Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

yg di tunggu akhirnya muncul juga..

ngeri ceritanya. ketajaman intuisi azka dan kewaspadaannya pada sekitar membuat dia ditakuti. tp gmn kabarnya si hacker teman azka. aku harap dia selamat..

di tunggu kelanjutannya maa brro
 
BAB 24


Risma menemui Azka di ruangannya, "Manager HRD ingin menemuimu. Apa kamu mengizinkannya untuk masuk?”

“Tak masalah. Suruh dia masuk!” Jawab Azka.

Risma kembali keluar. Lalu tak lama kemudian, seorang wanita berusia empat puluh tahunan yang menjabat sebagai Manager HRD itu masuk dengan langkah penuh hormat. Di tangannya sebuah berkas
yang sedang dipegangnya dengan erat.

Azka mempersilahkannya duduk.

Manager HRD pun duduk sambil tersenyum.

"Saya sudah mendapatkan dua calon Kepala Chef yang akan menggantikan Kepala Chef yang anda pecat kemarin” Lapor Manager HRD itu memberitahu.

"Oh, ya?" Sahut Azka.

Manager HRD itu pun meletakkan berkas yang dipegangnya ke atas meja.

"Silahkan jika Bapak ingin memeriksa CV kedua kandidat terbaik ini".

Azka mengangguk lalu memeriksa CV tersebut. Kepala Chef yang akan diangkat nanti akan dijadikannya sebagai Kepala Chef di Kastara Indonesia. Kepala Chef itu yang nanti akan mengurusi semua Kepala Koki di seluruh cabang Restoran Kastara yang berada di Indonesia.

Dari data CV, dua Chef itu memiliki nilai yang sama. Dua-duanya pernah menjadi Chef di restoran terkenal di luar negeri dan berpengalaman cukup lama di dalam negeri.

"Menurutmu, siapa yang terbaik diantara kedua ini?" Tanya Azka ingin mengetahui pendapat Manager HRD.

"Keduanya bukan hanya menguasai masakan khas Indonesia saja, tapi mereka juga menguasai segala macam menu dari luar negeri. Kalau ditanya begini saya juga bingung akan memilih yang mana" Jawab Manager HRD itu.

"Hasil psikotes dari keduanya, mana yang lebih berbobot? Selain memiliki nilai kejujuran yang bisa dipercaya” Azka bertanya.

"Dua-duanya mendapat hasil tes yang sama baiknya, Pak!”

Selama ini makanan terlezat bagi dirinya adalah nasi uduk buatan ibu asuhnya. Kerap kali bu Ningsih membuatkan nasi uduk untuk anak-anak panti disaat mendapatkan uang lebih dari para penyumbangnya.

Azka menemukan ide untuk menguji dua chef itu untuk membuat nasi uduk dan menyajikan satu jenis masakan yang berasal dari luar negeri untuk dirinya.

"Kalau begitu, udang keduanya besok pagi untuk datang ke Restoran Kastara Pusat” Perintah Azka pada Manager HRD.

"Baik, Pak!" Lalu Manager HRD itu pun pergi dari ruangan itu.

Rencananya, setelah Kepala Chef dan semua koki sudah didapatkannya kembali, Azka akan memulai meeting dengan team utama nya. Meeting untuk membahas konsep barunya yang sudah disetujui Manopo kemarin.

Dan jika meeting berjalan lancar, barulah dia akan melobi empat investor yang sudah meninggalkan Kastara Indonesia.

–-----------------------------

Di dalam Markas Penguasa Kuda Hitam tampak ramai. Sebuah mobil sedan berwarna putih berhenti di depan pintu utama. Para penjaga gerbang yang berjaga di luar sana tampak heran.

Kemudian turun seorang pemuda tampan dengan rambut klimis dengan setelan jasnya. Dia adalah Hardika Nugroho yang tak lain anak dari Pak Manopo.

Saat para penjaga mengetahui bahwa yang datang itu adalah anak pengusaha ternama, para penjaga langsung menyambutnya dengan penuh hormat.

"Apa Om Basar ada di dalam sana?" Tanya Hardika.

"Ada, Tuan. Mari saya antar!” Jawab salah satu penjaga gerbang utama itu.

Hardika masuk ke dalam diantar oleh penjaga itu. Basar yang berada di dalam ruangan ber AC langsung girang melihat kedatangan keponakannya.

"Rupanya liburanmu di Paris sudah berakhir" Sapa si Ketua Penguasa Kuda Hitam.

Hardika langsung duduk di ruangan itu sambil melepas dasinya lalu meletakkannya ke sembarang tempat.

“Aku lagi bete, Om!" Sahut Hardika dengan wajah cemberut.

Basar mengernyit, "Bete kenapa?"

"Papa sembarang memberikan jabatan CEO!” Jawab Hardika.

Basar tertawa, “Anak bodoh! Siapapun CEO-nya, kelak perusahaan itu kamu jugalah yang akan memilikinya. Kenapa kamu mengkhawatirkannya?”

"Kastara Indonesia itu bukan punya Papa sepenuhnya, Om! Papa hanya memiliki saham beberapa persen saja di sana. Papa itu orang kepercayaan yang punya Perusahaan Kastara. Dan hingga saat ini, aku masih belum tahu siapa pemilik Kastara yang sebenarnya”

“Papa tidak pernah mau memberitahuku apalagi memperkenalkannya!” Keluh Hardika.

"Yang penting kan papa kamu masih punya saham! Om yakin, setelah papa kamu sudah tidak mampu lagi mengurusi Kastara, dia pasti akan menyerahkannya padamu."

“Kuharap juga begitu, Om!”

“Oh ya, tadi aku ke rumah yang di Villa kenapa sepi sekali? Pada kemana bini-bini, Om?”

“Entahlah!!” Kesal Basar sembari menyalakan rokok.

“Apa mereka berlima ribut lagi, Om? Gara-gara istri paling tua om itu?”

“Ya! Dan keempat istriku kabur gara-gara si wanita tua itu!” Geram Basar.

“Yaelah… tinggal cari yang baru lagi om, pusing-pusing amat! Kalo perlu, aku bisa carikan yang lebih bening! Om butuh berapa? Dua? Lima? Atau Sepuluh?”

Basar tergelak tawa, “Boleh-boleh! Itu baru keponakan, Om! Tau aja kamu apa yang paling disukai para pria!”

Hardika merogoh sakunya dan melemparkan bungkusan diatas meja.

Basar yang tau apa isi bungkusan itu memandangnya dengan tatapan berbinar.

“Barang bagus, Nih! Makasih ya!” Ucap Basar.

Sepersekian detik, Basar baru menyadari sesuatu dan menatap ke arah Hardika.

“Katakan! Apa yang ingin om lakukan untukmu?”

Hardika tersenyum, lalu meraih selembar foto di saku jasnya dan menyerahkannya pada Basar.

"Om kenal orang ini? Aku dengar dia anggota preman!" Tanya Hardika

"Apa dia anak buah Om?"

Basar mengernyit ketika melihat foto Azka di tangannya.

"Memangnya dia kenapa?" Tanya Basar penasaran.

"Dia yang menjadi CEO sekarang!" Jawab Hardika yang membuat Basar terkejut mendengarnya.

"Dia?!!!"

"lya!" Jawab Hardika.

"Memangnya Om kenal?"

Basar langsung merobek foto di tangannya menjadi serpihan kecil.

Hardika heran, "Memangnya dia siapa, Om?"

"Dia musuhku! Dia itu Ketua Penguasa Macan Kumbang. Dan aku pernah duel dengannya!”

“Aku ingin om mengalahkannya lagi untukku. Aku hanya ingin dia, MATI! Ucap Hardika.

Punggung Basar berkeringat, duel ulang? Apa mampu Basar mengalahkannya? Terakhir kali saja dirinya dibuat patah pergelangan kaki dan akhirnya pingsan.

Basar mengalihkan topik, "Gara-gara dia, semua kerjasama Om dengan Dirga dibatalkan dan Om terancam mengganti semua uang yang sudah Dirga berikan!”

“Kenapa om masih dipersulit olehnya? Jangan bilang kalo Om kalah duel waktu itu!”

"Aku kesini tadinya mau minta Om buat bunuh dia, agar posisi CEO kembali kosong. Tapi nyatanya om cupu begini, kayaknya Om gak bakal mampu nyingkirin dia! Kesal Hardika sambil berdiri.

Basar menarik tangan Hardika, "Tunggu dulu!" Pinta Basar.

“Kalah sekali bukan berarti gagal selamanya!” Basar menatap wajah Hardika dengan lekat.

"Memangnya kalau berhasil membunuh anak itu, apa yang bakal Om dapatkan darimu?” Tanya Basar.

Basar memang ingin balas dendam pada Azka yang telah mempermalukannya di depan anak buahnya dulu.

“Dua milyar plus beberapa wanita yang akan menjadi istri, Om!”

Basar tertawa, “Sepakat! Kalau begitu, serahkan semuanya padaku!”.

"Aku tunggu hasil secepatnya, Om!”

"Tenang saja! Anak itu pasti mati!” Basar mencoba meyakinkan.

Hardika kembali meraih dasinya lalu pergi dari Markas Kuda Hitam.

---------------------------------

Di ruang lobby Perusahaan Kastara Indonesia, saat ini sedang ramai dikarenakan semua karyawan yang berada di sana melihat kedatangan Syifa Hadju dengan gaun merah dan kacamata hitamnya.

Syifa duduk di sofa lobby seperti sedang menunggu seseorang.

"Apa artis itu balikan lagi dengan Pak Hardika?" Bisik seorang resepsionis pada teman seprofesinya itu.

"Ya gak tau! Kok tanya saya!” Jawabnya yang membuat teman yang bertanya tadi menjadi kesal, dikarenakan logat jawaban temannya itu seperti yang dia sering temukan di tiktok.

Syifa sadar dirinya diperhatikan banyak orang, namun dia tetap cuek dan menganggap orang-orang disana layaknya manekin.

Syifa mengeluarkan handphone dari dalam tasnya dan menggunakannya.

Azka yang baru saja beranjak dari meja kerjanya untuk makan siang, tampak mengernyit melihat handphone-nya berbunyi di atas meja dengan status panggilan Syifa memanggil.

"Halo!" Jawab Azka.

"Makan siang bareng yuk?" Ajak Syifa.

"Gue gak bisa keluar! Soalnya lagi banyak kerjaan"

"Emangnya gak mau makan meski lagi banyak kerjaan?" Tanya Syifa khawatir.

"Ya, makan! Tapi makannya di kantor aja" Jawab Azka.

"Yah… Padahal gue udah di lobby kantor lo nih, mau jemput lo makan siang bareng di luar" Keluh Syifa diseberang sana.

Azka mengernyit, “Elu udah di lobby kantor gue?"

"lya!" Jawab Syifa terdengar sedih.

Azka menjadi tidak enak hati, "Yaudah, tunggu di bawah!"

"Jadi makan siang bareng nih?" Tanya Syifa girang.

"lya!" Jawab Azka sedikit menyembunyikan keterpaksaannya.

"Asiiiik! Yaudah, gue tunggu di lobby, ya?"

"lya!" Jawab Azka lalu menyimpan handphone-nya dan buru-buru keluar dari ruangannya.

Syifa lantas meraih kaca di dalam tas mewahnya lalu memperhatikan riasan wajahnya. Gaun merah dan perhiasan yang dipakainya akan sepadan dengan setelan jas yang dikenakan Azka, pikirnya.

Para karyawan di Perusahaan Kastara masih lalu lalang di area lobby. Puluhan pasang mata masih tampak memperhatikannya dengan heran. Sebagian ada yang membidikan kamera hp’nya diam-diam dari kejauhan.

Tak menunggu lama, Azka datang berjalan menuju Syifa. Dua resepsionis yang menggosip tadi tampak heran, begitupun dengan karyawan lain yang masih memperhatikannya.

"Dia kesini untuk bertemu dengan Pak Azka?’" Gumam salah satu resepsionis pada temannya dengan tak percaya.

"Kayaknya gak deh! Jawab temannya.

“Ah gak gimana, matamu rabun apa?”

“Maksud gue, palingan Pak Azka nemui Syifa hanya karena mau numpang foto doang! Bisa jadi Pak Azka emang ngefans sama tuh artis.”

Temannya mengangguk setuju.

Azka duduk menghadap Syifa sambil memperhatikan gaun yang dikenakannya terlihat seperti hendak pergi ke acara premier film.

"Lo abis kondangan? Atau abis menghadiri acara premier film?" Tanya Azka heran.

Dengan bete Syifa menjawab, "Enak aja! Gue sengaja pake gaun ini, khusus buat makan siang bareng sama lo."

Azka mengernyit, "Ngapain repot-repot pake gaun segala?"

"Lo kan lagi pake jas? Masa gue nemuin lo kesini pake baju renang?”

Mendengar itu, Azka menggaruk sebelah alisnya yang tiba-tiba gatal.

“Lagian juga gue mau ajak lo makan di restoran bintang lima yang ada rooftopnya, gedung dekat Bundaran HI itu loh?" Terang Syifa.

Mata Azka mengembang, "Gue gak bisa lama-lama."

"Bentaran doang! Ayo sih…” Manja Syifa.

"Yaudah, yuk!" Azka berdiri.

Syifa pun ikutan berdiri lalu langsung menggandeng tangan Azka. Dirinya terkejut, namun dia tidak enak menepis gandengan tangan Syifa di sekitaran orang-orang yang berada di lobby itu.

Dia juga tidak mau membuat Syifa malu gara-gara dirinya melepaskan tangannya. Akhirnya Azka membiarkan tangannya melingkar di lengannya.

Degan gugup, Azka berjalan bersamanya keluar. Dua resepsionis tadi tampak ternganga tak percaya, begitupun orang-orang yang sejak tadi memperhatikannya.

"Dia kesini rupanya mau menjemput Pak Azka?"

"Kayaknya iya, soalnya gak mungkin Syifa menggandeng tangan Pak Azka duluan kalau bukan...?"

"Apa Pak Azka pacar baru Syifa, ya?"

"Mungkin aja!"

"Oh my God! Kok bisa ya?!"

Saat keduanya tengah bergandengan menuju pintu keluar, tiba-tiba berpapasan dengan Hardika, lalu langkahnya terhenti dengan terkejut melihat Azka dan Syifa bergandengan tangan.

"Jadi kalian…." Ucap Hardika tidak percaya.

Syifa tampak tidak suka melihat kehadiran Hardika. Dia menoleh pada Azka, “Yuk Az! Udah laper nih”

Azka mengangguk ke Syifa lalu tersenyum ke arah Hardika

"Jalan dulu ya" Ucap Azka yang membuat Hardika mengepalkan tinjunya.

Rupanya Hardika semakin benci dengan Azka. Sementara orang-orang yang mengawasi mereka di ruangan itu tampak berpura-pura sibuk dengan urusan masing-masing ketika Hardika berjalan dengan wajah kesal menuju pintu lift.

-----------------------------------

Azka dan Syifa sudah duduk di pinggir dinding kaca yang menghamparkan pemandangan kota Jakarta di bawah sana. Mereka sedang berada di Rooftop restoran bintang lima salah satu gedung tertinggi di area bundaran Hl.

Azka menatap Syifa yang wajahnya tampak tidak mood untuk menikmati hidangan yang sudah tersaji di hadapan mereka.

"Emangnya lo kenal sama Hardika?" Tanya Azka membuka obrolan, dia berpura-pura tidak tahu kalau anak Pak Manopo itu mantan pacar gadis itu.

"Dulu gue pernah deket sama dia selama dua tahun" Jawab Syifa.

"Pacaran?" Selidik Azka.

"Bisa dibilang begitu sih!"

"Oh!" Ucap Azka terlihat sedikit bete mengetahui kenyataan itu dari mulut Syifa langsung.

"Kita putus karena dia diam-diam pacaran sama anak gadisnya Pak Santanu" Lanjut Syifa.

Azka terkejut mendengarnya, "Anak gadisnya Pak Santanu?"

"lya!" Jawab Syifa.

"Katanya sekarang dia tinggal di Australia, kuliah di sana" Lanjut Syifa.

Azka tiba-tiba penasaran dengan anak gadis Pak Santanu itu. Dia penasaran bagaimana nasibnya setelah kedua orangtuanya dinyatakan meninggal dan kini perusahaan dikuasai oleh Dirga.

"Kamu kenal deket sama anak gadisnya Pak Santanu?" Tanya Azka.

"Namanya Dian" Jawab Syifa.

"Gue pernah satu SMA bareng dia. Deket banget sih gak. Ya biasa aja, dan pas gue tahu Hardika diam-diam
selingkuh sama Dian, akhirnya gue putusin Hardika”

“Gue juga gak mau punya masalah dengan Pak Santanu yang saat itu gue masih jadi brand ambassadornya dia. Dan kabarnya akhirnya mereka putus juga."

"Apa Hardika masih ngejar-ngejar lo sekarang?" Tanya Azka menyelidik.

"Terakhir pas dia ambil cuti mau pergi ke Paris dia hubungi gue lagi. Dia sempet ngajak balikan tapi gue udah tolak. Nggak ada maaf buat dia yang udah ngeduain gue”

“Cowok itu kalo sekali aja udah berani ngeduain, dia pasti bakal melakukannya lagi dan lagi..."

"Bagus!" Ucap Azka spontan.

Syifa mengernyit heran, "Bagus maksudnya?"

Azka mendadak salah tingkah, "Ya… ya… bagus aja
sama prinsip lo! Gue suka sama prinsip lo itu!" Azka kaku dan terlihat salah tingkah.

Seketika senyum Syifa mengembang. Dia membaca ada gelagat cemburu di wajah Azka.

Azka mengernyit heran melihat Syifa tampak senyum-senyum sendiri.

"Kok senyum?" Selidik Azka.

"Enggak! Makanannya enak nggak?" Tanya Syifa mengalihkan topik pembicaraan.

"Emang gak diragukan lagi sih makanannya" Puji Azka.

"Nanti kalo Restoran Kastara udah berhasil lo rombak total, undang gue makan di sana ya?" Pinta Syifa.

“Pasti!" Kata Azka dengan melempar senyum.

------------------------------------

Disaat keduanya selesai makan dan berniat mengantarkan Syifa ke apartemennya. Tiba-tiba Azka merasakan bahwa mobilnya sedang dibuntuti.

“Ada apa?” Tanya Syifa yang memperhatikan Azka sejak tadi tolah toleh melihat kaca spion.

"Sepertinya kita di ikuti, Fa!" Jawab Azka.

Syifa menoleh ke belakang, dia terbelalak melihat di dalam mobil sedan yang mengikutinya dari belakang tampak dikemudikan oleh lelaki berwajah garang dan tampak kekar. Di sebelahnya, duduk seorang lelaki berkacamata hitam dengan perawakan yang kekar juga.

Sementara para pemotor menggunakan jaket hitam, mirip seperti orang-orang yang mengejarnya dengan senjata di Bogor waktu itu. Perasaan dejavu langsung melanda pikirannya seketika.

"Buruan, Azka! Gue takut mereka nembakin senjata lagi ke kita kayak waktu di Bogor dulu!" Kata Syifa dengan panik.

"Lo merunduk saja dan jangan panik!" Pinta Azka.

Syifa mengangguk lalu merunduk. Azka pun menambah kecepatannya dengan melewati satu per satu kendaraan di depannya.

Sementara mobil sedan dan sepuluh motor yang mengikutinya tampak menambah kecepatan juga.

"Meski ngebut, harus hati-hati juga, Azka! Gue belum nikah dan gue gak mau mati!" Teriak Syifa yang merasakan jantungnya seakan mau copot.

Azka tidak menggubris kekhawatiran Syifa. Dia masih berusaha untuk menjauhkan mobilnya dari kejaran orang-orang yang tidak dikenalnya itu.

"Siapa mereka?" Gumam Azka dalam hati. Namun sedikitpun di matanya tidak ada ketakutan. Kalau saja tidak ada Syifa bersamanya, dia sudah berhenti sejak tadi dan menantang orang-orang yang mengejarnya itu.

Azka makin ngebut, membuat Syifa menangis kejer. Dia merunduk dengan meringkuk sambil berpegangan erat pada sandaran kursi.

Entah sudah berapa mobil yang berhasil dilewati Azka agar bisa lolos dari orang-orang yang mengejarnya.

Azka menoleh ke spion, dia melihat sebuah mobil sedan dan para pemotor yang mengejarnya tadi masih berada di belakang sana dan sedang berusaha mengejarnya dengan kecepatan tinggi.

"Hati-hati, Azka! Apa mereka masih mengejar kita?”

"lya! Dan lo gak usah panik!” Jawab Azka.

"Gimana gue gak panik, kalo kita dikejar-kejar orang kayak begitu!" Dengus Syifa dengan air matanya.

Tak tega batin Syifa tertekan, Azka semakin menambah kecepatannya berharap dirinya bisa segera lolos dari para pengejarnya.

Beberapa meter di depannya terlihat lampu merah baru saja menyala. Azka mencoba menerobos ke sisi kanan meski suara-suara klakson terdengar memekakkan telinga karena mobil Azka menghalangi jalan mereka dari arah berlawanan.

Azka menahan kesal saat melihat kaca spion, rupanya mobil sedan dan puluhan motor yang mengejarnya tadi juga ikut menerobos lampu merah hingga salah satu pemotor yang mengejarnya bertabrakan dengan mobil lain yang melintas di hadapannya dan menimbulkan suara keras serta keriuhan para pengguna jalan.

Azka kembali menambah kecepatannya. Mobil sedan di belakangnya kian ngebut dan sudah berada dekat di belakang mobil Azka. Mobil itu membenturkan body depannya dengan body belakang mobil Azka dengan kuat, hingga terdengar suara hantaman keras dan mobil yang dikendarai Azka berguncang hebat.

"Aaaargh!" Pekik Syifa dengan panik.

Untung saja Azka masih mampu menyeimbangkan mobilnya. Dia kembali menambah kecepatan mobilnya.

Kali ini mobil sedan yang mengejarnya itu berada di samping mobil Azka lalu menghantamkan ke samping mobil yang dikendarai Azka hingga kembali menimbulkan suara benturan dan mobil Azka ikut terdorong sedikit ke samping.

Syifa bak orang gila berteriak histeris dengan rambut yang sudah acak-acakan.

Azka mencoba tetap tenang dan menambah kembali kecepatannya hingga mobil sedan tertinggal jauh di belakangnya. Dia harus melindungi kejiwaan Syifa dengan cara satu-satunya menjauh dari kejaran mereka.

Kini dua motor kembali mengejar mobilnya dengan kecepatan tinggi yang meliuk di samping kiri dan kanan mobilnya.

Salah satu pengendara bermotor hendak mengeluarkan pistol ke arah kaca samping di dekat persembunyian Syifa. Syifa yang melihat itu mengintip dari jendela samping dengan terbelalak.

"Azka! Mereka ngeluarin senjata!” Pekik Syifa dengan merunduk.

Azka menambah lagi kecepatan mobilnya sambil membunyikan klakson agar kendaraan yang berada di depannya memberinya jalan. Beruntung, kini dia berhasil menjauh dari dua pemotor itu.

"Kita berhenti di depan kantor polisi saja. Gue yakin mereka gak akan berani ngejar kita kalo berhenti di depan kantor polisi!" Saran Syifa.

"Masalahnya kita masih jauh dari kantor polisi, Fa!” Balas Azka.

Dua pemotor menambah kecepatan untuk mengejar Azka kembali. Mobil sedan yang berada di belakang dua pemotor pun kian ngebut.

Syifa kembali mengintip ke belakang untuk memastikan apakah yang mengejar mereka tadi benar-benar sudah tertinggal? Namun saat Syifa melihat mereka kian mendekat, dia kembali berteriak.

"Mereka ngejar kita lagi! Hu hu hu….” Tangis Syifa.

Tak berapa lama kemudian puluhan pemotor yang mengenakan jaket hitam bermunculan dari jalan tikus. Senjata api yang dipegang oleh orang yang duduk membonceng langsung di arahkan nya.

DOR

DOR

DOR

Azka terkejut mendengar letupan senjata api, dia mengintip dari kaca spion.

Rupanya para puluhan pemotor yang keluar dari jalan tikus tadi menyerang pemotor dan mobil sedan yang mengejar mobil Azka.

Kini mereka beradu senjata api hingga teriakan-teriakan panik dan ketakutan di sekitar terdengar di belakang sana.

"Gimana? Kita sudah berhasil lolos dari mereka?" Tanya Syifa yang masih merunduk.

"Ada yang bantu kita kayak waktu di Bogor dulu!" Jawab Azka dengan heran.

"Hah?"

"Pokoknya kamu tetap merunduk sampai kita benar-benar aman!" Pinta Azka yang di iyakan oleh Syifa.

Azka menekan dalam pedal gasnya setelah sebelumnya dia melambatkan mobilnya untuk mengamati keadaan yang terjadi. Namun Azka tak menyangka, segerombolan jaket berhitam yang membantunya tadi sebagian mengikutinya dari arah belakang hingga berhasil mengapit di sisi kiri dan kanannya.

“Siapa lagi mereka, Azka?”

"Gue gak tau, yang jelas mereka bukan anak buah gue!"

Dari arah depan, Azka melihat gerombolan pemotor telah menghadang jalannya dengan senjata yang mengarah ke arahnya.

Kini keadaannya semakin genting, mobilnya diapit disisi kiri dan kanan ditambah tak jauh didepannya pemotor lain telah menghadangnya. Azka melambatkan laju mobilnya sembari otaknya dipaksa bekerja keras. Ditengah mencari solusi, kembali baku tembak terjadi.

DOR

DOR

DOR

DOR

Rentetan senjata terdengar mengerikan, pemotor yang mengapitnya tadi saling beradu tembak dengan penghadang jalan di depannya.

“Pegangan yang kuat!” Teriak Azka yang melihat celah.

Syifa langsung berpegangan kuat dalam posisi merunduk. Dengan cepat Azka membanting kemudinya kesebuah jalanan kecil dibarengi rentetan senjata api yang meletus menyerang mobilnya.

Syifa berteriak ketakutan saat menyadari Azka berbelok paksa.

"Tenang Syifa!” Pinta Azka yang kembali membuat Syifa terdiam.

Azka meyakini gerombolan yang menghadang jalannya merupakan bagian dari komplotan yang mengejarnya diawal. Azka berharap mereka yang mengapit di kedua sisinya tadi mampu menumpasnya. Meski dia belum tau siapa mereka sesungguhnya.

Azka yang kini melewati jalanan sempit sambil membunyikan klakson. Orang-orang yang berjalan di jalanan itu berlari menyingkir, beberapa penjual yang mendorong gerobak langsung menyelamatkan gerobaknya agar tidak ditabrak oleh Azka.

Beberapa saat Azka menyadari bahwa dirinya belum aman, masih ada yang membuntutinya. Azka merogoh saku celananya, menarik uangnya dan melemparkannya ke luar jendela, tak ayal menjadi bahan rebutan yang melihatnya. Setidaknya triknya itu bisa menghambat laju para pemotor yang membuntutinya dibelakang.

Azka kini telah keluar dari jalanan sempit, rupanya jalanan sempit itu menembus jalan raya besar yang lain dan mobilnya tengah melaju dengan kencang. Beberapa kali juga Azka masuk keluar ke jalan yang berbeda untuk menghilangkan jejak.

Azka meyakini bahwa kali ini sudah tidak ada lagi yang mengejarnya, sesekali dia mengintip dari balik kaca spionnya.

“Kita berhenti dulu sekalian isi bensin, Fa!” Ucap Azka seraya membelokan mobilnya menuju SPBU dan langsung ngantri di jalur pengisian.

“Gue mau keluar!” Syifa segera membuka pintu dan beranjak turun.

Azka melarangnya karena merasa berbahaya jika membiarkannya sendiri.

“Gue mau pipis!” Protesnya.

Azka baru lega mendengarnya.

Menyadari banyaknya waktu yang terbuang, Azka menghubungi sekretarisnya dan memintanya untuk membatalkan semua jadwalnya hari ini.

Dan setelah mengisi bensin, dia menepikan mobilnya ke Starbucks karena Syifa yang memintanya, disana mereka memesan Ice dan Coffe sekedar melemaskan jantung mereka. Terutama Syifa yang terlihat masih syok dari raut wajahnya, sesekali Syifa memijat lututnya yang masih sedikit bergetar.

“Siapa mereka?” Tanya Syifa dengan ketus.

“Lo sebenarnya ngerebutin apa sih? Segitunya mereka ngincer lo? Gue takut Az! Gue takut lo kenapa-napa?” Isak Syifa.

Azka menenangkannya, dia tidak merasa khawatir dengan orang disekitarnya karena telah memilih tempat private.

“Gue juga gak tau, Fa” Jawab Azka.

“Bohong! Lo nyembunyiin sesuatu kan dari gue?”

Azka menghembuskan nafasnya dengan kasar, “Gue udah bilang ke elo sejak awal, gue ini preman dan musuh gue ada dimana-mana tapi elunya ngeyel”

“Lu bilang gak peduli! Gue juga gak mau lu kenapa-napa, Fa! Makannya gue minta ke elu waktu itu buat ngejauhin gue!”

“Tapi….” Kata Syifa yang langsung disela oleh Azka.

“Udah! Gak usah mikirin gue, gue bisa jaga diri kok!”

“Sekarang kita udah aman dan jangan pikirkan itu lagi. Habis dari sini, langsung gue anterin lu balik ke apartemen!”.

Satu jam mereka berdua menghabiskan waktu di Starbuck. Syifa juga sudah terlihat tenang dan mengantarkan Syifa pulang.

Azka menghentikan mobilnya karena melihat lampu merah telah menyala, dia membuka kaca jendela dan memberikan selembar uang lima puluh ribu pada wanita renta yang mengetuk jendelanya.

Syifa tersenyum melihatnya, “Nih gue tambahin!”

“Seratus?” Tanya Azka memastikan.

“Kenapa? Emang lo aja yang mau pahala? Gue juga mau kali!” Protesnya.

Ditengah laju mobilnya tak disangka gerombolan pemotor bersenjata keluar dari jalan kecil dari arah depan. Azka melihat itu tertegun dan tak percaya.

Azka merasa curiga kenapa dirinya dengan mudah ditemukan?

“Sepertinya ada yang diam-diam memasang GPS di mobil gue!” Pikir Azka berkata dalam hatinya.

“Brengsek!” Maki Azka yang membuat Syifa membuka matanya.

“Ada apa?” Syifa mendengar umpatan Azka.

“Kita belum aman!”

Syifa terkejut dan jantungnya berdebar kembali. Dia memutar tubuhnya ke belakang namun tak melihat gerombolan bersenjata, di depan juga tak ada. Syifa merasa heran.

“Mana? Gak ada tuh?”

“Insting gue, Fa!” Jawab Azka.

Tentu saja Syifa tak melihat keberadaan musuh seratus meter di depannya, itu dikarenakan salah satu kesaktian Giwang yang membuat mata Azka memiliki jarak pindai yang jauh. Itu juga yang menjadi alasan, mengapa Azka dengan mudah menyalip kendaraan di depannya meski dalam kecepatan tinggi.

“Serius? Jangan bercanda, Az! Gak lucu tau!”

Azka tak menjawab, dia hanya menepi lalu memutar kemudinya sehingga mobilnya kini berlawanan arah dengan mobil lain. Mobilnya dia lajukan disisi bahu jalan dengan hati-hati, meski sebenarnya tidak perlu untuk menepi meski dia mampu tapi belum tentu dengan pengendara lain yang bisa mengakibatkan lakalantas.

Setelah mendapati rambu putar balik, barulah Azka menyebrang dan masuk ke sisi jalur itu dan langsung tancap gas.

Rupanya para penghadang yang menunggu disana merasakan kejanggalan, salah satunya melihat titik merah yang berkedip dilayar hpnya semakin menjauh.

“Brengsek! Dia menyadarinya”

Kemudian dia menelpon pimpinan regu yang lain dan segera meresponnya dengan cepat.

“Baik! Kita akan menghadangnya di sini, kalian bergerak maju saja. Kita akan mengepungnya bersama”

“Tapi kita sudah kehilangan banyak pasukan!” Protes informan tadi.

“Jika kamu takut mati, pulang dan bertani saja!” Jawabnya dengan kesal.

Azka semakin bingung akan bergerak kemana setelah memutar balik laju mobilnya.

“Kita mau kemana Azka? Kenapa putar balik?” Tanya Syifa yang merasa heran.

“Gue udah bilang tadi, kalau didepan kita sudah banyak yang menghadang” Jawab Azka yang tengah memacu mobilnya.

Dari kejauhan, dia melihat kembali gerombolan pemotor bersenjata keluar dari jalanan kecil dan sedang menunggunya ditepi jalan.

Azka yang melihat itu mengerutkan keningnya dan baru menyadari bahwa mereka adalah gerombolan yang tadi baku tembak. Ada pita merah di lengan bahu kirinya sebagai tanda pengenal.

Saat melewati mereka, Azka dengan sengaja membunyikan klakson. Mendengar itu, mereka saling berpandangan satu sama lain seakan pemikiran mereka sama. ‘Tidak mungkin pemuda itu mengenali kita’

“Ayo ikuti dia!” Perintahnya.

Azka melirik kaca spion dengan tersenyum, “Benar dugaanku, tapi siapa mereka?”

Tak berangsur lama dari arah depan, riuh klakson saling bersahutan, sebelah sisi jalan raya itu mulai terlihat kemacetan dikarenakan para pemotor bersenjata melaju di jalanan yang berlawanan arah. Tak sekali terdengar letupan senjata meletus, para pengendara mobil dan motor ketakutan tak menyangka akan bertemu dengan teroris, pikir mereka. Beberapa ada yang menelpon polisi.

Azka yang mengetahui bahwa dirinyalah yang menjadi target utama. Maka dia memutuskan untuk menjauh dari jalan raya besar untuk menghindari korban jiwa yang semakin banyak. Azka membanting stir dan masuk ke jalanan kecil tanpa berpikir lagi. Setelah masuk barulah dia menyadari satu hal, bahwa di ujung sana tertutup tembok.

“Sial!”

“Kenapa, Az?” Tanya Syifa.

“Jalan ini buntu!” Jawab Azka.

Dari balik kaca spion, para pemotor bergerak ke arah dirinya. Kini Azka terjebak, sisi kiri dan kanan jalan kecil itu ditumbuh pepohonan yang sepertinya itu adalah pekarangan.

“Merunduk, Fa!” Seru Azka

Syifa langsung merunduk saat mendengar tembakan mengenai kaca belakang mobil. Untung saja mobil itu anti peluru, hingga tembakan dari satu pemotor itu tidak berhasil menembus kaca belakang mobilnya.

Aska mengatur nafasnya sambil memandangi Syifa.

"Lo tunggu disini dan jangan keluar dari mobil" Pinta Azka.

"Jangan keluar, Azka. Mereka bawa senjata! Teriak Syifa.

"Elo bisa mati kalo keluar!"

"Lu tenang aja" Seru Azka lalu membuka pintu mobil.

"Azkal!" Syifa berteriak panik.

Namun teriakannya itu dihiraukan Azka.

Azka berjalan menghampiri para pemotor, semua senjata diarahkan pada dirinya.

Dengan satu perintah, rentetan senjata pun meletus.

DOR

DOR

DOR

DOR

Mereka menembaki Azka bertubi-tubi, namun tak ada satu peluru pun yang sanggup menembus tubuhnya.

Sementara Syifa yang mendengar itu di dalam mobil berteriak histeris sambil merunduk dan menangis.

"Azkaaaaaal!!!" Teriak Syifa bak orang gila karena mengira Azka pasti meninggal.

Dalam isak tangisnya, Syifa mendengar sayup keributan dari belakang mobilnya. Saat Syifa mengintip ke belakang, dia terkejut melihat Azka ternyata masih hidup dan kini dia sedang bertarung melawan para pemotor itu.

Azka telah benar-benar berubah menjadi serigala ganas di antara kawanan domba. Pukulan dan tendangannya membuat mereka semua tidak memiliki kesempatan untuk membalas.

Tak butuh waktu lama sepuluh pemotor telah tewas di dekat masing-masing motornya yang ambruk. Mereka dengan mudahnya kehilangan nyawa hanya dengan sekali Azka melayangkan pukulan maupun tendangan.

Tersisa seorang yang sedang terpaku di atas motornya, tubuhnya menegang melihat dewa kematian menghampirinya.

DOR

DOR

Dia melepaskan tembakan untuk merobohkan Azka meski dia tau akan hasilnya. Azka berjalan semakin mendekat dengan seringaian dari balik senyumnya.

Pemotor itu jatuh ke tanah seiring motornya yang tiba-tiba diangkat oleh Azka. Dia mengesot mundur dengan ketakutan.

Tanpa belas kasih, motor yang sedang diangkatnya Azka langsung dihantamkannya ketubuh pemotor itu hingga membuatnya kehilangan nyawa.

“Azka!!” Panggil Syifa yang telah keluar dan berdiri di sisi mobil.

Azka menoleh lalu berjalan mendekatinya.

"Lo gak kenapa-napa kan, Azka?" Tanya Syifa penuh khawatir.

“Ya lu liat sendiri!” Azka menjawab dengan tersenyum.

“Gue tadi udah mati harapan, Azka! Gue pikir lo meninggal, tapi kenapa lo masih hidup?”

Azka mengacak rambut Syifa dan menjawabnya dengan kebohongan, “Dibalik pakaian gue terpasang rompi anti peluru kok, Fa!”.

“Oh… gue pikir lo punya ilmu kebal” Ucap Syifa.

Dari balik pepohonan seorang berpita merah di bahunya bertanya, “Apa perlu kita keluar sekarang, pemimpin?”

Si pemimpin masih terbengong, rupanya dirinya masih belum mempercayai pembantaian yang barusan dilihatnya. Mereka semua tau jalan yang dimasuki Azka ini adalah jalan buntu dan Azka bakal terjebak di dalamnya, sehingga mereka masuk dan menyebarkan diri untuk bersembunyi dari balik pepohonan untuk melindunginya.

“Dengan kekuatan dan kekejamannya barusan, apa anak itu masih diperlukan pengawalan?” Batin si pemimpin.

“Pemimpin bagaimana?” Tanyanya kedua kali.

Saat pemimpin akan menjawab, tiba-tiba terdengar sayup-sayup raungan sirine. Azka dan Syifa pun mendengarnya.

“Celaka!” Batin Azka. Dia akan mendapati masalah jika polisi menemukan keberadaannya. Dia harus segera pergi dan menghilangkan jejak.

“Cepat masuk mobil!” Pinta Azka yang diiyakan oleh Syifa.

Sebelum masuk kedalam mobil, Azka lebih dulu mencopot paksa plat nomor mobilnya.

“Fa maafin gue!” Kata Azka yang melihat Syifa sedang memasang sabuk pengaman. Lalu membuatnya pingsan.

Kemudian Aska keluar dari mobil lalu berteriak ke sembarang arah,“ Buat apa kalian masih sembunyi, cepat keluar!”

Mendengar teriakan Azka itu, mereka yang bersembunyi akhirnya bermunculan dari balik pohon.

“Siapa kalian?” Tanya Azka dengan waspada.

“Kami dari Kelompok Naga yang akan melindungi, Tuan!” Jawab si pemimpin.

“Kelompok Naga? Kelompok apa itu? Dan siapa yang menyuruh kalian?”

“Maaf tuan! Lebih baik sekarang anda segera pergi sebelum polisi berdatangan!”

Azka mendecak kesal karena pertanyaannya diabaikan tapi dia juga sadar memang waktunya sedang mendesak.

Sipemimpin segera memberi perintah, “Kalian segera sapu orang-orang ini (orang-orang yang dibunuh Azka)”

Sementara Azka sendiri masuk kedalam mobil, lalu membawa Syifa keluar bersamanya.

“Berhati-hatilah! Aku duluan pergi dan terimakasih sudah membantuku” Ucap Azka yang sedang menggendong Syifa di punggungnya pada si pemimpin.

Dari kejauhan Azka melihat kepulan asap membumbung tinggi, rupanya orang yang mengaku sebagai kelompok naga tadi telah membakar tempat kejadian perkara.

“Pintar juga!” Gumam Azka.

Tak berselang lama, para polisi berdatangan menuju lokasi yang sedang terbakar.

----------------------------------

Basar yang sedang duduk di ruangan ber AC mendapatkan telepon dari anak buahnya.

"Halo" Ucap Basar.

"Misi kita gagal, Ketua!" Lapor seseorang dari seberang sana.

Basar geram, "Semua pasukan sudah dikerahkan dan kalian semua gagal? Memangnya kalian tidak berhasil mengarahkannya memasuki wilayah kita? Bukankah di tempat yang sudah kita skenariokan itu sudah dijaga di tiap jalan masuknya?"

"Kita sudah berhasil menjebaknya memasuki kawasan kita, namun tiba-tiba saja muncul kelompok lain bersenjata yang melindunginya dan menyerang kita. Ditambah kehadiran polisi yang menghambat pergerakan kita. Banyak anggota kita yang mati dan beberapa ditangkap polisi”

Basar kian geram mendengar itu.

"Apa mereka anggota Penguasa Macan Kumbang?" Tannya Basar heran.

"Sepertinya bukan!" Jawab anak buahnya di seberang sana.

"Kita tidak tahu siapa mereka, tapi sepertinya mereka bukan kelompok sembarangan. kami menduga mereka dari Kelompok Naga."

Basar terbelalak lemas mendengar itu, "Kelompok Naga?"

"lya, Bang! Ada pita merah dibahunya"

"Siapa bocah keparat itu sebenarnya? Kenapa Kelompok Naga melindunginya?"

"Kita akan mencari tahu secepatnya, Ketua."

Basar menyimpan handphone-nya dengan lemas dan tidak percaya.

------------------------------

Saat taxi yang ditumpangi Azka memasuki kawasan apartemen, dari kejauhan kelompok naga sembilan bergerak pergi meninggalkannya.

Di depan lobby, Azka keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Syifa yang sudah sadar dari pingsannya.

"Ayo turun! Gue anter lo sampe ke depan pintu apartemen."

Syifa mengangguk dan langsung turun dengan wajah pucatnya. Azka meminta supir taxi untuk menunggunya sebentar.

Saat Azka dan Syifa sudah keluar dari lift, keduanya berjalan di lorong itu menuju pintu apartemen Syifa. Saat tiba di depan pintu apartemen, Syifa menoleh pada Azka dengan penuh rasa bersalah.

"Maaf, ini semua gara-gara gue yang ngajak elo makan di luar" Sesal Syifa.

"Lo gak salah" Ucap Azka.

"Mereka memang udah ngincer gue sejak gue menjadi
Ketua Penguasa Macan Kumbang."

Syifa meneteskan air mata sembari memandangi wajah Azka dengan lekat, “Harusnya gue gak ngajak lo makan siang, Azka. Harusnya gue gak ganggu lo disaat lo sibuk kerja. Akibat kejadian ini mobil lo harus…..”

Azka menghela nafas mendengarnya, dia telah menceritakan sebelumnya pada Syifa kenapa dia harus meninggalkan mobilnya itu.

“Ini semua gue lakuin karena... karena.. karena gue kangen sama lo... di kampus dan di cafe gue gak bisa liat lo lagi" Isak Syifa.

“Dan gue juga khawatir lo lupa makan karena sibuk kerja..."

Azka menghapus air mata Syifa dengan tangannya.

“Sekarang lo masuk karena sekarang gue harus kerja lagi dan kalo lo kangen sama gue, lo bisa telepon gue”

“Nanti kalo ada waktu senggang, gue bakal kesini nemenin lo. Dan soal makan, lo jangan khawatir, gue bakal selalu inget dan gak akan pernah telat"

Syifa mengangguk lalu membuka pintu.

Saat Syifa sudah berada di dalam sana dengan pintu yang masih terbuka, Azka memanggilnya.

"Syifa!”

Azka berhenti melangkah lalu menoleh pada Azka dengan heran.

"lya?" Sahut Syifa heran.

"Lo beneran sayang sama gue?" Tanya Azka tiba-tiba.

Syifa menganggukan kepalanya.

"Bukan karena obsesi atau ingin membalas perbuatan Hardika ke elo, Fa?”

Syifa menggeleng.

"Kalo gitu, tunggu sampai semua urusan gue selesai" Pinta Azka.

"Kalo lo mau sabar diri nunggu gue. Disaat waktunya tiba nanti, gue bakal nemuin kedua orang tua lo, buat bilang ke mereka kalo gue ingin menjadikan anak gadisnya sebagai pendamping hidup gue selamanya”

Syifa terisak haru mendengarnya, "Beneran?"

Azka mengangguk.

"Gue bakal sabar nunggu lo, Azka! Hingga kapanpun itu” Kata Syifa.

Azka membalasnya dengan senyuman, "Sekarang anggap gue sebagai teman dulu, bersikaplah ke gue layaknya teman. Lo harus tetap fokus pada karir lo dan gue fokus dulu ke urusan gue sampai waktunya tiba"

“Gak mau ah kalo cuman temen?” Tolak Syifa.

“Terus?”

“TTM ya? Teman Tapi Mesra gitu” Jawabnya dengan manja.

Azka dibuat greget mendengarnya.

"Apa gue masih boleh bawel buat ngingetin lo biar gak telat makan?"

Azka mengangguk.

"Apa gue masih boleh bawel buat ngingetin lo gak boleh berantem lagi?"

Azka mengangguk.

"Apa gue masih boleh bawel buat…”

"Kalo bawelnya kebanyakan, itu namanya bukan nganggep gue temen" Sela Azka.

"Yaudah, bawelnya dua itu aja" Jawab Syifa.

Azka tersenyum kembali, "Yaudah tutup pintunya."

“Cium dulu” Rengeknya dan menarik lengan Azka agar lebih masuk kedalam.

“Ayo…” Pinta Syifa.

Azka menelan ludahnya dengan berat bukan dirinya yang tidak berani. Tapi Syifa ini terlalu berbeda, selama ini kelakuan bejat dirinya hanya didasarkan pada hawa nafsu bukan karena dasar cinta.

“Elu yakin, Fa?”

Syifa mengangguk sembari memejamkan kedua matanya, menunggu Azka menciumnya. Namun setelah ditunggu-tunggu Azka tak kunjung menciumnya, membuat Syifa membuka matanya.

“Azkaaaaaaa” Matanya terbelalak sembari berteriak karena melihat Azka menjauh menuju lift.

“Sorry ya, Fa! Lain kali ajah. Gue lagi ditunggu rapat!” Pekik Azka beralasan.

Syifa ngedumel sendiri sembari menutup pintu dengan kesal.

----------------------------

Juki menatap heran Azka yang turun dari sebuah Taxi
di depan lobi. Kemana mobilnya? Kenapa pakai taxi? Pikirnya.

Juki bergegas mendekati dan menanyai hal itu. Betapa terkejutnya Juki saat Azka mengatakan bahwa dirinya hampir menjadi korban pembunuhan oleh Kelompok Kuda Hitam.

“Ah…!” Juki terkejut dengan mematung.

Lalu, Juki kembali mengejar Azka yang sudah masuk kedalam lobi. Dia mencoba mengejar, namun sudah tak melihatnya lagi. Dirinya sadar diri hanyalah sebagai sopir pribadi dan tidak mungkin mengejarnya hingga keruangan kerjanya.

Dengan perasaan kecewa, dia menyebarkan berita di grup whatsapp, bahwa Ketus hampir terbunuh oleh kelompok Kuda Hitam. Dirinya juga bertanya di grup itu, mengapa tidak ada satupun anggotanya yang memberinya laporan.

Di dalam ruangan kerjanya, Azka merasa risih karena notifikasi di hpnya berdenting terus menerus. Saat dia mengeceknya ternyata itu dari Grup Macan Kumbang. Mengetahui siapa yang menyebarkan berita itu, Azka segera menghubungi Juki.

“Hallo, Juki!”

“Iya, Bang! Apa perlu kita membalasnya?” Sahut Juki to the point.

“Ngawur! Justru aku mau tanya. Maksud kamu menyebar berita itu, apa?”

“Maaf, Bang! Tujuan saya melakukan itu agar kita semua para anggota untuk tidak lengah meski dalam kesibukan berdagang. Dengan kejadian abang tadi, membuktikan kita benar-benar lengah, Bang!”

“Dengan itu saya tidak menginginkan hal yang sama terulang kembali, Bang” Pungkas Juki.

“Terima Kasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi untuk saat ini jangan membuat gejolak dalam kelompok kita. Karena belum saatnya bagi kita melakukan perang dengan Penguasa Kuda Hitam.”

“Baik, Bang” Patuh Juki.

Setelah menghubungi Juki, Azka merenung dan mengingat kejadian barusan yang hampir mencelakai Syifa.

“Siapa orang yang sudah berani memasang GPS di mobil gue?” Gumam Azka.

“Apa ini ada kaitannya dengan Hardika? Apa dia berkomplot dengan Kelompok Kuda Hitam?” Lanjutnya berpikir.

“Gue perlu orang dalem untuk menyelidikinya, tapi Juki terlalu beresiko dan akan sangat berbahaya jika ada yang mengenalinya.”

Kemudian Azka mendapatkan solusinya, dia menghubungi Udin sahabatnya yang bekerja di Cafe Syifa untuk pindah bekerja di Perusahaan Kastara sebagai OB. Dengan begitu, Azka memiliki telinga kedua untuk mendapati siapa saja yang berkhianat ataupun membicarakannya di belakang. Dengan kehadiran Udin, ini sangatlah membantu.

Kemudian Azka menghubungi dealer mobil, dia memesan sebuah mobil yang tidak terlalu mewah dan meminta tambahan spek, seperti body dan kaca anti peluru. Hal ini sangatlah penting untuk melindungi nyawa orang-orangnya yang ikut bersama di dalam mobilnya. Untuk masalah biayanya, itu bukanlah masalah bagi Azka. Mengingat Manopo pernah mengatakan untuk menggunakan kartu kredit semaunya.

------------------------------

Hardika sejak tadi mondar-mandir di dalam ruangan kerjanya, sejak tadi dia menunggu laporan dari pamanya, Basar.

“Hallo!” Jawab Hardika ketika hp nya berdering.

“Ada masalah!” Kata Basar di seberang sana.

“Kenapa, Om? Apa om telah gagal membunuh anak setan itu?” Tanya Hardika.

"Kamu harus hati-hati dengan anak itu! Dia itu bukan orang sembarangan! Banyak misteri dalam hidupnya yang membuat Om bertanya-tanya siapa dia sebenarnya."

"Bukan orang sembarangan gimana, Om?"

"Pokoknya, jika kamu ingin menyingkirkan dia disana, jangan gunakan kekerasan! Kamu harus menggunakan cara cerdas, agar ayahmu tidak percaya lagi sama dia dan mau menyingkirkan dia di perusahaan itu."

Basar langsung memutuskan sambungan teleponnya, membuat Hardika menjadi kesal. Dia juga penasaran siapa Azka sebenarnya.

-------------------------------

Setelah menghubungi dealer mobil, tak lama hp nya kembali berdering, rupanya Syifa yang menghubunginya. Saat dia hendak mengangkatnya, rupanya sudah dimatikan oleh Syifa di seberang sana.

Azka mengerutkan keningnya menatap layar hp nya. Kemudian hp nya berbunyi lagi, dan saat Azka hendak mengangkatnya lagi, Syifa kembali mematikannya.

Azka menghela nafas lalu balik menghubunginya.

"Halo" Jawab Syifa di seberang sana dengan nada sedikit kesal.

"Ada apa?" Tanya Azka.

"Enggak kok!" Jawabnya jutek

"Aku tadi mau nelpon, tapi takut ganggu kamu" Lanjut Syifa.

"Aku? Kamu?" Kata Azka mengulang.

"lya, kamu!" Kata Syifa.

Azka tertawa, "Sekarang kok pake aku-kamu, sih? Bisanya juga elo-gue!”

Syifa di seberang sana tampak kikuk karena Azka menyindirnya.

“Emang gak boleh kalo sekarang pake aku kamu?”

"Aneh!” Sahut Azka.

"Yaudah, kalo gitu pake lo gue lagi deh" Syifa mengalah.

"Hm" Sahut Azka yang juga bingung mau membahas apa. Entah kenapa dia mendadak salah tingkah juga mengingat dirinya sudah menyatakan perasaannya.

"Lo udah di kantor?" Tanya Syifa.

"lya" Jawab Azka.

"Sebenarnya gue mau nanya sesuatu."

"Nanya apa?"

"Gak jadi. Mending lanjut kerja gih" Kata Syifa.

"lya" Jawab Azka.

Syifa memutuskan sambungan telepon di seberang sana. Azka tersenyum sendiri lalu kembali memutar kursinya menghadap mejanya.

Dia harus membuat bahan presentasi untuk memaparkan semua idenya pada team utamanya. Tak lama kemudian, Risma mengetuk pintu dan Azka mempersilahkannya masuk lalu berhenti di depan meja kerja.

“Maaf, ganggu ya? Hardika ingin bertemu. Apa kamu bersedia menerimanya?” Tanya Risma.

Azka mengernyit mendengarnya, dia heran apa tujuan Hardika menemui dirinya.

"Ok! Suruh dia masuk" Jawab Azka.

Risma bergegas keluar dari ruangan itu.

Hardika masuk dengan wajah ramahnya lalu duduk di hadapan Azka.

"Ada yang bisa dibantu?" Tanya Azka dengan ramah padanya.

"Apa nanti malam ada waktu?" Tanya Hardika.

"Memangnya ada apa?" Balik Azka bertanya.

"Pengen ngajak keluar aja" Jawab santai Hardika dengan menyembunyikan niat busuknya.

"Gabung sama temen-temen gue di club!" Lanjutnya.

"Lupakan saja niat lu itu. Gue gak tertarik!” Cuek Azka.

Hardika mengernyit, "Emang lo gak suka mabok?"

Azka menggelengkan kepalanya.

Hardika tertawa.

Azka merasa kesal, “Kenapa lu ketawa?"

"Lo itu CEO! Ke depan lo harus berhubungan dengan banyak orang penting. Dan untuk merayu klien, mereka lebih senang meeting di club malam. Lo harus belajar itu. Kalo nggak, mana bisa lo mau bujuk para investor yang udah lama kabur dari Kastara? Mereka semua doyan minum sama doyan perempuan" Ujar Hardika.

“Urus saja urusan lu sendiri! Gimana ngelakuinnya itu urusan gue. Kalau tidak ada hal penting lain, silahkan keluar!” Usir Azka.

Hardika berdiri "Oke! Gue pengen liat dan sekaligus penasaran, apa orang kayak lo beneran bisa ngebuat Kastara jadi maju kayak dulu!"

Hardika langsung keluar setelah mengatakan itu.

Azka menarik napas berat lalu menghembuskannya untuk menahan emosi.

Hingga sore Azka masih sibuk di ruang kerjanya, hingga waktunya pulang, dia mendapat telpon dari nomor tak dikenal. Azka langsung mengangkatnya meski dia tidak tahu siapa yang menghubunginya itu.

"Halo!" Ucap Azka.

"Di mana kamu?" Tanya seseorang di seberang sana.

Azka merasa heran dan menerka suara siapa yang menghubunginya.

“Kamu tidak usah bingung, ini aku Pak Rojak!”

Azka ingat itu adalah suami ibu asuhnya.

"Malam ini datanglah ke rumah, karena ada yang ingin aku bicarakan. Sekalian mengabulkan permintaan kakak angkatmu, kasihan bolak balik ke kosanmu tapi tidak pernah ada dirumah dan ternyata kamu sudah pindah”.

“Oh kak Mawar” Kata Azka.

“Ya! Jangan lupa nanti malam datang kerumah!” Setelah itu Rojak mematikan handphonenya.

“Untuk apa di private nomernya?” Gumam Azka yang kemudian tak ambil pusing. Dia bergegas pulang dengan meminjam mobil operasional perusahaan.

-----------------------------------

Juki, Marwan dan Nugi duduk bertiga di markas. Malam itu markas tampak tidak terlalu ramai, karena sebagian anggota lebih memilih istirahat di warung sembako maupun di sembarang tempat bagi yang berjualan sembako keliling.

"Bagaimana, Bang?" Tanya Marwan.

"Apakah sudah tau siapa yang mencoba mencelakai ketua?”

Juki menunjukkan wajah geramnya, "Ini semua ulah Penguasa Kuda Hitam" Jawab Juki.

Marwan dan Nugi terkejut mendengarnya.

"Penguasa Kuda Hitam? Gue sudah menduganya!" Kata Marwan.

"Emangnya abang tahu dari siapa?" Tanya Nugi penasaran.

"Ketua sendiri yang mengatakan itu! Dan ketua bilang, belum waktunya kita berperang dengan Kuda Hitam”

“Ah, kenapa mesti nunggu waktu sih! Gue udah gatel pengen nonjokin tuh orang pada!” Sungut Marwan.

Marwan penasaran dan bertanya, “Emang kejadiannya seperti apa, Bang?”

“Kok nanya gue? Gue nanya siapa? Nanya ketua? Yang ada gue kena tempeleng! Ketua aja gak cerita!” Kesal Juki.

Juki sontak berdiri dengan penuh emosi, "Ini gak bisa dibiarkan! Kita harus serang Penguasa Kuda Hitam malam ini juga! Gue akan tarik semua pasukan sekarang juga! Pokoknya Basar harus mati malam ini!" Ujar Juki penuh emosi.

"Sabar..." Bujuk Nugi.

"Gue gak bisa sabar, Gi! Mereka sudah injak-injak harga diri Penguasa Macan Kumbang”

“Kita hampir saja kehilangan ketua! Apa lo berdua pada gak berterima kasih dengan ketua? Berkatnya, sekarang seluruh anggota bisa berbisnis dan menegakan harga dirinya tanpa dipandang sebelah mata oleh orang lain.

"Tapi bukannya abang bilang tadi, kalau Ketua mengatakan belum saatnya perang?” Protes Marwan.

“Bener kata Marwan, Bang! Kalo abang perintahkan anggota untuk menyerang malam ini, bukannya itu melangkahi Ketua? Artinya kita sudah berkhianat dengannya. Ketua pernah mengultimatum seluruh anggota, bahwa berkhianat sama dengan mati”.

Juki terdiam mendengar penjelasan Nugi.

Marwan menatap Juki, "Mulai sekarang, jangan biarkan ketua menyetir mobil sendiri. Bukannya di awal, abang diminta untuk tinggal dengannya? Kenapa ditolak?”

Nugi menimpali perkataan Marwan,, “Abang mulai besok tinggal dirumahnya saja, selain jadi supir pribadi, kalau bisa sih selalu ikuti ketua dengan baik!”

“Aiiiissh….. kenapa lu berdua pada pinter sih sekarang? Gue berasa gak layak jadi pemimpin!”

Marwan dan Nugi tertawa terbahak, “Lebay lu, Bang!”

“Mengenai markas masih ada gue dan Nugi!” Kata Marwan.

Juki kembali mengangguk, sesaat kemudian menoleh dengan sengit.

“Maksud lu apa, jadi pemimpin? Lo mau geser jabatan gue, hah?!”

“Dengerin gue dulu bang!” Marwan mencoba menenangkan Juki.

“Kita semua tau, perintah bang Juki adalah mutlak setelah Ketua. Tapi posisi abang kedepannya akan jauh dengan markas. Sedangkan markas harus tetap ada yang mengelola. Sementara Ketua, mempercayai abang untuk menjadi supir dan tinggal dirumahnya.”

Juki terdiam sembari berpikir keras.

Dengan legowo Juki berkata, “Mulai saat ini jabatan pemimpin gue serahin ke elo, Wan! Komando pasukan ada di tangan elo. Gue lakukan ini demi kita semua.”

"Baik, Bang! Malam ini juga gue kabarkan ke seluruh anggota dan mereka harus bergiliran berjaga di jalanan" Jawab Marwan dengan mantap.

“Entahlah keputusan gue ini benar atau salah” Gumam Juki dalam hatinya.

--------------------------------

Dan malam itu, Azka datang kerumah Rojak. Bu Ningsih dan Kak Mawar telah menunggunya sedari tadi.

Mendengar suara Azka datang bertamu, Kak Mawar langsung membukakan pintu. Azka terkejut karena Kak Mawar tiba-tiba menjewer kupingnya dan membuat dirinya meringis kesakitan.

“Sakit, Kak! Ampun sakit!” Keluh Azka.

“Dasar adik nakal! Pindah gak bilang-bilang” Gerutu Mawar yang masih menjewer kuping Azka.

“Kyaaaa…..” Azka melepaskan diri dan bersembunyi dibalik Bu Ningsih.

Mawar berkacak pinggang, “Cari bantuan? Huh, menyebalkan!”

Bu Ningsih berbalik dan merangkul Azka. Azka memeletkan lidahnya pada Mawar yang membuatnya cemberut.

“Sudah-sudah ributnya. Ayo masuk, ibu sudah siapkan masakan kesukaanmu, Nak!”

Sedari tadi, Rojak melihatnya dengan tatapan iri dengan kehangatan mereka bertiga.

Setelah keempatnya makan bersama, mereka bercengkrama di ruang keluarga. Berbagi cerita dengan ceria.

Ningsih mengajak Rojak ke kamarnya untuk istirahat karena hampir larut malam. Sedangkan Azka disuruh menginap saja dan disurur tidur sekamar dengan Mawar. Tak ada pikiran yang aneh dalam benak mereka. Awalnya, Azka menolak tapi karena dibujuk Ningsih dan berhubung besok adalah hari minggu, jadi Azka mengiyakan untuk bermalam.

Mawar dan Azka rebahan di kasur yang sama, keduanya tak langsung tidur. Mereka masih saling bercerita.

“Jadi beneran? Adiku yang jelek dan nakal, sekarang jadi CEO?” Tanya Mawar memastikan.

“Aku gak jelek dan senakal itu loh, Kak!” Protes Azka.

“Emang kakak gak tau kelakuan kamu waktu kecil!” Mawar melotot ke arah Azka.

“Kelakuan apa, Kak?”

“Kamu kan sering ngintip kakak, ibu dan pengasuh yang lain. Hayo ngaku!!”

Azka terkejut dan langsung membungkam mulut Mawar, “Kak! Jangan keras-keras. Nanti ada yang denger bagaimana?”

“Cih ngaku juga kamu!” Kesal Mawar setelah terlepas dari bungkaman Azka.

Merasa dirinya terpojokan, Azka berdalih, “Namanya juga anak-anak, Kak! Wajarlah… masih dalam tahap rasa ingin tau!”

“Sebenarnya itu aku lakukan karena penasaran awalnya, Kak. Apa sih yang membedakan laki-laki dan perempuan itu? Rupanya model kencingnya aja yang berbeda.” Kata Azka yang membuat Mawar menatapnya dengan ambigu.

“Terus yang bikin aku jadi makin penasaran adalah, kenapa para wanita punya rambut yang berbeda-beda. Ada yang gundul, setengah gundul bahkan ada yang macam hutan belantara” Lanjut Azka yang langsung mendapatkan timpukan bantal di kepalanya.

Azka meringis dengan tersenyum.

“Apa kak Mawar masih setengah gundul seperti dulu?” Tanya Azka dengan meringkuk seperti udang rebus.

Mawar dengan kejam menduduki Azka dan memukulnya berulang kali.

“Ampun kak! Ampun!” Kelakar Azka dengan tertawa geli dibalik serangan pada dirinya bertubi-tubi.

Ningsih yang mendengar keributan dari kamar sebelah, bangkit dan mengetuk pintu dari luar.

“Lekas tidur! Jangan berantem lagi, sudah malam!”

“Ya, Bu!” Jawab Mawar.

Azka berbisik pelan, “Jangan beritahu ibu ya kak. Please….” Pinta Azka.

“Kakak bakal ceritain ke ibu, biar kamu dihukum!” Cuek Mawar.

“Kecuali….” Lanjut Mawar membuat Azka penasaran.

“Sepuluh juta. Anggap sebagi uang tutup mulut, sanggup gak?”

“Sepuluh juta? Oke oke!” Jawab Azka tanpa berpikir lama.

“Ada satu hal lagi” Lanjut Mawar.

“Apa itu, Kak?” Membuat Azka makin curiga.

“Semenjak kamu hobi mengintip, kamu sering sekali masuk ke kamar ibu malam-malam dengan dalih sering mimpi buruk, Kan?”

“Lama-lama kaka curiga dan ngintip ke kamar ibu, ternyata kamu sering nyusu sama ibu”

DUAR! Azka tak percaya kelakuan bejatnya semasa kecil terbongkar oleh kaka angkatnya sendiri.

“Itu… itu ya bukan salahku, Kak! Ibu sendiri gak nolak kok” Dalih Azka.

“Apapun alasanmu itu, yang pasti kamu punya skandal dengan ibu! Jangan bilang kamu datang kesini mau….”

Azka menyela, “Jangan ngawur, Kak. Sembarangan!”

“Udah malam. Tidurlah, Kak!” Ucap Azka seraya berbalik menghadap tembok.

“Hei! Kaka belum selesai bicara!” Mawar membalik tubuh Azka yang berat.

“Apalagi sih, Kak? Aku ngantuk nih ingin ti–” Belum sempat Azka menyelesaikan kalimatnya. Mawar sudah meremas batang Azka dari balik celana levis.

Kelakuannya itu, sontak membuat Azka meringis menahan mules, “Kak?”

Mawar merapat di samping Azka yang berbaring.

“Kaka gak tau skandal apa kamu dengan ibu. Tapi kaka harap kamu mau melibatkan Kaka. Kamu tau kan, kita dari kecil sebatang kara, diasuh di panti dan sejak kecil kaka gak terlalu banyak mengenal cowo. Kamu dan ibu orang yang paling kaka percayai. Aku harap kita bertiga bisa terus kumpul bersama” Papar Mawar berlinang air mata.

“Serius, Kak?” Tanya Azka dengan merubah posisi tidurnya yang ikut menyamping. Wajah keduanya kini saling berhadapan. Hembusan nafas silih menerpa wajah mereka.

Mawar mengangguk dan berkata, “Sejak dulu kaka sudah merasa suka denganmu. Apalagi kamu sering sekali dekat sama ibu, membuat kaka jadi cemburu.”

Lalu Azka menawari Mawar untuk tinggal dirumahnya sebagai pengawas pembantu. Dan menceritakan bagaimana dirinya memperlakukan Bi Mayang dan keempat istri Basar yang nanti akan datang ke rumahnya sebagai pembantu juga.

Mawar tak menyangka kebejatan Azka sudah terlatih sejak dini. Dirinya berpikir mungkin itu adalah bakat.

“Sontoloyo! Kamu ini bener-bener ya, Dek!” Mawar menggelengkan kepalanya tak mengira.

Mawar yang kadung sudah jatuh cinta sejak dini mengiyakan penawaran Azka tersebut. Kemudian keduanya tertidur dengan saling berpelukan. Entah Azka harus bahagia atau menangis, malam ini tidurnya merasa tak begitu nyenyak karena kerap kali dirinya terbangun karena ulah Mawar yang menggelitik batangnya.

Esok paginya setelah menikmati sarapan bersama. Azka diajak oleh Rojak ke pekarangan di belakang rumahnya. Keduanya duduk mengobrol di bale-bale.

Melihat kesekitaran tempat, Azka tergelitik untuk bertanya.

“Tempatnya sengaja dibuat ala militer, Pak? Saat waktu saya kesini masih polosan. Apa bapak yang mengatur tempat ini?”

Rojak tersenyum setelah menyeruput kopi hitamnya, “Sekedar iseng buat olahraga saja!”

“Oh ya pak, terimakasih soal tempo hari yang sudah mau repot-repot datang dan mengobati”

“Kalau boleh tau, kenapa bapak bisa tau kalau aku berada dirumah sakit?”

Rojak menjawab, “Dulu bapak pernah berselisih dengan Penguasa Kuda Hitam, Basar! Dia mengancam ibumu untuk mengambil alih tanah panti yang dulu kamu tinggali”

“Berhubung tanah dan bangunan itu milik bapak, bapak tidak bersedia menjualnya bukan hanya harganya saja yang murah tapi karena satu hal”

“Kamu tau, apa yang membuat bapak mempertahankan bangunan itu? Tidak lain itu karena bapak naksir dengan ibumu” Ujar Rojak terkekeh.

Dan Rojak melanjutkan ceritanya, “Hingga akhirnya bapak berkonflik dengannya hingga masalah itu selesai. Anak buahku masih mengenali Basar beserta anak buahnya, hingga suatu saat, mereka mengabari soal perselisihannya dengan Penguasa Macan kumbang yang baru, yang katanya masih muda.

“Bapak mencari tau siapa pemuda itu, dan kebetulan bapak mengenal kedua pentolan Ketua Macan Kumbang sebelumnya, karena mereka berdua adalah temanku”

“Mereka jugalah yang memberitahuku.”

Azka terkejut mendengar cerita Rojak, “Berarti bapak selama ini sudah tau identitasku?”

Rojak mengangguk membenarkan.

“Bapak penasaran. Kemampuan apa yang kamu miliki hingga membuat kedua Ketua Macan Kumbang mau melepas jabatannya. Karena setahuku, mereka berdua tidak mudah dikalahkan, mereka berdua kerap kali berselisih paham hingga akhirnya pecah menjadi dua komando”

“Yang menjadi semakin heran keduanya malah akur sekarang. Bahkan kita bertiga pernah reuni dengan mabuk bersama.”

“Karena sifatmu yang masih muda dan kerap kali labil. Jadi bapak meminta anak buah untuk mengawasimu, hingga berita itu datang dan bapak langsung menemuimu di rumah sakit waktu itu” Papar Rojak menjelaskan panjang lebar tanpa dia memberitahu identitas dirinya yang sebenarnya.

Terlepas baik atau buruknya, Azka mengucapkan terimakasih pada Rojak.

Rojak menatap langit, “Nak! Jika kamu tidak keberatan. Bapak ingin kamu mempelajari sebuah ilmu yang akan bapak ajarkan”.

Azka mengernyit, “Bukan ilmu kebal kan, Pak” Sindir Azka yang juga dulu pernah ditawari Rojak.

“Bukan!” Sungut Rojak sedikit kesal.

“Ilmu ini adalah Ilmu Pukulan Harimau. Ilmu itu bisa mengimbangi Ilmu Tapak Kuda Setan, milik Basar!”

Azka melambaikan tangannya, menolak dengan sopan. Dirinya merasa sudah cukup dengan kesaktian Giwang yang dia miliki saat ini, sebagian dia sudah menguasai kesaktian Giwangnya itu, namun sebagian masih menjadi misteri seperti apa kesaktian lainnya.

Pernah, Azka meminta agar Puteri menjelaskan apa saja kesaktian dari Giwang tersebut, namun Ratu Pantai Utara itu menolaknya. Puteri lebih suka Azka mengetahuinya sendiri seiring berjalannya waktu.

“Sombong sekali kamu, Nak!” Lupakan saja kalau kamu memang tidak berminat. Bapak hanya ingin mengatakan, masih ada langit di atas langit” Ucap Rojak dengan mulutnya yang bersungut-sungut.

Ningsih dan Mawar datang membawa makanan.

“Lagi pada ngobrolin apa sih, Pak? Serius amat kelihatannya” Tanya Ningsih dengan meletakan nampan berisi makanan.

“Duh ganggu sih, Bu! Sana-sana kalo udah selesai!” Usir Rojak yang membuat Ningsih cemberut.

“Kenapa, Bu? Marah? Gantian dong! Kalian dari semalem asik ngobrol bertiga. Kini giliran bapaklah yang sesama lelaki gitu. Ya gak Az?” Ucapnya meminta dukungan pada anak asuh istrinya itu.

Azka yang ditempatkan di tengah-tengah duri langsung protes, “Waduh! No komen deh kalo soal itu, Pak!”

“Ya sudah, ibu kasih waktu setengah jam lagi. Awas kalo lebih dari itu!” Ancam Ningsih pada suaminya yang langsung dibuat menelan berat ludahnya.

Azka terkekeh sembari menengok kebelakang melihat kepergian Ningsih dan Mawar, “Ngeri juga ya, Pak! Kalo ibu lagi marah”

Rojak mengiyakan, “Kalo udah marah. Beuuuuh..!! Seminggu gak dapat jatah”

Spontan Azka tertawa terbahak-bahak.

Setelah puas tertawa, Azka bergeser ke arah Rojak.

“Ada yang ingin aku ceritakan, Pak!” Ungkap Azka.

“Soal apa?” Tanya Rojak

“Soal Kelompok Naga!”

DUAR! Rojak terkejut bukan main, sampai-sampai dia tersedak onde-onde yang sedang ditelannya.

"Kamu jangan percaya keberadaan Kelompok Naga, kelompok itu tidak pernah ada. Dan itu hanya sebuah konspirasi!” Ucap Rojak yang tidak ingin Azka mencurigainya.

"Tapi ini nyata, Pak!”

"Nyata bagaimana?"

"Waktu itu, aku pernah mendapatkan kiriman buku-buku dari Organisasi Cahaya Bumi. Dan buku itu ada hubungannya dengan Kelompok Naga. Nah kemarin siang, aku dikejar-kejar lagi oleh Penguasa Kuda Hitam. Dan Kelompok Naga muncul membantuku!”

"Kamu tahu dari mana kalo mereka dari Kelompok Naga?" Tanya Rojak dengan heran.

"Mereka ngaku sendiri, Pak!”

“Dan sebelumnya, aku juga pernah dikejar-kejar anak buah Dirga di Bogor, Kelompok Naga juga yang ngelindungin aku, Pak!”

“Aku heran, siapa yang mengirimkan mereka untuk menjagaku, ya? Apa ini ada hubungannya dengan Pak Adirata? Apa Pak Adiratalah yang mengirimkan Kelompok Naga? Dan sampai sekarang aku masih belum tahu di mana keberadaan Pak Adirata”

Rojak menyimpan keterkejutannya. Dia bangkit berdiri, "Udah, jangan dipercaya! Sekarang kamu pulang karena besok kamu harus kerja!”

“Pokoknya sekarang kamu harus fokus dengan kerjaan kamu. Buktikan pada perusahaan yang merekrutmu menjadi CEO, bahwa kamu itu mampu membangkitkan kembali nama baik perusahaannya. Sekalian kamu belajar buat jadi pengusaha suatu saat nanti."

"lya, Pak! Tapi…”

Rojak yang tidak ingin Azka memperpanjang pertanyaannya soal Kelompok Naga menyuruhnya pulang. Anak itu mumpung masih belum tau kalau dirinyalah sosok Tuan Naga Sembilan yang bertanggung jawab atas keselamatannya. Rojak tidak ingin mengungkap jati dirinya.

“Udah pulang sana!”

“Masalahnya apa bapak gak takut kalo ibu bakal marah, nyuruh aku pulang gitu ajah”.

Rojak menepuk jidatnya sendiri.


Bersambung…

 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd