malu pada diri saya sendiri, karena merasa jauh lebih tua daripada Big Boss. “

“Jangan bicara begitu Bu. Aku ini penggemar wanita setengah baya. Justru aku kurang suka mendekati cewek yang masih remaja, karena mereka belum berpengalaman memberikan kepuasan pada lawan jenisnya. “

“Tapi Big Boss bisa merahasiakannya kan ?”

“Tentu aja bisa. Malah wajib dirahasiakan. Terutama para manager dan buruh jangan ada yang tau. “

“Terus mau dibawa ke mana saya sekarang ?” tanyanya.

“Ke suatu tempat yang sunyi dan romantis, “ sahutku.

Bu Fina menatapku dengan senyum manis di bibirnya. Namun ia tetap nampak anggun di mataku.

Aku memang akan membawa Bu Fina ke sebuah villa yang sangat bersejarah bagiku. Villa yang dahulu sering dipakai untuk menggauli Tante Sharon. Villa yang dahulu milik Tante Sharon, tapi sudah dihadiahkan padaku sebagai tanda bahagianya setelah mengetahui anak yang berada di dalam kandungannya itu berjenis kelamin laki - laki. Mungkin juga Tante Sharon agak kepanasan setelah mengetahui bahwa Mbak Mona telah menghadiahkan mobil mahal dan sebuah hotel yang kini sedang dibangun untuk dikembangkan.

Ya, Bu Fina akan kubawa ke villa yang di belakangnya masih berupa hutan pinus yang tadinya milik Tante Sharon, tapi sekarang baik villanya mau pun hutan pinusnya yang sangat luas itu sudah menjadi hak milikku.

Sebenarnya sejak bertemu dengan Bu Fina dua hari yang lalu, aku sudah menyimpan perasaan kagum padanya di dalam hati. Kagum dengan keluwesannya dalam menghadapiku sebagai calon buyer, kagum juga atas gerak - geriknya yang anggun dan tidak sembarangan bicara. Maka sebenarnya aku sudah ada niat tersendiri, untuk melakukan “sesuatu” setelah transaksi selesai. Dan sekarang transaksinya sudah selesai. Maka ajakanku ini adalah di luar acara transaksi. Sehingga dengan tenang aku mengajaknya mendapatkan “hiburan” supaya hubungan owner dengan dirut akan selalu kompak kelak.

Ketika sedan hitamku sudah meluncur di luar kota, Bu Fina berkata, “Rasanya seperti mimpi, bahwa Big Boss akan mengajak saya melakukan sesuatu yang sudah lama tak saya alami. “

“Jujur ya Bu, dengan ajakan ini, apakah Bu Fina merasa terhina atau terhormat ?” tanyaku.

“Tentu aja saya merasa terhormat. Karena Big Boss selain tampan, masih sangat muda pula. Saya hanya merasa seperti bermimpi, karena gak nyangka Big Boss berkenan kepada saya yang umurnya jauh lebih tua dari Big Boss. “

Tangan kiriku memegang tangan kanan Bu Fina sambil berkata, “Santai aja ya. Kalau Bu Fina tidak istimewa di mataku, gak mungkin aku mengajak berkencan saat ini. By the way, Bu Fina bisa kuajak nginap nanti ?”

“Kalau soal itu sih bebas. Anak saya selalu dijaga oleh ibu saya. Di pabrik juga saya sering ngelembur, gak pernah ditegur oleh ibu saya. Karena ibu saya percaya kalau saya gak pernah ngeluyur gak karuan. “

“Baguslah. Aku memang mau ngajak Bu Fina menginap di villaku. Supaya kita bisa berdiskusi panjang lebar tentang dunia bisnis yang akan kita tempuh. Sekaligus saling bagi rasa. Biar diskusinya gak membosankan. Iya nggak ?” cetusku sambil meremas tangan Bu Fina yang tengah kugenggam.

“Hihihiiii ... iya kali ... “ sahut Bu Fina sambil mengusap - usap tangan kiriku dengan tangan kirinya,”Tapi saya gak bawa baju untuk ganti Big Boss. “

“Di villaku banyak kimono baru yang belum pernah dipakai orang. Nanti di villa pakai kimono aja. Biar aku merasa seperti sedang membawa wanita Jepang. “

Tak lama kemudian kubelokkan mobilku ke kiri, ke jalan menuju pekarangan villa hadiah dari Tante Sharon itu.

Ketika kami melangkah masuk ke dalam villa, kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 15.20. Tapi udara mendung pertanda mau turun hujan, membuat udara seperti sudah hampir malam.

“Duh ... villanya megah sekali, “ kata Bu Fina sambil memandang ke luar jendela kaca, “tapi kayaknya mau hujan ya. “

Sekilas kuperhatikan calon dirutku dari belakangnya. Saat itu ia mengenakan blouse kuning muda dan spanrok berwarna orange yang agak pendek. Sehingga tampak sebagian paha dan seluruh betisnya yang tampak indah dan putih mulus.

Lalu kudekap pinggangnya dengan kedua lenganku sambil berkata di dekat telinganya, “Kalau hujan turun, berarti suasananya akan semakin romantis. “

Bu Fina memutar badannya, jadi berhadapan denganku dan bersandar ke jendela kaca yang tebal dan sangat lebar itu. “Masa sih ?! “ ucapnya sambil menatapku dengan senyum manis di bibirnya.

“Kita buktikan aja nanti, “ sahutku sambil merengkuh lehernya ke dalam pelukanku. Dan memagut bibir tipis sensualnya yang cuma dipoles lip gloss, tanpa mengaburkan warna asli bibirnya.

Ternyata Bu Fina menyambutku. Dengan mendekap pinggangku dan balas melumat bibirku sambil memejamkan matanya.

Pada saat itulah tiba - tiba hujan turun dengan derasnya. Suasana pun menjadi tambah romantis seperti dugaan semulaku.

Untungnya hujan turun tanpa petir. Biasanya kalau hujan campur petir meledak - ledak, perempuan suka kaget dan ketakutan. Yang terdengar cuma gemuruhnya. Dan membuat Bu Fina seolah tak mau melepaskan bibirku dari lumatan bibirnya. Dekapannya pun semakin erat kurasakan.

Sampai bibir kami menjauh pun dekapan Bu Fina masih erat kurasakan. Bahkan terdengar suaranya nyaris tak terdengar karena gemuruhnya bunyi hujan. “Sejak suami saya meninggal, ini pertama kalinya saya bersentuhan dengan lelaki lagi. “

Sebagai jawaban, kuraih pinggang Bu Fina dan kuajak duduk berdampingan di atas sofa ruang keluarga.

“Bagaimana perasaan Bu Fina sekarang ?”

“Ada perasaan bahagia bercampur takut Big Boss. “

“Apa yang ditakutkan ?”

“Takut saya jatuh cinta kepada Big Boss. “

“Ya kita jalankan terus hubungan rahasia kita. Asalkan jangan ngajak aku nikah, karena usiaku masih terlalu muda. Mungkin tujuh tahun lagi baru akan memikirkan untuk menikah. “

“Big Boss gak usah menikahi saya. Cukup dengan mengajak kencan seperti sekarang, hati saya sudah senang dan bahagia. “

“Oke. Kalau soal itu pasti kulaksanakan. Karena aku pun menganggap Bu Fina ini istimewa di hatiku, “ ucapku sambil menarik sepasang kaki Bu Fina, lalu meletakkannya di atas sepasang pahaku. Bu Fina diam saja, meski sikapnya jadi rada malu - malu.

“Bu Fina bisa menelungkup ? Aku tadi sangat kagum pada bentuk kaki Bu Fina yang mulus dan indah ini, “ kataku.

Bu Fina menurut saja. Ia menelungkup di atas sofa, tapi sepasang kakinya berada di atas sepasang pahaku.

Aku memang sangat tergiur ketika melihat betis Bu Fina tadi, Terlebih lagi melihat pahanya. Tapi aku mulai dengan mengusap - usap betisnya yang kata orang tua laksana padi bunting.

Bu Fina diam saja. Bahkan ketika spanrok orangenya kusingkapkan, dia masih tetap diam. Begitu pula ketika tanganku asyik mengusap - usap paha bagian belakangnya, ia masih juga diam. Tapi ketika tanganku sudah menyentuh celana dalamnya, ia sedikit tersentak. Namun dia tetap pasrah ketika celana dalamnya kupelorotkan sampai terlepas dari sepasang kakinya. Hanya saja ketika tanganku akan menyentuh kemaluannya, ia mendadak bergerak jadi menelentang. Sambil menatapku dengan sorot pasrah. Tanpa peduli dengan keterkejutanku begitu melihat kemaluannya yang berjembut lebat dan lurus - lurus itu. sangat mirip jembut dalam JAV yang lurus - lurus juga rambut pelindung bagian yang paling sensitif itu.

aku menilai batang kemaluanku sendiri yang diameternya standar saja. cuma panjangnya memang di atas rata - rata. Dengan kata lain, aku tak perlu menjilati memek Bu Fina yang “berhutan rimbun” itu. Apalagi kalau mengingat bahwa ia pernah melahirkan satu kali. jadi kurasa dengan fingering saja cukup untuk foreplaynya.

Aku pun menanggalkan jas dan melepaskan dasiku. Lalu juga sepatu dan kaus kakiku. Disusul dengan poelepasan kemeja tangan panjang dan celana panjangku. Sehingga tinggal celana dalam yang masih melekat di badanku.

Melihat apa yang sudah kulakukan, Bu Fina pun mengerti sendiri, bahwa ia harus melepaskan blouse dan spanroknya, sehingga tinggal beha yang masih melekat di tubuhnya.

Supaya leluasa, kuraih tangan Bu Fina ke atas bed di kamar utama. Sementara hujan deras tetap mengguyur bumi di mana villaku berdiri.

“Aku senang sekali karena Bu Fina sudah mengerti apa yang kuinginkan saat ini, “ kataku sambil meraih pinggangnya agar sama - sama naik ke atas bed.

Di atas bed itulah Bu Fina menanggalkan behanya, sebagai benda terakhir yang belum dilepaskannya.

Maka kini telanjang bulatlah wanita yang sudah kuputuskan akan tetap menjadi dirut di pabrik yang sudah kubayar lunas itu. aku pun tak mau basa basi lagi. Kulepaskan celana dalamku, sehingga kontolku yang sudah ngaceng ini tak tertutup apa - apa lagi.

Bu Fina yang sedang merangkak ke tengah bed, melirik ke arah kontolku yang sudah ngaceng ini. Dan terbelalak sambil memegang kontolku dengan tangan gemetaran, “Oooh ... ini luar biasa Big Boss ... “

“Sama aja dengan penis lelaki lain pada umumnya, “ sahutku.

“Besarnya biasa - biasa aja. Tapi panjangnya ini ... luar biasa ... hihihiiii ...

“Takut sama kontol yang panjang ? “

“Nggak, “ Bu Fina menggeleng, “Malah pengen nyobain seperti apa rasanya. “

“Sebentar lagi bakal nyobain, “ sahutku sambil mendorong dadanya sampai celentang. Kemudian menghempaskan dadaku ke atas sepasang toketnya yang masih tampak indah, dengan sepasang pentil yang berwarna merah jambu. Tidak berwarna cokelat seperti kebanyakan pentil toket yang pernah kutemukan (bahkan ada juga yang menghitam putingnya).

Lalu aku rebah miring sambil mengubah posisi Bu Fina sehingga ia pun rebah miring juga, berhadapan denganku. Di dalam posisi miring berhadapan ini aku mulai melakukan foreplay (pemanasan). Kucium dan kulumat bibirnya semesra mungkin, namun tanganku sudah merayapi memeknya yang berjembut lebat itu. Bahkan sesaat kemudian jari tengahku sudah memainkan celah memeknya yang langsung membasah licin ketika jari tanganku sudah masuk ke dalam celah hangat dan licin itu.

Dalam tempo singkat saja liang memek Bu Fina sudah “siap coblos”. Bu Fina pun mulai memberanikan diri memegang kontolku yang sudah siap nyoblos juga. Bahkan lalu ia berkata setengah berbisik, “Saya udah horny berat ... “

Maka kugerakkan tubuhnya agar celentang lagi. Bu Fina pun mengarahkan kontolku agar ngepas menuju sasaran yang disembunyikan oleh jembut rimbun itu.

Setelah melihat isyarat mata sipit Bu Fina, aku pun mendesakkan kontolku. Tongkat kelelakianku pun melesak masuk ke dalam liang memek wanita yang sudah kupastikan jabatannya dikukuhkan sebagai dirut lagi itu.

“Ooooooh .... “ desahnya, “sejak suami saya meninggal, inilah pertama kalinya saya merasakan lagi .... “

Sebagai jawaban, kucium bibir sensualnya sambil mulai mengayun kontolku. Bergeser - geser maju mundur di dalam liang memeknya yang ... wow ... lagi - lagi aku menikmati liang memek yang enaknya sulit untuk dilukiskan dengan kata - kata belaka. Yang jelas, liang memek Bu Fina terasa lengkap enaknya. Seperti menyambut kedatangan kontol yang sudah lama tidak dirasakannya itu.

Belakangan aku mendengar pengakuannya, bahwa sejak suaminya meninggal, Bu Fina selalu bersikap dingin dan formal kepada lelaki mana pun. Sehingga dengan sendirinya tiada lelaki yang mau mendekatinya, mungkin karena takut ditolak.

Untungnya aku berjumpa dengannya dalam keadaan yang berbeda. Mungkin aku dianggap sebagai satu - satunya manusia yang dibutuhkan untuk kelanjutan kariernya. Sehingga aku tak menemui kesulitan sedikit pun untuk mendapatkannya.

Ketika aku sudah mulai mengentot liang memek yang rasanya nyamnyam ini, hujan masih turun, tapi tidak sederas tadi.

“Benar kata Big Boss ... dengan diiringi bunyi gemuruh hujan, jadi romantis sekali, “ ucapnya pada suatu saat.

“Gak usah manggil aku pakai kata Big. Biar gak ribet, “ sahutku.

“Di pabrik sudah dibiasakan manggil Big Boss kepada owner. Saya sendiri dipanggil Bu Boss oleh bawahan saya, termasuk para manager itu. “

“Ya, tapi kalau kita sedang berduaan begini, Bu Fina boleh panggil aku honey. Dan aku akan memanggil beib kepada Bu Fina. Deal ?”

“Deal Honey, “ wajah cantik itu tampak ceria. Aku pun melanjutkan “perjuanganku” dengan menggenjot kontolku untuk semakin gencar mengentot liang memek “bebebku”.

Bu Fina pun tidak pasif lagi. Berkali - kali ia memagut bibirku ke dalam ciuman mesranya. Sementara tangannya pun mulai aktif meremas - remas bahuku, punggungku dan bokongku. Bokongnya pun mulai bergoyang - goyang erotis. Meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Membuat kontolku dimanjakan oleh besotan dan remasan syur liang memek wanita setengah baya itu.

Tentu aku pun tak mau kalah. Ketika kontolku sedang asyik - asyiknya mengentot liang memeknya, seperti biasa mulutku nyungsep di lehernya yang mulai berkeringat. Untuk menjilatinya disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Hal ini membuat goyangan pantat Bu Fina semakin menggila. .

Terlebih ketika aku mulai menjilati ketiaknya yang harum dan bersih dari bulu ketek, rintihan - rintihan histerisnya semakin menjadi - jadi. “Ooooooh .... oooooo .... oooooh ... Honey .... ini ... ini luar biasa enaknya Honeeey .... oooooh .... kayaknya saya tak lama lagi juga lepas Honeeey ... ini ... ini terlalu nikmat buat sayaaaaa ..... “

Terlebih lagi ketika aku sedang menjilati ketiaknya sambil meremas toket kanannya, gejala - gejala akan orgasme mulai kelihatan pada wanita cantik sekaligus anggun itu.

Maka aku pun menanggapinya dengan menggencarkan entotanku, sambil melumat bibirnya, sambil meremas toketnya. Sehingga moncong kontolku terus - terusan menyundul - nyundul dasar liang memeknya.

Sampai pada suatu saat, sekujur tubuhnya mengejang ... tegang sekali. Nafasnya pun tertahan. Pada saat itulah kutancapkan kontolku sedalam mungkin, sehingga moncongnya terasa mendorong dasar liang memek Bu Fina. Dan tidak kugerakkan lagi.

Lalu kurasakan sesuatu yang nikmat dan membuatku ketagihan itu. Bahwa liang memek Bu Fina berkedut - kedut reflex ... ini sangat terasa olehku. Kemudian ia melepaskan nafasnya yang barusan tertahan beberapa detik. Lalu terdengar suaranya lirih, “Terima kasih Honey ... nikmat sekali rasanya ... “

Aku menjawabnya dengan ciuman mesra di bibirnya.

“Tapi aku belum ejakulasi Beib, “ ucapku setengah berbisik.

“Oh iya ... belum ya ?”

Aku mengangguk dan melanjutkannya dalam bermacam - macam posisi. Bu Fina hanya menolak main di atas. Alasannya takut karena kontolku terlalu panjang. Alasan lainnya, ia percaya kalau wanita sering main di atas, setelah tua perutnya akan buncit.

Tapi posisi doggy, posisi duduk di atas sofa dan sebagainya, ia tak menolak.

Aku sendiri tak mau terlalu habis - habisan, mengingat besok adalah hari Selasa. Hari yang seharusnya aku istirahat total di rumah kontrakan, karena hari Rabu aku harus meladeni wanita yang telah membookingku.

Karena itu keesokan paginya aku mengajak Bu Fina jalan - jalan di hutan pinus yang sudah menjadi milikku di belakang villa itu. Pada saat itu aku bertahan, hanya melakukan sesuatu yang romantis, tanpa hubungan seks.

Kami tak sekadar menciptakan suasana romantis di hutan pinus itu. Kami juga berdiskusi tentang masalah pabrik garment yang akan segera diaktifkan lagi itu.

Dalam diskusi itu aku semakin yakin bahwa Bu Fina sangat tepat menjadi seorang dirut, karena wawasannya memang sudah cukup mumpuni. Tapi aku sadar bahwa untuk mengelola pabrik itu secara sehat, dibutuhkan modal yang cukup banyak. Mengingat tujuan utamaku adalah ingin mengekspor baju muslim dan muslimah ke Timur Tengah.

Sangat berbeda dengan produksi pada masa owner lama.

Kelihatannya Bu Fina sangat merespon segala konsep yang akan kulaksanakan setelah pabrik aktif kembali nanti.

Tugas awal Bu Fina nanti, adalah merekrut kembali buruh lama yang sedang dirumahkan oleh owner lama. Kalau masih ada kekurangan, Bu Fina berkewajiban untuk merekrut orang - orang baru. Begitu pula dengan para manager, Bu Fina berkewajiban merekrut kembali mereka. Kalau ada yang sudah bekerja di perusahaan lain, Bu Fina harus mencari orang baru yang sesuai dengan jabatannya kelak. Intinya aku hanya menegaskan bahwa di setiap lini harus menempatkan “the right man/woman on the right place”.

Meski pendidikan formalku rendah. Tapi berkat rajinnya aku membaca buku tentang managemen dan leadership, aku pede - pede saja berbicara dengan Bu Fina yang sudah S2 itu. Bahkan berkali - kali ia memujiku, karena banyak ide baru dariku. Ide yang belum pernah terpikirkan olehnya.


Setelah mengantarkan Bu Fina sampai depan rumahnya, aku pun pulang ke rumah kontrakanku.

Ternyata di depan rumahku sudah ada seorang wanita yang menunggu. Bu Lia, pemilik rumah kontrakanku.

Bu Lia berniat untuk menjual rumahnya itu pada awalnya. Tapi aku hanya mengontraknya selama 4 bulan, sesuai dengan “program kerja” yang sudah diputuskan oleh Mamih.

Tapi aku sudah berjanji, kalau rumah kontrakan itu terasa nyaman bagiku, rumah kontrakan itu akan kubeli. Jadi ... setelah rumah kontrakan itu kutempati sekitar 1-2 minggu, Bu Lia boleh datang untuk menanyakan apakah rumah itu jadi kubeli atau tidak.

Bu Lia memang punya rumah lain di kampungnya. Rumah yang kukontrak itu ditinggalkan setelah suaminya meninggal, lalu ia pulang ke kampungnya. Dan rumah yang di kota dibiarkan kosong, sampai aku datang untuk mengontraknya.

Rumah itu kecil, hanya ada 1 kamar tidur, ruang tamu dan ruang keluarga yang kecil - kecil, dapur, kamar mandi dan toilet. Itu saja. Tapi tanah di belakang dan di sampingnya lumayan luas. Kalau dihitung - hitung, tanah kosongnya ada sekitar 500 meter persegi. Dan kalau kubeli, pasti aku akan membangun rumah yang jauh lebih besar nanti. Tapi apakah rumah dan tanahnya itu akan kubeli ? Masih akan kupikirkan iya tidaknya. “Sudah lama menunggu Bu ?” tanyaku kepada Bu Lia yang masih duduk di kursi rotan tua di teras depan.

Bu Lia bangkit berdiri, “Lumayan ... ada sekitar sejam menunggu. “

“Waduuuh kasihaan ... lain kali telepon dulu, biar pasti bisa ketemu. Kan nomorku sudah ada sama Ibu. “

“Ibu udah gak punya hape lagi Dek, “ sahutnya sambil melangkah masuk ke ruang tamu yang ukurannya hanya 2 X 2 meter.

“Kenapa ? Ada yang jambret atau hilang begitu aja ?” tanyaku setelah Bu Lia duduk di sofa murahanku.

“Dijual Dek. Bukan dijambret. Hape murahan gitu, tukang jambret juga males jambretnya kali. “

Aku tercenung. Memikirkan kesulitan hidup setelah suaminya meninggal.

“Terus gimana jadinya dengan rumah ini Dek ? Berminat untuk membelinya atau cuma mau ngontrak aja ? Ibu udah kepepet banget Dek, “ ucapnya lirih.

Aku terdiam lagi. Memang kasihan juga Bu Lia ini. Mengingatkanku pada masa laluku. Masa yang penuh penderitaan. Sehingga untuk makan sehari - hari pun harus jadi kuli di pasar kecil.

“Memangnya sama Bu Lia mau dijual berapa rumah dan tanahnya ini ?” tanyaku.

“Kalau dibeli sebelum tanggal satu bulan depan, duaratusjuta juga akan Ibu lepas aja Dek. “

Aku agak kaget. Karena harga yang diajukan itu murah sekali. Menurut taksiranku, tanahnya saja bisa berharga sekitar 400 jutaan. Harga pasaran tanah di daerah rumah ini kudapatkan dari buletin properti.

“Sertifikat rumah dan tanah ini sudah ada ?” tanyaku.

“Justru itu ... sertifikatnya di bank Dek. Dan bank sudah memberi peringatan, kalau kredit macetnya tidak dibayar - bayar juga, terpaksa bank akan menyita rumah dan tanahnya ini, untuk dilelang. Makanya ibu jadi bingung sekali Dek. “

“Hutang Bu Lia ke bank berapa ?”

“Sudah harus dibayar lunas Dek. Jumlah yang harus jadi delapanpuluhjuta. “

“Kalau dibayar delapanpuluhjuta, sertifikatnya dikembaliin ke Bu Lia ?”

“Dengan sendirinya sertifikat ibu harus dikembalikan. “

Sebenarnya pada saat itu aku tidak sedang memikirkan nominal hutang Bu Lia. Tidak pula memikirkan harga rumah dan tanah yang diajukan olehnya tadi. Aku bahkan sedang memikirkan, seperti apa ya kalau wanita berhijab ini telanjang bulat di depan mataku ? Pasti sangat menggiurkan, karena meski mengenakan gaun jubah, aku sudah bisa memperkirakan sepoerti apa bentuk tubuhnya kalau sudah telanjang bulat.

Seperti yang pernah kussampaikan, aku ini manusia yang tak boleh melihat yang bening - bening. Makin tertutup pakaiannya, malah makin membuatku penasaran.

Lalu ... bukankah dia itu seorang janda seperti Bu Fina ? Masa sih dia gak kangen sama sentuhan lelaki ? Atau mungkin sekarang benaknya sedang kalut, memikirkan hutangnya yang harus dibayar ke bank sebelum awal bulan depan. Sekarang sudah tanggal 17. Berarti paling lambat 13 hari lagi dia harus melunasi tunggakannya. Sedangkan dia sudah tak punya suami. Jadi satu - satunya andalan Bu Lia adalah dengan menjual rumah ini, rumah yang sertifikatnya sedang digadaikan di bank.

Lalu kuperhatikan wajah cantik wanita berhijab itu. Wajah wanita yang usianya kutaksir di bawah 40 tahun tapi pasti di atas 30 tahun.

Tapi tadi malam aku sudah menguras spermaku untuk Bu Fina. Sedangkan besok aku harus ngentot wanita yang sudah membookingku. Selayaknyalah hari ini aku istrahat dari urusan memek.

Tapi apa salahnya kalau aku menjajakinya sekarang juga, mumpung dia ada di depan mataku.

“Gimana Dek ? Belilah rumah ini sama Dek Asep. Hitung - hitung menolong ibu yang lagi kepepet ini, “ desaknya.

“Kalau pun mau membelinya, paling bisa juga hari Senin yang akan datang Bu. “

“Nggak apa. Hari Senin kan baru tanggal duapuluhtiga. Masih seminggu menjelang jatuh temponya, “ ucapnya dengan sorot berharap.

“Kalau rumah dan tanah ini kubeli sesuai dengan penawaran Bu Lia, aku mau dikasih bonus apa Bu ?”

“Bonus ? Maksudnya bonus uang, gitu ?”

“Bukan uang bukan benda apa pun, tapi sesuatu yang bisa bikin kita happy - happy. “

“Iiiih .... !” Bu Lia melotot dan bergidik, “Maksudnya mau ena - ena gitu ?”

“Iya Bu. Hmmm ... kan sebagai sesama manusia, kita harus tolong menolong. Aku tolongin Bu Lia ... Bu Lia pun nolongin aku. Sampai sama - sama hilang penasarannya. Setuju ?”

“Amit - amit. Ibu bukan perempuan nakal Dek. “

“Lho ... kalau Bu Lia perempuan nakal, justru aku juga gak mau. Takut ketularan penyakit kotor. Seumur hidup aku belum pernah menyentuh perempuan nakal Bu. “

“Terus kenapa mau sama ibu ? Dek Asep kan tampan gitu. Banyak duit lagi. Cewek yang kayak gimana juga pasti pada mau sama Dek Asep. “

“Tapi ... “ ucapan Bu Lia itu tidak dilanjutkan.

“Tapi apa Bu ? Mendingan jangan kubeli aja rumah ini ?”

“Bukan gitu. Sekarang ibu lagi datang bulan Dek. “

“Aku juga gak minta sekarang. Nanti aja setelah kubayar rumahnya sesuai dengan penawaran ibu tadi, tanpa akan kutawar - tawar lagi. “

“Mmmm ... iya deh. Hari Jumat juga pasti ibu udah bersih. Tapi kalau hari Senin, berarti ibu sedang dalam masa subur. Kalau hamil nanti gimana ?”

“Nanti kubelikan pil anti hamil. Jangan takut soal itu sih. “

Bu Lia mengangguk ragu. Mungkin hatinya menolak ajakanku. Tapi keterdesakannya memaksa dia untuk menyetujui ajakan gilaku.

“Sekarang Bu Lia butuh uang DP gak ?”

“Ya butuhlah. Di kampung banyak benar yang harus diselesaikan. Hutang yang kecil - kecil tapi musingin juga. “

Lalu kukeluarkan uang 20 juta dari dalam tas kerjaku, berikut selembar kuitansi yang sudah ditempeli meterai.

“Segini aja DPnya ya, “ kataku sambil menyerahkan dua ikat uang merah, “Sebagai tanda terimanya, silakan tulis di kuitansi ini. “

Setelah menulis tanda terima DP sejumlah 20 juta dan menandatanganinya di atas meterai, Bu Lia menyerahkan kuitansi itu padaku, dengan senyum manis di bibirnya.

“Sekarang boleh aku mencium bibir Bu Lia ?” tanyaku setelah menyimpan kuitansi itu di dalam tas kerjaku.

“Sebenarnya masih takut ... tapi gak apalah, nyium bibir aja masa gak ngasih, “ sahut Bu Lia sambil mengangsurkan bibir sensualnya ke dekat wajahku.

Tanpa buang waktu lagi langsung kupagut bibir yang agak tebal tapi sensual sekali bentuknya itu. Ternyata Bu Lia menyambut ciumanku dengan lumatan hangat. Dengan tangan memegang bahuku.

Lalu selesailah acara penjajakan ini. Dengan janji bahwa hari Senin pagi aku akan menunggu Bu Lia di rumah kontrakan yang akan kubeli ini.

Setelah Bu Lia pulang ke kampungnya, aku merebahkan diri di atas bed murahan ini. Sambil membayangkan apa yang bakal terjadi hari Senin nanti ?

Tapi daripada mikirin Bu Lia, mendingan aku tidur sepuasnya. Hitung - hitung memulihkan fisik dan staminaku sehabis “bertempur” dengan Bu Fina tadi malam.





4. Bu Fenti



Esok sorenya badanku sudah segar bugar. Karena tadi pagi aku sudah lari pagi, kemudian mandi setelah keringatku kering. Kemudian sarapan pagi dan istirahat lagi.

Sebelum berangkat menuju sebuah villa yang alamatnya sudah diberikan padaku, tak lupa aku makan vitamin dan minum sea cucumber (ketimun laut - teripang) yang bentuknya seperti lendir bening. Sea cucumber ini sangat terasa manfaatnya bagiku, meski harganya agak mahal, karena barang impor dari amrik. Tidak ada rasa apa - apa, lendir sea cucumber rasanya seperti air tawar saja, tapi mungkin karena ledndir itu yang mampu memperbaiki produksi spermaku. Sehingga aku jadi ketagihan untuk selalu meminumnya 1 sendok makan tiap hari.

Setelah mandi sore, aku pun berdandan. Hanya pakaian casual. Celana corduroy dan baju kaus yang sama - sama berwarna biru tua, ditutup dengan jaket kulit hitamku.

Beberapa saat kemudian, ketika jam tanganku menunjukkan pukul 18.00, aku sudah memacu sedan hitamku menuju ke luar kota.

Villa itu memang terletak di luar kota, tapi tak terlalu jauh dari kotaku, hanya sekitar 15 kilometeran. Tapi karena jalanan sedang padat, sejam kemudian barulah aku tiba di depan sebuah villa berbentuk antik, mungkin termasuk gaya Spanyol atau Italia, entahlah. Yang jelas bukan gaya minimalis seperti kebanyakan villa masa kini.

Sedan merah maroon yang diparkir di depan villa itu pun bukan mobil biasa. Aku tahu sedan itu buatan United Kingdom (Inggeris), yang bentuknya antik, tapi harganya selangit. Jelas lebih mahal daripada sedan hitamku.

Walau pun villa dan sedan itu berbentuk antik, tapi aku berharap semoga wanita yang bernama Fenti itu sama cantiknya dengan Bu Lia.

Tapi setelah kuketuk pintu depan villa yang tertutup itu, muncul seorang wanita yang ... maaak ... gendut sekali ... !

Dia menunjuk padaku, “Yosef ya ?” tanyanya.

“Iya, “ sahutku, “Ini Bu Fenti ?”

Wanita gendut itu mengangguk sambil tersenyum. Kemudian mempersilakanku masuk ke dalam villa.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd