Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 16


Azka keluar kamar kosnya, dirinya terkejut melihat dua bodyguard setia Syifa yang datang.

"Ngapain?"

"Disuruh Non Syifa buat bawa kamu ke mobil!" Jawab salah satu bodyguard.

"Iya ngapain?"

"Ikut saja! Gak perlu banyak tanya! Sudah ditunggu Non Syifa di mobil. Katanya soal kerjaan!"

"Non Syifa gak ada banyak waktu, soalnya habis pulang kuliah dia langsung shooting dan gak bakal ke cafe nanti malam."

Mendengar itu, Azka akhirnya berjalan bersama dua bodyguard menuju mobil yang terparkir di depan gang.

"Mau kemana Az? Tumben pake mobil, gak minta diantar mamang lagi?" Sapa tukang ojek yang selalu mangkal di depan gang.

"Lain kali aja bang! Saya dijemput temen"

"Temen? Kok serem gitu ya, mana gede gede lagi badannya" Batin mang ojek yang bergidik melihatnya.

Satu bodyguard membukakan pintu depan untuk Azka.

"Kok di depan?" Tanya Azka yang tak dihiraukan bodyguard.

Lalu melihat Syifa yang sedang duduk di kemudi.

"Buruan masuk" pekik Syifa dari dalam mobil tanpa memandang ke arah Azka.

Azka pun masuk dan duduk di sebelah Syifa yang memegang setir.

Setelah melihat Azka menutup pintunya, Syifa menginjak pedal gas.

"Kenapa mereka ditinggal?" Tanya Azka yang merasa heran kedua bodyguard setianya ditinggal.

"Jangan ajak ngomong gue dulu! Sebelum lo jelasin kenapa semalam lo gak masuk kerja?" Kata Syifa yang sejak tadi enggan menatap wajah Azka.

"Gue ada urusan!" Jawab Azka.

"Tapi kenapa handphone lo dimatiin? Apa karena udah dapet gaji? Terus elo seneng-seneng karena belum pernah dapet duit sebanyak itu? Gue pikir lo profesional, tapi taunya otak aja yang pinter, profesional kagak!"

"Berhenti!" Bentak Azka dengan emosi.

Moodnya belum stabil sejak kepalanya dihantam oleh geng macan kumbang yang telah menculiknya kemarin.

Syifa terbelalak mendengar bentakan Azka. Dan baru menyadari bahwa kepala Azka terbalut kain kasa, terlihat rembesan darah di kasa tersebut.

Syifa langsung menepikan mobilnya lalu berhenti.

"Kepala lo kenapa?" tanya Syifa yang kini nadanya terdengar khawatir.

Azka hendak membuka pintu namun Syifa masih menguncinya.

"Buka!" pinta Azka.

"Gue gak bakal buka kuncinya kalau lo gak jelasin ke gue! Elo abis digebukin orang? Apa karena ini juga lo gak masuk kuliah dan kerja? Udah dibawa ke dokter belum?!"

Syifa hendak memeriksa kepala Azka tapi Azka langsung menangkap pergelangan tangan Syifa.

"Gue gak kenapa-napa" ucap Azka.

Syifa tersadar karena nalurinya mendadak keluar begitu saja, hingga tangannya tidak tahan untuk memeriksa luka di kepala Azka.

Syifa bergegas melepas tangannya, "Jangan salah sangka!" ucap Syifa salah tingkah.

"Gue hanya memastikan aja, itu luka di kepala lo serius atau bohongan! Lain kali kalo ada apa-apa, lo kasih tahu gue biar gue nggak mikir negatif ke lo!"

Syifa kembali melajukan mobilnya. Azka terheran karena Syifa tidak mau menurunkannya.

"Kok malah jalan lagi?"

"Lo kan belum jelasin kenapa kepala lo bisa terluka begitu?" Kata Syifa

"Sekarang lo jelasin ke gue"

"Bukan urusan lu!" sahut Azka.

"Kalo urusan kerjaan, baru gue bakal jawab semua pertanyaan lo!"

"Heh! Lo itu karyawan gue! Gue perlu tahu juga dong, karena bakal berhubungan dengan pekerjaan lo ke depannya! Apa lo mabok di diskotik terus gangguin pacar orang dan lo digebukin sama pacarnya di sana?"

Azka mendecak lidah.

"Gue gak doyan minum dan gue gak suka ganggu pacar orang!"

Syifa malah tidak membelokan mobilnya ke kiri ke arah jalur kampusnya, justru mengambil jalur kanan.

"Kok malah ke kanan? Kampus kan ke kiri?"

Syifa tidak menjawab pertanyaan Azka.

"Gue mau lo bawa ke mana?" tanya Azka lagi.

Syifa tetap diam, ternyata Syifa membawanya ke Klinik.

Azka mengerutkan keningnya saat tahu Syifa memarkirkan mobilnya di depan Klinik.

"Ngapain ke sini?"

"Luka lo harus diobatin! Kalau elo biarin diobatin pake obat rumahan aja dan gak diperiksa sama sekali oleh dokter, nanti bisa infeksi dan lo gak tahu apa di kepala elo itu ada luka delem atau nggak! Gue gak mau apa yang udah elo mulai di cafe gue mendadak gak dilanjut, hanya karena elo kenapa-napa. Dan jangan mikir macam-macam, ini gue lakuin karena elo pegawai gue!"

"Tapi gue harus kuliah! Kemaren gue gak sempet izin!" protes Azka.

"Udah gue izinin sama Kepala Jurusan dan lo aman!" jawab Syifa.

"Dan buat hari ini juga lo bakal aman kalo gak masuk juga! Karena kemaren gue bilang elo sakit! Dan jangan salah sangka, ini gue lakuin karena elo karyawan gue dan gue gak mau disalahin pihak kampus karena udah ngerekrut elo jadi karyawan gue yang seharusnya lo fokus kuliah!"

Azka terbelalak, "Perasaan karyawan elo yang lain gak digini-giniin amat?"

Syifa terkejut, "Kalo elo gak mau yaudah! Kita ke kampus sekarang! Jangan kegeeran, ya?!"

Tak mau berdebat lagi, Azka meminta Syifa membukakan kunci pintunya.

Setelah mode lock doornya terbuka, Azka segera turun dan berjalan sendiri masuk ke lobby klinik tersebut

"Heh! Kok bos lo ditinggal sih?" kesal Syifa lalu bergegas menyusul Azka yang sudah menghilang ke dalam klinik.

Setelah cukup lama, akhirnya Azka keluar dari ruang dokter sambil membawa kantong khusus dari klinik yang berisi segala macam obat-obatan. Luka di kepalanya sudah ditangani pihak klinik.

Syifa langsung berdiri saat melihat Azka keluar.

"Kok obatnya banyak banget? Apa ini? Segala ada cream wajah lagi!" Gerutu Azka mengecek satu persatu obat yang diberikan oleh dokter.

Yang tanpa sepengetahuan Azka, bahwa Syifa diam-diam meminta dokter untuk menyertakan juga cream kecantikan wajah.

"Yang luka kan kepala? Kenapa jadi merembet ke wajah sih? Emang seribet ini ya?"

Syifa tertawa mendengar kepolosan Azka.

"Itu yang buat wajah namanya skincare!!"

Tadi sengaja gue suruh dokter buat sekalian periksa juga jenis kulit lo apa dan cocoknya pake perawatan apa, biar wajah lo kinclong!" Terang Syifa.

"Dan lo wajib rutin ke sini karena lo udah gue daftarin jadi member!"

Azka terbelalak, "Lo jebak gue?! Dan lo mau suruh gue pake bedak kayak artis-artis korea itu? Kagaaak!"

Azka menyerahkan skincare itu pada Syifa.

Syifa melotot ke arah Azka.

"Otak lo emang cerdas! Tapi urusan penampilan, gue juaranya!" tegas Syifa.

"Segala alasan mau ngobatin kepala gue!" Ketus Azka sambil memalingkan wajahnya karena kesal telah dijebak Syifa.

Syifa terkekeh, "Berenang sambil minum air! Lagian gak cream kecantikan semua kok, ada obat buat luka kepala juga kan?!"

"Dengerin gue! Kampus Arjawinangun itu dibuat untuk melahirkan calon-calon direktur di masa depan! Dan seorang pebisnis, bukan cuman otak aja yang harus digunakan, tapi penampilan juga penting!"

"Suatu saat nanti elo bakal ketemu sama klien-klien penting yang akan mendukung perusahaan elo! Hal pertama untuk meyakinkan mereka adalah dengan penampilan! Kalo wajah lo buluk, bagaimana mereka yakin buat invest ke perusahaan elo kalo elonya aja kayak orang susah! Kalo elo udah dinilai orang susah, berarti elo dinilai gak bisa makmurin perusahaan elo sendiri karena buat ngerawat diri aja gak becus!"

Penjelasan Syifa yang saklek itu membuat Azka benar-benar mati kutu, dan hendak berjalan menuju kasir.

"Udah gue bayar!" ujar Syifa.

"Gue udah ada duit, ngapain dibayarin?"

"Emangnya gratis? Enak aja! Bakal gue potong dari gaji lo bulan depan! Mau potong langsung atau dicicil juga terserah sih" jawab Syifa.

Azka menghela napas dan karena malas berdebat dia pun akhirnya pergi meninggalkan Syifa menuju mobil.

Syifa tersenyum bisa mengalahkan Azka, meski dengan sedikit trik, benar-benar dirinya merasa puas. Lalu Syifa bergegas menyusul Azka.

Saat mereka sudah berada di dalam mobil, Azka menoleh ke Syifa.

"Gue harus ke kampus" Kata Azka.

"Kan tadi gue udah jelasin, bahwa lo udah gue izinin ke kepala jurusan dan lo jangan dulu kuliah sampai bener-bener sembuh"

"Gak perlu! Meski begini gue masih bisa ngikutin mata kuliah!"

"Lo gak denger tadi apa kata dokter? Luka di kepala lo harus diistirahatkan dulu biar gak ganggu saraf di otak elo. Elu mau pusing-pusing, mual-mual terus amnesia?"

"Tau darimana lu? Kan elu diluar tadi?".

"Dokter Lina whatsapp gue" Jawab Syifa.

"Dan ingat, gue ngomong gini bukan karena gue khawatir dan peduli sama kesehatan lo, tapi karena elo karyawan gue! Kalau elo sakit, siapa yang mau ngurus cafe gue dengan modal yang udah gue keluarin sebanyak itu?"

Azka kembali menghela nafas lalu mengalihkan pandangannya ke kaca jendela. Kali ini dia semakin terkejut ketika menyadari Syifa telah membawanya ke sebuah toko pakaian"

"Lo mau minta gue nemenin lo beli baju?" Azka terheran.

"Gue ini bukan bodyguard lo dan meskipun gue kerja di cafe lo, jangan anggap gue pembantu! Lo gak ada hak buat nyuruh-nyuruh gue selain kerjaan cafe."

"Bukan buat gue, tapi buat elo!" Kata Syifa yang membuat Azka melongo beberapa detik.

"Gue gak perlu beli pakaian baru! Pakaian gue masih banyak!"

"Lo itu udah kerja, udah dapet gaji pertama di tempat gue! Saatnya lo ganti pakaian lo di kosan yang buluk itu dengan yang baru dan enak buat dipandang mata! Biar elo gak semakin diremehkan di kampus!"

"Gue nggak peduli dengan omongan orang-orang!"

"Tapi ini penting buat lo! Seperti yang udah gue jelasin tadi di klinik! Biar lo terlatih berpenampilan menarik! Gak perlu beli banyak, walau sedikit pakaian yang elo pakai itu berkualitas dan lo gak akan kelihatan udik lagi!" Papar Syifa yang membuat Azka menelan ludah.

"Sialan! Gue dibilang udik!" Batin Azka.

Azka berpikir, apa yang disarankan Syifa ada benarnya. Toh sekarang dia sudah kerja, yang penting tidak berlebihan dan berpura-pura kaya saja, pikir Azka.

Keduanya keluar dari mobil. Syifa langsung menarik tangan Azka memasuki toko pakaian langganannya.

Azka heran melihat keberanian Syifa menarik tangannya, sementara di kampus saja dia melarang bisa empat mata dengannya.

Supervisor dan pramuniaga di toko itu langsung menyambut dengan ramah ketika melihat Syifa datang.

Sementara para pengunjung langsung heboh melihat kedatangan artis Syifa Hadju.

Security di toko itu langsung sigap melindungi Syifa dari para pengunjungnya.

"Tolong carikan pakaian yang cocok untuknya" pinta Syifa.

"Baik, Mbak" Supervisor itu mengerti apa yang diminta Syifa.

Dengan segera supervisor itu langsung mengajak Azka

ke gerai khusus pakaian lelaki. Supervisor yang mengerti pakaian apa saja yang pantas untuk Azka hanya dengan melihat warna kulit dan postur tubuhnya itu langsung menunjukkan koleksi pakaian terbaik di tokonya pada Azka.

"Mas nya ini tinggi dan cocok jadi model!" puji Supervisor.

Azka diam saja, dia tahu supervisornya itu sedang menggunakan strategi marketingnya.

"Nah, kalau pakai pakaian dari koleksi merek ternama ini, artis-artis lokal di tv bakal lewat!"

"Pilihkan saja yang cocok buat saya, Mbak" tegas Azka yang malah mendengarkan segala strategi marketingnya itu.

Supervisor langsung sigap memilihkan berbagai koleksi di tokonya yang pantas buat Azka.

Tak lama kemudian, seorang lelaki berambut klimis memasuki toko pakaian tersebut. Para pengunjung tampak semakin heboh melihat kedatangan artis pria yang kerap menjadi lawan main Syifa di film.

Artis pria itu bernama Jonathan, cowok blasteran Indo Korea itu tersenyum sambil melambaikan tangannya pada para pengunjung yang datang.

Di sisi lain Syifa terkejut melihat kedatangannya. Karena di media, mereka sudah lama digosipkan sudah berpacaran.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Syifa heran.

"Ya, mau lihat-lihat koleksi pakaian terbaru lah!" jawab Jonathan.

"Lo sendiri ngapain?"

"Gue lagi nemenin manager cafe gue beli baju"

jawab Syifa.

Jonathan mengernyit, "Hello, seorang Syifa nemenin manager cafenya sendiri beli baju?"

"Emang kenapa? Masalah buat elo? Dia lagi kena musibah dan terpaksa gue anterin ke klinik biar dia bisa ngurusin cafe gue lagi. Dan gue nemenin dia ke sini karena kebetulan juga mau cari koleksi pakaian terbaru" jawab Syifa.

Jonathan menoleh ke dalam sana. Melihat Supervisor di toko itu sedang menunjukkan sepasang sepatu pada Azka. Jonathan yakin pria itulah yang dibicarakan Syifa.

Jonathan menatap Azka dengan pandangan cemburu.

"Jangan-jangan..." bisik Jonathan.

"Jangan-jangan kenapa? Lo kira gue pacaran sama dia? Sorry ya! Elo aja gak level sama gue, apalagi dia!" Kesal Syifa yang lalu bergegas pergi menuju Azka yang bersama Supervisor itu.

"Udah selesai, Bu?" tanya Syifa pada Supervisornya.

"Udah! Barang-barangnya sedang dibungkus, Mbak!"

Syifa langsung mengeluarkan kartu kreditnya ke Supervisor, "Tolong antarkan semua belanjaan nya ke mobil, juga kartu kreditnya kalau sudah selesai. Saya mau nunggu di mobil saja."

"Baik, Mbak."

Syifa mengajak Azka keluar dari toko itu. Jonathan menatap wajah Azka dengan pandangan tidak suka saat keduanya berpapasan, lalu keluar dari toko itu. Jonathan langsung menghubungi seseorang.

"Tolong cari tahu siapa yang menjadi manager di cafe milik Syifa" Perintah Jonathan lalu mematikan dan memasukkan handphone-nya ke dalam saku.

Azka yang sudah duduk menunggu di dalam mobil itu tampak heran.

"Tadi itu…" celetuk Azka.

"Sumpah gue gak pacaran sama dia" sela Syifa.

"ltu siasat manajemen kita saja biar terus-terusan di up di media dan biar makin terkenal."

Azka terbelalak, "Settingan?"

"Ya iyalah! Mana mungkin gue suka sama dia! Meski dia blasteran indo korea, selera gue tinggi!"

"Kenapa elu buka rahasia? Padahal gue tadi cuman mau tanya, pria tadi kenapa dikrebutin? Ternyata dia artis juga pantas saja.!"

Syifa menepuk jidatnya.

"Lo gak khawatir kalau ada ngefoto kita? Terus dijadikan berita gosip yang nggak-nggak? Di kampus aja lo ngehindar dari gue"

"Ngapain gue khawatir? Kecuali lo itu ganteng, kinclong dan pakaiannya menarik, baru bisa digosipin sama netizen! Kalo elo buluk kayak gini mah… palingan mereka nilainya gue lagi sama bodyguard dekil gue!"

"Sialan!" Batin Azka geram.

Tak berapa lama, supervisor datang bersama tiga pramuniaganya membawakan belanjaan, lalu menyimpan belanjaan tersebut di bagasi mobil.

"Inget ya, nanti dicicil bayarnya!" Kata Syifa sesaat setelah supervisor sudah mengembalikan kartu kredit milik Syifa.

"Bayar sekarang juga bisa kok!" Kata Azka.

"Total semuanya 25 juta! Emangnya bisa?!!!"

Azka melongo mendengarnya, "25 juta?!"

"Lagi-lagi elu ngejebak gue, sialan!!" Gerutu Azka membuat Syifa tersenyum sambil melajukan mobilnya.

-----------------------------------

Diruang kerjanya, Dirga sedang menandatangani berkas-berkas penting. Ditengah kesibukannya itu, handphonenya berdering.

"Bagaimana? Sudah dapat petunjuk soal anak itu?"

"Sepertinya anak yang bernama Azka itu benar anak yang sedang bapak cari."

Suripto menceritakan perihal cctv saat Azka disekap, saat Azka menyebut nama Dirga sebagai orang yang menyuruh anak buahnya (geng macan kumbang) menculiknya.

"Sebagian anak buah saya (macan kumbang berkhianat), mereka justru membebaskan anak itu, Pak".

Dirga berpikiran bahwa Azka menyebut nama Dirga saat penyekapan dikarenakan dirinya telah membuat Azka emosi yang telah merusak handphone nya. Tapi Dirga juga bingung, kenapa sebagian anak buah Suripto justru membebaskannya?

"Apa yang membuat kamu yakin bahwa anak itu adalah orang yang selama ini aku cari?"

"Saya mendapatkan kiriman flashdisk yang berisikan video penculikan anak itu, di video itu juga ada ancaman agar tidak mengganggu anak itu lagi atau videonya akan diserahkan pada polisi."

"Apa?!!" Siapa yang mengirimkan flashdisk itu?!"

"Awalnya saya menduga bahwa anak itu sendiri yang mengirimkan flashdisk, tapi itu sangat mustahil karena anak itu saja sedang ditargetkan oleh kita untuk diculik malam itu."

"Pasti ada orang lain dibelakang anak itu yang diam-diam mengawasi."

"Setelah saya cari tahu, ternyata yang mengawasi anak itu adalah Kelompok Naga Sembilan. Ketika saya periksa, anak itu sudah terdaftar untuk mendapat perlindungan eksklusif dari Kelompok Naga Sembilan. Terhitung hari ini, mereka akan berada di sekitar anak itu secara diam-diam tanpa diketahui anak itu sendiri."

Dirga terkejut mendengarnya.

"Naga Sembilan? Kenapa anak itu sampai dapat perlindungan dari musuh utamaku?" Geram Dirga.

"Inilah yang membuat kami yakin bahwa anak itu adalah anak yang sedang Bapak cari-cari selama ini. Mungkin mendiang Pak Santanu yang sudah mengetahui keberadaan anak itu dan orang-orang di belakangnya sengaja melindunginya dengan membayar mahal Kelompok Naga Sembilan, Pak."

Dirga mengamuk, menyingkirkan segala benda di atas meja dengan penuh amarah, hingga berhamburan jatuh ke lantai dan sebagian ada juga yang pecah mengotori lantai.

"Hari ini juga, kirim para bodyguard terbaik untuk menyerang anak itu" Titah Dirga.

"Tapi jangan di lingkungan kampus tempat anak itu kuliah! Tunggulah saat dia keluar dari kampus saja."

"Kalian kalahkan kelompok naga sembilan itu, lalu tangkap satu anggotanya dan bawa ke hadapanku! Aku ingin bertanya banyak hal pada mereka tentang alasan naga sembilan melindungi anak itu!"

"Ba... baik, Pak!"

Dirga langsung menyimpan handphone-nya dengan kesal.

"Jika benar kamu adalah anak kandung kakakku. Dan kebenarannya terbukti, aku akan melenyapkanmu!!" Gumam Dirga

-------------------------------

Saat luka kepalanya sudah kering, Azka kembali masuk kampus.

Tiba di lorong menuju kelasnya, mahasiswi-mahasiswi yang berpapasan dengannya tampak tercengang melihat penampilan Azka yang berbeda dari biasanya.

Hari ini rambutnya tampak rapih. Azka mengenakan kemeja dan celana jeans mahal serta menggunakan sepatu bermerk. Wajahnya juga sudah tampak bersih dan tidak terlihat seperti anak kampung lagi.

Azka heran melihat teman-teman kuliahnya melihatnya dengan tatapan aneh. Dia mencoba tidak peduli dan terus saja melangkah menuju kelas sambil menggendong tas di punggungnya.

"Itu beneran Azka?" bisik salah satu mahasiswi pada teman di sebelahnya.

"lya, itu Azka"

"Kok sekarang kelihatan gantengan, ya?"

"Aslinya sih emang ganteng. Kemaren-kemaren karena kucel aja gantengnya jadi ilang."

"Kok dia mendadak berubah, sih?"

"Mungkin udah jengah kali dihina terus sama anak-anak kampus di sini."

Dua mahasiswi itu pun tertawa. Azka yang mendengar itu hanya menghela napas. Sekarang dia tahu kenapa teman-teman kuliahnya tadi menatapnya dengan tatap aneh. Dan sekarang dia baru menyadari apa yang dikatakan Syifa memanglah benar.

Meski Azka risih dan tidak nyaman dengan perubahannya itu, tapi menurutnya apa yang dikatakan Syifa bahwa dia harus bisa berpenampilan menarik ada untungnya juga untuk tidak diremehkan.

Syifa sendiri yang sejak tadi sudah duduk di kelasnya tampak tercengang melihat perubahan Azka. Dirinya tidak percaya Azka akan terlihat semenarik itu setelah dia merubah penampilannya dan mulai merawat dirinya.

Azkal menjadi canggung lalu duduk di kursinya dengan kaku. Syifa menoleh pada Azka sambil tersenyum senang.

Saat Azka menyadari Syifa sedang menatap dirinya, langsung mengangkat kedua jempolnya bersama alisnya yang naik turun.

Azka berpura-pura tidak melihat lalu mengeluarkan buku di dalam tasnya. Seketika Syifa menjadi manyun, lalu ikut mengeluarkan buku-bukunya juga karena dosen yang akan mengajarkan mata kuliahnya di hari itu sudah masuk.

Dan pada saat jam pulang kuliah, Azka bergegas mengemasi buku-bukunya ke dalam tas lalu melangkah keluar. Tangan Syifa yang sedang memegang tas menghadangnya.

Azka mengernyit lalu menatap Syifa.

"Minggir!" pinta Azka.

"Bawain tas gue ke mobil!" Pinta Syifa.

Beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang baru mau keluar kelas tampak heran melihatnya.

"Lo kira gue pembantu lo? Suruh aja bodyguard lo!"

"Bodyguard gue udah gak di izinin pihak kampus buat dibawa ke kampus!" jawab Syifa dengan kesal.

"Ya kalau gitu bawa aja sendiri! Dasar anak manja!"

Azka langsung berjalan meninggalkan Syifa.

Syifa kesal melihat sikap Azka yang dianggapnya tidak tahu terima kasih itu. Syifa pun bergegas mengejar Azka keluar dengan emosi.

"Heh, bocah Tengil! Tunggu!!!"

Azka tidak menghiraukan panggilan Syifa tadi, yang ternyata terus saja mengejarnya.

"Bocah Tengil! Tungguuu!"

Karena dipanggil dengan panggilan bocah tengil, membuat Azka kesal dan berhenti melangkah. Menatap Syifa yang berjalan kesusahan dengan sepatu hak tingginya.

"Gue udah bilang kan, kalo di kampus, lo itu bukan siapa-siapa gue! Gue emang kerja sama lo, tapi bukan berarti lo bisa seenaknya nyuruh-nyuruh gue di luar kerjaan!" tegas Azka.

"Gue bukan nyuruh lo! Tapi gue minta tolong buat bawain tas gue karena gue mau ngajak lo makan siang bareng!" kesal Syifa.

"Emang seberat apa tas lu? Ampe gue juga yang harus bawain? Elu udah gede dan gak usah manja!!"

Syifa menginjak lantai karena kesal dibilang manja.

"Jangan buruk sangka dulu! Gue mau ngajakin makan siang bareng karena mau ngomongin soal cafe! Gue punya rencana buka cabang di wilayah Bogor!"

"Oke! Kalo itu gue ada waktu" jawab Azka.

Tapi tolong jangan panggil gue dengan panggilan bocah tengil! Gue punya nama!"

"Emang lo Tengil!" Kata Syifa.

"Gue Azka! Bukan tengil!"

"Menurut KKBI, tengil itu artinya nyebelin! Suka bikin kesel orang karena sikap dan perilakunya! Dan elo itu pantes dipanggil tengil ya karena elo nyebelin dan keras kepala!" Terang Syifa.

Azka menghela napas.

"Yaudah, sekarang gue sibuk! Kalau mau bahas soal cafe, tunggu pas gue masuk kerja!" Kesal Azka.

Syifa menjadi kesal, "Tadi bilang lo ada waktu! Elo masih punya hutang ke gue dua puluh lima juta. Mau gak hutang lo lunas kalau cabang cafe yang bakal gue buat di Bogor juga sukses kayak cafe yang lo urus sekarang?"

Langkah Azka terhenti mendengar itu. Dia pun berbalik dan kembali berjalan mendekati Syifa.

"Jadi sudah diakui sukses nih?" tanya Azka.

"Belum! Baru aja mau dua bulan! Nilai sukses atau gak itu setelah enam bulan, sesuai perjanjian di awal!" jawab Syifa.

"Kalau gitu kenapa mau bikin cabang lagi?"

"Yaudah kalau gak mau bantuin!" kesal Syifa.

"Beneran hutang gue bakal lunas kalo gue juga bisa bikin sukses cabang cafe lo selanjutnya?"

"Ya, lihat dulu! Siapa tahu cabangnya nanti gagal? Bisa aja kan? Dan cafe pertama belum bisa dinilai sukses juga kok."

Azka menghela napas.

"Kalau elu gak mau kebakar, ya gak usah lagak-lagak main api!"

"Gue ngutang juga karena dijebak elo! Mana mau gue belanja sebanyak itu!"

Wajah Syifa memberengut, "Dijebak? Yang ada gue bantu elo!!! Biar lo bisa berpenampilan menarik kayak sekarang! Kalo nggak mau ya udah! Gue urus sendiri aja cafe gue!"

Syifa berjalan menuju parkiran tempat mobilnya diparkir.

Azka pada akhirnya mengejar Syifa "Ya udah gue bantuin!"

"Bawain dulu tas gue!"

"Ogah!"

"Kalo ogah, yaudah gak usah!"

Azka langsung merebut kunci mobil ditangan Syifa, berjalan cepat menuju parkiran mobil. Syifa terkejut dibuatnya.

"Lo mau bawa kabur mobil gue? Emang lu bisa nyetir?"

"Kenapa… heran lu? Gue udah bisa nyetir sejak umur lima belas tahun. Saat gue umur segitu mungkin elu masih minum susu di botol!"

Syifa mendengus mendengar ejekan Azka.

"Gue hidup keras di jalanan, kalau gak bisa ngapa-ngapain gue gak bisa makan!"

"Gak percaya gue kalau elo bisa nyetir!" Sungut Syifa.

"Gue ini pernah jadi supir mobil bak yang nganterin bahan-bahan pokok ke toko-toko pelanggannya bos gue!"

Syifa melepas sepatu hak tingginya lalu berlari mengejar Azka dengan kesal.

Mobil melaju di hamparan jalan, kini Azka yang menyetir mobil Syifa.

Azka menoleh melihat Syifa yang cemberut di sebelahnya.

"Emangnya mau makan siang di mana?" tanya Azka heran yang sedari tadi Syifa belum memberitahukan tujuan mereka ke mana.

"Masuk tol dulu!" jawab Syifa.

"Masuk tol? Emang mau ke mana?"

"Makan siangnya di wilayah Bogor aja! Sekalian survei tempat cafe barunya nanti" jawab Syifa.

"Oke!"

Selama melewati jalanan tol, Syifa malah tertidur di sebelah Azka. Matanya yang tampak sedikit menghitam sepertinya semalaman dia habis begadang karena shooting.

Azka tampak kasihan padanya. Dia tahu selama ini Syifa sangat bekerja keras untuk bisa sampai di titik sekarang.

Azka pun sebenarnya salut padanya, yang sudah memiliki popularitas tinggi tapi masih peduli pada pendidikannya.

Selama ini Azka sebal atas sikap angkuh dan sombongnya, namun setelah dia dekat dengannya karena terlibat untuk mengembangkan cafe-nya, kini Azka jadi tahu bagaimana Syifa aslinya.

Gadis itu sangat baik hati di matanya. Kalau tidak, mana mungkin dia peduli akan kesehatannya, biasanya di luar sana, kebanyakan pimpinan tidak peduli apapun soal karyawannya mau sakit atau apa yang penting harus kerja.

Saat mobil itu keluar dari jalan tol dan sudah memasuki wilayah Bogor, tiba-tiba tiga mobil sedan hitam keluar dari jalanan kecil lalu mengikuti mereka dari belakang.

Tak lama kemudian berdatangan lagi sepuluh motor yang ikut membuntuti.

Azka membangunkan Syifa.

"Kita udah di Bogor"

Syifa membuka GPS lalu menempelkan handphone nya di dashboard.

"Lo ikutin aja maps nya" Kata Syifa lalu kembali memejamkan mata.

Daerah yang akan mereka kunjungi adalah daerah Batu Tulis.

Azka masih memperhatikan tiga mobil sedan dan sepuluh motor yang terus membuntutinya.

Padahal dirinya telah menggunakan jalanan lain yang berbeda dengan maps untuk memastikan apakah benar mereka mengikutinya atau tidak.

Ternyata mereka mengikutinya kemana dirinya pergi. Azka mulai khawatir bahwa mereka adalah komplotan Dirga.

Tanpa pilihan lain Azka pun ngebut hingga membuat Syifa terbangun.

"Jangan ngebut-ngebut!" Pekik Syifa yang panik.

"Di belakang ada yang ngikutin kita sejak tadi" jawab Azka.

"Gue harus kelabui mereka. Biar mereka kehilangan jejak!"

Syifa jadi panik, "Mereka siapa?"

Syifa menoleh kebelakang, dia terbelalak melihat tiga mobil sedan mengikutinya dari belakang, juga sepuluh pemotor yang mengenakan jaket hitam yang sama dan warna sepatu yang sama pula.

Syifa semakin panik, "Mereka itu siapa sih?"

"Gue gak tahu! Lo pasang erat-erat sabuk pengamannya, karena gue mau nambah kecepatan lagi!"

"Jangan! Kita bisa kecelakaan dan perawatan mobil gue mahal!"

Seketika terdengar suara tembakan di belakang sana.

"Menunduk!" teriak Azka pada Syifa.

Syifa pun menunduk dengan paniknya.

Azka semakin dalam menginjak pedal gas nya. Tak lama dua pemotor kini sudah mengapit mobilnya dan menatap ke arah Azka.

"Berhenti lo!" teriak Salah satu pemotor.

Azka kian ngebut bersamaan dengan teriakan panik Syifa.

Syifa tak berhenti teriak saat Azka berhasil melewati satu persatu kendaraan di hadapannya.

"AAAAAAH!"

Jeritan Syifa saat Azka hampir saja bertabrakan dengan mobil yang berlawanan arah dari arah depan, karena Azka mengambil jalur yang salah. Untung saja Azka segera berbelok hingga kini berada di jalur yang seharusnya.

Kalau tidak, mereka akan tabrakan dahsyat dengan kendaraan tadi.

"Tenang Syifa! Lo jangan khawatir!" pinta Azka.

Syifa menangis kejer.

"Gimana gue gak khawatir kalau kita ini sedang dikejar-kejar kayak gini?! Belum lagi mereka bawa senjata! Gue bisa mati!!"

"Lo gak bakal mati selama ada gue!"

Seketika terdengar lagi suara tembakan di belakang sana. Syifa kian panik dan semakin terisak.

"Cari jalan lain! Jangan sampai kita terkena tembakannya!"

Azka membelokan mobilnya ke jalanan agak kecil yang akan menuju perkampungan di wilayah Bogor.

Ternyata di belakang mereka tiga mobil sedan dan para pemotor itu sudah semakin mendekat.

"Mereka udah pada deket! Buruan kabur!" Teriak Syifa.

Tiba-tiba dari arah depan datang sebuah mobil sedan bersama dua puluh pemotor yang mengenakan jaket hitam juga. Untungnya mereka tidak menghalangi jalan Azka.

Tak lama dari itu, terdengar suara tembakan bertubi-tubi di belakang mereka. Ternyata saat Azka melihat ke kaca spion, mobil sedan dan dua puluh pemotor yang berpapasan tadi sedang saling baku tembak dengan tiga mobil dan sepuluh motor yang mengejarnya tadi.

Azka terheran-heran, siapa mereka? Kenapa mereka membantunya?

"Buruan! Buruan!!!" teriak Syifa.

Azka meninggalkan dua kelompok kubu yang saling baku tembak di belakang sana. Kini mobilnya sudah kian menjauh dari mereka dan sudah memasuki pedesaan yang kian menanjak di kaki Gunung Salak.

"Berhenti dulu! Gue mau muntah!" teriak Syifa.

Azka melihat ada sebuah rumah di sebelah kiri dan itu satu-satunya rumah yang terlihat, sementara di sisi kiri dan kanan jalan adalah hutan.

Azka memutuskan berbelok ke halaman rumah itu lalue menghentikan mobilnya di sana. Syifa bergegas keluar lalu muntah di selokan depan rumah sederhana itu.

Azka bergegas berlari menuju Syifa. Setelah Syifa menyelesaikan muntahnya, lalu dia berdiri menatap Azka dengan kesal.

"Siapa mereka? Kenapa mereka ngejar-ngejar kita?!" teriak Syifa dengan heran bercampur kesal.

"Gue sendiri juga gak tahu!" jawab Azka.

"Lo gak tahu apa gak mau ngasih tahu? Ini ada hubungannya dengan kepala lo yang bocor kan?!"

"Jangan-jangan lo ini anggota pembunuh bayaran kan?" Tuding Syifa kesal.

"Gue gak seperti yang elu kira!" Dengus Azka.

"Kalau gitu jelasin ke gue siapa elo sebenarnya? Gue gak punya musuh! Gak ada yang ngejar-ngejar gue kayak tadi selama ini, apalagi sampai gunain senjata! Lo udah hampir bikin gue mati!!!" teriak Syifa dengan isaknya.

Azka terdiam bingung. Dia tidak mungkin menjelaskan semua masalahnya pada Syifa.

"Gue bener-bener gak tahu. Sekarang kita balik" ajak Azka.

"Di sini kita nggak aman."

"Gue gak mau balik! Gue mau minta manager gue buat nyewa helikopter untuk jemput gue di sini! Dan lo jangan tinggalin gue sampai helikopter datang jemput gue! Sementara kita numpang dulu sama orang rumah itu!" tegas Syifa.

Syifa menjadi semakin kesal saat melihat kaca belakang mobilnya terlihat retak terkena peluru, juga bagian lain di belakang mobilnya tampak penyok.

"Aduuuuh!" Isak Syifa.

"Nanti gue ganti!" Kata Azka.

"Lo gak akan mungkin bisa ganti! Gue punya asuransi!" kesal Syifa lalu berjalan menuju rumah pedesaan itu.

Azka menghela nafas lalu menyusulnya ke sana.

"Gak perlu pake nyewa helikopter segala kali!".

"Kita pulang aja sekarang! Gue jamin bakal aman!"

"Gue gak berani lewat jalanan yang tadi! Kalau mereka nunggu kita gimana?!" langkah Syifa terhenti lalu berbalik badan dengan panik saat melihat mobilnya terlihat dari jalan kecil di depan sana.

"Lo bungkusin mobil gue! Ambil di bagasi biar kalau mereka masih nyari kita, mereka gak akan tahu kita sembunyi di sini! Sekalian turunin koper gue dan bawa ke sini!"

Azka membuang nafas berat lalu terpaksa kembali berjalan menuju mobil untuk menuruti semua perintahnya.

Azka membuka bagasi lalu menurunkan koper milik Syifa yang selalu berada di dalam mobilnya untuk kebutuhan shooting, kemudian Azka membungkus mobilnya.

Azka melihat Syifa sedang berbicara dengan nenek-nenek penghuni rumah itu.

Tak lama kemudian Syifa mengajak Azka masuk ke dalam sana karena dia sudah berhasil meminta izin dengan nenek-nenek itu. Azka pun membawa kopernya menuju rumah tersebut.

--------------------------------------

Dirga yang masih duduk di ruangannya itu terkejut mendengar handphone-nya kembali berbunyi. Dia pun bergegas menggunakannya.

"Bagaimana?" tanya Dirga pada Suripto di seberang sana.

"Anggota kita yang bapak perintahkan membunuh anak itu semuanya mati, Pak! Kelompok Naga Sembilan yang melakukannya.

Dirga geram mendengarnya.

"Kalian memang tidak berguna! Menangkap satu saja anggota naga sembilan tidak becus!!!!"

Dirga langsung memutuskan sambungan teleponnya dengan geram.

"Kenapa Kelompok Naga Sembilan sampai repot turun tangan untuk melindungi anak itu? Siapa anak itu sebenarnya? Kalau memang mereka anak buah Kak Santanu yang meminta kelompok naga sembilan itu, rasanya tidak mungkin! Karena selama ini musuh besar Kak Santanu adalah kelompok naga sembilan itu sendiri.

"Apa Kelompok Naga Sembilan sudah tahu kalau anak itu anak kandung Kak Santanu? Mereka tidak akan mungkin melindunginya, justru akan membunuhnya juga kan?" Pikir Dirga.




Bersambung….


 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd