Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hak Asasi Money 21+ [On Going]

Tiga, Dua, Satu. Sound Cek...! silahkan dilanjutkan suhu... terimakasih suguhannya
 
***
24
Sang Penjagal

Ubin lantai marmer sebuah bangunan semi mewah yang berada di pusat Rumah Bordil Darmo dengan penjagaan super ketat itu bersimbah darah. Darah merah segar yang masih basah.

Di tengah-tengah ruangan dengan lampu kuning temaram, Berto duduk di atas puluhan mayat yang sudah tak bernyawa sambil menenteng pedang katana bergagang putih polos. Seorang diri. Tanpa ada yang menemani.

Menahan diri? Jangan bercanda. Berto hanya berbicara soal "serahkan padaku", tapi tidak dengan penanganannya. Heran sih, Berto kadang dibuat bertanya-tanya perihal keputusan super menyebalkan sang adik ketemu gede, Bara, yang tak lain dan tak bukan adalah anak baru kost Rantai Hitam. Mau dituruti kok gimana, dibantah takut menjadi-jadi. Serba salah pokoknya.

Outfit dengan atribut serba hitam, lengkap dengan topi hitam berlogo centang serta masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya yang putih bersih tanpa noda, dilengkapi kacamata hitam yang diletakkan di atas topinya, Berto seperti orang yang berbeda malam ini. Hampir tidak terlihat seperti seorang penjahat, ia lebih ke … hm, seperti seorang pemain baseball dari Norwegia. Perawakannya yang ideal bak petarung MMA, tak menunjukkan sedikit pun jikalau ia seorang mesin pembunuh muda yang masih mengenyam bangku perkuliahan. Tak tanggung-tanggung, julukannya adalah Sang Penjagal.

Bukti valid pun sudah ada di depan mata. Memutar ulang memori dua jam yang lalu, untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir semenjak kedatangan Bara yang secara resmi bergabung ke dalam Rantai Hitam, Berto diberi perintah langsung dari mulut si anak baru. Awalnya, Berto senang karena ia merasa dianggap oleh Bara. Akan tetapi, rasa bahagianya langsung lenyap bak ditelan bumi ketika ia tahu dirinya disuruh untuk tugas yang remeh.

Apa-apaan coba menyuruh menculik seorang pelacur yang tak memiliki hubungan sama sekali dengannya?

Veronica Wong.

Satu nama yang membuat Berto harus menggunakan pedang yang dititipkan oleh Bara. Tentu saja pedang curian, dong.

Tidak masuk akal.

Berto tidak terima standarnya turun drastis andai dirinya ketahuan mengurus tugas yang seharusnya cukup diserahkan kepada bawahan Rantai Hitam. Yang biasanya Berto biasa berhadapan dengan orang-orang kuat jalanan, kini harus berkutat seputaran orang-orang yang sama sekali tak bisa dianggap pemanasan.

"Ka-kami mo-mohon ampun ...." Lirih suara seorang pria terduga bodyguard dari gadis buruan Bara. Pria itu mencoba sekuat tenaga menghampiri Berto, walaupun ia tahu jika usahanya akan memakan waktu lama, mengingat kedua kakinya sudah lepas dari badannya. Buntung. Menyisahkan daging tanpa kulit yang terkoyak penuh darah.

"Ja-jangan bunuh saya … saya … cuma … menjalankan tugas …." Seorang pria lainnya yang masih sadar ikut berkicau. Suaranya yang putus-putus akibat rahangnya dihantamkan ke pinggiran kulkas tiga pintu terdengar pilu. Pria itu sedikit beruntung, anggota tubuhnya bisa dipastikan masih lengkap. Tapi … ada tapinya. Kedua bola matanya sudah tercongkel dengan ujung pedang dari rongga mata.

Tersenyum tipis, Berto menyarungkan pedang pedang ke dalam waranfja. Tangannya dengan lincah merogoh kantong celana kanan. Mencari-cari sebuah benda pipih andalan yang serba bisa. Apalagi kalau bukan ponsel merk buah apel.

Sambil menatap buas kedua mangsanya yang masih sengaja dibiarkan hidup, jemari tangan kanan Berto bergerak cepat menekan dan mencari sebuah kontak WhatsApp. Setelah ketemu, ia menekan tombol untuk melakukan video call.

Tak menunggu lama, dari seberang telepon mengangkat panggilan Berto.

"Ho." Berto menampakkan wajahnya yang tertutupi masker di kamera depan. Di seberang sana, Bara sedang setengah duduk di bawah ranjang kamanrya, yang di atasnya tertidur seorang gadis cantik setengah telanjang.

"Lapo seh VC barang? Gak eroh wes bengi a, ndeng?" (Kenapa sih VC segala? Tidak tahu sudah malam, kah, gila?) tukas Bara ketus.

"Bengi seh bengi. Tapi posisiku sek macet nang kene gara-gara kon. Tak kaplok, lho, yo?" (Malam sih malam. Tapi posisiku masih macet di sini gara-gara kamu. Aku pukul,lho, ya?)

"Gimana? Sudah dapat orangnya?" tanya Bara dengan nada cuek.

"Sudah." Berto mengarahkan kamera ke arah seorang gadis bermata sipit keturunan Tionghoa yang mulutnya disumpal celana dalam si gadis, berikut dua tangan yang diborgol ke belakang. "Dia orangnya?"

Bara terdiam beberapa saat. Mengamati. Lalu berdeham. "Nggak tahu. Aku juga baru pertama kali lihat."

"Lerenono lekmu guyon sek talah, ho. Temen tak kaplok lek aku wes moleh." (Hentikan dulu bercandamu sebentar, ho. Sungguh aku pukul kalau aku sudah pulang.)

"Bukanne ngunu, Mas Ber. Aku ancen sek ket pisan ndelok areke. Terus, aku butuh arek iku gawe sesuatu." (Bukan begitu, Mas Ber. Aku memang baru sekali lihat anaknya. Aku butuh anak itu untuk sesuatu.)

"Dan sesuatu itu adalah?"

"Nanti kamu bakal tahu. Sekarang, amankan dulu anak itu di tempatmu. Oh iya, satu lagi."

"Opo maneh?" (Apa lagi?)

"Ojok digebleh." (Jangan disetubuhi.)

"Cok. Gak janji lek iku, ho. Susune masok Iki, ho. Bodine yo semlohai nggarai ngaceng, ho." (Cok. Tidak janji kalau itu, ho. Susunya mantap ini, ho. Bodinya ya bahenol bikin ereksi, ho.)

"Woi, Bento!"

"Iyo, iyo. Aman aja sama Masmu yang tampan ini."

"Tampan koyok nyambek, a?" (Tampan seperti kadal, kah?)

"Bajingan-"

Tut!

Belum selesai Berto ingin melampiaskan kekesalannya, panggilan telepon sudah ditutup sepihak oleh si sableng. Memang benar sableng. Sama sekali tak ada sopan santun dan adab dengan yang lebih tua.

Berto berdiri. Menepuk-nepuk pantat serta lututnya. Matanya tajam mengawasi sekitar. Hidung mengendus untuk sekadar memberi stimulan gairah membunuh yang sempat redup.

"Karena aku sedang kesal, lebih baik aku membunuh orang aja, lah."

Tanpa aba-aba, Berto kembali menarik pedang. Cepat sekali. Hanya dengan dua kedipan mata, dua sisa bodyguard telah terpenggal kepalanya. Deras darah mengucur dari leher.

Tak ada teriakan.

Tak ada erangan.

Tak ada ampun.

Berto menjunjung tinggi profesionalitas penuh kehati-hatian di setiap langkah yang ia ambil.

Sejurus, si petarung andalan Rantai Hitam membopong si gadis yang hanya bisa menangis dalam diam.

Malam ini, ceceran darah yang tertumpah akibat ulah pentolan Rantai Hitam di Rumah Bordil Darmo telah menemui akhir. Ditutup dengan kebengisan seorang Berto Wiranata.

Sekarang, sudah waktunya memasuki panggung utama. Panggung yang sudah disiapkan oleh seseorang yang bersembunyi dari balik kegelapan. Seorang wanita yang menggenakan mantel kulit warna coklat dengan rokok putihan di sela jemari tangan kanan. Senyum seringai mengembang sempurna dari si wanita yang menjadi tanda jika perang yang melibatkan seluruh elemen di Kota Anggur telah memasuki kekacauan besar dalam waktu dekat.

"Aku jadi penasaran bagaimana Rantai Hitam hancur. Putraku tercinta, Bara Geni ... kamu datang di waktu yang salah. Maaf jika harus memberimu rasa sakit lagi. Tapi kali ini, aku pastikan akan terbit pelangi setelah redanya hujan badai di sini. Di kota paling buruk untuk dirimu mencari cinta sejatimu."
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd