Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Thanks suhu @Otta
Kalau profesi GIGOLO sementara orang beranggapan negatif tapi juga bisa positif kok tinggal kita lihat dari kacamata mana.
Sungguh mengesankan cerita GIGOLO ini kesannya bukan materi semata yang dikejar tapi kepuasan batin menjadi pilihan utama Asep aka Yoseph.
Lanjut suhu sampai tuntas.
 
Part 41



Aku cukup kenyang dengan menyekap Bu Arini selama 3 hari 3 malam di kamar pribadiku yang tidak bernomor dan tidak disewakan itu. Banyak juga barang yang telah kuhadiahkan pada mantan guruku yang jelita itu. Termasuk uang yang lumayan banyak untuknya.

Tapi ketika kutawarkan untuk resign sebagai guru, Bu Arini menolak. Dengan alasan, bahwa dia sudah menjadi PNS, bukan honorer lagi. Hal itu didapatkannya dengan susah payah, sementara teman - temannya masih banyak yang masih honorer.

Padahal tadinya aku akan menempatkannya di rumah yang kubeli dari Bu Lia itu, yang kini sedang dibangun rumah 100% baru, yang akan menjadi sebuah rumah besar terdiri dari tiga lantai kembar. Artinya lantai 1, lantai 2 dan lantai 3 sama persis kamar - kamar dan fasilitasnya kelak kalau sudah selesai dibangun.

Ketika aku mengucapkan keseriusanku padanya, Bu Arini melah menyahut, “Kalau serius menuju ke jenjang pernikahan, ibu gak bisa Sep. Karena ibu pasti harus menanggung malu, menikah dengan mantan murid ibu. Kalau guru pria menikahi muridnya sih sudah banyak yang terjadi. Tapi guru wanita menikahi muridnya, ibu belum pernah dengar. Nanti ibu malah dijadikan gunjingan. Nikah sama brondong, kata mereka nanti. “

Pada saat lain Bu Arini berkata, “Kalau mau hubungan serius sih mendingan sama Nuke, adik ibu yang sekarang tinggal di rumah ibu. “

“Aaaah, kok jadi dibelokin ke adik Ibu. Aku kan sukanya sama Ibu, “ sahutku bernada complain.

“Eeee ... jangan sinis dulu. Nuke itu cantik lho. Malah mungkin orang menilainya lebih cantik dari ibu, terutama karena usianya baru delapanbelas tahun. Nanti kan mau nganterin ibu pulang ke kampung ?”

“Iya. Nanti kalau kita sudah makan siang. “

“Nah, nanti akan ibu kenalin sama Nuke. “

Aku tidak mau menanggapi.

Kata Bu Arini lagi, “Jangan takut, kalau Asep punya hubungan dengan Nuke, hubungan kita harus tetap berjalan. Tapi secara rahasia. Meski Asep udah pacaran dengan Nuke, ibu bisa datang ke sini kapan pun Asep inginkan. Yang penting Nuke jangan sampai tau. “

Aku masih tak mau menanggapi.

“Atau kalau Asep memang penggemar wanita yang lebih tua usianya, nanti ibu kenalin sama kakak ibu. Aryati namanya. Dalam perjalanan ke kampung kita, rumahnya kelewatan. Nanti kita singgah dulu. Biar Asep tau rumahnya. Kapan - kapan Asep kan bisa datang sendiri ke rumahnya kalau sudah kenal sih. Dia juga janda Sep. Senasib sama ibu. Umurnya hanya lebih tua dua tahun dari ibu. “

“Hahahaaa ... Ibu ini ada - ada aja, “ ucapku sambil ketawa.

Tapi diam - diam aku tertarik juga, kepada kakak Bu Arini yang katanya bernama Aryati itu.

“Nama kakak Ibu sama - sama pakai hurup A awalnya ya. “

“Semuanya pakai awal hurup A. Kan Nuke juga nama lengkapnya Anneke. Tapi nama kecilnya Nuke. “

“Owh gitu ya. “

Bu Arini menepuk bahuku sambil berkata, “Santai aja. Ibu akan tetap menjadi milikmu. Tapi secara hasia. Anggap aja ibu ini kekasih gelapmu. Kalau Asep suka sama kakak ibu, silakan aja. Kalau sama dia sih mau naik ke pelaminan juga gak apa - apa, karena dia bukan guru. Kalau Asep sukanya sama Nuke, ibu juga bakal dukung. Tapi hubungan kita tetap harus dirahasiakan. jangan sampai Nuke tau. “





Setelah makan siang, aku mengantarkan Bu Arini menuju kampungku yang juga kampung Bu Arini.

Dalam perjalanan itulah, sebelum melewati rumah kakaknya, Bu Arini minta supaya kecepatan mobilku dikurangi. Karena mau mampir dulu ke rumah kakaknya.

Rumah kakak Bu Arini itu memang di pinggir jalan. Tapi tidak ada tempat untuk memarkir mobilku. Karena itu aku hanya menghentikan mobilku dengan ban sebelah kiri menginjak bahu jalan, sementara ban - ban sebelah kanan menginjak jalan. Bu Arini turun duluan. Aku mematikan dulu mesin mobilku, lalu keluar dan mengikuti Bu Arini yang sudah membuka pintu depan rumah kakaknya tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

Aku berdiri saja di teras depan, sambil memandang jalanan yang tidak begitu padat kelihatannya. Hanya sekali - sekali tampak kendaraan lewat.

Tak lama kemudian Bu Arini muncul di ambang pintu depan sambil berkata, “Ayo masuk Sep. “

Aku mengangguk sambil masuk ke dalam rumah sederhana tapi di pinggir jalan raya itu. Ternyata di ruang tamu sudah ada seorang wanita mengenakan daster batik.

“Kenalin dulu, ini bekas muridku dahulu. Sekarang udah jadi pengusaha sukses, walau usianya baru sembilanbelas tahun, sudah punya hotel dan pabrik garment segala. Kalau mau bisnis sih mendingan sama dia Ceu. “

“Aryati, “ ucap wanita itu waktu menjabat tanganku.

Aku pun menyebutkan namanya.

Lalu Bu Aryati mempersilakanku duduk.

Aku pun duduk di sofa murahan tapi bentuknya sudah bentuk zaman now.

“Ceu ... aku numpang ke toilet dulu ya, “ kata Bu Arini sambil memegangi perutnya. Mungkin udah kebelet pup.

Bu Aryati mengangguk. Lalu duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang kududuki.

Sepintas lalu aku bisa menilai, bahwa Bu Arini sedikit lebih cantik daripada Bu Aryati. Tapi kulihat Bu Aryati lebih seksi daripada Bu Arini. Meski kulitnya agak gelap, bokongnya juga tidak segede bokong Bu Arini, namun Bu Aryati itu memiliki toket yang jauh lebih gede. Aku bisa menilai seperti itu, meski pun daster batik itu menutupi tubuhnya. Wajahnya pun tampak sensual. Terutama bibirnya yang tebal tapi bagus bentuknya. Kata orang - orang yang sudah berpengalaman dalam soal perempuan, bibir tebal itu bisa dijadikan indikator, bahwa bibir memeknya juga tebal. Hahahaaaaa !

Anjriiit ... kenapa pula diam - diam kontolku mulai menegang begini ?

“Jadi Asep ini bekas murid adikku ?” tanya Bu Aryati membuka pembicaraan ketika adiknya baru masuk ke dalam.

“Betul Bu, “ sahutku.

“Ajak aku bisnis dong. Soalnya aku bukan pegawai negeri seperti adikku. “

“Ibu maunya bisnis bidang apa ?” tanyaku.

“Bidang apa aja. “

“Nanti aku datang lagi ke sini, untuk membicarakannya. Sekarang aku agak terburu - buru, mau mengantarkan Bu Arinin pulang. “

“Serius ya Sep. Aku ini janda yang gak punya penghasilan tetap. “

“Ibu janda juga seperti Bu Arini ya. “

“Iya. Bedanya, kalau Arini janda ditinggal mati oleh suaminya, sedangkan aku janda cerai. “

“Owh ... udah punya anak berapa Bu ?”

“Belum punya anak. Makanya aku ini janda tapi fisikku sama dengan gadis. Hihihiii... “

Gila. Kalimat yang diucapkannya itu membuat terawanganku menggelayuti pikiranku. Membayangkan yang tidak - tidak. Sehingga diam - diam kontolku yang masih terselimuti celana dalam dan celana denim ini semakin ngaceng saja rasanya. “Apanya aja yang sama dengan gadis Bu ?” tanyaku.

“Itu sih harus dibuktikannya di atas ranjang .... hihihiii ... sttt ... Asep ada hubungan sama adikku ? “ tanyanya setengah berbisik.

“Ya hubungan murid sama mantan guru aja Bu, “ sahutku perlahan juga.

“Maksudku ada hubungan itu gak ? Hubungan birahi .... “

“Gak ada Bu. “

“Kirain kalian ada hubungan rahasia. “

Nah ... di sinilah mungkin salah satu kelebihanku. Melihat sikap dan mendengar kata - katanya, aku merasa ada celah yang bisa dimanfaatkan. Maka aku menyahut, “Kalau hubungan rahasia sama Ibu sih mau ... “

“Yesss ... “ dia malah mengangkat jempolnya. Lalu ia berkata setengah berbisik, “Dia jangan sampai tau ya. “

Bu Aryati mengatakan hal itu sambil menunjuk ke dalam, mungkin ke arah toilet.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Kemudian kulihat Bu Aryati mengeluarkan handphone dari saku dasternya. “Minta nomor hapenya dong, “ katanya.

Aku menjawabnya dengan mengeluarkan secarik kartu namaku dan menyerahkannya kepada Bu Aryati. “Di situ ada alamat hotel dan nomor hapeku Bu, “ ucapku ketika Bu Aryati sedang memperhatikan kartu namaku yang baru diterimanya.

“Iya, nanti kita main WA aja ya, “ katanya sambil memasukkan kembali hape ke dalam saku dasternya. Kartu namaku juga dimasukkan ke dalam saku dasternya.

“Iya Bu. “

“Nanti setelah mengantarkan adikku, bisa ke sini lagi gak ?”

“Bisa, tapi mungkin sudah malam, karena aku juga mau menengok Ayah di kampung Bu. “

“Ya udah kalau gitu kita lanjutin ngobrolnya lewat WA ya. “

“Iya Bu. Nanti pada WA pertama, cantumkan nama Ibu, biar aku tau. “

“Sttt ... “ Bu Aryati menyimpan telunjuk di depan bibirnya, sambil memberi isyarat bahwa adiknya sudah akan muncul.

Tak lama kemudian Bu Aryati muncul lagi. Sambil bertanya, “Gimana ? Ada bisnisnya yang bisa nyambung Sep ? Teh Yati ini pinter usaha sendiri lho. “

“Usaha kecil - kecilan, “ sambung Bu Aryati.

“Ya bisa diatur - atur nanti, “ ucapku, “Yang rutin suka dilakukan oleh pemasok sih kain seprai dan sarung bantal Bu. Tapi seprainya hanya seprai putih, lengkap dengan sarung bantal dan bantal guling. “

“Kalau hanya kain seprai putih sih bisa supply deh. Tapi mungkin kainnya harus yang memenuhi syarat. “

“Asal sesuai dengan yang sudah dipakai di hotelku Bu. Nanti deh, kalau ada waktu kita bincang - bincang lagi, “ kataku yang sudah mendapatkan kedipan mata dari Bu Arini, sebagai isyarat sudah waktunya meninggalkan rumah Bu Aryati.

Bu Aryati memang berpamitan kepada kakaknya. Lalu mereka cipika cipiki.

Beberapa saat kemudian, Bu Arini sudah berada di dalam mobilku kembali, yang sudah kutujukan ke arah kampung Bu Arini yang merupakan kampungku juga.

Rumah Bu Arini jurusannya berbeda dengan rumah Ima. Kalau rumah Ima melewati depan pasar, sedangkan rumah Bu Arini tidak berbelok ke arah pasar. Melainkan lurus terus, kemudian belok ke kanan.

“Ibu akan kenalin sama Nuke ya, “ kata Bu Arini setelah sedan hitamku sudah dekat ke rumahnya, “Nanti Asep bisa pilih mau yang mana ? Kalau ingin yang usianya di bawah Asep, mendingan sama Nuke seriusannya. Kalau ingin yang lebih tua, ya sama kakakku itu. “

Dalam detik - detik seperti itu masih sempat aku berkata, “Aku sih yang utamanya Bu Arini sendiri. Yang lain - lainnya mungkin prioritas kedua saja. “

“Iya, ibu siap jadi kekasih rahasiamu. Tapi kalau kamu ingin hubungan yang serius dan terbuka, ya itu tadi jalannya. Pilih kakakku atau adikku. Soal hubungan kita berdua tetap jalan, tapi secara rahasia. Jangan sampai saudara - saudaraku tau. “

Tak lama kemudian sedan hitamku tiba di pelataran depan rumah Bu Arini.

Di situ pula mobilku kuhentikan dan kumatikan mesinnya. Lalu turun dari mobil dan mengikuti langkah Bu Arini menuju teras depan. Dan diminta langsung masuk ke dalam rumahnya yang tertata rapi meski bukan barang - barang mahal yang diletakkan di ruang tamu itu.

Aku pun dipersilakan duduk di kursi jati model baru dengan bantalan - bantalan berwarna coklat tua, nyaris mirip warna kayu jatinya.

Bu Arini langsung masuk ke dalam.

Agak lama Bu Arini di dalam. Lalu muncul lagi dengan pakaian yang sudah diganti, jadi mengenakan daster mahal yang kubelikan dari kota kemaren.

“Tunggu sebentar ya. Barusan Nuke lagi tidur. Ibu suruh mandi dulu sebelum dikenalkan padamu nanti, “ kata Bu Arini sambil menepuk bahuku.

Aku cuma tersenyum datar.

Padahal aku sedang membayangkan wajah kakaknya yang bernama Aryati itu ... ! Entah kenapa, meski wajah Bu Aryati tidak secantik Bu Arini, aku yakin bahwa kakak Bu Arini itu punya sesuatu yang istimewa di dalam dirinya.

Ketika Bu Arini masuk lagi ke dalam, aku bahkan memegang handphoneku yang lampunya berkedip - kedip tanpa bunyi karena memang sedang di-silent. Ada WA masuk. Kubuka, ternyata dari Bu Aryati. Isinya : Pulangnya mampir dulu ya. Udah malam juga gak apa - apa. Aryati

Ada lagi WA dari Bu Aryati yang masuk: Dirimu memancarkan pesona yang menggetarkan batinku. Mungkinkah aku bisa memilikimu malam ini ?

Aku tertunduk dengan batin bergelut. Sampai akhirnya kubalas singkat : Iya

Lalu Bu Arini muncul lagi. Kali ini bersama seorang cewek belia yang memang cantik. Membawa secangkikr kopi di atas sebuah baki. Dan meletakkannya di atas meja kecil depan kursi yang kududuki.

“Ini adik ibu yang diceritakan tadi, “ kata Bu Arini, “Kenalan dulu dong. “

Aku pun mengulurkan tangan, lalu berjabatan tangan dengan adik Bu Arini itu.

“Nuke. “

“Asep. “

Cewek bernama Nuke itu duduk di samping kakaknya.

“Nuke ini kuliah di akademi sekretaris. Kalau kuliahnya sudah selesai, bisakah Asep merekrutnya ?” tanya Bu Arini.

“Bisa, “ sahutku sambil menatap cewek bernama Nuke itu, “Mau kerja di hotel apa di pabrik garment ? ”

Nuke tersenyum dan menyahut singkat, “Di pabrik aja. “

“Kenapa gak milih di hotel ?” tanya Bu Arini kepada adiknya.

“Kata orang sih kalau cewek kerja di hotel, banyak resikonya ... banyak negatifnya, “ sahut Nuke.

“Memang benar, “ ucapku, “kalau cewek kerja di hotel, segala kemungkinan bisa terjadi. Tapi bagaimana ceweknya itu sendiri sih. Kalau bisa menjaga diri, aman - aman aja. “

Nuke mengangguk - angguk.

Lalu kami bertiga ngobrol ke barat ke timur, selama lebih dari setengah jam.

Kemudian aku pamitan pulang, ketika hari sudah mulai malam.

“Padahal nginep di sini juga gak apa - apa Sep. Ada kamar kosong kok, “ kata Bu Arini.

“Terima kasih, “ sahutku, “Lain kali aja Bu. “



Beberapa saat kemudian aku sudah berada di dalam mobilku kembali. Kemudian aku memutar arah, menuju jalan meninggalkan kampungku. Lalu sambil nyetir kupijat nomor Bu Aryati. Handphone kuletakkan di dalam sakuku, earphone wireless kupasang di telingaku. Dan :

“Hallo Sep ... udah menuju pulang ?”

“Iya. Ibu mau nyuguhin apa sih sampai serius banget gitu ?”

“Apa pun yang Asep mau akan kusuguhkan. “

“Hahahaaa ... serius nih ? Nanti kalau aku minta disuguhin yang satu itu gimana ?”

“Yang di sebelah mana ?”

“Yang di antara kedua kaki ibu ... maaf ... “

“Iya akan kuhidangkan buat Asep. “

“Terima kasih. Tapi sebaiknya sekarang Bu Yati dandan dulu. Aku akan membawa Ibu ke hotelku. Bersedia ?”

“Di rumahku juga aman Sep. “

“Susah parkir mobil Bu. Kalau nginep di rumah Ibu, takutnya mobilku keserempet mobil lain. “

“Ogitu. Ya udah. Aku mau dandan dulu ya. “

“Iya. Berdandanlah seseksi mungkin. “

“Hihiihii ... iya, iyaaa ... “

Setelah hubungan seluler ditutup aku tersenyum sendiri di belakang setir mobilku. Suatu kemenangan baru sudah akan kurenggut kembali. Kemenangan yang tidak membutuhkan perjuangan berat. Cukup dengan komunikasi yang baik saja senjatanya.

Di depan SPBU, aku membelokkan sedan hitamku, untuk mengisi pertamax yang sudah di bawah garis 25%. Di SPBU itu pula aku bergegas masuk ke toilet, karena sudah kebelet pipis yang kutahan - tahan sejak tadi.

Lalu kujalankan kembali mobilku di jalan raya, di tengah kegelapan malam yang dinginnya terasa menusuk.

Sebelum tiba di depan rumah Bu Aryati, kunyalakan signlamp sebelah kanan, kemudian mobilku menyebrang ke kanan, sampai mepet ke bahu jalan. Dan berhenti di depan rumah Bu Aryati.

Ternyata Bu Aryati sudah berdiri di depan rumahnya, mengenakan gaun span hitam yang ada belahan di kanan kirinya, sambil menjinjing tas kecil. Dan bergegas menghampiriku.

“Awas ... liat liat ke belakang Bu, “ seruku ketika Bu Aryati melangkah ke depan mobilku, lalu berjalan ke pintu depan sebelah kiri yang sudah kubukakan dari belakang setirku.

Setelah Bu Aryati masuk dan duduk di sebelah kiriku, belahan di sebelah kanannya memamerkan paha mulusnya. Meski tidak seputih adiknya, gila ... baru melihat pahanya saja “adek”ku langsung bangun.

“Malem - malem gini enaknya kita ngapain ya ?” tanya Bu Aryati setelah memasang seat belt.

“Ibu maunya ngapain ?” aku balik bertanya sambil menyebrangkan mobilku ke kiri, lalju melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya menuju kotaku.

“Ngapain juga boleh. Asalkan yang anget - anget. Hihihihiiii .... “

“Kebayang ... “

“Kebayang apa ?”

“Kebayang sesuatu yang nikmat sekali ... “

“Hmmm ... aku udah lama sekali gak merasakannya. Makanya begitu melihat Asep, aku langsung ingin merasakannya kembali, “ ucapnya sambil mengelus - elus celana denimku, persis di tempat kontolku bersembunyi.

“Wajah Bu Yati kok gak mirip Bu Arini ya, “ ucapku sambil menurunkan kancing zipperku ke bawah. Karena kelihatannya wanita itu ingin menyembulkan kontolku yang sudah ngaceng ini.

“Aku sama mantan gurumu itu seayah tapi berlainan ibu, “ sahutnya sambil menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. Brrrr ... dia benar - benar ingin memegang dan menyembulkan kontolku.

“Anjiiirrrr ... tititmu panjang sekali Seeep ... ! “ sahutnya sambil mendekatkan wajahnya ke kontolku yang sedang dipegangnya ini.

“Memangnya punya mantan suami ibu gak panjang ?”

“Punya dia sih pendek. Paling juga setengah dari punyamu ini Sep, “ sahutnya sambil menciumi kepala kontolku.

“Jangan diemut Bu ... soalnya aku lagi nyetir ... bahaya ... “

“Kan ini cuman nyiumin ... mmm ... jilatin boleh ?”

“Nanti aja di hotel. Mau ngapain juga boleh. Mmmm ... punya Bu Yati kayak apa sih ?” tanyaku sambil merayapkan tangan kiriku ke paha kanannya yang terbuka lewat belahan gaun spannya.

Bu Aryati melepaskan genggamannya. Lalu menarik tangan kiriku ke balik gaun span hitamnya. Dan menyelinapkan tangan kiriku ke balik celana dalamnya.

Meski sedang nyetir, aku masih sempat menyentuh memeknya yang terasa berjembut lebat.

Belakangan ini aku suka juga pada memek berjembut seperti ini. Karena memek berjembut itu seolah mengandung misteri yang membuatku penasaran.

Hanya sebentar aku menggerayangi memek berjembut itu. Karena Bu Aryati menarik tanganku keluar dari balik celana dalamnya, “Nanti aja di hotel. Kalau meki udah digerayangin, aku suka horny berat. “

“Iya, “ sahutku sambil membetulkan kembali celana dalam dan celana denimku. Karena mobilku sudah mendekati hotelku.

Lalu kubelokkan mobilku ke kanan. Langsung menuju tempat parkir hotelku.

Aku turun dan bergegas menuju pintu depan kiri. Membukakan pintu di samping Bu Aryati.

Meski hari sudah malam, dari tempat parkirku ini bisa melihat kesibukan buruh bangunan yang sedang menggarap bangunan hotel baruku. Dan Bu Aryati bertanya, itu mau dibuat apa ? Aku menjawab singkat, itu akan menjadi hotel baruku kalau sudah dibangun nanti.

Lalu kuajak Bu Aryati memasuki kamat pribadiku. Kamar yang kemaren menyekap adik Bu Aryati selama 3 hari 3 malam.

Tapi di kamar pribadiku ini tidak ada bekas suatu “pergumulan”. Karena karyawan house keeping yang kutugaskan, selalu merapikannya kalau aku sudah meninggalkan kamar pribadiku ini.

“Ini kamar mewah dan lengkap sekali, “ kata Bu Aryati sambil memelukku dari belakang.

“Ini kamar tidak bernomor dan tidak disewakan. Hanya aku yang boleh memakainya,” sahutku.

“Kamar - kamar lain begini juga luas dan lengkapnya ?”

“Nggak. Karena hotel ini masih kelas melati. Tapi kalau hotel yang sedang dibangun itu, bintang empat. Tentu beda fasilitasnya sesuai dengan kelasnya. “

Ketika aku sedang bicara barusan, tangan Bu Aryati mulai beraksi. Meski ia sedang berada di belakangku, tangannya merayapi celana denimku dan berusaha untuk menurunkan kancing zippernya. “Tadi sore aku belum mandi Bu. Jadi aku harus mandi dulu sekarang, “ ucapku.

“Nanti aja mandinya setelah kita main, “ Bu Aryati menarik pinggangku sambil melangkah mundur ke arah bed.

Kalau sudah ada di dalam detik - detik seperti ini, aku tak bisa tidak, selalu mengikuti keinginan paasangan seksualku. Karena itu aku pasrah saja ketika Bu Aryati menelentangkanku di atas bed. Pasrah juga ketika ia menarik celana denim berikut celana dalamku sampai terlepas dari kedua kakiku. Tapi ketika ia akan menangkap kontolku, aku pun menghindar dan menyingkapkan gaun span hitamnya. Lalu dengan sigap kupelorotkan celana dalamnya. Sehingga memek berjembut lebat yang kujamah di dalam mobil tadi, kini terbuka sepenuhnya.

Aku tersenyum sambil menepuk - nepuk memek berjembut lebat ini. Bu Aryati pun tersenyum - senyum sambil melepaskan spandress hitam itu. Sehingga tinggal beha yang masih melekat di tubuh seksinya itu.

Ketika Bu Aryati sedang menanggalkan behanya, aku pun melepaskan baju kausku. Sehingga sesaat kemudian kami jadi sama - sama telanjang bulat.

Dugaanku ternyata benar. Bahwa kalau dibandingkan dengan Bu Arini, memang Bu Arini lebih cantik, kulitnya pun lebih putih. Tapi Bu Aryati lebih seksi, lebih hidup dan menggiurkan. Dengan sepasang toketnya yang gede dan membusung itu, dengan bokong yang tidak segede bokong Bu Arini, tapi bentuknya lebih indah.

Kulit Bu Aryati pun lebih gelap kalau dibandingkan dengan kulit adiknya. Tapi warna kulit yang sawomatang b egitu, malah mengesankan kokoh, mengesankan kuatnya Bu Aryati, termasuk kuatnya dalam berwikwik ria.

Namun aku tak bisa berlama - lama menilati keseksian tubuh swanita berusia 32 tahun itu. Karena ia menyerangku duluan. Menerkamku dengan segala kehangatannya. Membuat nafsu birahiku menggelegak.

Lalu kami bergumul. Saling peluk dan saling remas. Saling kecup dan saling lumat. Dan pada waktu sedang saling lumat inilah aku merasakan bedanya dengan Bu Arini yang bibirnya tipis, sementara Bu Aryati ini bibirnya tebal. Sehingga waktu sadang ssaling lumat, terasa benar bedanya. Terasa benar ketebalan bibirnya yang justru lebih membangkitkan hasrat birahiku.

Sampai pada suatu saat, ketika kontolku mulai diselundupkan ke dalam liang memeknya, terasa juga liang memek Bu Aryati ini lebih legit. Kalau diibaratkan nasi, lebih pulen daripada liang memek Bu Arini.

Awalnya memang Bu Aryati sendiri yang menarik kontolku, lalu membenamkannya ke dalam liang memeknya yang sudah tak sabaran lagi ingin segera dicoblos oleh kontol panjangku.

Dan aku tinggal melanjutkannya. Mendorong kontolku agar lebih jauh tenggelam ke dalam liang memek wanita hitam manis ini.

Tubuh Bu Aryati sampai bergetar - getar ketika aku membenamkan kontolku sampai menyentuh dasar liang memeknya. “Sejak bercerai dengan suamiku, ini adalah pertama kalinya aku bisa merasakannya lagi Sep, “ ucap Bu Aryati sambil memelukku erat - erat.

Dan ketika aku mulai mengayun kontolku, dia menyambutku dengan goyangan yang aduhai ... goyangan yang sangat atraktif, membuat nafasku berdengus - dengus dalam nikmat yang sulit kuucapkan dengan kata - kata belaka.

Yang leas kontolku dimanjakan oleg gesekan - gesekan dengan dinding liang memek Bu Afryati yang pulen itu. Terkadang goyangannya mnembuat kontolku terombang -ambing ke kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah. Sementara kepala kontolku seolah siremas - remas oleh kelwegitan liang memeknya.

Ini kuanggap sebagai persetubuhan paling gila bagiku. Gila ... ya, gila sekali nikmatnya ... membuatku lupa segalanya.

Namun aku tak lupa untuk menikmati sepasang toket gedenya yang masih terasa padat itu. Dengan penuh nafsu, kuremas toket kanannya dan kusedot - sedot pentil toket kirinya. Hal ini membuat geolan pantat bu Aryati semakin menggila. Sehingga kusamburt dengan entotan yang semakin menggila juga.

Pada suatu saat kamik berguling dan tukar posisi. Aku jadi di bawah, Bu Aryati berada di atas perut dan dadaku.

Tidak seperti biasanya, Bui Aryati tidak berlutut sambil mengayun memeknya turun naik. Dalam posisi WOT ini Bu Aryatik tetap merapatkan perutnya ke perutku, namun ia sangat aktif menggeol - geolkan memeknya sehingga kontolku tetap dimanjakan oleh kelegitan liang puki Bu Aryati.

Yang mengagumkan, ketika Bu Aryati mencapai orgasme, hanya sebentar ia keliatan letih dengan tubuh bermandikan keringat. Tapi lalu ia mengangkat bokongnya tinggi - tinggi, sehingga kontolku terlepas dari liang memeknya. Lalu ia melompat ke atas meja makan yang terbuat dari jati tua dan kokoh itu. “Pindah ke sini Sep, “ ajaknya sambil mengusap - usap memek berjembut lebatnya.

Aku menerima tantangannya. Dan untuk pertama kalinya meja makan di kamar pribadiku dibuat untuk arena wikwik.

Lalu sambil berdiri dan memegang sepasang paha mulus berwarna sawomatang itu, aku membenamkan kontolku kembali ke dalam liang memek berjembut lebat itu.

Lalu aku melanjutkannya. Mengentotnya kembali dengan gerakan semakin massive karena liang memek Bu Aryati sudah basah, tapi belum becek.

Mengentot sambil berdiri begini, membuatku bisa mencari cari kelentit Bu Aryati yang ditutupi kerimbunan jembutnya.

Akhirnya kelentit Bu Aryati kutemukan. Maka sambil mengentot liang memeknya aku pun bisa mengelus - elus kelentitnya dengan kedua ujung jempolku secara bergantian.

Desah - desah nafas Bu Aryati pun berubah menjadi rengekan dan rintihan histeris.

“Owhhhhh ....ooooo .... oooooohhhhh ... Aseeeep .... Aseeeeppppp .... ooooooo .... oooooh .... Seeeeepppp ... ini luar biasa enaknya Seeeeep ... oooohhhh ... gak nyangka aku bakal merasakannya lagi ... ooooohhhh ... Aaaaaaaaassseeeeeppppp ... enak sekali Seeeeep ... mainkan terus itilku Seeeep ... iyaaaaa ... itilkuuuu ... itiiiilkuuu .... ooo ... oooooooooohhhh ... ini luar biasaaaa ... kontolmu juga ... panjaaaang sekaliiiiiiiiiiiiiii ... nyundul - nyundul dasafr memekku teruuuuussss ... oooooo ... elus terus itilku Seeeeep ... ooooooooooohhhh ... iyaaaaaa ... iyaaaaa ... iyaaaaa ... itilkuuuu ... itiiillllkuuu .... itttttt ... itilkuuuuu ... iyaaaaa ... iyaaaaa ... “

Badanku mulai bersimbah keringat. Tapi mendengar rintihan - rintihan histeris Bu Aryati itu, aku jadi semakin bersemangat. Untuk mengentot liang memek legit dan pulennya ini.

Kedua tanganku jadi gantian untuk menggesek - gesek itil Bu Aryati. Kalau jari tangan kiriku yang menggesek itilnya, tangan kananku mendapagt sasaran baru. Untuk meremas - remas paha kirinya yang berwarna gelap tapi sangat licin dan enak sekali untuk diusap - usap dan diremas - remas. Lalu kalau jari tangan kananku yang giliran menggesek - gdesek kelentitnya, maka tangan kiriku yang mengusap - usap dan meremas - remas paha kanannya.

Sampai pada suatu saat aku berftanya terengah, “Uuuughhh ... Buuu ... kalau aku mau ngecrot gimana ?”

“Lepasin di luar aja Sep. Belum ada pengaman, “ sahutnya.

“Aku punya pil KB. Gimana ?”

“Ya udah ... oooohhh ... kamu udah mau ngecrot ?”

“Be ... betul Bu ... uuuughhhh ... “

“Ayo barengin Sep. AKu jjuga udah maua lepas lagi ... iyaaaa ... iyaaaaa ... “

Aku memang sudah dekat - dekat ngecrot. Saking legit dan pulennya memek Bu Aryati ini. Untunglah sesaat kemudian Bu Aryati mulai klepek - klepek. Aku pun menggencarkan entotanku seedan mungkin, sambil menggesek - gesek kelentitnya dengan tekanan diperkuat.

Sampai akhirnya sekujur tubuh Bu Aryati mengejang tegang. Aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa mentok dan mendorong dasar .liang memek Bu Aryati. Tanpa menggerakkannya lagi.

Pada saat itulah kurasakan liang memek Bu Aryati mengedut - ngedut kencang, berbarengan dengan mengejut - ngejutnya kontolku yang sedang memuntahkan lendir pejuhku.

Crettttt ... crooooooooooooooottttt ... creettttt ... crooooooooooooooooottttttttttt ... cretttt ... croooooooooooooooooooootttttcroooooooooottttttt... !
 
Part 41



A
ku cukup kenyang dengan menyekap Bu Arini selama 3 hari 3 malam di kamar pribadiku yang tidak bernomor dan tidak disewakan itu. Banyak juga barang yang telah kuhadiahkan pada mantan guruku yang jelita itu. Termasuk uang yang lumayan banyak untuknya.

Tapi ketika kutawarkan untuk resign sebagai guru, Bu Arini menolak. Dengan alasan, bahwa dia sudah menjadi PNS, bukan honorer lagi. Hal itu didapatkannya dengan susah payah, sementara teman - temannya masih banyak yang masih honorer.

Padahal tadinya aku akan menempatkannya di rumah yang kubeli dari Bu Lia itu, yang kini sedang dibangun rumah 100% baru, yang akan menjadi sebuah rumah besar terdiri dari tiga lantai kembar. Artinya lantai 1, lantai 2 dan lantai 3 sama persis kamar - kamar dan fasilitasnya kelak kalau sudah selesai dibangun.

Ketika aku mengucapkan keseriusanku padanya, Bu Arini melah menyahut, “Kalau serius menuju ke jenjang pernikahan, ibu gak bisa Sep. Karena ibu pasti harus menanggung malu, menikah dengan mantan murid ibu. Kalau guru pria menikahi muridnya sih sudah banyak yang terjadi. Tapi guru wanita menikahi muridnya, ibu belum pernah dengar. Nanti ibu malah dijadikan gunjingan. Nikah sama brondong, kata mereka nanti. “

Pada saat lain Bu Arini berkata, “Kalau mau hubungan serius sih mendingan sama Nuke, adik ibu yang sekarang tinggal di rumah ibu. “

“Aaaah, kok jadi dibelokin ke adik Ibu. Aku kan sukanya sama Ibu, “ sahutku bernada complain.

“Eeee ... jangan sinis dulu. Nuke itu cantik lho. Malah mungkin orang menilainya lebih cantik dari ibu, terutama karena usianya baru delapanbelas tahun. Nanti kan mau nganterin ibu pulang ke kampung ?”

“Iya. Nanti kalau kita sudah makan siang. “

“Nah, nanti akan ibu kenalin sama Nuke. “

Aku tidak mau menanggapi.

Kata Bu Arini lagi, “Jangan takut, kalau Asep punya hubungan dengan Nuke, hubungan kita harus tetap berjalan. Tapi secara rahasia. Meski Asep udah pacaran dengan Nuke, ibu bisa datang ke sini kapan pun Asep inginkan. Yang penting Nuke jangan sampai tau. “

Aku masih tak mau menanggapi.

“Atau kalau Asep memang penggemar wanita yang lebih tua usianya, nanti ibu kenalin sama kakak ibu. Aryati namanya. Dalam perjalanan ke kampung kita, rumahnya kelewatan. Nanti kita singgah dulu. Biar Asep tau rumahnya. Kapan - kapan Asep kan bisa datang sendiri ke rumahnya kalau sudah kenal sih. Dia juga janda Sep. Senasib sama ibu. Umurnya hanya lebih tua dua tahun dari ibu. “

“Hahahaaa ... Ibu ini ada - ada aja, “ ucapku sambil ketawa.

Tapi diam - diam aku tertarik juga, kepada kakak Bu Arini yang katanya bernama Aryati itu.

“Nama kakak Ibu sama - sama pakai hurup A awalnya ya. “

“Semuanya pakai awal hurup A. Kan Nuke juga nama lengkapnya Anneke. Tapi nama kecilnya Nuke. “

“Owh gitu ya. “

Bu Arini menepuk bahuku sambil berkata, “Santai aja. Ibu akan tetap menjadi milikmu. Tapi secara hasia. Anggap aja ibu ini kekasih gelapmu. Kalau Asep suka sama kakak ibu, silakan aja. Kalau sama dia sih mau naik ke pelaminan juga gak apa - apa, karena dia bukan guru. Kalau Asep sukanya sama Nuke, ibu juga bakal dukung. Tapi hubungan kita tetap harus dirahasiakan. jangan sampai Nuke tau. “





Setelah makan siang, aku mengantarkan Bu Arini menuju kampungku yang juga kampung Bu Arini.

Dalam perjalanan itulah, sebelum melewati rumah kakaknya, Bu Arini minta supaya kecepatan mobilku dikurangi. Karena mau mampir dulu ke rumah kakaknya.

Rumah kakak Bu Arini itu memang di pinggir jalan. Tapi tidak ada tempat untuk memarkir mobilku. Karena itu aku hanya menghentikan mobilku dengan ban sebelah kiri menginjak bahu jalan, sementara ban - ban sebelah kanan menginjak jalan. Bu Arini turun duluan. Aku mematikan dulu mesin mobilku, lalu keluar dan mengikuti Bu Arini yang sudah membuka pintu depan rumah kakaknya tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

Aku berdiri saja di teras depan, sambil memandang jalanan yang tidak begitu padat kelihatannya. Hanya sekali - sekali tampak kendaraan lewat.

Tak lama kemudian Bu Arini muncul di ambang pintu depan sambil berkata, “Ayo masuk Sep. “

Aku mengangguk sambil masuk ke dalam rumah sederhana tapi di pinggir jalan raya itu. Ternyata di ruang tamu sudah ada seorang wanita mengenakan daster batik.

“Kenalin dulu, ini bekas muridku dahulu. Sekarang udah jadi pengusaha sukses, walau usianya baru sembilanbelas tahun, sudah punya hotel dan pabrik garment segala. Kalau mau bisnis sih mendingan sama dia Ceu. “

“Aryati, “ ucap wanita itu waktu menjabat tanganku.

Aku pun menyebutkan namanya.

Lalu Bu Aryati mempersilakanku duduk.

Aku pun duduk di sofa murahan tapi bentuknya sudah bentuk zaman now.

“Ceu ... aku numpang ke toilet dulu ya, “ kata Bu Arini sambil memegangi perutnya. Mungkin udah kebelet pup.

Bu Aryati mengangguk. Lalu duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang kududuki.

Sepintas lalu aku bisa menilai, bahwa Bu Arini sedikit lebih cantik daripada Bu Aryati. Tapi kulihat Bu Aryati lebih seksi daripada Bu Arini. Meski kulitnya agak gelap, bokongnya juga tidak segede bokong Bu Arini, namun Bu Aryati itu memiliki toket yang jauh lebih gede. Aku bisa menilai seperti itu, meski pun daster batik itu menutupi tubuhnya. Wajahnya pun tampak sensual. Terutama bibirnya yang tebal tapi bagus bentuknya. Kata orang - orang yang sudah berpengalaman dalam soal perempuan, bibir tebal itu bisa dijadikan indikator, bahwa bibir memeknya juga tebal. Hahahaaaaa !

Anjriiit ... kenapa pula diam - diam kontolku mulai menegang begini ?

“Jadi Asep ini bekas murid adikku ?” tanya Bu Aryati membuka pembicaraan ketika adiknya baru masuk ke dalam.

“Betul Bu, “ sahutku.

“Ajak aku bisnis dong. Soalnya aku bukan pegawai negeri seperti adikku. “

“Ibu maunya bisnis bidang apa ?” tanyaku.

“Bidang apa aja. “

“Nanti aku datang lagi ke sini, untuk membicarakannya. Sekarang aku agak terburu - buru, mau mengantarkan Bu Arinin pulang. “

“Serius ya Sep. Aku ini janda yang gak punya penghasilan tetap. “

“Ibu janda juga seperti Bu Arini ya. “

“Iya. Bedanya, kalau Arini janda ditinggal mati oleh suaminya, sedangkan aku janda cerai. “

“Owh ... udah punya anak berapa Bu ?”

“Belum punya anak. Makanya aku ini janda tapi fisikku sama dengan gadis. Hihihiii... “

Gila. Kalimat yang diucapkannya itu membuat terawanganku menggelayuti pikiranku. Membayangkan yang tidak - tidak. Sehingga diam - diam kontolku yang masih terselimuti celana dalam dan celana denim ini semakin ngaceng saja rasanya. “Apanya aja yang sama dengan gadis Bu ?” tanyaku.

“Itu sih harus dibuktikannya di atas ranjang .... hihihiii ... sttt ... Asep ada hubungan sama adikku ? “ tanyanya setengah berbisik.

“Ya hubungan murid sama mantan guru aja Bu, “ sahutku perlahan juga.

“Maksudku ada hubungan itu gak ? Hubungan birahi .... “

“Gak ada Bu. “

“Kirain kalian ada hubungan rahasia. “

Nah ... di sinilah mungkin salah satu kelebihanku. Melihat sikap dan mendengar kata - katanya, aku merasa ada celah yang bisa dimanfaatkan. Maka aku menyahut, “Kalau hubungan rahasia sama Ibu sih mau ... “

“Yesss ... “ dia malah mengangkat jempolnya. Lalu ia berkata setengah berbisik, “Dia jangan sampai tau ya. “

Bu Aryati mengatakan hal itu sambil menunjuk ke dalam, mungkin ke arah toilet.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Kemudian kulihat Bu Aryati mengeluarkan handphone dari saku dasternya. “Minta nomor hapenya dong, “ katanya.

Aku menjawabnya dengan mengeluarkan secarik kartu namaku dan menyerahkannya kepada Bu Aryati. “Di situ ada alamat hotel dan nomor hapeku Bu, “ ucapku ketika Bu Aryati sedang memperhatikan kartu namaku yang baru diterimanya.

“Iya, nanti kita main WA aja ya, “ katanya sambil memasukkan kembali hape ke dalam saku dasternya. Kartu namaku juga dimasukkan ke dalam saku dasternya.

“Iya Bu. “

“Nanti setelah mengantarkan adikku, bisa ke sini lagi gak ?”

“Bisa, tapi mungkin sudah malam, karena aku juga mau menengok Ayah di kampung Bu. “

“Ya udah kalau gitu kita lanjutin ngobrolnya lewat WA ya. “

“Iya Bu. Nanti pada WA pertama, cantumkan nama Ibu, biar aku tau. “

“Sttt ... “ Bu Aryati menyimpan telunjuk di depan bibirnya, sambil memberi isyarat bahwa adiknya sudah akan muncul.

Tak lama kemudian Bu Aryati muncul lagi. Sambil bertanya, “Gimana ? Ada bisnisnya yang bisa nyambung Sep ? Teh Yati ini pinter usaha sendiri lho. “

“Usaha kecil - kecilan, “ sambung Bu Aryati.

“Ya bisa diatur - atur nanti, “ ucapku, “Yang rutin suka dilakukan oleh pemasok sih kain seprai dan sarung bantal Bu. Tapi seprainya hanya seprai putih, lengkap dengan sarung bantal dan bantal guling. “

“Kalau hanya kain seprai putih sih bisa supply deh. Tapi mungkin kainnya harus yang memenuhi syarat. “

“Asal sesuai dengan yang sudah dipakai di hotelku Bu. Nanti deh, kalau ada waktu kita bincang - bincang lagi, “ kataku yang sudah mendapatkan kedipan mata dari Bu Arini, sebagai isyarat sudah waktunya meninggalkan rumah Bu Aryati.

Bu Aryati memang berpamitan kepada kakaknya. Lalu mereka cipika cipiki.

Beberapa saat kemudian, Bu Arini sudah berada di dalam mobilku kembali, yang sudah kutujukan ke arah kampung Bu Arini yang merupakan kampungku juga.

Rumah Bu Arini jurusannya berbeda dengan rumah Ima. Kalau rumah Ima melewati depan pasar, sedangkan rumah Bu Arini tidak berbelok ke arah pasar. Melainkan lurus terus, kemudian belok ke kanan.

“Ibu akan kenalin sama Nuke ya, “ kata Bu Arini setelah sedan hitamku sudah dekat ke rumahnya, “Nanti Asep bisa pilih mau yang mana ? Kalau ingin yang usianya di bawah Asep, mendingan sama Nuke seriusannya. Kalau ingin yang lebih tua, ya sama kakakku itu. “

Dalam detik - detik seperti itu masih sempat aku berkata, “Aku sih yang utamanya Bu Arini sendiri. Yang lain - lainnya mungkin prioritas kedua saja. “

“Iya, ibu siap jadi kekasih rahasiamu. Tapi kalau kamu ingin hubungan yang serius dan terbuka, ya itu tadi jalannya. Pilih kakakku atau adikku. Soal hubungan kita berdua tetap jalan, tapi secara rahasia. Jangan sampai saudara - saudaraku tau. “

Tak lama kemudian sedan hitamku tiba di pelataran depan rumah Bu Arini.

Di situ pula mobilku kuhentikan dan kumatikan mesinnya. Lalu turun dari mobil dan mengikuti langkah Bu Arini menuju teras depan. Dan diminta langsung masuk ke dalam rumahnya yang tertata rapi meski bukan barang - barang mahal yang diletakkan di ruang tamu itu.

Aku pun dipersilakan duduk di kursi jati model baru dengan bantalan - bantalan berwarna coklat tua, nyaris mirip warna kayu jatinya.

Bu Arini langsung masuk ke dalam.

Agak lama Bu Arini di dalam. Lalu muncul lagi dengan pakaian yang sudah diganti, jadi mengenakan daster mahal yang kubelikan dari kota kemaren.

“Tunggu sebentar ya. Barusan Nuke lagi tidur. Ibu suruh mandi dulu sebelum dikenalkan padamu nanti, “ kata Bu Arini sambil menepuk bahuku.

Aku cuma tersenyum datar.

Padahal aku sedang membayangkan wajah kakaknya yang bernama Aryati itu ... ! Entah kenapa, meski wajah Bu Aryati tidak secantik Bu Arini, aku yakin bahwa kakak Bu Arini itu punya sesuatu yang istimewa di dalam dirinya.

Ketika Bu Arini masuk lagi ke dalam, aku bahkan memegang handphoneku yang lampunya berkedip - kedip tanpa bunyi karena memang sedang di-silent. Ada WA masuk. Kubuka, ternyata dari Bu Aryati. Isinya : Pulangnya mampir dulu ya. Udah malam juga gak apa - apa. Aryati

Ada lagi WA dari Bu Aryati yang masuk: Dirimu memancarkan pesona yang menggetarkan batinku. Mungkinkah aku bisa memilikimu malam ini ?

Aku tertunduk dengan batin bergelut. Sampai akhirnya kubalas singkat : Iya

Lalu Bu Arini muncul lagi. Kali ini bersama seorang cewek belia yang memang cantik. Membawa secangkikr kopi di atas sebuah baki. Dan meletakkannya di atas meja kecil depan kursi yang kududuki.

“Ini adik ibu yang diceritakan tadi, “ kata Bu Arini, “Kenalan dulu dong. “

Aku pun mengulurkan tangan, lalu berjabatan tangan dengan adik Bu Arini itu.

“Nuke. “

“Asep. “

Cewek bernama Nuke itu duduk di samping kakaknya.

“Nuke ini kuliah di akademi sekretaris. Kalau kuliahnya sudah selesai, bisakah Asep merekrutnya ?” tanya Bu Arini.

“Bisa, “ sahutku sambil menatap cewek bernama Nuke itu, “Mau kerja di hotel apa di pabrik garment ? ”

Nuke tersenyum dan menyahut singkat, “Di pabrik aja. “

“Kenapa gak milih di hotel ?” tanya Bu Arini kepada adiknya.

“Kata orang sih kalau cewek kerja di hotel, banyak resikonya ... banyak negatifnya, “ sahut Nuke.

“Memang benar, “ ucapku, “kalau cewek kerja di hotel, segala kemungkinan bisa terjadi. Tapi bagaimana ceweknya itu sendiri sih. Kalau bisa menjaga diri, aman - aman aja. “

Nuke mengangguk - angguk.

Lalu kami bertiga ngobrol ke barat ke timur, selama lebih dari setengah jam.

Kemudian aku pamitan pulang, ketika hari sudah mulai malam.

“Padahal nginep di sini juga gak apa - apa Sep. Ada kamar kosong kok, “ kata Bu Arini.

“Terima kasih, “ sahutku, “Lain kali aja Bu. “



Beberapa saat kemudian aku sudah berada di dalam mobilku kembali. Kemudian aku memutar arah, menuju jalan meninggalkan kampungku. Lalu sambil nyetir kupijat nomor Bu Aryati. Handphone kuletakkan di dalam sakuku, earphone wireless kupasang di telingaku. Dan :

“Hallo Sep ... udah menuju pulang ?”

“Iya. Ibu mau nyuguhin apa sih sampai serius banget gitu ?”

“Apa pun yang Asep mau akan kusuguhkan. “

“Hahahaaa ... serius nih ? Nanti kalau aku minta disuguhin yang satu itu gimana ?”

“Yang di sebelah mana ?”

“Yang di antara kedua kaki ibu ... maaf ... “

“Iya akan kuhidangkan buat Asep. “

“Terima kasih. Tapi sebaiknya sekarang Bu Yati dandan dulu. Aku akan membawa Ibu ke hotelku. Bersedia ?”

“Di rumahku juga aman Sep. “

“Susah parkir mobil Bu. Kalau nginep di rumah Ibu, takutnya mobilku keserempet mobil lain. “

“Ogitu. Ya udah. Aku mau dandan dulu ya. “

“Iya. Berdandanlah seseksi mungkin. “

“Hihiihii ... iya, iyaaa ... “

Setelah hubungan seluler ditutup aku tersenyum sendiri di belakang setir mobilku. Suatu kemenangan baru sudah akan kurenggut kembali. Kemenangan yang tidak membutuhkan perjuangan berat. Cukup dengan komunikasi yang baik saja senjatanya.

Di depan SPBU, aku membelokkan sedan hitamku, untuk mengisi pertamax yang sudah di bawah garis 25%. Di SPBU itu pula aku bergegas masuk ke toilet, karena sudah kebelet pipis yang kutahan - tahan sejak tadi.

Lalu kujalankan kembali mobilku di jalan raya, di tengah kegelapan malam yang dinginnya terasa menusuk.

Sebelum tiba di depan rumah Bu Aryati, kunyalakan signlamp sebelah kanan, kemudian mobilku menyebrang ke kanan, sampai mepet ke bahu jalan. Dan berhenti di depan rumah Bu Aryati.

Ternyata Bu Aryati sudah berdiri di depan rumahnya, mengenakan gaun span hitam yang ada belahan di kanan kirinya, sambil menjinjing tas kecil. Dan bergegas menghampiriku.

“Awas ... liat liat ke belakang Bu, “ seruku ketika Bu Aryati melangkah ke depan mobilku, lalu berjalan ke pintu depan sebelah kiri yang sudah kubukakan dari belakang setirku.

Setelah Bu Aryati masuk dan duduk di sebelah kiriku, belahan di sebelah kanannya memamerkan paha mulusnya. Meski tidak seputih adiknya, gila ... baru melihat pahanya saja “adek”ku langsung bangun.

“Malem - malem gini enaknya kita ngapain ya ?” tanya Bu Aryati setelah memasang seat belt.

“Ibu maunya ngapain ?” aku balik bertanya sambil menyebrangkan mobilku ke kiri, lalju melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya menuju kotaku.

“Ngapain juga boleh. Asalkan yang anget - anget. Hihihihiiii .... “

“Kebayang ... “

“Kebayang apa ?”

“Kebayang sesuatu yang nikmat sekali ... “

“Hmmm ... aku udah lama sekali gak merasakannya. Makanya begitu melihat Asep, aku langsung ingin merasakannya kembali, “ ucapnya sambil mengelus - elus celana denimku, persis di tempat kontolku bersembunyi.

“Wajah Bu Yati kok gak mirip Bu Arini ya, “ ucapku sambil menurunkan kancing zipperku ke bawah. Karena kelihatannya wanita itu ingin menyembulkan kontolku yang sudah ngaceng ini.

“Aku sama mantan gurumu itu seayah tapi berlainan ibu, “ sahutnya sambil menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. Brrrr ... dia benar - benar ingin memegang dan menyembulkan kontolku.

“Anjiiirrrr ... tititmu panjang sekali Seeep ... ! “ sahutnya sambil mendekatkan wajahnya ke kontolku yang sedang dipegangnya ini.

“Memangnya punya mantan suami ibu gak panjang ?”

“Punya dia sih pendek. Paling juga setengah dari punyamu ini Sep, “ sahutnya sambil menciumi kepala kontolku.

“Jangan diemut Bu ... soalnya aku lagi nyetir ... bahaya ... “

“Kan ini cuman nyiumin ... mmm ... jilatin boleh ?”

“Nanti aja di hotel. Mau ngapain juga boleh. Mmmm ... punya Bu Yati kayak apa sih ?” tanyaku sambil merayapkan tangan kiriku ke paha kanannya yang terbuka lewat belahan gaun spannya.

Bu Aryati melepaskan genggamannya. Lalu menarik tangan kiriku ke balik gaun span hitamnya. Dan menyelinapkan tangan kiriku ke balik celana dalamnya.

Meski sedang nyetir, aku masih sempat menyentuh memeknya yang terasa berjembut lebat.

Belakangan ini aku suka juga pada memek berjembut seperti ini. Karena memek berjembut itu seolah mengandung misteri yang membuatku penasaran.

Hanya sebentar aku menggerayangi memek berjembut itu. Karena Bu Aryati menarik tanganku keluar dari balik celana dalamnya, “Nanti aja di hotel. Kalau meki udah digerayangin, aku suka horny berat. “

“Iya, “ sahutku sambil membetulkan kembali celana dalam dan celana denimku. Karena mobilku sudah mendekati hotelku.

Lalu kubelokkan mobilku ke kanan. Langsung menuju tempat parkir hotelku.

Aku turun dan bergegas menuju pintu depan kiri. Membukakan pintu di samping Bu Aryati.

Meski hari sudah malam, dari tempat parkirku ini bisa melihat kesibukan buruh bangunan yang sedang menggarap bangunan hotel baruku. Dan Bu Aryati bertanya, itu mau dibuat apa ? Aku menjawab singkat, itu akan menjadi hotel baruku kalau sudah dibangun nanti.

Lalu kuajak Bu Aryati memasuki kamat pribadiku. Kamar yang kemaren menyekap adik Bu Aryati selama 3 hari 3 malam.

Tapi di kamar pribadiku ini tidak ada bekas suatu “pergumulan”. Karena karyawan house keeping yang kutugaskan, selalu merapikannya kalau aku sudah meninggalkan kamar pribadiku ini.

“Ini kamar mewah dan lengkap sekali, “ kata Bu Aryati sambil memelukku dari belakang.

“Ini kamar tidak bernomor dan tidak disewakan. Hanya aku yang boleh memakainya,” sahutku.

“Kamar - kamar lain begini juga luas dan lengkapnya ?”

“Nggak. Karena hotel ini masih kelas melati. Tapi kalau hotel yang sedang dibangun itu, bintang empat. Tentu beda fasilitasnya sesuai dengan kelasnya. “

Ketika aku sedang bicara barusan, tangan Bu Aryati mulai beraksi. Meski ia sedang berada di belakangku, tangannya merayapi celana denimku dan berusaha untuk menurunkan kancing zippernya. “Tadi sore aku belum mandi Bu. Jadi aku harus mandi dulu sekarang, “ ucapku.

“Nanti aja mandinya setelah kita main, “ Bu Aryati menarik pinggangku sambil melangkah mundur ke arah bed.

Kalau sudah ada di dalam detik - detik seperti ini, aku tak bisa tidak, selalu mengikuti keinginan paasangan seksualku. Karena itu aku pasrah saja ketika Bu Aryati menelentangkanku di atas bed. Pasrah juga ketika ia menarik celana denim berikut celana dalamku sampai terlepas dari kedua kakiku. Tapi ketika ia akan menangkap kontolku, aku pun menghindar dan menyingkapkan gaun span hitamnya. Lalu dengan sigap kupelorotkan celana dalamnya. Sehingga memek berjembut lebat yang kujamah di dalam mobil tadi, kini terbuka sepenuhnya.

Aku tersenyum sambil menepuk - nepuk memek berjembut lebat ini. Bu Aryati pun tersenyum - senyum sambil melepaskan spandress hitam itu. Sehingga tinggal beha yang masih melekat di tubuh seksinya itu.

Ketika Bu Aryati sedang menanggalkan behanya, aku pun melepaskan baju kausku. Sehingga sesaat kemudian kami jadi sama - sama telanjang bulat.

Dugaanku ternyata benar. Bahwa kalau dibandingkan dengan Bu Arini, memang Bu Arini lebih cantik, kulitnya pun lebih putih. Tapi Bu Aryati lebih seksi, lebih hidup dan menggiurkan. Dengan sepasang toketnya yang gede dan membusung itu, dengan bokong yang tidak segede bokong Bu Arini, tapi bentuknya lebih indah.

Kulit Bu Aryati pun lebih gelap kalau dibandingkan dengan kulit adiknya. Tapi warna kulit yang sawomatang b egitu, malah mengesankan kokoh, mengesankan kuatnya Bu Aryati, termasuk kuatnya dalam berwikwik ria.

Namun aku tak bisa berlama - lama menilati keseksian tubuh swanita berusia 32 tahun itu. Karena ia menyerangku duluan. Menerkamku dengan segala kehangatannya. Membuat nafsu birahiku menggelegak.

Lalu kami bergumul. Saling peluk dan saling remas. Saling kecup dan saling lumat. Dan pada waktu sedang saling lumat inilah aku merasakan bedanya dengan Bu Arini yang bibirnya tipis, sementara Bu Aryati ini bibirnya tebal. Sehingga waktu sadang ssaling lumat, terasa benar bedanya. Terasa benar ketebalan bibirnya yang justru lebih membangkitkan hasrat birahiku.

Sampai pada suatu saat, ketika kontolku mulai diselundupkan ke dalam liang memeknya, terasa juga liang memek Bu Aryati ini lebih legit. Kalau diibaratkan nasi, lebih pulen daripada liang memek Bu Arini.

Awalnya memang Bu Aryati sendiri yang menarik kontolku, lalu membenamkannya ke dalam liang memeknya yang sudah tak sabaran lagi ingin segera dicoblos oleh kontol panjangku.

Dan aku tinggal melanjutkannya. Mendorong kontolku agar lebih jauh tenggelam ke dalam liang memek wanita hitam manis ini.

Tubuh Bu Aryati sampai bergetar - getar ketika aku membenamkan kontolku sampai menyentuh dasar liang memeknya. “Sejak bercerai dengan suamiku, ini adalah pertama kalinya aku bisa merasakannya lagi Sep, “ ucap Bu Aryati sambil memelukku erat - erat.

Dan ketika aku mulai mengayun kontolku, dia menyambutku dengan goyangan yang aduhai ... goyangan yang sangat atraktif, membuat nafasku berdengus - dengus dalam nikmat yang sulit kuucapkan dengan kata - kata belaka.

Yang leas kontolku dimanjakan oleg gesekan - gesekan dengan dinding liang memek Bu Afryati yang pulen itu. Terkadang goyangannya mnembuat kontolku terombang -ambing ke kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah. Sementara kepala kontolku seolah siremas - remas oleh kelwegitan liang memeknya.

Ini kuanggap sebagai persetubuhan paling gila bagiku. Gila ... ya, gila sekali nikmatnya ... membuatku lupa segalanya.

Namun aku tak lupa untuk menikmati sepasang toket gedenya yang masih terasa padat itu. Dengan penuh nafsu, kuremas toket kanannya dan kusedot - sedot pentil toket kirinya. Hal ini membuat geolan pantat bu Aryati semakin menggila. Sehingga kusamburt dengan entotan yang semakin menggila juga.

Pada suatu saat kamik berguling dan tukar posisi. Aku jadi di bawah, Bu Aryati berada di atas perut dan dadaku.

Tidak seperti biasanya, Bui Aryati tidak berlutut sambil mengayun memeknya turun naik. Dalam posisi WOT ini Bu Aryatik tetap merapatkan perutnya ke perutku, namun ia sangat aktif menggeol - geolkan memeknya sehingga kontolku tetap dimanjakan oleh kelegitan liang puki Bu Aryati.

Yang mengagumkan, ketika Bu Aryati mencapai orgasme, hanya sebentar ia keliatan letih dengan tubuh bermandikan keringat. Tapi lalu ia mengangkat bokongnya tinggi - tinggi, sehingga kontolku terlepas dari liang memeknya. Lalu ia melompat ke atas meja makan yang terbuat dari jati tua dan kokoh itu. “Pindah ke sini Sep, “ ajaknya sambil mengusap - usap memek berjembut lebatnya.

Aku menerima tantangannya. Dan untuk pertama kalinya meja makan di kamar pribadiku dibuat untuk arena wikwik.

Lalu sambil berdiri dan memegang sepasang paha mulus berwarna sawomatang itu, aku membenamkan kontolku kembali ke dalam liang memek berjembut lebat itu.

Lalu aku melanjutkannya. Mengentotnya kembali dengan gerakan semakin massive karena liang memek Bu Aryati sudah basah, tapi belum becek.

Mengentot sambil berdiri begini, membuatku bisa mencari cari kelentit Bu Aryati yang ditutupi kerimbunan jembutnya.

Akhirnya kelentit Bu Aryati kutemukan. Maka sambil mengentot liang memeknya aku pun bisa mengelus - elus kelentitnya dengan kedua ujung jempolku secara bergantian.

Desah - desah nafas Bu Aryati pun berubah menjadi rengekan dan rintihan histeris.

“Owhhhhh ....ooooo .... oooooohhhhh ... Aseeeep .... Aseeeeppppp .... ooooooo .... oooooh .... Seeeeepppp ... ini luar biasa enaknya Seeeeep ... oooohhhh ... gak nyangka aku bakal merasakannya lagi ... ooooohhhh ... Aaaaaaaaassseeeeeppppp ... enak sekali Seeeeep ... mainkan terus itilku Seeeep ... iyaaaaa ... itilkuuuu ... itiiiilkuuu .... ooo ... oooooooooohhhh ... ini luar biasaaaa ... kontolmu juga ... panjaaaang sekaliiiiiiiiiiiiiii ... nyundul - nyundul dasafr memekku teruuuuussss ... oooooo ... elus terus itilku Seeeeep ... ooooooooooohhhh ... iyaaaaaa ... iyaaaaa ... iyaaaaa ... itilkuuuu ... itiiillllkuuu .... itttttt ... itilkuuuuu ... iyaaaaa ... iyaaaaa ... “

Badanku mulai bersimbah keringat. Tapi mendengar rintihan - rintihan histeris Bu Aryati itu, aku jadi semakin bersemangat. Untuk mengentot liang memek legit dan pulennya ini.

Kedua tanganku jadi gantian untuk menggesek - gesek itil Bu Aryati. Kalau jari tangan kiriku yang menggesek itilnya, tangan kananku mendapagt sasaran baru. Untuk meremas - remas paha kirinya yang berwarna gelap tapi sangat licin dan enak sekali untuk diusap - usap dan diremas - remas. Lalu kalau jari tangan kananku yang giliran menggesek - gdesek kelentitnya, maka tangan kiriku yang mengusap - usap dan meremas - remas paha kanannya.

Sampai pada suatu saat aku berftanya terengah, “Uuuughhh ... Buuu ... kalau aku mau ngecrot gimana ?”

“Lepasin di luar aja Sep. Belum ada pengaman, “ sahutnya.

“Aku punya pil KB. Gimana ?”

“Ya udah ... oooohhh ... kamu udah mau ngecrot ?”

“Be ... betul Bu ... uuuughhhh ... “

“Ayo barengin Sep. AKu jjuga udah maua lepas lagi ... iyaaaa ... iyaaaaa ... “

Aku memang sudah dekat - dekat ngecrot. Saking legit dan pulennya memek Bu Aryati ini. Untunglah sesaat kemudian Bu Aryati mulai klepek - klepek. Aku pun menggencarkan entotanku seedan mungkin, sambil menggesek - gesek kelentitnya dengan tekanan diperkuat.

Sampai akhirnya sekujur tubuh Bu Aryati mengejang tegang. Aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa mentok dan mendorong dasar .liang memek Bu Aryati. Tanpa menggerakkannya lagi.

Pada saat itulah kurasakan liang memek Bu Aryati mengedut - ngedut kencang, berbarengan dengan mengejut - ngejutnya kontolku yang sedang memuntahkan lendir pejuhku.

Crettttt ... crooooooooooooooottttt ... creettttt ... crooooooooooooooooottttttttttt ... cretttt ... croooooooooooooooooooootttttcroooooooooottttttt... !
Makasih apdetnya bro @Otta...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd