Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 23


Azka merasa jenuh menunggu Syifa yang tak kelar dandan. Saat pembantu Syifa menghidangkan minum untuk yang kedua kali, Azka meminta izin padanya untuk membawa gelasnya keluar.

“Kalau Syifa cari, katakan padanya aku menunggunya di basement. Minumannya saya bawa ya, Bi?”

Pembantu itu hanya mengangguk tanda mengerti.

Di basement, Azka menghisap rokok untuk sekedar menghilangkan jenuh saat menunggu Syifa yang berdandan

Barulah setelah menghabiskan tiga batang rokok, Syifa terlihat batang hidungnya sambil menenteng tas berwarna merah marun dilengannya.

“Tau begini gue jalan sendiri aja tadi!” Gerutu Azka saat Syifa telah didekatnya.

Syifa mendecak lidahnya dan berkata, “Sudah kodratnya wanita kalo berdandan lama! Dan lo gak boleh protes!”

“Ya udah buruan masuk ke mobil, kita jalan sekarang!” Ajak Azka yang tanpa dia sadari Syifa hanya diam melongo.

“Mobil siapa, Nih? Mewah sekali” Syifa bertanya dalam hati.

"Pak Manopo ngasih lo mobil ini?" Tanya Syifa tak percaya. Dia tau mobil seperti ini hanya dipakai kalangan kelas atas saja karena pajaknya yang sangat tinggi.

"Buruan masuk!" Ajak Azka untuk kedua kali.

Syifa membuka pintu lalu masuk dan duduk di sebelah Azka, "Pak Manopo kan yang ngasih mobil ini ke elo?"

"Bukan! Ini hanya bagian fasilitas kantor, bukan dikasih ke gue!" Jawab Azka.

"Sama aja kali! Tapi biasanya kalo fasilitas kantor gak mungkin dikasih mobil semewah ini. Gue aja mikir dua kali kalo mau beli mobil kek gini” Heran Syifa.

Azka menanggapi, "Emang umumnya dikasih mobil apaan?"

"Ya, paling mobil-mobil kelas menengah!" Jawab Syifa.

Azka menjadi ikut heran.

"Gue juga dikasih rumah mewah banget. Ada kolam renangnya, halamannya luas dan dua lantai pula" Ucap Azka.

Syifa kian terkejut mendengar itu, "Berati Pak Manopo berharap banget sama lo, untuk bisa membangkitkan kembali Restoran Kastara."

Seketika Azka teringat kartu ATM yang diberikan Manopo. Dia ingin memastikan apakah kartu ATM yang dipegangnya itu juga bukan kartu biasa. Dia mengeluarkan kartu ATM sekali lagi dan menunjukkannya ke Syifa dengan jelas, karena tadi Syifa tidak terlalu memperhatikannya saat Azka menunjukkannya di apartemen.

"Kalo ini, kartu ATM kelas apa?" Tanya Azka yang memang tidak tahu akan hal itu.

Syifa meraihnya dan matanya kian terbelalak melihatnya.

"Unlimited?!!" Teriak Syifa tak percaya.

"Maksudnya?"

"Ini kartu kredit khusus buat kalangan kelas super atas. Biaya tahunannya saja lima puluh juta!" Syifa menerangkan.

Azka termangu mendengar itu.

"Apa Pak Manopo salah ngasih kartu kredit, ya?"

"Coba lo telepon dulu" Pinta Syifa yang takut ada masalah kedepannya.

Azka mengiyakan lalu menghubungi Manopo.

"Halo!" Jawab Pak Manopo di seberang sana.

"Maaf, Pak. Saya mau tanya, ini kartu kreditnya benar yang ini yang seharusnya dikasih ke saya? Soalnya ini jenis kartu kredit Unlimited, apa Bapak tidak salah ngasih?" Tanya Azka dengan suara ramah dan penuh hormat.

"lya" Jawab Pak Manopo.

"Itu buat kamu! Dan kamu bebas menggunakannya semaumu."

Mata Azka mengembang mendengarnya.

“Apa ini tidak berlebihan, Pak?”

“Bukankah saya sudah mengatakan, kekayaan intelektual itu tidak ada harga yang pantas untuk membayarnya. Sudah ya, saya sedang sibuk. Saya tunggu hari Senin" Jawab Pak Manopo yang tak ingin berdebat.

"lya, Pak."

Azka menyimpan handphonenya dengan bingung.

"Gimana?" Tanya Syifa.

"Kata Pak Manopo, ini memang kartu kredit buat gue dan gue bebas gunain semau gue" Jawab Azka.

"Hah?!!!!"

Seketika terdengar suara klakson di belakang mobilnya. Dengan bergegas Azka menjalankan mobilnya.

Syifa masih tak percaya dengan semua itu.

"Udah, yang penting gunainnya jangan berlebihan aja" ucap Azka kemudian berkata lagi.

"Yang gue khawatirkan ini adalah jebakan, Fa!"

Syifa mengangguk. Mobil yang mereka kendarai kini melaju di jalanan besar kota Jakarta. Syifa mengajak Azka ke sebuah mall yang tidak jauh dari sana. Dia tahu sebuah butik yang cocok untuk Azka membeli pakaian kantornya yang pas untuk dipakai saat mulai bekerja nanti. Butik yang hanya menjual produk terbatas dan tidak ada duanya.

Saat Azka dan Syifa tiba di butik itu, tiba-tiba Syifa kebelet pipis.

"Lo duluan aja deh, gue mau ke toilet dulu. Lo liat-liat dulu aja ya" Ucap Syifa.

Azka mengiyakan.

Syifa bergegas pergi. Azka masuk lalu mulai memperhatikan koleksi jas, kemeja dan beragam pakaian kantor untuk lelaki yang dipajang di dalam etalase kaca. Saat dia melihat deretan setelan jas yang tampak menawan di matanya, dia terkejut melihat harganya mulai dari lima juta hingga puluhan juta.

"Kayaknya Syifa salah milih tempat deh!" Gumam Azka.

Tak lama kemudian seorang pramuniaga datang mendekatinya.

"Siang, Mas. Mohon maaf sebelumnya, apa Mas sudah menjadi member di butik kami?" Tanya Pramuniaga wanita itu.

"Belum" Jawab Azka.

"Kalau begitu, sebaiknya membuat member dulu agar mendapatkan pelayanan eksklusif dan kami bisa melayani pelanggan dengan langusung mengunjungi rumah pelanggan dan membawa koleksi terbaru kami ke sana" Pramuniaga itu menjelaskan.

"Sebentar ya, ini lagi nunggu teman saya dulu" Balas Azka.

"Baik, Mas."

Tak lama kemudian Syifa datang.

"Oh! Mas Bodyguardnya Mbak Syifa, ya?" Tanya Pramuniaga itu spontan, membuat Azka seketika menelan ludahnya.

Sebelum Azka menjawab, ternyata Syifa lebih dulu bereaksi dengan melototkan matanya kearah pramuniaga itu.

“Dia bukan bodyguard saya, Mbak. Dia ini seorang CEO! Harap sopan kepada pelanggan ya, Mbak!" Tegas Syifa.

Azka pun memberi kode ke Syifa untuk jangan berkata kasar ke pelayan itu. Namun Syifa tidak memperdulikan kode dari Azka barusan.

"Maaf, Mbak. Maaf saya salah" Dengan rasa sesal Pramuniaga itu mengakui kesalahannya.

Tiba-tiba manager butik datang lalu menyambut ramah kedatangan Syifa.

"Maaf atas ketidaknyamanan karyawan saya, Mbak," Ucap manager itu.

Azka menatap manager itu, "Dia gak salah, Bu. Ini kesalahpahaman biasa saja"

Azka menarik tangan Syifa untuk menjauh dari mereka.

"Gak boleh gitu!" Bisik Azka yang membuat Syifa memutar malas bolamatanya.

"Pramuniaga yang tidak menghormati pelanggan, perlu ditegur, Azka!"

"Udah, kasian dianya!”

Syifa pun mengalah, "Yaudah yuk, kita cari pakaian yang bagus-bagus buat lo."

"Tapi lo gak salah bawa gue ke sini?" Bisik Azka lagi.

"Engga kok. Emang kenapa?"

"Harganya mahal-mahal!” Sahut Azka.

Syifa tersenyum, "Elo perlu punya koleksi pakaian kantor dari butik ini, karena lo itu sekarang seorang CEO. Lo harus menunjukkan diri bahwa lo pantes menjadi CEO. Di kantor nanti, lo bukan hanya ketemu Pak Manopo saja, tapi akan ada banyak bawahan lo yang berbagai macam jenisnya. Kita gak tahu mereka bagaimana. Pokoknya jangan sampai lo diomongin dari belakang gara-gara lo terlihat culun."

"Tapi nanti kalo ditanya Pak Manopo gimana?"

"Tadi kan lo udah dengerin sendiri, lo bebas gunain semau lo. Lagi pula ini penting buat lo! Jadi membeli kebutuhan penting itu gak termasuk foya-foya” Terang Syifa lalu menarik lengan Azka untuk segera mencari berbagai macam pakaian yang sesuai dengannya.

Ditengah kesibukan Syifa memilah milih pakaian, Azka mengatakan ingin ke toilet. Tanpa Syifa sadari, sebenarnya Azka mendatangi manager itu lagi dan meminta sesuatu padanya yang membuat manager itu tercengang.

“Carikan saja yang paling bagus dan menurut anda itu ok. Dan untuk barangnya kirimkan langsung ke alamat yang kuberitahu barusan. Jangan katakan apapun saat transaksi pembyaran nanti!” Kata Azka dan kemudian pergi menemui Syifa lagi.

Mereka berdua akhirnya tiba di meja kasir, manager langsung mengambil alih pekerjaanya kasir itu. Syifa mendadak heran melihatnya, dia sendiri tidak pernah diperlakukan seperti itu. Apa karena kartu Unlimited ya? Pikir Syifa.

Syifa merasa heran dan bertanya, “Lo kan belum nyobain? Kenapa udah bayar duluan, bagaimana kalau ukurannya kurang pas?”

Azka menggaruk gatal rambutnya, “Gue lupa, Fa!”

“CEO apaan! Pikun begini!” Dengus Syifa.

Azka meraup wajah Syifa, “Namanya juga lupa, dodol!”

Saat keduanya menuku ruang ganti, Syifa sibuk sedari tadi mengutak atik kalkulator di handphone nya.

“Lu ngitung apaan sih?” Tanya Azka yang merasa heran.

“Ngitung belanjaan lo tadi, kenapa jadi banyak begini? Perasaan gak sampai lebih seratus juta deh! Wah gak beres nih!”

“Udah biarin aja! Kalau memang salah menghitungnya biar nanti gue hubungi managernya!” Kata Azka yang tidak ingin kebenarannya diketahui oleh Syifa.

“Gak salah! Cewe selalu teliti soal belanja!” Gumam Azka dalam hati.

-------------------------------

Dirga sedang menatap replika bangunan apartemen di dalam kotak kaca besar yang gagal dibangunnya di perkampungan Azka itu. Tak lama kemudian Nasution datang dengan wajah ceria.

"Ada kabar bahagia, Pak!” Ucap Nasution.

Dirga menoleh pada Nasution dengan heran.

“Kabar bahagia apa?"

"Kelompok Naga sudah aktif menjaga Bapak!” Lapor Nasution.

Dirga tampak mengembangkan senyumnya mendengar itu.

"Kalau begitu kita akan memulai melanjutkan rencana berikutnya."

"Baik, Pak!" Sahut Nasution.

"Pokoknya apartemen itu harus berdiri di perkampungan itu!" Ucap Dirga

"Dan sekarang tidak akan ada yang berani lagi menghalangiku!".

Nasution mengangguk, Dirga kembali memandangi replika bangunan apartemen di dalam kotak kaca sambil tersenyum puas.

Dipekarangan belakang rumah Rojak, istrinya menatap heran kelakuan suaminya itu. Sejak pagi hingga siang hari, suaminya sibuk berlatih ala militer seorang diri.

Ningsih memegang nampan yang berisi es teh dan makan siang untuk suaminya.

“Istirahat dan makan dulu toh, Pak!” Ajak Ningsih menuju bale-bale.

“Bapak dapat tugas lagi?” Tanya Ningsih yang melihat suaminya mencelupkan tangan di wadah kobokan.

“Apa sebaiknya gak pensiun saja, toh Pak?”

Rojak menjawab, “Apa kamu pikir bapak sudah tua, Bu? Gini-gini senjata bapak masih mampu meluluhlantakkan raja rimba milikmu loh, Bu!”

Kesal mendengar guyonan suaminya itu, tanpa sungkan Ningsih menggetok kepala suaminya dengan sendok.

“Makan saja! Gak usah ngelantur!!” Ningsih menatap tajam suaminya itu dan segera turun dari bale.

Melihat kepergian istrinya, Rojak hanya tersenyum geli.

Ketika akan menyuap nasi kedalam mulutnya, perhatiannya teralihkan pada handphone yang mendadak berdering dan mengangkatnya.

“Hallo, Tuan Naga Tujuh!” Sapa Rojak pada penelponnya itu.

“Ternyata kamu licik juga, Tuan Naga Sembilan!” Balas si penelpon.

“Licik bagaimana?” Rojak sedikit berang.

"Kamu tega merekam perbincanganku denganmu yang membicarakan kebencianku pada Pak Santanu dan anaknya yang bau kencur itu ke pusat. Sekarang aku diminta untuk menjaga Dirga dan kamu dialih tugaskan untuk menjaga anak bau kencur itu!” Geram Naga Tujuh.

Rojak tertawa terpingkal dan berkata, “Sembarangan! Aku tidak pernah merekam yang begituan. Kamu mungkin lupa satu hal, jika pusat mampu menyadap telepon kita. Mungkin itu untuk menjaga marwah organisasi, pusat dengan terpaksa menggantinya!”

“Sekarang aku yang mengucapkan selamat! Selamat untuk menjaga Dirga, tuan naga tujuh! Hahaha…”

“Dan aku hanya mengingatkan saja, kalau anda dan anak buahmu berani senggol Azka! Kamu dan anak buahmu akan berhadapan langsung dengan Kelompok Naga Sembilan. Dan kamu bisa terancam dimusnahkan dari keanggotaan!”

“Sialan kau tua bangka!!” Umpat Tuan Naga Tujuh diseberang sana yang merasa geram dan segera mematikan handphone nya.

Rojak tertawa senang mendengar umpatannya.

"Rasakan! Sekarang tahu kan rasanya menjaga orang yang kita benci?" Gumam Rojak.

Lalu, Rojak menghubungi anak buahnya.

“Bagaimana dengan Target Nomor Satu?" Tanya Rojak dengan nada tegasnya.

"Target Nomor Satu Aman, Tuan Naga Sembilan!" Jawab anak buahnya di seberang sana.

"Sekarang pemuda itu sedang berbelanja di Toko Butik bersama seorang artis ternama dan sudah kami jaga dengan baik di sekitarnya. Untuk saat ini tidak ada ancaman apapun terhadapnya."

Rojak mengernyit, "Siapa artis ternama yang bersamanya itu?"

"Artis itu bernama Syifa Hadju, Tuan Naga Sembilan!”

Rojak kembali bertanya, "Apa dia pacarnya?"

"Kita belum mendapatkan informasi soal itu, sepertinya artis itu tidak berbahaya untuk Target Nomor Satu. Tapi artis itu sepertinya jatuh cinta dengan Target Nomor Satu, kita Tuan."

Rojak terkejut mendengar penafsiran anak buahnya, “Tetap jaga dia dengan baik, dan selalu kabarkan padaku jika ada sesuatu yang mengancam dirinya”.

"Siap, Tuan Naga Sembilan!”

“Dasar kamu itu, Nak! Sekalinya dapat gebetan gak tanggung tanggung langsung artis!” Gumam Rojak sambil menatap lalapan di piring.

Tanpa membuang waktu lagi, Rojak menyantap makan siang yang telah istrinya siapkan sejak tadi.

---------------------------------

Azka keluar dari ruang ganti dengan menggunakan pakaian setelan jas mewah lengkap dengan dasinya. Syifa yang berdiri menunggunya tampak terperangah dan tidak bisa berkata apa-apa melihat level kegantengan Azka makin bertambah saat mengenakannya.

"Gimana?" Tanya Azka.

Syifa masih terperangah dan tidak mendengar Azka bertanya padanya.

"Gimana, Fa?" Tanya Azka untuk kedua kalinya.

Syifa terkejut lalu mendekati Azka.

“Pokoknya nanti kalo ada karyawati lo yang mulai genit dan menggoda elo di kantor Pak Manopo, lo jangan terpengaruh! Biasanya mereka menggunakan cara itu untuk melemahkan lo. Biasanya juga musuh-musuh di kantor bakal manfaatin karyawan yang cantik buat nyari informasi kelemahan lo!” Ucap Syifa dengan mata melototnya.

Azka mengernyit, "Kok jadi ke sana? Gue nanya, ini yang gue pake gimana?" Tanya Azka.

"Lumayan!" Jawab Syifa

"Pokoknya inget pesan gue tadi! Jangan deket-deket sama karyawan perempuan. Cukup sebatas atasan dan bawahan saja!"

Azka menjentik kening Syifa, "Kebanyakan nonton drama korea lo ya?".

"Yaudah, buruan ganti. Abis ini kita makan terus pulang ke rumah lo!"

Azka menatap heran, "Lo mau ke rumah gue? Ngapain?".

"Gue penasaran! Pak Manopo ngasih rumah kayak gimana ke elo."

Azka mengangguk lalu bergegas pergi ke ruang ganti.

Sekelebat Syifa mendadak khawatir, “Mudah-mudahan aja gak ada karyawati cewek yang kepincut!" Gumam Syifa.

“Tapi Azka ganteng banget, Anjir! Gak mungkin gak ada yang kepincut” Syifa menghentak lantai dengan kesal.

Akhirnya keduanya tiba dirumah Azka yang mewah, bersamaan dengan pihak toko yang membawakan pakaian yang dibeli Azka tadi.

Syifa begitu terperangah melihat kemewahan rumah itu.

"Gila! Ini sih berlebihan banget!" Celetuk Syifa yang tak percaya saat berada di ruang tengah rumah itu.

“Elo siapa sebenarnya?” Syifa bertanya dengan tajam.

Azka meraup wajah Syifa dan berkata, “Bangun woi! Ngelindur lu ya?!”

“Tapi ini gak masuk akal, Azka! Terlalu berlebihan!”.

"Gue juga khawatir kalo gue gak bisa mengembalikan kejayaan Restoran Kastara!” Sahut Azka.

Syifa menatap Azka dengan lekat. "Gue percaya lo bisa!” Ucap Syifa memberinya semangat.

“Cayo!!” Syifa mengepalkan tangannya sambil tersenyum manis.

“Cepet banget perubahan moodnya!” Batin Azka.

Kemudian Syifa memperhatikan seisi rumah itu. Entah kenapa melihat seisi rumah itu mendadak dejavu muncul dalam benak Syifa.

"Kok gue berasa pernah masuk ke rumah ini ya?" Tanya Syifa pada dirinya sendiri.

Dia memperhatikan lagi isi rumah itu dengan jelas. Saat melihat ruang tamu, dia terkejut karena ruang tamunya mengingatkannya saat diundang Pak Santanu ke rumahnya dulu. Ya, Syifa saat itu diundang untuk membahas mengenai brand ambassador produk kecantikan yang dikelola oleh perusahaan Nusantara Group.

Syifa memperhatikan sofa ruang tamu itu dengan lekat. Dia ingat pernah duduk di sofa yang itu. Dan dia ingat Pak Santanu duduk di hadapannya.

"Kontrak kamu diperpanjang" Ucap Pak Santanu kala itu.

Syifa sangat terkejut mendengarnya, "Beneran, Pak?"

Pak Santanu mengangguk, "Semua produk kecantikan milik Nusantara Group sekarang menjadi produk terlaris dan sangat diminati kalangan wanita"

"Ini semua berkat kualitas dari produk yang Bapak buat” Sahut Syifa.

Syifa terkejut saat mendengar Azka menegurnya.

"Lo kenapa, malah ngelamun!!”

“Minumannya udah disiapin tuh sama Bi Mayang” Lanjutnya.

Syifa hanya mengangguk, Azka menuju ke ruangan belakang.

Seketika Syifa berpikir, “Perasaan gue aja kali ya? Mungkin ruangannya emang sama kayak ruang tamu rumah Pak Santanu dulu." Gumam Syifa dan bergegas menyusul Azka kebelakang.

Disaat Syifa menemui Azka di teras belakang yang menghadap kolam renang, handphonenya Azka berbunyi.

Azka mengangkatnya sambil menatap Syifa yang duduk sambil meminum jus yang telah disediakan untuknya.

"Gimana, Ri? Lo udah dapet informasi?" Tanya Azka.

"Sepertinya memang ada yang berniat jahat dengan Restoran Kastara, Az!" Jawab Ari di seberang sana

“Banyak dari karyawan Pak Manopo yang menusuknya dari belakang."

Azka penasaran, “Apa yang sudah elu temukan?”

"Ada yang sengaja mengubah resep utama Restoran Kastara, dan resep asli milik Restoran Kastara dibawa oleh seorang Chef yang sengaja resign dari sana, kemudian resep itu sekarang digunakan di Restoran Nusantara, yang sekarang sudah menjadi milik Nusantara Group yang menjadi milik Pak Dirga!” Papar Ari.

Azka terkejut tak percaya mendengar itu, "Lo serius?"

"Bukti-buktinya gue kirim ke email lo, biar lo liat sendiri."

"Oke, makasih banyak ya, Ri!” Lalu Azka menyimpan handphone-nya.

Dia heran kenapa Restoran Kastara harus berhubungan dengan perusahaan Pak Dirga? Dia pun heran kenapa Chef terbaik di Restoran Kastara harus mencuri resep utama milik Restoran Kastara, lalu mengubahnya dan membawanya ke restoran Nusantara?

Azka lalu menggunakan handphone-nya lagi dan memesan semua menu utama dari Restoran Nusantara dan Restoran Kastara di aplikasi online.

Dia ingin mencicipi semua menu dari dua restoran itu dan membandingkan rasanya. Lalu, setelah lama berbincang dengan Syifa di teras belakang yang menghadap kolam renang itu, tiba-tiba Bi Mayang membawakan makanan yang dipesan Azka via aplikasi online dan menghidangkannya di atas meja.

"Tolong pisahkan mana yang dari Restoran Nusantara dan mana yang dari Restoran Kastara!” Pinta Azka pada Bi Mayang.

"Baik, Tuan!”.

Saat Bi Mayang memisahkan kedua makanan itu. Syifa heran dibuatnya.

"Banyak amat? Kan tadi kita sudah makan di mall?"

"Gue pengen tahu aja, perbandingan rasa antara menu Restoran Kastara dengan menu dari Restoran Nusantara. Soalnya banyak menu yang sama dan yang gue pesan ini adalah lima jenis menu yang sama di dua restoran itu" Jawab Azka.

“Emang lo sanggup ngabisin ini semua?”

Azka mendecakan lidahnya, “Cuman nyicipi bukan ngabisin, Fa! Lu pikir perut gue perut paus!”

Syifa terkekeh, senang sekali rasanya bisa menggoda Azka.

"Ayo bantu gue cicipi, menurut lo gimana rasanya antara kedua sate ayam ini” Pinta Azka.

Syifa mengangguk lalu meraih sate dari Restoran Nusantara dan mencicipinya, kemudian meraih sate dari Restoran Kastara kemudian mencicipinya juga.

"Gimana?" Tanya Azka.

"Yang dari Nusantara enak banget, tapi yang dari Kastara kok kayak ada yang kurang, ya? Kayak hambar tapi gak terlalu hambar juga!" Kata Syifa.

Mendengar itu, Azka penasaran dan ikut mencicipinya juga, dan benar apa yang dikatakan Syifa tadi.

"Jangan-jangan emang bener kalo resep utama Restoran Kastara sudah dicuri dan digunakan di Restoran Nusantara" Kata Azka dalam hatinya.

Azka pun meminta Syifa untuk mencicipi menu lainnya bersama dirinya. Saat selesai mencicipi semuanya, Azka menyimpulkan bahwa menu dari Restoran Kastara semuanya terasa ada yang kurang, sementara menu dari Restoran Nusantara sangat memanjakan lidah.

Sekarang Azka semakin yakin kalau apa yang dikatakan Ari memanglah benar adanya.

"Menurut gue, makanan dari Restoran Kastara tidak seenak dari Restoran Nusantara” Kata Syifa menyimpulkan.

Azka seketika penasaran dengan data-data yang dikirim oleh Ari ke emailnya, namun dia tidak dapat mengeceknya saat ini karena masih ada Syifa bersamanya.

Syifa heran melihat Azka yang sepertinya memikirkan sesuatu.

"Gimana menurut lo?"

"Sama dengan pendapat, Lu!” Jawab Azka.

“Apa sebelumnya lo ngerasain kayak gini juga waktu makan di Restoran Kastara?” Lanjut Azka bertanya.

"Tapi waktu itu enak banget kok. Kenapa sekarang jadi lain ya? Apa karena penyebab ini Restoran Kastara jadi sepi” Jawab Syifa.

--------------------------------

Sore harinya, Satpam menerima paketan dan membawanya masuk kedalam rumah.

Bi Mayang bertanya pada Satpam penjaga, “Punya siapa, Bang Jono?”

“Siapa lagi kalau bukan, Tuan Azka! Oh ya Bi, tolong buatkan kopi ya, ngantuk nih!”

“Sama cemilannya juga?” Bi Mayang menawarkan.

“Boleh, Bi! Mantap tuh!!”

Berhubung Azka yang kini sudah tidak lagi bekerja di Cafe Syifa dan mulai kerja di perusahaan Pak Manopo di hari senin. Saat ini Azka bisa sedikit bersantai ria, dia menyibukan diri dengan berenang.

Di Pinggir kolam renang, Bi Mayang memperhatikan Azka yang sedang asik berenang. Setelah dua putaran bolak balik, Azka berhenti di sisi kolam dan melihat keberadaan Bi Mayang.

“Maaf, Tuan. Ada paketan!”

“Dari mana, Bi?”

Bi Mayang menjawab, “Tadi pas bibi baca sih kalo tidak salah dari XXX, tuan!”

“Oh….” Azka ingat itu adalah pesanan yang dia minta pada manager butik kemarin.

Azka keluar dari kolam renang dengan santainya, Bi Mayang yang melihat itu langsung merasakan linglung karena melihat tonjolan dari celana renang Azka.

Azka duduk di kursi sambil menenggak segelas Es Jeruk. Setelah itu dia berkata, “Paketan Itu buat bibi!”

“Eh… buat bibi?” Bi Mayang sadar dari linglungnya seketika.

“Udah duduk sini dan buka isinya!” Kata Azka dengan menggeser duduknya memberi ruang pada Bi Mayang.

Bi Mayang memandang dua dus paketan yang dia letakan di lantai tadi.

“Paketan itu buat, Bibi?” Tunjuknya.

“Ambil, bawa kemari dan buka isinya!” Seru Azka.

Bi Mayang tersenyum dan berlari ringan, dia merasa tersanjung akan pemberian tuan barunya. Sebelumnya dia tidak pernah mendapatkan hadiah apapun dari tuan sebelumnya.

Bi Mayang duduk disebelah Azka dan membuka isinya, matanya seketika memicing memperhatikan satu persatu hadiah yang diberikan Azka padanya.

“Ini apa, Tuan?” Tanya Bi Mayang dengan rasa terkejutnya.

“Seragam kerja!” Jawab Azka santai sambil menyalakan rokok.

Bi Mayang terkejut tak percaya, “Seragam kerja?”

“Tapi kenapa begini tuan?”

Azka bertanya, “Memangnya kenapa, Bi?”

“Ini terlalu memalukan, Tuan!” Jawab Bi Mayang dengan tangan bergetar memegang seragam kerjanya.

Bagaimana bi Mayang tidak gemetar, dus paketan itu berisi pakaian cosplayer, azka sendiri yang meminta manager butik menyediakan pakaian jenis lingerie. Pakaian cosplayer dengan berbagai model seperti, Rabbit, perawat, bajak laut dan renang, berukuran feminim dan transparant.

Merasa dihinakan, Bi Mayang hendak berdiri untuk marah namun bahunya seketika ditekan Azka dengan kuat, membuat pembantunya itu merasakan ketakutan.

“Kau dikirim kemari sebagai mata-mata bukan? Katakan siapa yang menyuruhmu?” Kata Azka dengan mendekatkan wajahnya.

‘Berhubung kau telah masuk ke kandang singa, maka jadilah makanan singa itu sendiri!” Lanjut Azka.

Sebelumnya, Azka telah meminta Ari untuk meretas handphone milik pembantu dan dua orang satpam yang berjaga. Ditemukan bahwa kedua satpam itu bersih, tapi tidak dengan pembantu yang bernama Mayang. Ditemukan isi percakapan whatsapp yang selalu melaporkan keadaan rumah tersebut pada seseorang.

“Katakan siapa yang menyuruhmu?” Bentak Azka dengan mencekik leher pembantunya itu.

“Ba… ba… sar!” Ucapnya dengan kesulitan.

“Apa hubunganmu dengan Basar? Orang suruhan biasa atau apa?” Tanya Azka.

Azka mengendurkan cekikannya, wajah Bi Mayang yang sebelumnya memerah kini berangsur normal.

“Istri siri!” Jawabnya.

“Oh… Menarik! Kini pilihanmu cuman dua! Jadi budakku? atau Mati!” Azka mengancam.

Tak punya pilihan lain, bi Mayang akhirnya menerima menjadi budaknya.

“Bagus! Itu adalah pilihan bijak! Aku akan menjamin akan keselamatan nyawamu dari Basar. Suruh keluargamu pindah rumah secepatnya agar Basar tidak mengganggu keluargamu lagi. Kuberi kau uang dan berikanlah untuk keluargamu agar bisa hidup tenang!”

“Terimakasih tuan, saya berjanji akan menjadi budakmu saat ini. Percayalah saya tidak akan berkhianat pada anda, Tuan! Karena saya sudah lama ingin lepas darinya!”

“Tapi bukan budak biasa!” Kata Azka.

“Maksudnya, Tuan?”

“Budak yang kumaksud adalah Tidak hanya Pembantu tapi urusan ranjang juga!” Kata Azka setelah itu merobek daster yang dikenakan pembantunya hingga terlihat payudaranya yang terbungkus BH berwarna krem.

Bi Mayang sontak menyilangkan lengannya dan tidak mengatakan apa-apa, dirinya hanya mengangguk lemah.

“Berapa jumlah istri Basar?” Tanya Azka setelah melepas Asap dari mulutnya.

“Satu istri sah dan lima istri siri!” Jawabnya.

“Apa semuanya masih muda dan memiliki tubuh semok sepertimu?”

“Istri sah yang paling tua dan berkuasa! Tapi ke empat istri sirinya masih cukup muda, dua orang dibawah dua puluh tiga puluh tahun dan sisanya termasuk aku dibawah empat puluh tahun, tuan!”

“Aku mengerti! Kuberikan tugas pertamamu, ajak ke empat istri basar untuk tinggal disini. Pengaruhi pikiran mereka, katakan padanya aku yang akan menjamin keselamatan keluarga dan biaya hidupnya.”

Bi Mayang mengerti dan dia mengatakan akan melakukan perintah seperti yang Azka minta.

“Dengarkan baik-baik peraturan yang kubuat. Bibi hanya akan memakai pakaian cosplay disaat aku sedang berada dirumah saja. Jika aku berada di luar, pakailah pakain seperti biasanya”

“Tidak usah takut dengan satpam maupun orang luar, akan kupasang alat canggih yang tidak semua orang keluar masuk kerumah dengan bebas.”

“Dan dilarang menggunakan bh dan celana dalam!”

Setelah Azka menjelaskan peraturan itu, handphonenya berdering kembali.

“Ada apa, Ri?”

“Gue udah dapat alat yang lo minta, kapan mau dipasang?”

“Sekarang juga dan gue kirim alamatnya”

“Ok!” Jawab Ari.

Tak lama dari itu, Ari pun datang dan segera memasang alat yang telah dibelinya dari situs black market. Dengan mudah dan cepat Ari memasangnya, karena dia sebelumnya kerap kali memasang untuk para kliennya yang rata-rata dari kalangan pengusaha. Karena alat yang dipasangnya teramat mahal dan tidak diperjualbelikan bebas dipasaran.

Setelah menyelesaikan apa yang diminta Azka, Ari segera pamit pulang, dia ingin menyelesaikan pekerjaan kampusnya yang tertunda. Azka pun mengiyakan tak lupa mengucapkan terimakasih padanya.

Diruang tengah, Azka tengah duduk di sofa sambil menghadap televisi. Meski matanya menonton tapi pikirannya terpecah kemana-mana. Hingga akhirnya sebuah suara menyadarkan dirinya yang tengah melamun itu.

“Tuan! Tuan” Sapa bi Mayang.

Azka mengusap kasar wajahnya sendiri lalu menatap pembantunya itu yang sedang membawakan segelas jus mangga di tangannya.

“Ini jus mangganya, Tuan!”

Azka menenggak ludah melihat penampilan bi Mayang, rupanya apa yang diminta oleh Azka tadi langsung dikerjakannya. Penampilan pembantunya itu terlihat berbeda dari sebelumnya. kini lebih panas dan menggairahkan.

Senyum tersungging dari sudut bibir Azka, menatap pakaian cosplay rabbit yang dipakai pembantunya itu. Dua telinga kelinci tersanggul dikepalanya, pakaian transparan berwarna merah menutupi setengah dadanya hingga sebatas pinggulnya, tak pelak kemaluannya terekspos setengah. Jika dilihat dengan angle yang berbeda, kemaluannya itu bisa terlihat lebih jelas lagi. Stocking transparan berwarna putih transparan semakin menambah sexy penampilannya.

“Letakan di meja saja!” Pinta Azka.

Saat meletakan jus mangga di meja, Azka meraba dan meremas remas bongkahan pantat bi Mayang.

Merasakan pantatnya disentuh, bi Mayang berjingkat dan tanpa sengaja jus mangganya tumpah.

“Ma.. maaf, tuan! Saya ak.. akan bersihkan dan.. dan.. akan bu.. buatkan lagi” Ucapnya tergagap.

Azka mengiyakan dan membiarkan bi Mayang pergi ke dapur. Disini jelas terlihat bahwa Azka memiliki dua kepribadian ganda. Coll dan Sagne.

Tak butuh waktu lama, bi Mayang kembali dengan membawa kain lap dan jus mangga lagi. Dia letakan kali ini dengan hati-hati dan mulai mengelap mejanya yang basah.

Azka melebarkan paha bi Mayang dan menyelinap masuk diantara kedua paha itu, mata pembantunya itu sembab dikarenakan perilaku tuannya, tapi dia sadar diri bahwa sekarang tidak hanya sebagai pembantu saja, dia juga kini merangkap sebagai budak sex tuannya.

Bi Mayang tetap fokus mengelap meja dengan posisi menungging, sedang Azka tengah asik menyesap bibir tebal kemaluan bi Mayang yang mulai mengeluarkan pelumas dari dalam goanya.

Bi Mayang meremas kain lapnya, merasakan itillnya disedot kuat oleh Azka dan desahan pun reflek keluar dari mulutnya.

“Aaaaahh ssssshh”

Suara kecipak lidah Azka tak hentinya menyapu dan menghisap bibir kemaluan bi Mayang yang semakin menebal dan banjir oleh lendir. Tanpa disuruh, pembantunya itu menggerakan pantat semoknya ke kanan dan kekiri terkadang juga naik turun.

Erangan bi Mayang semakin menjadi, wajah Azka semakin terbenam di vagina, kepalanya terjepit paha saat pembantunya itu merasakan kedutan divaginanya.

Wajah Azka terasa hangat saat pancutan kental menyemprot. Azka mendiamkannya, memberikan kesempatan bi Mayang melepas orgasmenya.

Setelah getaran tubuhnya stabil, Azka membopong bi Mayang dan mendudukkannya di sofa. Lalu Azka melepas semua pakaian dirinya yang melekat di tubuhnya. Kini Azka telah telanjang dan berdiri di hadapan bi Mayang yang duduk menyender di sofa.

Azka merengkuh tengkuk bi Mayang, mendekatkannya pada batang Azka yang sudah mengacung di hadapan wajah pembantunya itu.

“Sepong, Bi!” Pinta Azka.

Cepluk cepluk cepluk, pembantu itu berulang kali memainkan batang Azka didalam mulutnya.

“Keras sekali, Tuan!” Ucap bi Mayang sembari mengoral batang Azka yang dia genggam.

“Ucapanmu binal sekali, Bi! Bagus itu baru namanya budak!” Kata Azka sambil menekan belakang kepala pembantunya, membuat bi Mayang tersedak batang Azka yang merangsek dalam tenggorokannya.

GLUG GLUG GLUG Suara yang keluar setiap kali batang Azka keluar masuk tenggorokan bi Mayang.

"Sat! Bangsat! Enak sekali..." Puas Azka memainkan batangnya.

Azka merebahkan tubuh pembantunya itu di punggung sofa, lalu melumat habis puting payudara bi Mayang yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang vagina yang berjembut lebat.

Srupuuuuut

“Nikmatnya jilatanmu, tuan!” Erang bi Mayang yang semakin dilanda birahi.

“Langsung masukan saja, tuan! Saya sudah tidak tahan lagi!” Rengek bi Mayang.

Namun Azka sepertinya ingin membuat pembantunya menderita. Melihat bi Mayang menggelinjang-gelinjang bak cacing kepanasan, dirinya merasa senang dan puas. Berulang kali, Azka menggesek-gesekkan batangnya maju mundur ke lubang vagina pembantunya itu. Membuat batangnya semakin mengkilat akibat pelumas yang meleleh dari vagina itu.

"Tuaaaan! Tusuk memekku..." Raung bi Mayang dengan sorot mata yang menyiratkan pengharapan.

Karena Azka belum juga mau menusuk vaginanya, bi Mayang memberanikan dirinya mengambil alih kendali, dari posisi menyender jadi balik berdiri dan mendorong tubuh Azka yang gantian menyender di sofa.

Bi Mayang membuka pahanya lebar-lebar, lalu meraih batang Azka dan menempatkannya ke arah vaginanya.

Perlahan namun pasti, bi Mayang mulai menduduki batang Azka itu dan memasukkan hingga amblas. Vaginanya kini terasa sesak.

“Kenapa jadi terasa penuh, tuan?”

Azka juga dalam hati bertanya-tanya, padahal saat waktu bersenggama dengan pemilik warteg saat itu tidak seperti ini.

“Batangku normal! Tapi kenapa se sesak ini? Apa batangku bisa dikendalikan semauku?” Pikir Azka mengingat kemampuan rahasia giwangnya yang belum dia ketahui semuanya.

“Bisa jadi!” Pikir Azka dan dirinya mulai mencoba-coba.

Azka memfokuskan pada batangnya agar lebih membesar lagi, dan benar saja. Tiba-tiba bi Mayang berteriak histeris.

PLOP Batang Azka seketika tercabut paksa dari dalam vagina.

“Sakiiiiit… sakit sekali tuan! Memeku terasa robek!” Ucapnya ngeri.

Azka tersenyum kecut, “Ternyata benar, pikiranku bisa mengontrol ukurannya, baik itu panjang maupun lingkarnya.

“Lanjut!!” Azka pura-pura marah dan membentak bi Mayang agar pembantunya itu menurut untuk melanjutkannya lagi.

Dengan tatapan ngeri, pembantunya kembali mengarahkan vaginanya lagi, kali ini dengan hati-hati hingga tertelan semua. Didalam vagina, Azka mengontrol batangnya agar pas dan sama-sama enak.

“Aduh! Kenapa jadi dalam sekali, tuan?!”

"Hehehe... Goyang saja bi! Jangan banyak protes!”

"Uuuugh…." Erang bi Mayang.

"Memeku terasa penuh dan mentok, tuan!”

Bak penari jaipong, bi Mayang menggoyang batang Azka dengan hebat. Tak puas bergerak naik turun, dia pun menggerakkannya maju-mundur dan berputar. Dia juga mengempot-empotkan vaginanya agar batang Azka teremas tanpa ampun.

Merasa birahinya terpacu, Azka meremas payudara bi Mayang dengan gemas sambil memainkan putingnya yang semakin keras.

“Tuaaaaann... Saya mau keluaaar!" Erang bi Mayang sambil mempercepat gerakan pinggulnya.

"Cepet banget, Bi?"

"Ya kalo digerus sama kontol sebesar ini. Saya cepet keluarnya, Tuan. Uuuuughh…..” Ucapnya.

“Sedot yang kuat payudaraku, tuaaaan!” Lanjutnya lagi.

Merasakan pembantunya itu akan dilanda orgasmenya lagi, Azka lalu menuruti permintaan bi Mayang dengan menyedot kuat payudaranya.

"Tuaaaaaaaaaaann!! Aku keluaaaarrr..." Jerit bi Mayang tak terkendali. Bak menunggang kuda, vaginanya menghajar batang Azka keras-keras. Menghempaskan vaginanya semakin dalam ke arah batang Azka.

"Tuaaaaaaaaaan!! Enak sekaliiiiiiiiiiiii…”

Saking nikmatnya, mata bi Mayang sampai memutih, mulutnya menganga dan tubuhnya melengkung ke belakang seperti busur panah.

Sejenak, Azka mendiamkan pembantunya. Dia membiarkan bi Mayang untuk menikmati gelombang orgasmenya.

“Enak sekali ya, Bi?” Bisik Azka.

"Nyut-nyutnya berasa sekali, tuan. Beda saat main dengan Basar!” Balas bi Mayang sambil tersenyum puas.

"Lanjut ya, Bi?” Ajak Azka dengan memangku pembantunya itu tanpa melepas batangnya yang masih menancap dalam vagina bi Mayang.

Dia letakan bi Mayang di lantai berkarpet di tengah ruangan itu. Lalu Azka menindih tubuhnya dan menggerakkan batangnya maju mundur.

"Memekmu enak, Bi!” Desah Azka sambil mulai mempercepat sodokannya. Meski vagina bi Mayang baru saja orgasme dan mengeluarkan cairan kenikmatan yang licin, tetap saja batang Azka merasa kesulitan untuk keluar masuk dengan mudah. Dikarenakan Azka mengontrol batangnya agar ngepres di dalam dinding vagina pembantunya itu.

"Kontolmu lebih enak dari Basar, tuan!” Balas bi Mayang tanpa segan.

“Sodok lebih kencang dan gempur memekku, tuan!”

“Oooohhh…. maafkan aku Basaaaaaar… Kontol ini lebih enaaaaaakk!”

Azka mengernyit sambil menyodok, "Kata-katamu jalang sekali, Bi!”

“Saya memang jalang, tuan! Jalang si budak, dan si jalang penampung pejuh!” Ucapnya dengan hati teriris dan mata berkaca-kaca.

Dengan nafsu yang menggebu-gebu, Azka semakin mempercepat sodokan batangnya.

PLOK PLOK PLOK Tumbukan kelamin mereka saling beradu.

"Aaaaahhhhh.... Sodok terus, tuan! Sodok terus..."
Racau bi Mayang semakin lantang.

PLOK PLOK PLOK

Azka menggerakkan pinggulnya semakin brutal, tusukan demi tusukan batangnya menghujam dan menggesek dinding vagina pembantunya itu. Membuat tubuh bi Mayang berguncang hebat, kedua payudaranya bergoyang tak tentu arah.

“Oooooohh… Nikmatnya kontolmu, tuan!"

“Balik badan, Bi!” Azka telah melepaskan sodokannya.

Merasakan kenikmatannya hilang begitu saja, bi Mayang langsung berbalik, membuka lebar kedua pahanya dan menunggingkan pantatnya tinggi-tinggi.

Dengan satu tangannya, dia menyibakkan bibir vaginanya lebar-lebar, memamerkan lubang kenikmatannya yang sudah berwarna coklat kemerahan dan berlendir.

"Sodok memeku lagi, tuan!” Pinta bi Mayang sambil menusuk-tusukkan jari tengahnya ke dalam vagina.

"Woaahh... Liar sekali kamu, Bi!" Puji Azka.

"Aku suka budak jalang sepertimu, Bi!”

PLAK PLAK PLAK Azka menampar pantat semok pembantunya itu dengan keras.

"Aaahhh.. Sakit, tuan!”

PLAK PLAK PLAK PLAK

Bukannya menghentikan tamparan tangannya, Azka malah berulang kali menampari pantat itu hingga berubah menjadi kemerahan.

“Tuaaaaaan... Saaaakiiittttt!"

"Nungging yang tinggi!” Pinta Azka melihat pantatnya melorot ke bawah karena akibat sakitnya ditampar.

Bi Mayang menurut dan menungging lagi. Azka melesakkan batangnya dengan kuat.

“Auuuuuhh…. Sakit, tuan!”

Tak menghiraukan rintihan pembantunya, Azka tetap menusukkan batangnya lagi dengan kuat. Saking kuatnya, pantat bi Mayang sampai ambruk.

"Aaaaaaaww sakit, Tuan!”

Setelah batang Azka terbenam penuh, Azka menggenjotnya lagi, kali ini sambil menarik rambut pembantunya itu dari belakang.

PLOK PLOK PLOK PLOK

“Iyaaaaa… enak tuaaaaan!” Racau bi Mayang yang kini mulai menikmati perannya sebagai wanita jalang.

Tangannya pun mulai meremasi kedua payudaranya yang bergantungan secara bergantian. Melihat bi Mayang semakin binal, Azka mendadak menarik batangnya hingga terlepas keluar.

PLOP

Mendiamkannya sesaat, lalu menusukkan kembali dalam-dalam.

"AAARRRGGGGHHHH" Jerit bi Mayang.

"Sakit, Bi?”

Azka mencabut batangnya dan menusukkannya lagi dengan keras. Raungan kembali terdengar, dan berulang kali Azka melakukannya.

Vagina bi Mayang akhirnya beradaptasi dan mulai menikmati dengan siksaan itu.

"Oooohhh.... lyaaa tuan... Terusss... Lebih kuat lagi
nusuknya…”

“Lah, emang beda wanita jalang satu ini!” Gumam Azka yang merasa heran. Bukanya minta ampun malah justru menikmati.”

Azka menyelipkan jempol tangannya ke dalam lubang
anus pembantunya itu.

"Woooohhh… Tuaaaaann! Jangaaaan!! Pekik bi Mayang sambil menoleh kebelakang.

"Jangan dimainkan jempolnya, tuan! Aduuuhh!!”

“Sakit apa enak, Bi?”

"Rasanya enak kan, Bi? Kok di bilang sakit!”

"Aku jadi ingin nyodok anusmu, Bi!."

Tanpa persetujuan bi Mayang, Azka telah mencabut batangnya dan menekan anus pembantunya itu.

Racauan bi Mayang semakin menggema, air matanya mengalir dari sudut matanya.

Azka tak peduli sakit yang dirasakan bi Mayang. Lama kelamaan, sodokannya semakin lancar meski agak terasa seret.

PLOK PLOK PLOK PLOK

Batang Azka mulai merasakan kedutan, dia semakin mempercepat sodokannya dibarengi rintihan bi Mayang yang menambah besutan birahinya.

“Bi! Aku mau keluar!”

PLOK PLOK PLOK PLOK

Kedutannya semakin terasa, Azka segera membalik tubuh bi Mayang agar menghadap dirinya. Lahar pejuh yang sudah tak mampu dibendung pun akhirnya muncrat di wajah bi Mayang.

CROT CROT CROT CROT

“Aaaaaaaaaaaaaaaahh Enak banget, Bi!”

Wajah bi Mayang kini belepotan pejuh.

“Sedot bi, habiskan isinya dan bersihkan kontolku!” Pinta Azka.

---------------------------------

Hari Senin pun tiba, pagi sekali Azka keluar dari pintu utama rumahnya. Di depan sana, Juki yang sudah mengenakan pakaian safari bersiap membukakan pintu mobil untuknya. Azka menahan senyumnya melihat perubahan Juki yang terlihat sangat rapih dengan rambut klimisnya.

"Makin ganteng hari ini!” Puji Azka.

Juki menahan cemberutnya, "Tapi kenapa saya mesti harus pakai pakaian safari gini sih, Bang? Emangnya gak boleh kalau saya pakai pakaian biasa saja?"

Azka tertawa, "Ini bukan di markas! Kamu sekarang sudah jadi supir pribadi seorang CEO" Canda Azka.

"Apa itu, Bang?" Tanya Juki tak mengerti.

Azka menghela nafas, dia juga bingung menjelaskannya seperti apa, meski dijelaskan pun Juki mungkin gak bakalan mengerti.

"Pokoknya Abang itu tetep ketua Macan Kumbang, meski sekarang udah jadi… apa tadi? CEO" Ujar Juki.

Azka tersenyum ringan, Juki langsung membukakan pintu belakang. Azka masuk ke dalam. Juki bergegas masuk dan bersiap mengemudikannya. Saat mobilnya sudah melewati jalanan kota Jakarta menuju gedung perusahaan Pak Manopo, handphone Azka berbunyi.

Ternyata Syifa yang menghubunginya dan Azka bergegas mengangkatnya.

"Halo!"

"Udah berangkat?" Tanya Syifa di seberang sana.

"Ini lagi di jalan!"

"Yaudah, selamat berjuang ya?”

“Hah… kok berjuang?” Tanya Azka.

“Berjuang ngumpulin duit buat nikahin gue”

“--------------” Azka terdiam.

“Hallo” Sapa Syifa.

“Marah ya? Bercanda kali! Gitu aja baper! Udah pokoknya jalankan tugas dengan baik. Tunjukin ke Pak Manopo kayak elo nunjukin kerja lo ke gue dulu. Gue percaya lo."

"lya!" Jawab Azka.

"Dan inget..."

"Kalo ada karyawati perempuan yang keganjenan…”

Azka langsung menyela, "Jangan terpengaruh karena mereka suka mencari kelemahan gue."

Seketika Syifa menghening di seberang sana.

"Fa…?" Sapa Azka heran.

"Kampus dan cafe sekarang sepi gak ada lo!" Syifa tiba-tiba menyahut.

Giliran Azka yang dibuatnya terdiam.

"Jaga diri baik-baik ya!" Pinta Syifa terdengar sendu.

“Jangan sampai lupa makan, biasanya kalo ngantor banyak hal yang harus lo kerjakan sampe lo lupa sama makan, terus jangan sampai urusan anak buah lo jadi mengganggu kerjaan lo! Biar aja anak buah lo yang berantem kalo mereka ada masalah! Elo harus tetap fokus aja di perusahaan Pak Manopo".

"lya!” Jawab Azka.

Kali ini Azka tak ingin mendebat apapun lagi apa yang dikatakan Syifa. Dia membiarkan sikap berlebihannya itu padanya. Padahal gadis itu hanya sosok teman baginya, setelah selama ini menjadi bosnya.

"Jangan gampang percaya sama siapapun! Di kantor gak ada yang namanya teman.." Lanjut Syifa.

"lya!" Jawab Azka lagi.

"Yaudah, jam kuliah udah mau dimulai. Gue masuk dulu”

"lya!” Lagi lagi hanya kata itu yang keluar dari mulut Azka.

Sambungan telepon pun berakhir. Azka menyimpan handphone-nya sambil memandangi pemandangan diluar jendela mobil.

"Lo juga, Syifa..." Ucap Azka dalam hatinya.

"Belajar yang rajin, biar lo pinter dan bisa lulus dengan nilai yang baik. Kalau ada serial yang nuntut lo shooting dari subuh ke subuh, jangan diambil... lo harus pikirin kesehatan lo... duit bisa dicari, tapi kesehatan gak bisa dibeli... soal cafe jangan lo pusingin... gue bakal ngasih waktu di sela-sela kesibukan gue, gue bakal tetep bantu lo kalo ada masalah di cafe... Terima kasih udah baik sama gue selama ini.. Gue nggak bakal lupain semua kebaikan lo... Suatu saat, gue bakal balas semuanya..."

Azka menyandar hingga mobilnya tiba di lobby gedung perusahaan Manopo. Security yang berjaga di depan lobby langsung membukakan pintu mobil. Azka keluar lalu berhenti sejenak di depan pintu lobby. Dia menarik napas dalam lalu menghembuskannya, menghilangkan kegugupan yang sejak keluar dari mobil mendadak menyerangnya.

Saat Azka telah memasuki lobby, dia terkejut melihat bentangan spanduk terpasang di dinding lobby yang bertuliskan.

SELAMAT DATANG MR. AZKA, CHIEF EXECUTIVE OFFICER KASTARA INDONESIA.

Apalagi saat melihat para resepsionis berbaris menyambut kedatangannya. Di ujung sana, seorang perempuan berambut panjang dengan mengenakan perhiasan berjalan ke arahnya untuk menyambut kedatangannya.

"Selamat datang Pak Azka” Ucap Perempuan itu dengan senyum ramahnya.

Azka mengernyit mengenali wanita itu, sebagai orang yang profesional wanita itu tak malu memperkenalkan dirinya, meski dia juga sudah mengenal Azka sebelumnya.

"Perkenalkan, saya Risma Pratiwi, sebagai sekretaris Pak Azka saat ini.

Saya akan mengantarkan Bapak ke ruangan meeting. Bapak Manopo sudah menunggu di sana."

"Terima kasih" Jawab Azka sambil menyembunyikan kebingungannya.

“Kenapa wanita itu ada disini? sebagai sekretaris ku? Astaga!” Batin Azka.

Sekretaris pun mempersilahkannya berjalan menuju lift. Sementara para resepsionis wanita pada terperanga melihat ketampanan Azka barusan. Mereka mengira CEO yang baru diangkat Pak Manopo itu seorang paruh baya, ternyata sosok yang berbeda, lelaki muda nan rupawan.

Azka dan Sekretaris kini sudah tiba di lantai tempat mereka akan meeting dengan Pak Manopo. Satpam yang menjaga pintu ruangan meeting itu pun menyambut kedatangannya lalu membukakan pintu ruangan. Sekretarisnya pun mempersilahkan Azka masuk.

Di dalam sana, rupanya Pak Manopo dan jajaran petinggi Kastara Indonesia yang akan menjadi bawahan Azka sudah menunggu. Mereka semua menyambut kedatangan Azka dengan berdiri sebagai tanda penghormatan mereka.

Sebagian dari mereka tampak tidak percaya melihat CEO yang sekarang terlihat sangat muda. Sebagian yang lain tampak tidak yakin bahwa Azka akan mampu mengembalikan kejayaan Kastara seperti dulu. Sebagiannya lagi tampak sinis menatapnya.

Azka mendekati Pak Manopo yang berada di kursi paling depan lalu berjabat tangan dengannya. Azka pun dipersilahkan duduk di tempatnya. Sekretaris Azka juga duduk di dekatnya.

Pak Manopo berdiri, "Hari ini kita kedatangan Chief Executive Officer yang baru" Ucap Pak Manopo pada semua yang hadir di sana.

"Dia seorang pemuda yang gesit dan telah terbukti menyelamatkan sebuah Cafe yang awalnya mati dan kini berkembang dengan sangat baik. Dia bernama Azka”

“Dan mulai detik ini, semua urusan perusahaan aku serahkan padanya. Apapun keputusan beliau, itu keputusanku juga dan kalian harus menerima semua kebijakannya."

Semua terkejut mendengar itu. Mereka tidak percaya Kastara Indonesia akan diserahkan sepenuhnya pada pemuda itu. Selama ini Pak Manopo selalu ikut andil di setiap kebijakan dan keputusan CEO sebelumnya. Mereka heran mengapa pemuda itu sangat dispesialkan olehnya.

"Semoga di tangan beliu, Kastara lndonesia kembali berjaya!" Lanjut Pak Manopo.

"Selanjutnya, aku perlisalan Pak Azka untuk memperkenalkan diri dan memulai kepemimpinannya hari ini."

Pak Manopo keluar dari ruangan itu. Azka berdiri dengan menahan gugupnya. Para petinggi Kastara Indonesia di hadapannya tampak menunggu apa yang dikatakan Azka pada mereka.

Wajah-wajah yang menyangsikannya terlihat jelas dimatanya. Namun Azka tidak peduli. Memang akan selalu ada yang begitu dimanapun tempatnya, pikirnya.

"Namaku Azka!" Uapnya sambil menatap puluhan petinggi di hadapannya itu.

"Mulai hari ini, kalian akan berlayar bersamaku. Apapun kondisi samudera di hadapan sana, kita akan bersama-sama mengarunginya dan untuk semuanya aku mengharapkan kerjasama kalian dengan sebaik-baiknya."

Semua terdiam. Salah satu dari mereka tampak menahan senyum sinisnya.

"Seseorang pernah berkata padaku" Lanjut Azka.

"Sebelum kita menginjak kesuksesan, sebaiknya pantaskan diri dulu untuk menerimanya. Ketidakpantasan itulah yang akan membuat kapal layar yang kita naiki bersama ini akan goyah!”

“Dan mulai hari ini, aku akan memperhatikan satu persatu dan mengawasi semua apa yang sudah kalian kerjakan. Jika jabatan yang kalian duduki kulihat sudah tidak pantas lagi, maka aku tidak akan segan untuk mencari yang lebih pantas untuk menggantikannya!”

“Kenapa suhu ruangan ini mendadak semakin dingin? Apa ACnya rusak?” Batin sekretaris Azka.

Bukan karena ACnya yang rusak, tapi Azka sengaja melepaskan aura membunuh dalam tubuhnya. Terlebih saat ini dirinya seorang pemimpin.

Mendengar itu, semuanya mulai mengkhawatir jabatannya masing-masing.

"Aku tidak ingin kapal yang kita tunggangi ini kemasukan air hingga akhirnya karam!”

Karena itu, aku tidak akan segan menyingkirkan siapapun yang berkhianat!" Lanjut Azka.

"Dan setelah perkenalan ini berakhir, aku meminta pada kalian semua untuk datang ke ruanganku dan membawa semua berkas hasil dari pekerjaan kalian selama ini. Aku akan periksa satu per satu dan langsung mengevaluasinya.”

“Aku tunggu di ruanganku, terimakasih!”

Semua masih terdiam. Azka pun keluar dari ruangan itu. Sekretarisnya bergegas mengikutinya.

Saat Azka sudah keluar dari sana, riuh dari para petinggi terdengar. Semuanya pun bergegas pergi ke ruangan masing-masing untuk membawa bahan laporan untuk dibawa keruangan Azka.

Sekretaris itu mengantarkan Azka ke ruangan kerjanya yang luas itu. Di atas meja kerjanya tampak papan pengenal nama beserta jabatannya. Di hadapan meja kerjanya itu terdapat sofa untuk tempat duduk tamunya. Di belakang tempat duduknya, terhampar pemandangan gedung-gedung tinggi kota Jakarta.

Risma yang masih berdiri di hadapannya tampak gugup, "Aku akan kembali ke tempatku. Jika Bapak membutuhkan sesuatu, bapak tinggal menelponku."

"Tunggu!" Jawab Azka.

“Aku tau apa yang bapak ingin tanyakan, tapi aku mohon tidak sekarang!”

“Baik! Mohon atur semua staf yang akan datang ke ruanganku!”

"Baik, Pak."

Risma akhirnya pergi ke mejanya yang terletak di dekat pintu depan ruangannya. Azka kemudian duduk. Dia akan memeriksa satu persatu semua stafnya, juga dia akan memeriksa kepala chef untuk membuktikan apakah benar telah terjadi sesuatu di sana seperti yang dilaporkan Ari padanya.

Terakhir, dia ingin menanyakan pada Risma sekretarisnya itu yang tak lain adalah mantan orang yang telah menawarinya bekerja di rumahnya sebagai pegawai kebun. Yang pada akhirnya dia keluar gegara tidak kuat oleh peraturan aneh yang dibuat asisten kepala pembantunya itu.

Dan saat satu persatu stafnya duduk di hadapannya sembari membawa berkas untuk dilaporkan padanya, ternyata semuanya tidak ada masalah. Begitupun dengan kepala Chef yang dipanggilnya. Semuanya bekerja dengan baik dan sesuai dengan pekerjaannya masing-masing.

Mengetahui hal itu, Azka yakin masalah satu-satunya adalah di menu makanan yang sudah tidak disukai lagi oleh pelanggan. Itu terbukti ketika dia melihat berbagai komentar para pelanggan di sosial media resmi Kastara Indonesia yang banyak mengeluh dengan semua makanan di Restoran itu tidak seenak yang dulu.

Esoknya, Azka memanggil Kepala Chef sekali lagi. Kepala Chef datang dengan gugup lalu duduk di hadapannya.

Azka menatap wajahnya dengan pandangan serius, "Hari ini juga, tolong buatkan semua menu di restoran kita ke ruanganku" Kepala Chef tampak terkejut namun berusaha menyembunyikannya.

"Hari ini juga, Pak?"

"Ya!” Jawab Azka.

“Sebelum aku memeriksa salah satu cabang Restoran Kastara, aku ingin mengetahui menu apa saja yang tersedia di restoran kita."

"Bukankah kemarin saya sudah menunjukkan semuanya ke Bapak?"

"Tapi aku ingin merasakannya satu persatu. Aku penasaran bagaimana kamu mengelola setiap kepala koki di seluruh restoran kita" Jawab Azka.

"Ba... baik, Pak" Jawab Kepala Chef itu seperti menyimpan sebuah kekhawatiran.

Kemudian Azka mempersilakan Kepala Chef itu keluar dari ruangannya. Melihat dari gelagatnya, Azka menduga ada sesuatu yang ditakutkan Chef itu.

Sembari menunggu Kepala Chef menyiapkan semua menu yang akan dihidangkan padanya, Azka mengunjungi Pak Manopo di ruangannya. Dia duduk lalu melaporkan semua yang sudah diperiksanya dari setiap bagian bawahannya.

"Semuanya aman, Pak" Ucap Azka.

"Tapi hanya satu yang membuatku curiga".

Manopo mengernyit, "Apa yang membuat kamu curiga?"

"Di sosial media resmi Kastara Indonesia, aku menemukan banyak komentar buruk mengenai rasa makanan di restoran kita. Mereka mengeluh, katanya semua menu rasanya sudah tidak seenak dulu”

“Apakah Bapak sering tiba-tiba mengunjungi restoran kita di salah satu cabangnya dan menikmati salah satu menu di sana akhir-akhir ini?"

"Sering!” Jawab Pak Manopo.

"Tapi rasanya sama seperti saat awal dibukanya restoran ini. Dan terakhir kali saya makan saat akan mengunjungi markas mu saat itu”

Azka menjadi heran, saat kemarin dia bersama Syifa menguji rasa menu Kastara yang dipesannya via online malah tidak enak rasanya, tapi kenapa Pak Manopo merasa tidak ada yang berubah?

"Tapi hari ini aku sudah meminta kepala Chef untuk menyediakan semua menu di restoran kita. Aku ingin mengujinya dan membuktikan apakah rasanya benar-benar sudah tidak seenak dulu. Dan aku ingin mengajak Bapak untuk mengujinya juga”

"Oke! Tidak masalah" Ucap Pak Manopo.

Azka senang melihat Pak Manopo mau memenuhi permintaannya. Dan saat Kepala Chef sudah menyediakan semua menu dari restoran Kastara di sebuah ruangan. Azka dan Pak Manopo memasuki ruangan itu. Kepala Chef dan beberapa Kepala Koki dari setiap cabang sudah hadir di sana.

Para pelayan terbaik juga sudah siap untuk melayani Azka dan Pak Manopo. Dia dan Pak Manopo pun mulai mencicipi satu persatu menu yang telah dihidangkan.

Azka heran mengapa menu yang disajikan saat ini berbeda rasanya dengan yang dipesannya saat itu. Setelah dirinya mencicipi.

"Tidak ada yang berubah" Ucap Pak Manopo pada Azka.

"Rasanya masih enak seperti yang saya katakan padamu” Lanjut Pak Manopo.

Kepala Chef dan semua Kepala Koki tiap cabang tampak lega dan senang mendengarnya.

"Menurutmu bagaimana?" Tanya Pak Manopo pada Azka.

Kepala Chef tampak gugup menunggu Azka mengomentari menu yang sudah disediakannya.

"Ini sangat enak" Jawab Azka.

"Berbeda dengan komentar para pelanggan di sosial media kita."

"Mungkin para pelanggan itu bukan pelanggan setia kita” Kilah Pak Manopo.

“Bisa saja mereka dari orang suruhan yang ingin menghancurkan restoran kita selama ini."

Azka mengangguk lalu menoleh pada sekretarisnya, Risma membalas dengan mengangguk balik. Dia mendekat kearah pintu dan membukanya.

Kepala Chef terbelalak ketika melihat kedatangan beberapa OB yang membawa menu-menu yang sengaja dipesan Azka melalui aplikasi online ke ruangan itu.

Sedangkan Pak Manopo terlihat bingung.

"Apa yang mereka bawa?" Tanya Pak Manopo.

"Itu menu dari restoran kita yang sengaja kupesan melalui online, Pak. Menu yang sama dengan yang disajikan para koki terbaik kita saat ini.”

“Aku ingin meminta Bapak untuk mencicipinya juga, sebagai perbandingan, karena menu yang dipesan ini tanpa diketahui oleh koki di sana untuk kita cicipi, sementara yang di sini sudah jelas mereka menyiapkannya karena sudah tahu akan kita cicipi” Jawab Azka.

Pak Manopo mengangguk tanda mengerti.

Seketika Kepala Chef dan semua koki cabang terlihat pucat mendengar itu. Azka pun meminta pelayan untuk
mengangkat semua menu yang disajikan tadi lalu menggantinya dengan menu yang baru datang tadi.

Saat semuanya sudah dihidangkan. Azka mempersilahkan Pak Manopo untuk mencicipinya. Seketika dahi Pak Manopo berkerut, dikarenakan masakan yang dicicipinya ini sangatlah berbeda, ini sangatlah tidak enak.

Pak Manopo langsung menoleh ke arah Kepala Chef dan memandangnya dengan murka.

“Jelaskan! Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa menu yang dipesan online ini rasanya buruk dan tidak seenak yang kalian sajikan barusan?"

Kepala Chef tampak semakin pucat.

"Jawab!" Bentak Pak Manopo.

"Semuanya sama, Pak. Tidak ada perbedaan dari cara mengolah menunya. Mungkin saja karena terlalu lama dibawa oleh kurir hingga mengubah cita rasanya" Jawab Kepala Chef dengan gugup.

"Kalau memang penyebabnya oleh kurir, kenapa setiap yang aku pesan untuk diantar ke rumahku rasanya tidak seperti ini?" Tanya Pak Manopo lagi.

Kali ini, Kepala Chef itu bingung untuk menjawabnya.

Pak Manopo mengalihkan pandangannya pada Azka, “Apa dia pantas dipertahankan atau tidak, kuserahkan keputusan ini padamu!”

"Baik, Pak!" Jawab Azka.

Pak Manopo keluar dengan menahan kesal. Azka menatap Kepala Chef dan semua kepala koki tiap cabang.

Dengan kilatan di matanya, Azka berkata, “Aku tidak membutuhkan penghianat seperti kalian, keluar!! Kalian aku pecat!!”

Mereka semua menunduk diam tak bersuara dan segera beranjak keluar. Namun Azka menghentikannya.

“Tunggu!”

“Aku tidak akan membiarkan kalian keluar begitu saja! Jika kalian mendapati bersekongkol menjatuhkan restoran ini. Kupastikan kalian membusuk dipenjara!”

“Risma! Telpon polisi dan minta pada mereka untuk mengorek para penghianat ini!” Azka langsung keluar dari ruangan itu

---------------------------------

Nasution yang sedang duduk di meja kerjanya mendapatkan telepon dari seseorang. Dia bergegas menggunakannya.

"Halo!" Jawab Nasution.

"Kami semua sudah dipecat, Pak!" Lapor Kepala Chef di seberang sana.

Nasution tertawa mendengarnya, "Apa karena Pak Manopo ingin menutup semua cabang restorannya? Kalau begitu usaha kalian bekerjasama dengan kami sudah berhasil! Dan kalian akan segera dipindahkah ke Restoran Nusantara milik Nusantara Group”

“Saatnya Restoran Nusantara berjaya sekarang. Kita tinggal menunggu restoran yang lainnya gulung tikar seperti Kastara Indonesia!"

"Pak Manopo tidak akan menutup Restoran Kastara, Pak, tapi dia justru sedang berusaha untuk membangkitkannya kembali” Sahut Kepala Chef.

Nasution tertawa, "Dia tidak akan berhasil! Kastara sudah lama ditinggalkan pelanggannya karena menu restoran mereka sudah tidak seenak dulu!"

"Tapi pak! Dia telah mengangkat seorang Chief Executive Officer muda, Pak. Dan kami semua dipecat oleh CEO muda itu karena berhasil membuktikan apa yang kami lakukan selama ini!"

Nasution terbelalak mendengarnya, "Apa?!”

“Siapa CEO Muda itu?"

"Namanya Azka, Pak!”

"Azka?" Nasution mengulang.

"Gosipnya dia diangkat Pak Manopo dikarenakan telah berhasil mengembangkan Cafe milik seorang artis dan dia juga terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Nusantara”

JEDER

Nasution mematikan handphone nya. Jantungnya berdegup keras, nafasnya tersengal. Beberapa saat dia bergegas menuju ruangan Dirga dan melaporkan semua apa yang dibicarakan Kepala Chef tadi padanya.

Dirga geram mendapati laporan itu.

"Manopo mengangkat Azka menjadi Chief Executive Officer di perusahaannya?"

"Benar, Pak."

Dirga kian murka mendengar kepastiannya, tak ayal Nasution mendapatkan tonjokan di wajahnya yang membuatnya terhuyung-huyung.

"Kenapa harus dia yang menghalangi satu persatu usahaku? Kenapa harus dia!!!!" Teriak Dirga dan kembali menonjok Nasution untuk kedua kali.

----------------------------------

Azka berdiri menghadap dinding kaca yang menghamparkan pemandangan kota Jakarta di luar sana sambil memegang soda cola di tangannya.

"Ini baru permulaan Paman Dirga! Tunggulah Kucing kecil ini, akan mengaum sekeras auman Singa! Melalui Kastara yang hampir mati ini, aku akan merebut kembali semua apa yang telah kau renggut dari kedua orang tuaku. Dan kau akan merasakan penderitaan yang menyayat hingga kau sendirilah yang meminta akan kematianmu!”

PRAK!! Botol kaca soda pun pecah diremas Azka tanpa kulitnya terluka sedikitpun.

-----------------------------

Nasution kembali memasuki ruangan Dirga, kali ini dia menggunakan Helm Rugby untuk melindungi wajahnya. Dia tidak ingin wajahnya babak belur karena korban penindasan. Di tangannya sebuah surat yang hendak diserahkannya pada Dirga.

Dirga tersenyum kecut melihat kelakuan Nasution.

"Ada apa?"

"Ada surat dari pemerintah" Jawab Nasution lalu menyerahkan surat itu pada Dirga.

Dirga meraih surat itu lalu membukanya, seketika wajahnya berubah geram lalu merobeknya dengan kesal.

"Kenapa kita harus menghentikan proyek apartemen itu? Kenapa kita tidak mendapatkan izin untuk memulainya lagi?!" Tanya Dirga dengan garamnya.

Nasution bergerak mundur meski sudah memakai pelindung.

"Sepertinya ada sosok yang ditakuti yang tinggal di perkampungan itu, Pak!” Jawab Nasution.

"Siapa? Kamu pikir Azka anak ingusan itu?”

"Tidak mungkin dia! Dia bukan siapa-siapa! Dia itu cuman ketua preman saja!"

"Bukan dia, Pak!" Jawab Nasution.

"Kalau bukan, siapa orang yang membuat pemerintah tunduk dan meminta kita untuk menghentikan rencana kita?!!"

"Kabarnya ada kelompok Naga Sembilan yang tinggal di perkampungan itu! Dan hingga kini tidak ada yang pernah tahu siapa dia!" Jawab Nasution.

Dirga terkejut mendengarnya.

"Kalau begitu kita tidak dapat bergerak lagi di sana! Meskipun kita sudah dilindungi oleh Kelompok Naga Tujuh! Mereka kelompok Naga tidak akan mungkin saling serang!"

"Sekarang kita harus bagaimana, Pak?" Tanya Nasution kebingungan.

"Satu-satunya usaha kita yang paling berkembang sekarang ini adalah Restoran Nusantara! Kita harus menjadikan restoran itu sebagai sumber pendapatan terbesar diantara yang lainnya, yang dinaungi Nusantara Group! Kamu harus membereskan masalah Kepala Chef yang dipecat oleh anak ingusan itu! Jangan sampai mereka membocorkan keterlibatan mereka pada kita!"

"Itu sudah saya siapkan, Pak! Saat ini seluruh anak buah sedang bersiap untuk menghabisi mereka semua agar mereka tutup mulut!" Jawab Nasution.

"Bagus!" Puji Dirga.

"Kita juga harus mencari cara agar Kastara tidak bangkit lagi! Jika Kastara kembali bangkit, maka Restoran Nusantara akan mati!"

"Siap, Pak!"

Dirga keluar dari ruangan itu membawa kekesalannya.

---------------------------------

Sebuah mobil memasuki pekarangan rumah mewah lalu berhenti tepat di depan terasnya. Juki bergegas turun lalu membukakan pintu untuk Azka.

"Gak usah dibukain!" Pinta Azka.

"Gak apa-apa, Bang! Kan udah jadi tugas saya melayani ketua! Apalagi, saya kerja jadi supir di bayar oleh abang!”

Azka tersenyum, “Ya sudah! Kamu balik dan istirahat!" Pinta Azka.

"Besok jangan lupa antar ke kantor seperti biasa”.

"Siap, Bang!”.

“Eh… ini apa, Bang?” Heran Juki melihat Azka menyodorkan selembar uang seratus ribuan.

“Uang makan! Ambilah!”

Juki menolak awalnya tapi Azka tetap memaksanya. Kemudian dia menaruh mobilnya di dalam garasi dan pulang dengan membawa motor yang dia bawa dari markas.

Ditengah rumah Azka duduk menyender di Sofa dengan tengadah. Sambil melonggarkan ikatan dasi di lehernya.

Bi Mayang datang menyambutnya, kali ini pakaian cosplay yang dikenakannya model perawat dan tetap berbahan transparan.

"Tuan mau saya buatkan minum dulu apa mau langsung saya siapkan buat makan malam?" Tanya bi Mayang dengan kaku.

"Nanti aja, Bi. Nanti kalo lapar aku ambil sendiri.”

Bi Mayang tampak tidak enak, "Jangan Tuan. Nanti kalo Tuan laper, panggil saya aja ya, Tuan. Jam berapa pun itu saya akan bangun dan saya akan siapkan!"

"Ok!" Sahut Azka.

“Sekarang aku mau bibi, sepong kontolku!” Pinta Azka.

Bi Mayang mengangguk dan segera berjongkok di karpet lalu mengendurkan ikat pinggang Azka dan melorotkan celana panjangnya beserta sempaknya.

Dengan lihai, bi Mayang mencoba membangkitkan batang Azka yang masih tertidur dan lama kelamaan sang Naga pun terbangun dari tidurnya.

Saat menikmati sepongan bi Mayang, handphonenya berdering dan Azka mengangkatnya.

“Hallo!” Sapa Azka sambil meringis karena batangnya tergerus gigi.

"Gimana hari ini?" Tanya Syifa.

“Enak!” Jawab Azka.

“Enak?”

“Oh itu! Maksudnya lancar, jalannya enak gak macet!” Azka meluruskan.

"Syukurlah! Gue denger dari Pak Manopo, katanya hari ini lo udah berhasil mengungkap kasus para chef disana."

Azka mengernyit, "Emang Pak Manopo cerita?"

"lya!” Jawab Syifa.

“Saking senengnya ngeliat lo nemuin masalah utama yang selama ini gak bisa ditemukannya."

"Ini hal kecil doang, kok!" Ucap Azka merendah.

"Tapi menurut Pak Manopo ini hal besar dan dia udah makin yakin kalo lo emang pantes dikasih jabatan CEO!" Puji Syifa.

"Kuliah lo gimana?" Tanya Azka yang ingin mengalihkan ke topik lain.

"Ya, gitu-gitu aja!"

"Shootingnya?"

"Gitu-gitu aja juga!"

Azka terhenyak dan menjauhkan hpnya karena bi Mayang tiba-tiba menggigitnya, “Eh biji!!”

“Maaf, Tuan! Gemes” Lirih bi Mayang yang langsung mendapatkan jentikan di keningnya.

"Cafe? Sama... gitu-gitu juga?" Tanya Azka.

Azka mengernyit, "Sepi lagi?"

"lya!" Jawab Syifa datar.

“Serius sepi lagi kayak dulu?"

"Sepi karena nggak ada lo, Az!”

Seketika Azka terdiam, Syifa pun disana terdiam, hening seketika dan hanya kecipak lirih dari permainan mulut bi Mayang yang untung tak terdengar oleh Syifa.

“Azka?" Panggil Syifa di seberang sana dengan heran mengetahui Azka menghening cukup lama. Dia ingin mengetahui bagaimana respon Azka saat mendengarnya bicara seperti tadi.

"lya, sorry! Tadi gue ke toilet sebentar, lupa pamit. Handphone gue taruh di atas kasur. Tadi lo ngomong apa?" Tanya Azka berpura-pura.

Syifa menggigit boneka teddy bear di pangkuannya karena kesal, dia berharap mendapatkan respon yang baik, tapi Azkanya malah tidak mendengarkannya.

"Enggak! Gue gak ngomong apa-apa!" Jawab Syifa.

“Yaudah, lo istirahat ya, biar besok makin semangat kerjanya."

"lya!" Jawab Azka.

Syifa memutuskan sambungan telepon di seberang sana. Azka menyimpan handphone-nya sambil menarik napas berat lalu menghembuskannya. Birahinya mendadak turun.

“Udah, Bi! Udah” Azka bangkit dan memakai celananya kembali.

“Tapi belum keluar, Tuan!” Protes bi Mayang.

“Gak apa-apa” Balas Azka dengan melengos pergi.

“Walah… apa gak bahaya tah? Sakit kepala gitu!” Gumam bi Mayang.

Azka masuk keruangan kerjanya yang terletak di sebelah kamarnya. Di sana dia duduk di meja kerjanya sambil membaca kembali buku sejarah lahirnya Restoran Kastara Indonesia. Di atas mejanya itu juga tergeletak sebuah buku besar yang berisi resep-resep Rahasia Restoran Kastara.

Resep-resep rahasia yang hanya diketahui oleh owner dan Kepala Chef yang dipercaya dan sudah dikontrak seumur hidup di restoran itu.

Dalam perjanjian kontrak, Kepala Chef tidak boleh mengundurkan diri selama bekerja di sana, dan jika diketahui membocorkan rahasia resep utama maka berurusan dengan hukum.

Azka sendiri heran, kenapa Pak Manopo memintanya untuk mempelajari semua saat dia hendak pulang dari kantor tadi. Padahal dia tidak berhak untuk mengetahui resep itu, tugasnya hanya mengawasi agar semuanya bisa berjalan dengan baik-baik saja.

"Kenapa aku harus membaca semua resep rahasia ini, Pak?" Tanya Azka di ruangan Pak Manopo sebelum dia pulang ke rumah diantar Juki tadi.

"Saya berpikir bahwa jabatanmu harus mengetahui semuanya!" Jawab Pak Manopo

“Dengan kejadian tadi, saya jadi berpikir bahwa selama ini saya salah jika resep rahasia ini hanya diketahui oleh saya dan Kepala Chef saja"

Azka menjadi mengerti, "Baik, Pak!"

"Tolong dipelajari!" Pinta Manopo.

"Saya sudah tidak sabar untuk melihat Restoran Kastara kembali berjaya!”

"Baik, Pak!"

"Mengenai Kepala Chef dan koki-koki di tiap cabangnya, apakah sudah diurus untuk lowongan penerimaan chef pengganti?"

"Sudah aku urus semua, Pak!"

"Untuk restoran cabang, apakah sudah kau kunjungi dan lihat-lihat apa yang terjadi di sana?"

"Sudah, Pak!" Jawab Azka.

“Setelah ini aku akan mengevaluasi ulang dan aku akan memikirkan bagaimana cara untuk memajukannya kembali."

"Saya tunggu! Dan saya percaya kamu bisa!"

Azka mengangguk lalu pamit pergi.

Menu yang disediakan di Restoran Kastara adalah jenis masakan daerah dari berbagai pelosok di Indonesia. Visi Misi nya adalah melestarikan masakan daerah, juga mengingatkan kerinduan para pelanggan dengan kampung halamannya. Tersedia juga kue-kue khas Nusantara yang disajikan sebagai makanan pembuka dan penutup.

Dengan membaca catatan ini, Azka sudah paham konsep Restoran Kastara. Dia akan memperbaikinya dan akan mengajukan konsep terbaru pada Pak Manopo.

------------------------------------

Dirga sedang duduk santai di pinggir kolam renang belakang rumahnya. Dia masih kesal dengan proyek pembangunan apartemennya yang terpaksa harus dihentikan.

Tak lama kemudian handphone-nya berbunyi. Dia bergegas menggunakannya saat mengetahui Nasution yang menghubunginya. Dia berharap mendapatkan kabar baik darinya untuk melancarkan semua usaha yang kini tengah dijalaninya.

"Halo!"

"Maaf, Pak! Saya barusan mendapat informasi terbaru dari mata-mata kita" Lapor Nasution.

Dirga mengernyit, “Informasi apa?"

"Sepertinya Azka mengetahui rahasia kerjasama kita dengan Kepala Chef Restoran Kastara karena dibantu oleh seorang hacker."

"Hacker?" Ulang Dirga.

"lya, Pak. Soalnya sebelum anak itu memulai kerja di hari pertamanya, secara bersamaan halaman WEB resmi Restoran Kastara mengalami error.

“Ditambah email para petinggi tiba-tiba tidak bisa dibuka. Terjadi juga dengan email milik Kepala Chef. Saya yakin, hacker yang membantu Azka itu sama dengan hacker yang mendapatkan rekaman CCTV di rumah Bapak yang lain itu. Tempat Boby membawa Syifa dulu."

Dirga kian geram mendengarnya.

"Pintar sekali! Dengan cara itu rupanya dia mendapatkan kepercayaan dari Pak Manopo! Pokoknya kamu harus cari siapa hacker itu! Kalau ketemu, ajak dia bergabung dengan kita, jika menolak, bunuh saja!" Tegas Dirga.

"Mungkin saya bisa tanya Tuan Muda Boby untuk itu. Saya yakin hacker itu orang-orang terdekat Azka. Mungkin juga dia kuliah di Kampus Nusantara. Siapa tahu saya bisa mendapatkan petunjuk dari Tuan Muda" Ujar Nasution.

"Oh begitu! Aku tadi melihat Boby pergi bersama teman-temannya! Kamu telepon saja anakku. Pokoknya kamu harus temukan secepatnya siapa hacker itu!"

"Siap, Pak!" Nasution memutuskan sambungan teleponnya dan langsung menghubungi nomor Boby.

Sementara Boby yang sedang berada di club malam bersama tiga perempuan cantik. Di atas meja mereka tampak berbagai minuman keras dari merk-merk terkenal. Tiga perempuan itu tengah berjoget ria sambil mabuk.

Handphone Boby berbunyi di saku celananya. Namun karena musik diputar terlalu kencang, membuatnya tak terdengar.

Lagipula Boby tidak akan peduli jika handphone-nya berbunyi di saat sedang bersenang-senang bersama tiga perempuannya itu.

Nasution menurunkan handphone-nya dengan heran karena Boby tidak mengangkatnya. Sesaat kemudian dia kembali menghubungi Dirga.

"Tidak diangkat, Pak!" Lapor Nasution.

"Kalau begitu besok saja”.

"Baik, Pak!” Nasution kembali menyimpan handphone-nya.

----------------------------------

Pagi sekali Azka datang ke ruangan Pak Manopo. Dengan membawa konsep yang sudah dia perbarui semalam, setelah menyelesaikan bacaan buku sejarah terbentuknya Restoran Kastara Indonesia dan buku resep rahasia.

Saat ini, dia duduk di hadapan Pak Manopo dengan penuh percaya diri.

"Bagaimana? Sudah dipelajari semuanya?" Tanya Pak Manopo.

"Sudah, Pak. Dan ini saya sudah mencatat semuanya apa yang perlu diperbaiki dari Restoran Kastara dan apa yang harus kita perbuat ke depannya” Ucap Azka seraya meletakkan konsep itu di atas meja.

"Tolong jelaskan, apa saja yang menurutmu kurang dari Restoran Kastara dan ide apa untuk memperbaikinya?" Tanya Pak Manopo dengan semangat.

"Begini Pak! Setelah saya amati. Selama ini Restoran Kastara hanya berkutat mengedepankan menu-menu khas Indonesia dari berbagai daerah"

“Sementara, Restoran Kastara sendiri memiliki misi-visi untuk melestarikan masakan daerah dan mengingatkan kerinduan pelanggan dengan kampung halamannya. Ini cocok untuk warga domestik tapi tidak untuk turis asing!”

“Warga domestik punya budaya, jika belum makan nasi maka belum dikatakan makan. Begitupun dengan para turis asing, saya yakin mereka juga punya budayanya sendiri, yang mana belum dikatakan makan sebelum mereka makan menu dari negara asalnya.”

Manopo tampak antusias mendengarnya.

Azka melanjutkan kata-katanya, "Nah, untuk menjaring turis asing kiranya perlu untuk menambahkan menu tambahan lain, menu-menu yang memang disukai oleh turis di negara asalnya, yang akan menjadi menu utama untuk mereka sembari mereka mencoba menu-menu yang diutamakan di restoran kita”

“Dengan begitu, mereka tidak akan merasa belum makan karena belum memakan yang biasa mereka makan dari negara asal mereka. Sementara menu-menu khas kita akan menjadi pilihan tambahan bagi mereka."

“Tajam sekali pemikiranmu, Nak! Tidak heran Pak Santanu dan Istrinya menjadi pebisnis besar, ternyata kamu mewarisi kecerdasan mereka berdua” Batin Pak Manopo.

Manopo terdiam. Azka menunggu dengan gugup, dia berharap idenya itu disukai olehnya. Tak lama kemudian Manopo tersenyum puas.

"Saya suka ide brilianmu!" Jawab Pak Manopo.

Azka tersenyum senang mendengarnya, "Terima kasih, Pak."

"Lalu ada lagi selain itu?" Tanya Pak Manopo penasaran.

"Karena kita akan menghadirkan beberapa menu yang disukai oleh turis asing, kita juga harus menambah koki khusus yang menguasai masakan luar negeri tentunya”

"Oke! Yang lainnya?"

"Kita harus menyiapkan resepsionis di setiap cabang restoran yang mampu berbahasa Inggris dengan fasih, berikut juga manager restorannya. Karena setelah saya cek di beberapa cabang, resepsionis dan manager di setiap restoran cabang disana masih pasif berbahasa Inggris. Jika tidak di upgrade akan menghambat konsep baru yang saya buat.”

"Setuju. Ada yang lain?"

Azka mengernyit, “Beginikah cara kerja anda, Pak? Tinggal bilang setuju? Ada yang lain? Enak sekali!” Batin Azka seraya menghela nafas.

"Sementara ini dulu, Pak. Setelah ini berjalan barulah saya akan memikirkan konsep promosi secara besar-besaran agar pelanggan kita kembali sekaligus mendapat pelanggan baru.”

Pak Manopo tersenyum senang, "Oke, ide kamu sangatlah bagus, tapi untuk mewujudkan ide itu, pertama kamu harus mempresentasikannya ke team utama mu. Saya berharap mereka semua setuju dengan idemu itu.. Karena meski ide itu baik, akan selalu ada hambatan dari team utamamu”

“Pikirkanlah dan paparkan idemu, buat mereka yakin bahwa idemu memang bisa dijalankan. Ini juga akan menjadi pertimbanganmu kedepannya untuk lanjut atau mencari solusi lain.”

"Baik, Pak. Setelah ini saya akan jadwalkan untuk meeting dengan team utama".

Manopo mengangguk, "Dan satu lagi yang perlu kamu tau. Saat ini kita hanya punya satu investor saja selain saham yang saya miliki. Dan satu investor ini sudah hampir mau menarik sahamnya karena melihat Kastara semakin ke sini semakin tidak diminati lagi”

“Awalnya kita memiliki lima investor, dua dari luar negeri dan sisanya dari dalam negeri. Empat yang tersisa itu sudah menarik saham mereka dan saya tidak tahu sekarang mereka berinvestasi di mana."

Azka terdiam mendengar itu.

Manopo kembali berkata, "Jika memang seluruh team utama mu setuju dengan idemu, tugasmu selanjutnya adalah menyakinkan empat investor yang sudah meninggalkan restoran kita agar mereka mau kembali ke Kastara. Apa kamu sanggup? Karena hanya itu jalan satu-satunya untuk mewujudkan semua idemu”

“Saya sudah tidak punya biaya lagi untuk memodali tambahan chef, menu-menu baru dari negara asing dan resepsionis plus manager berfasih. Ditambah kamu akan mempromosikan secara besar-besaran”

Azka menatap wajah Pak Manopo dengan mantap, "Saya siap menyakinkan empat investor lain yang sudah meninggalkan Kastara. Saya akan berusaha semampu saya untuk membawa ke empat investor itu untuk kembali pulang ke rumah kita"

Mendengar itu, cahaya di mata Pak Manopo tampak kembali menyala. Entah kenapa dia memiliki kepercayaan yang luar biasa melihat keyakinan yang kuat dalam diri Azka yang ditujukan padanya. Pak Manopo seakan melihat kembaran Pak Santanu yang pantang menyerah dan selalu bekerja keras.

Manopo mengeluarkan sebuah map dan menyerahkannya pada Azka, "Ini adalah data-data kelima investor kita. Kamu bisa mempelajarinya setelah waktunya tiba untuk mendatangi mereka."

"Baik, Pak!" Ucap Azka sambil meraih map itu dengan penuh percaya diri.

"Silahkan dimulai!" Ucap Pak Manopo.

"Saya percaya! Kapal layar ini tidak akan karam. Justru akan kembali gagah mengarungi ganasnya samudera!”

Azka tersenyum merasakan kepercayaan diri Pak Manopo yang bangkit kembali.

Azka pun pamit pergi dari sana. Saat dia keluar dari ruangan Pak Manopo, dia melihat sosok lelaki muda berambut klimis, berkulit putih dan mengenakan setelan jas yang rapi, berhenti melangkah saat mendapati Azka keluar dari ruangan Pak Manopo. Sepertinya dia hendak memasuki ruangan Pak Manopo juga. Lelaki itu terlihat cukup tampan dengan setelan jas yang dikenakannya membuatnya terlihat semakin berkharisma.

Azka tidak tahu siapa pemuda itu, karena selama dia menginjak perusahaan ini, baru ini dia melihatnya.

"Apa kamu Azka yang saat ini sedang menjadi perbincangan hangat oleh seluruh karyawan di gedung ini?" Tanya pemuda itu dengan ulasan senyum yang tak ramah.

"lya! Dan aku CEO di perusahaan ini!” Jawab Azka dengan dingin.

Pemuda itu tersenyum meremehkan.

"Kamu tidak kenal siapa aku?" Tanyanya.

"Maaf, aku baru kali ini melihat anda!"

Pemuda itu tampak terkejut karena Azka tidak mengenalnya. Dia merasa sikap Azka itu seolah telah menghinanya.

“Aku, Hardika Nugroho! Direktur Keuangan di Kastara Indonesia, anak kandung dari Pak Adirata Manopo!" Ucap pemuda itu dengan penuh kesombongan.

Anak Pak Manopo itu kembali masuk kerja lagi setelah selesai menghabiskan masa cutinya berlibur di Paris.

Azka menyimpan keterkejutannya mendengar itu. Namun dia tersenyum padanya dan bersikap biasa saja.

"Salam kenal, Bung Hardika! Selamat berlayar bersamaku. Berhubung kapal layar ini sekarang aku yang menjadi nahkodanya, semoga Bung Hardika bisa bekerjasama dengan baik! Jika tidak, aku tak segan membuangnya kelautan!”

Hardika tampak menyimpan kesalnya mendengar itu. Dia pun meninggalkan Azka di sana lalu memasuki ruangan ayahnya dengan wajah masam.

Azka tidak segera beranjak dari sana, dia ingin tahu apa yang akan dibicarakan pemuda sombong itu pada Pak Manopo di dalam sana.

"Kenapa Papa angkat orang udik yang belum lulus kuliah itu jadi CEO di perusahaan ini? Apa Papa mau buat Kastara Indonesia semakin tenggelam ke dasar lautan?" Kesal Hardika dengan tidak terima pada ayahnya itu.

"Harusnya papa mencari orang yang berpengalaman dan lulusan terbaik dari luar negeri!" Lanjutnya.

Manopo tersenyum pada anak satu-satunya itu.

"Kamu belum tahu siapa dia!” Ucap Pak Manopo.

"Papa pikir aku tidak cari tahu soal dia? Setelah aku mendapatkan kabar sewaktu liburan di Paris kemarin, aku langsung mencari tau dan asal papa tau dia itu preman, Pah! Dan dia itu pernah menjadi kacung di cafenya mantanku, Syifa Hadju”.

Azka yang mendengar di luar sana terkejut, " Dia mantannya Syifa?"

"Dan asal papa tau, cafe milik Syifa itu recehan! Gak bisa dijadikan patokan keberhasilan, meski telah berhasil mengembangkan cafe recehl itu!" Pungkas Hardika.

"Sekolah tinggi dan berpengalaman?" Sindir Manopo menahan amarahnya.

"Apa selama dua tahun kemarin kamu berhasil membangkitkan kejayaan Kastara? Papa sudah memberikan kamu kesempatan untuk menjadi CEO! Tapi kamu gagal kan? Masih untung papa kasih kamu kesempatan di bagian keuangan! Kamu harus percaya dia dan dukung dia! Bagaimanapun sekarang dia atasan kamu!"

“Dan kamu tidak usah sembarangan mengatakan Cafe itu receh! Apa kamu sanggup membuka usaha dengan penghasilan bersih seratus dua puluh tujuh juta per bulan? sekaligus mempertahankan lapangan kerja? Sanggup kamu?”

“Masih minta uang saja, sok-sok’an ngajarin papa! Keluar dan kerja sana!” Bentak Manopo.

Azka yang masih menguping di luar sana bergegas pergi menuju ruangannya dengan tersenyum geli.

Sementara Hardika menatap wajah ayahnya dengan tatapan tidak terima.

"Oke! Aku akan liat dia, dan jika nanti dia membuat perusahaan ini semakin parah, aku gak akan diam, Pah!" Hardika langsung pergi dari sana.

Manopo menghela nafas menahan amarahnya.

Azka memasuki ruangannya lalu duduk di meja kerjanya sembari meletakkan map yang berisi data-data dari investor yang sudah meninggalkan Kastara.

Dia memikirkan apa yang didengarnya barusan dari Hardika kepada Pak Manopo. Dia tidak percaya jika pemuda itu pernah berpacaran dengan Syifa, karena selama ini tidak pernah ada gosip baik itu dari infotainment maupun media.

Azka pun menelpon sekretarisnya untuk datang ke ruangan kerjanya.

Risma datang lalu berdiri di hadapannya.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Duduk!" Pinta Azaka

Azka menghela nafas lalu berkata, “Jika hanya kita berdua, sebaiknya panggil Azka saja. Jujur aku merasa agak aneh, secara anda adalah majikanku dulu. Dan maaf aku akan memanggil anda dengan namanya saja jika dalam keadaan formal!"

Risma mengangguk setuju. Sejujurnya dirinya juga agak kaku dengan posisi jabatannya saat ini setelah mengetahui dia akan bekerja sebagai sekretaris untuk Azka.

“Sekarang ceritakan kenapa anda bisa kerja disini, bahkan jadi sekretarisku lagi” Tanya Azka.

“Aku ditarik oleh Pak Adirata untuk pindah ke Kastara Pusat. Sebelumnya aku sebagai manager di cabang Bandung!”

Mata Azka mengembang, “Maksud ibu… Pak Adirata orang kepercayaan Pak Santanu?”

Silap dengan yang dikatakannya barusan, Risma langsung mencari jawaban lain dan dengan tenang dia menjawab, “Pak Adirata Manopo yang ibu maksud!”

Azka terdiam lalu bertanya, “Apa ibu tau keberadaan Pak Adirata sekarang dimana?”

Risma menggelengkan kepalanya. Padahal sebenarnya dirinya bersama Manopo sudah tau keberadaan Adirata ada dimana. Baik Manopo dan Risma, keduanya adalah orang kepercayaan Adirata langsung dan tentu saja kebenaran Azka anak kandung Santanu langsung didengarnya dari Adirata sendiri.

Risma sebenarnya tau arah pembicaraan Azka, tapi dia sudah berjanji pada Adirata untuk tidak membocorkan rahasianya. Itu sebabnya dia menggelengkan kepala.

Azka merasa kecewa dia menghela nafasnya.

“Bagaimana dengan Hardika? Apa benar dia pernah berpacaran dengan Syifa Hadju?”

Risma mengernyit heran, “Apa ada hubungannya dengan perusahaan ini?”

Azka terbatuk sadar dirinya telah mengajukan pertanyaan konyol.

“Gak ada sih! Hanya saja aku penasaran kenapa tidak ada media yang memberitakannya”

Risma tertawa lepas, “Diam-diam kamu stalking artis bernama Syifa Hadju ya? Apa kamu suka dengannya?”

Azka menelan ludahnya dengan berat.

“Jika anda tau langsung ceritakan saja! Tidak usah kepo!” Sungut Azka.

Risma akhirnya menceritakan hubungan asmara Hardika dan Syifa yang secara diam-diam tanpa diketahui media. Dan Azka sedikit lemas mendengar itu.

“Kenapa harus diam-diam?” Tanya Azka penasaran.

“Itu privasi mereka! Hanya saja semua karyawan di perusahaan ini sudah tau bahwa mereka berdua pernah berpacaran selama dua tahun dan akhirnya putus dan tak ada yang tau apa penyebab putusnya.”

Azka mengangguk dan mengatakan terima kasih. Lalu menyuruh sekretarisnya itu keluar dari ruangannya.

Nama Hardika kini telah tercatat dalam pikiran Azka sebagai salah satu orang yang akan menjadi penghambat di perusahaannya, sekaligus sebagai orang yang harus diwaspadai kedepannya.


Bersambung….

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd