Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Episode 2



Part 14A



A
ku benar – benar all out menggauli Bu Hasnah malam itu, karena dia pun terasa all out meladeni pelampiasan nafsu birahiku. Malam itu aku masih bisa “nambah” 3 ronde lagi. Sampai Bu Hasnah luar biasa puasnya (menurut pengakuannya).

Setelah sama – sama “kenyang”, malam itu untuk pertama kalinya aku tidur bersama Bu Hasnah, sambil saling berpelukan dalam keadaan sama – sama telanjang pula.

Keesokan paginya, Bu Hasnah menyediakan roti bakar isi smoke beef beberapa gepok, untuk sarapan pagi bersama. Pada waktu sarapan pagi itulah Bu Hasnah berkata, “Aku takkan bisa melupakan semua yang telah terjadi malam tadi, sebagai peristiwa yang paling indah dalam kehidupanku. “

“Aku pun sangat terkesan Bu. Soalnya aku tak menyangka bisa bercinta dengan Ibu yang sangat kusegani di kampus, “ sahutku.

“Ohya ... sebenarnya aku punya simpanan yang lumayan banyak di bank. Uang warisan dari almarhumah ibuku dan uang asuransi atas kematian suamiku almarhum. Sampai sekarang uang itu tak pernah kuganggu. Aku memang ingin punya usaha, supaya jangan terlalu mengandalkan penghasilan sebagai dosen belaka. Kira – kira usaha apa yang patut kujalani Yos ?”

“Disesuaikan dengan modalnya aja Bu, “ sahutku, “ Maaf, boleh aku tau jumlah simpanan Ibu di bank ?”

Bu Hasnah menyebutkan jumlah simpanannya di bank, dalam bentuk euro.

Aku terkejut, karena jumlahnya sangat banyak. Untuk membangun hotel bintang 5 pun cukup ... !

“Itu cukup untuk membangun sebuah hotel five star Bu. “

“Begitu ya. Mmm ... almarhum ibuku memang orang Portugis. Tapi ayahku sangat fanatik. Kalau aku membangun hotel, bisa marah dia. Karena buat ayahku, hotel itu terbiasa dijadikan tempat maksiat. “

“Memang gak bisa disangkal kalau hotel itu sudah biasa dijadikan tempat maksiat. Tapi mau bagaimana lagi ? Sejak dahulu kan hotel biasa dijadikan tempat orang berselingkuh atau kencan dengan cewek BO dan sebagainya. “

“Makanya itu, ayahku pasti takkan setuju kalau aku punya hotel. “

“Kalau Ibu suka, bikin pabrik garment juga bisa besar pabriknya. Tapi untuk sementara ini aku hanya punya pengalaman dalam pakaian muslim dan muslimah, untuk diekspor ke timur tengah. “

“Nah ... kalau itu pasti ayahku suka. Terutama karena produksinya busana muslim dan muslimah. Cocok itu ... ! Ayahku pasti mendukung ... ! ”

“Dengan startup capital segitu gedenya, Ibu bisa membuat pabrik yang besar Bu. “

“Bisa survey ke salah satu pabrikmu ?”

“Bisa. “

“Sekarang bisa gak ? Soalnya hari ini aku giliran ngajar nanti sore. Jadi ada waktu luang sampai jam dua siang. “

“Oke ... akan kubawa Ibu ke salah satu pabrikku. “

“Apa gak ganggu waktumu ?”

“Nggak Bu. Santai aja. “

“Oh iya, aku lupa. Yosef kan big boss. Yosef bisa main golf atau jalan – jalan ke luar negeri, sementara perusahaan tetap berjalan sebagaimana mestinya. “

“Hehehee ... kalau menurut teori leadership memang begitu Bu. “

Tiba – tiba handphone Bu Hasnah berdering. Bu Hasnah cepat mengambil dan memperhatikan layar hapenya. Lalu berbicara di dekat hapenya, “Hallo Mam ... iyaaa ... iyaaaa ... gak apa – apa. Aku di rumah Mam ... iyaaaaa ... “

Aku tidak tahu dengan siapa Bu Hasnah. Yang jelas setelah selesai menerima call itu Bu Hasnah berkata, “Ibu tiriku mau datang. Mau mengembalikan mobilku yang dipinjam olehnya. “

“Kalau gitu apa kehadiranku mengganggu nanti ?” tanyaku.

“Nggak ah. Nanti aku akan mengenalkan Yosef sebagai mahasiswaku, karena memang Yosef masih mahasiswaku kan ? “

“Disebut mahasiswa Ibu boleh. DIsebut kekasih Ibu juga boleh. “

“Hihihiiii ... kekasih gelap. “

“Sebentar ... yang mau datang itu ibu tiri Bu Hasnah ?”

“Iya. Setelah ibuku meninggal ayahku menikah lagi dengan chinese mualaf. Umurnya malah lebih muda lima tahun dariku. Dia duapuluhlima tahun, aku tigapuluh tahun. “

Aku cuma mengangguk – angguk. Tidak mau menceritakan bahwa aku juga punya ibu tiri 3 orang. Tapi ibu kandungku masih ada, masih segar bugar.

Lalu Bu Hasnah mengajakku pindah ke ruang tamu. Mungkin agar tidak membuat ibu tirinya curiga.

Tak lama kemudian sebuah sedan Jepang yang dirakit di Indonesia, berhenti di depan rumah Bu Hasnah. Lalu tampak seorang wanita muda mengenakan gaun kuning muda, turun dari sedan itu.

Bu Hasnah bangkit dari kursinya menyambut ibu tirinya yang chinese itu. Lalu tampak mereka berpelukan dan cipika – cipiki di dekat pintu depan. Lalu wanita muda itu menoleh padaku. “Ini siapa ?” tanyanya.

“Mahasiswaku Mam, “ sahut Bu Hasnah dengan nada canggung.

Aku pun bangkit dan menjabat tangan wanita itu sambil menyebutkan namaku, “Yosef. “

Wanita chinese itu pun menyebutkan namanya, “Fatima. “

Hmm ... mungkin sebelum menjadi mualaf namanya bukan Fatima. Lalu berganti nama setelah jadi mualaf menjadi Fatima.

“Itu sedan mahal punya siapa ?” tanya Bu Fatima.

“Mobil dia Mam, “ sahut Bu Hasnah sambil menunjuk padaku.

“Wow ... mungkin Yosef ini anak pejabat tinggi ya. Mobil itu kan biasa dipakai pejabat tinggi di seluruh dunia, “ ucap Bu Fatima sambil menatapku dengan bola mata bergoyang perlahan.

“Dia seorang pengusaha besar Mam. Seorang eksekutif muda. Tapi masih menjadi mahasiswaku. “

“Ogitu. Mama mau ih nyobain duduk di dalam mobil mewah itu. Nanti yang mengantarkan mama pulang, Yosef aja ya Has, “ kata Bu Fatima.

“Kami mau ke pabrik punya Yosef dulu Mam. Jadi kalau Mama ingin diantarkan pulangnya, Mama harus ikut aku dulu ke pabrik. Dari pabrik akan kuantarkan mama pulang, lalu aku harus ngajar jam tiga sore nanti, “ kata Bu Hasnah.

“Kalian mau bawa mobil masing – masing kan ?” tanya Bu Fatima.

“Iya. Setelah mengantarkan Mama, aku kan harus ngajar, “ kata Bu Hasnah.

“Kalau gitu dari sini ke pabrik, mama mau nyobain numpang di mobil Yosef aja ya. “

“Iya, bisa Bu, “ sahutku.

“Gak merepotkan Yos ?” tanya Bu Hasnah.

“Nggak. Masa duduk di sebelahku aja merepotkan. “

“Hihihiiii ... Mama ingin nyobain mobil mahal katanya Yos, “ kata Bu Hasnah.

“Iya. Gak apa – apa. Gak merepotkan, “ sahutku. Sementara Bu Fatima cvuma tersenyum – senyum saja.

“Kalau gitu sekarang aja kita berangkat. Mumpung masih rada pagi, “ kata Bu Hasnah.

“Oke, “ aku mengangguk, “Nanti Bu Hasnah ikuti mobilku aja ya. “

“Sip, “ Bu Hasnah mengangguk sambil mengangkat jempolnya.



Beberapa saat kemudian, aku sudah menjalankan mobilku. Ibu tiri Bu Hasnah duduk di samping kiriku.

“Duuuh enaknya duduk di dalam mobil mewah ini ... sampai terasa seperti diam, saking halusnya, “ kata Bu Fatima.

Aku cuma tersenyum.

Tiba – tiba tangan kiriku dipegang oleh Bu Fatima. “Kapan dong ngajak tour pake mobil ini ?” tanyanya.

“Mau dibawa tour ke mana Bu ?” aku balik bertanya.

“Ke mana aja terserah Yosef. “

“Aku sih ke tempat yang sejuk, tenang dan sepi. “

“Mau ... maaauuuu ... ajak aku ke tempat yang romantis deh pokoknya. Tapi jangan sekarang, kalau ketahuan Hasnah kan bahaya. “

Aku ketawa dalam hati. Karena hari ini aku masih lemas, bekas “bertarung” habis – habisan dengan Bu Hasnah tadi malam. “Iya tentu aja Bu Hasnah jangan sampai tau. Kalau dia tau, bisa dibully aku di kampus nanti. “

“Ayahnya Hasnah mau ke Makassar hari Jumat. Nah ... hari Sabtu aja tournya. Gimana ?”

“Sekarang kan hari Rabu. Berarti tiga hari lagi ya, “ gumamku, “Boleh deh. Tapi ketemuannya di mana ? “

“Terserah Yosef. Kita berjumpa di satu tempat aja. “

Lalu aku menyerahkan secarik kartu namaku pada Bu Fatima, “Ibu datang ke hotelku aja. Itu alamat dan nomer hapeku juga ada di situ. “

“Ini hotelmu Yos ?”

“Iya. “

“Wah ... bisa sering aku ke hotelmu nanti. Boleh ?”

“Boleh aja. Asalkan telepon dulu. Karena gak tiap hari aku ada di hotelku. “

Ketika aku melirik ke sebelah kiriku, kulihat belahan gaunnya memamerkan paha pujtih mulusnya. Iiiiih ... gemes juga aku dibuatnya. Ingin meraba – raba paha putih mulusnya itu. Kulihat kaca spion yang di atas dashboard, kulihat mobil Bu Hasnah agak jauh mengikutiku, sehingga aku harus melambatkan larinya mobilku.

Tba – tiba Bu Fatima menarik tangan kiriku dan meletakkannya di atas paha putih mulus itu. Ini jelas “undangan”. Tapi aku harus bersabar, jangan terburu – buru.

“Bu ... nanti tournya ke villaku aja ya, “ kataku sambil memijat paha kanan Bu Fatima perlahan.

“Boleh. Aku justru sedang menginginkan sesuatu, “

“Menginginkan apa Bu ?”

“Ingin hamil, “ sahutnya.

“Maksud Ibu ... ingin agar aku menghamili Ibu ?”

“Iya. Kalau Yosef yang menghamiliku, pasti anaknya tampan sekali seperti Yosef. “

Aku jadi ingat lagi kata – kata Abah. Bahwa aku akan selalu mendapatkan “jatah” yang “sakantet – sakantet”. Seperti sepasang pisang yang setangkai, untuk direbus atau dijual di supermarket dan di tukang buah. Kali ini “sakantet”nya Bu Hasnah dengan ibu tirinya. Hmmmm ... kalau memang sudah suratan takdir harus seperti ini terus, kenapa aku harus menghindarinya ?

“Kalau mau hamil, pertemuannya harus di masa subur Bu. “

“Iya. Hari ini juga sudah masuk masa subur. Baru kemaren bersih. Tapi jelas gak bisa hari ini mah. Takut ketahuan sama Hasnah. Takut ketahuan juga sama ayahnya. “

“Kalau hari ini mulai masuk masa subur, berarti hari Sabtu juga masih masa subur. “

“Iya. Sabar ya. Kita kok langsung akrab gini sih ? Aneh ya ? Mungkin karena Yosef punya daya pesona yang membuatku langsung luluh. Padahal biasanya gak gini. “

“Aku juga punya ibu tiri chinese Bu. Chinese dari Kalbar. “

“Kalau dari Kalbar biasanya orang Kek. Kalau aku kan orang Hoakiao. “

“Iya ... bahasanya juga beda ya. “

“Beda. Kalau orang Kek gak ada itu gopek, goceng dan sebagainya. Gopek itu mereka bilang engpak. Kalau goceng mereka bilang engcien. “

“Iya. Kata jie alias dua, mereka bilang liong. Jauh beda. “

“Betul. Hihiiiihiii. Memangnya ayah Yosef nikah lagi sama orang chinese, karena ibu Yosef meninggal seperti mamanya Hasnah ?”

“Nggak. Ayah sama ibu kandungku bercerai. Lalu nikah lagi sama chinese mualaf itu, “ sahutku dengan tangan sudah tiba di celana dalam Bu Fatima. Ternyata wanita muda itu diam saja.

Bahkan ketika tangan kiriku menyelinap ke balik celana dalamnya, Bu Fatima tetap diam. Padahal aku sudah menyentuh jembut yang lumayan lebat.

Tapi pada saat itu mobilku sudah berbelok ke arah pabrik garmentku. Sehingga cepat kukeluarkan tanganku dari balik celana dalam Bu Fatima.

“Kenapa gak dilanjutkan ? Takut kelihatan sama Hasnah ?” tanya BU Fatima.

“Pabrikku udah deket Bu. Itu tuh ... “ sahutku sambil menunjuk ke arah pabrikku yang sudah dekat.

“Owh ... udah mau nyampe, “ ucap Bu Fatima sambil membetulkan letak gaun kuning mudanya.

“Setelah Ibu berada di rumah, kita lanjutkan di hape ya Bu. Nomorku kan udah ada tuh di kartu namaku. “

“Iya, “ sahut Bu Fatima sambil tersenyum manis. Gila ... senyum itu menggoda sekali rasanya.

Lalu kumasukkan mobilku lewat pintu gerbang yang dijaga oleh 2 orang satpam.

“Selamat siang Big Boss, “ ucap kedua orang satpam itu serempak.

“Siang, “ sahutku sambil mengangguk. “Bu Fina sudah datang ?”

“Sudah Big Boss, “ sahut salah seorang satpam. Lalu aku memasukkan mobilku ke area parkir pabrikku. Mobil Bu Hasnah pun mengikuti mobilku sampai di tempat parkirku.

Pabrikku sudah mengalami pengembangan berkali – kali. Sehingga sekarang jadi luas sekali bangunannya.

Bu Hasnah diantar oleh Bu Fina yang masih jadi dirut di pabrikku. Untuk melihat – lihat setiap bagian yang ada di dalam pabrikku. Sementara Bu Fatima kupersilakan duduk di ruang kerjaku selaku owner pabrik ini. Aku tidak ikut Bu Hasnah berkeliling pabrik, karena capek juga kalau harus mengikutinya. Biarlah Bu Fina yang mengantarkannya, karena hanya dia yang akan mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan Bu Hasnah, mengenai kegiatan pabrik dan segala prospeknya.

“Wah, Yosef bukan hanya muda dan tampan, tapi juga seorang pengusaha besar rupanya, “ kata Bu Fatima sambil tersenyum.

“Mmm ... aku sendiri malah gak merasa jadi pengusaha besar. Karena banyak yang jauh lebih besar daripada diriku Bu. Eh ... nama asli Bu Fatima sebelum jadi mualaf apa ?”

“Mei Hui. Dulu waktu masih kecil mah suka dipanggil Mei Mei, “ sahut Bu Fatima yang saat itu duduk berdampingan denganku di atas sofa.

“Terus jadi mualaf menjelang nikah sama ayahnya Bu Hasnah ?”

“Nggak. Sejak umur limabelas juga udah jadi mualaf, “ sahutnya yang diikuti dengan melingkarkan lengan kanannya di leherku. Lalu mencium dan melumat bibirku ... !

Aku cukup kaget, karena tak menyangka akan mendapat “serangan” menadak itu. Tapi aku pun tahu bahwa saat itu hanya aku berdua dengannya yang berada di dalam ruang kerjaku. Sementara Bu Hasnah pasti lama diajak berkelilingnya oleh Bu Fina. Sehingga aku berani membalas lumatannya dengan lumatan pula. Bahkan kali ini tanganku langsung menyelinap ke balik gaun kuning itu, langsung menuju celana dalam dan langsung menyelinap ke balik celana dalamnya.

Meski memek Bu Fatima berjembut lebat, aku berhasil menyelinapkan jari tengahku ke dalam celahnya yang licin dan hangat.

“Mmmm ... gemes, pengen masukin si otong ke dalam yang anget – anget ini ... “ gumamku.

“Sabar ya, “ Bu Fatima mengusap – usap rambutku, “Hari Sabtu akan kuserahkan semuanya. “

Meski nafsu sedalam lautan, aku harus mengontrol diriku sendiri. Karena kalau ketahuan oleh Bu Hasnah, entah apa yang bakal terjadi. Karena itu kukeluarkan lagi tanganku dari balik celana dalam Bu Fatima alias Mei Hui itu.

“Mendingan ikutin Hasnah gih. Biar dia jangan curiga, “ kata Bu Fatima.

“Ibu gak apa – apa ditinggal sendirian di sini ?” tanyaku.

“Gak apa – apa. Kan di sini cuma duduk manis. “

“Nanti sebentar laqgi juga ada yang nganterin minuman dan cemilan, “ kataku sambil bangkit berdiri, lalu melangkah ke luar ruang kerjaku.

Sebelum menyusul Bu Hasnah, aku mampir dulu di kantin. Hanya untuk menyuruh mereka mengirim makanan dan minuman ke ruang kerjaku. Lalu kususul Bu Hasnah yang kata Bu Fina sedang berada di bagian produksi tekstil (setelah aku meng-call dirut pabrikku itu). Bagian yang belum lama ini dimulai, supaya tidak lagi mengandalkan tekstil buatan perusahaan lain.

Sesaat kemudian aku sudah berada di belakang Bu Hasnah yang tampak serius memperhatikan cara kerja mesin – mesin di bagian produksi tekstil. Sementara Bu Fina sedang berbicara dengan manager produksi di sudut utara sana.

“Bagaimana ?” tanyaku sambil menepuk bokong Bu Hasnah yang saat itu mengenakan celana corduroy biru tua dengan blouse biru muda.

Bu Hasnah menoleh dan menyahut, “Nanti setelah ngajar aku akan nelepon ya. Eh ... Mama ke mana ?”

“Dia nunggu di ruang kerjaku. “

“Ditinggal sendirian ?”

“Ruang kerjaku kan bukan kandang hantu. Dia bisa duduk manis di sana, gak usah ikut – ikutan keliling pabrik. “

“Mmm ... kesimpulannya, aku tertarik pada bisnis garment ini. Tapi aku hanya mau tanam investasi aja. Gak mau repot mengurusi ini – itu. Bagaimana ?”

“Begini aja. Aku punya pabrik yang baru selesai dibangun. Pabrik itu akan kujual pada Ibu. Soal apa dan siapa yang akan mengurus pabrik itu, serahkan aja padaku. Nanti bisa angkat direktur baru di sana. Ibu cukup duduk manis aja sambil ... “ kataku yang kulanjutkan dengan bisikan, “sambil pacaran ssama aku. “

“Hihihiii ... kirain ada masalah apa sampai bisik – bisik segala, “ sahut Bu Hasnah, “Terus emangnya aku gak bisa menginvest danaku di pabrik ini ?”

“Takut ribut di kemudian hari Bu. Kalau kutuntun Ibu untuk memiliki pabrik baru yang seratus persen punya Ibu, pasti takkan ada konflik apa pun. “

“Ya udah. Nanti kita bicara by phone setelah aku selesai ngajar ya. Sekarang aku mau nganterin Mama pulang dulu, kemudian ngasih kuliah. By the way Yosef gak ada kuliah hari ini ?”

“Nggak ada, “ aku menggeleng, “kalau besok pagi ada Bu. “

“Ya udah ini sudah jam satu. Waktuku sudah habis. Nanti kita bahas by phone aja ya. “

“Oke Bu. “

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di dalam mobilku, sendirian. Bu Fatima sudah berada di dalam mobil anak tirinya yang usianya lebih tua darinya.

Setibanya di rumah, aku merasa beruntung ketika Mamah Ling “laporan” bahwa ia sedang datang bulan. Karena seandainya sedang bersih, aku takkan bisa menggaulinya.

Tapi Mamah Ling menyiapkan bermacam – macam masakannya sendiri, untuk makan malamku. Dan semuanya lezat. Yang kusukai dari masakan Mamah Ling adalah rasa hormatnya pada agama yang kuanut. Sehingga makanan yang dibuatnya halal semua, Lagipula Mamah Ling tidak makan daging hewan berkaki empat. Jadi tak mungkin dia mau memasak daging “sapi pendek”.

Dan yang kusukai pada Mamah Ling lagi, adalah bahwa dia merestui jika Hua menjadi mualaf. Hal ini membesarkan hatiku.

Sehabis makan malam, aku tidak tidur sekamar dengan Mamah Ling, karena mamahnya Hua itu sedang merah.

Pada saat aku rebahan di kamarku, terdengar bunyi ringtone WA masuk, Tadinya kupikir dari Bu Hasnah. Tapi ternyata dari ibu tirinya. Kubaca WA dari Bu Fatima itu :

– Ada kabar gembira. Dia mempercepat keberangkatannya jadi besok pagi. Jadi siangnya aku akan datang ke hotelmu. Boleh ? –

– Oke. Besok jam 10 pagi aku sudah ada di sana –

– Asyik –

– Hapus lagi chatnya ya. Biar jangan terbaca oleh dia –

– Iya. Sampai ketemu besok –

Setelah meletakkan hape di dekat bantal, aku mau tidur tadinya. Tapi hapeku malah berdenting ... tiiiing ... !

Dari Bu Hasnah. Lalu :

“Selamat malam Bu Dosen. “

“Jelek ah main formal – formalan gitu. Emangnya di kampus ?”

“Ogitu ... baiklah Beib. “

“Hihihiiii ... enak juga dipanggil beib sama cowok yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku. By the way, usulmu itu aku setuju. Emangnya pabrik baru itu udah siap aktif ?”

“Udah siap. Bangunannya sudah selesai, mesin – mesin udah dipasang, ijin – ijin sudah turun. Tinggal merekrut pegawai aja. Kalau mau pakai bendera lain, ya harus ngurus ijin – ijin baru lagi. “

“Gak usah pakai bendera baru segala. Aku kan gak punya PT. Tapi nanti yang memimpin perusahaannya siapa ?”

“Sudah ada. Sekarang dia jadi manager operasional di pabrikku. Nanti dia bisa diangkat menjadi dirut di pabrik baru itu. “

“Berarti aku harus membayar bangunan pabrik beserta tanahnya, lalu mesin – mesin dan sebagainya. Lalu apa yang harus kubayar lagi nanti ? Bahan – bahan produksi ? “

“Aaaah ... gampang soal itu sih. Nanti kita bicarakan secara santai. “

“Oke. Aku ngantuk sekali. Take care Honey. Good night. “

“Have a nice dream babe. Good night. “

Setelah hubungan seluluer dengan Bu Hasnah ditutup, aku benar – benar merebahkan diri di atas bed. Sambil memeluk bantal guling. Dan tidur dengan nyenyaknya.



Keesokan harinya, sebelum jam 10 pagi, aku sudah naik lift menuju lantai 5 hotelku. Setibanya di lantai 5, aku melangkah ke depan pintu kamar paling sudut, kamar bernomor 501. Kamar ini tidak pernah disewakan, kecuali kalau sedang full dan membutuhkan sekali kamar, barulah kamar ini kuijinkan untuk dipakai oleh tamu. Tentu saja front office meminta ijin dulu padaku. Karena kamar ini kusediakan untuk tamu – tamu pribadiku, entah famili atau teman.

Aku sudah terlalu sering menggunakan kamar pribadiku untuk “keperluan khusus” dengan mangsa – mangsaku. Maka kali ini aku ingin suasana baru, untuk menerima Bu Fatima di kamar di lantai tertinggi ini (karena hotelku hanya 5 lantai).

Jam 10 lebih sedikit, hapeku sudah berdenting ... tiiiiiiing ... !

Bu Fatima yang call. Lalu :

“Iya Bu. Jadi mau ke hotel ?”

“Ini udah ada di depan hotel Yos. “

“Sebut aja namaku di front office. Nanti minta diantar ke kamar lima kosong satu. Aku sudah menunggu. “

“Iya. “

Tak lama kemudian pintu diketuk. Kubuka dan kulihat seorang bellboy mengantarkan Bu Fatima. “Selamat pagi Big Boss. Ini ada tamu, “ kata bell boy itu dengan sikap sangat sopan.

“Iya, makasih, “ sahutku yang lalu mengajak Bu Fatima masuk ke dalam kamar bernomor 501 ini.

Begitu pintu kututupkan kembali, Bu Fatima yang saat itu mengenakan gaun hitam yang sangat seksi, langsung memelukku. Aku pun menyambutnya dengan mencium bibirnya dalam kehangatan birahiku.

Makasih apdetnya bro @Otta...
 
Gak sabar nunggu aksi binalnya bu fatima nih huu,,, apalagi kalo ada aksi threesome nya sama bu hasna 😁, gass cepak cepak ceplok ceplok jederrrrr
 
Makin asyik mengikuti thread istimewa ini.
Ganti cewek, ganti suasana. Mungkin takkan ada
habisnya, kecuali kalau Asep al Yosef sudah tua.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd