PART 2
Sambungan dari Part 1
"Ayah apaan sih? Kenapa aku dipaksa ngobrol sama temen-temen Ayah? Kan aku belum pake baju!" aku mengamuk.
"Hahaha. Gimana rasanya sayang?" Ayahku terlihat tenang sambil berjongkok di depanku.
"Ya malu lah yah! itu temen-temen Ayah ngeliatin aku sampe kayak gitu! kok Ayah tega??"
"Jangan marah sayang. Tahu ga kenapa mereka lihat kamu sampai kayak gitu?" jawab Ayah, masih tetap tenang menghadapi tantrumku.
"Ya karena mereka mesum!"
"Itu bener, tapi apa yang mereka mesumkan?"
Aku bingung dengan pertanyaan Ayah.
"Ya aku dong Ayah, tubuh aku!"
Ayah memelukku dengan penuh kasih sayang, berusaha menenangkan aku yang dari tadi berteriak.
"Lebih tepatnya, tubuh indah kamu sayang. Tubuh indah kamu yang membuat mereka terpana, buat mereka kagum."
Aku terdiam bingung mendengar penjelasan Ayahku.
"Sayang." ujar Ayahku lembut, sambil kemudian tangannya terulur ke arahku.
Dengan kedua tangannya dia membuka lilitan handukku, lalu menariknya lepas dengan lembut. Aku tidak berusaha mencegahnya, karena Ayahku memang sudah beberapa kali melihatku telanjang. Aku tidak masalah telanjang di depan Ayah atau Adik tiriku, karena mereka sudah kuanggap sebagai keluarga kandungku.
"Sayang," lanjutnya kembali. "Kamu pernah ngeliat tubuh kamu sendiri di cermin kan? Apa yang kamu rasain?"
"Aku ga terlalu suka sama tubuhku", jawabku jujur.
"Sayang! Kamu gila. Tubuh kamu itu SEMPURNA. Kamu punya tubuh paling indah yang pernah Ayah lihat. Kulit kamu putih bersih tanpa cacat. Rambut kamu hitam indah, wajah kamu cantik dengan mata besar dan bibir sensual. Dan payudara kamu.."
Ayah berhenti sejenak, lalu meraba payudaraku dengan tangannya.
"Payudara kamu luar biasa. Gimana bisa payudara sebesar ini bulat mencuat, seperti ga terpengaruh sama gravitasi? Payudara kamu terlalu besar untuk gadis seusia kamu. Dan putingnya.."
Aku mengernyit geli ketika Ayah mengusap putingku dengan Ibu jarinya, memainkannya.
"Putingnya cokelat muda, imut tapi tegak menantang."
Ayah terus memuji-muji bagian tubuhku sambil merabanya. Dapat kurasakan darah naik ke wajahku, membuatnya bersemu merah.
"Sayang, Ayah sadar, kamu itu punya masalah kepercayaan diri. Kamu berasa kamu tidak menarik, sehingga sering menarik diri dari pergaulan. Dan hari ini Ayah buktikan kalau kamu salah total. Kamu mungkin ga percaya kalau cuma Ayah yang bilang, karena kamu tau Ayah sayang sama kamu, tapi kamu bisa lihat sendiri reaksi teman-teman Ayah. Mereka semua sudah berkeluarga dan punya istri, tapi tetap terpikat oleh tubuh kamu. Ayah yakin, mereka semua lagi mikirin kamu sambil mainin kemaluan mereka."
"Ih Ayah! kok tega anak perempuannya dijadiin fantasi orang-orang!"
"Loh memangnya kenapa? kamu seharusnya bangga kak, ga semua wanita bisa seperti itu, jadi ini kelebihan yang kamu punya."
Aku terdiam memikirkan kata-kata Ayah. Apakah benar aku harus bangga, bukannya jijik, ketika dijAdikan bahan masturbasi? Satu sisi pikiranku menolak tegas, sementara sisi lain merasa ada benarnya juga.
"Kamu tahu kan Ayah sayang kamu?"
Aku menggangguk. Ayah kemudian memelukku erat, sambil mencium pipi kiri dan kananku berkali-kali. Sesekali hidungnya mengendus rambut dan leherku yang tentunya harum sehabis mandi.
"Kamu kalau di rumah telanjang aja ya sayang?"
"Mmm kenapa Ayah?" aku menjawab sambil kegelian karena wajahnya sedang mengendus leherku.
"Karena pakaian menutupi keindahan tubuh kamu. Ayah pengen kamu sadar kalau tubuh kamu itu bagus. Ayah mau kamu lebih percaya diri. Semakin sering kamu telanjang, pasti kepercayaan diri kamu makin meningkat."
Aku tidak punya hati untuk menolak permintaan tulus Ayahku, apalagi itu demi kebaikan ku sendiri.
"Yaudah yah, aku ikutin Ayah."
"Coba kamu janji sama Ayah."
"Ayaah, sampe harus janji segala"
"Ayo dong sayang"
Aku menghela napas. Kadang-kadang, Ayahku bersikap keras kepala.
"Aku janji, mulai sekarang kalau di rumah aku akan telanjang terus."
"Kalau melanggar, ada hukumannya. Oke sayang?"
"Ih Ayah, kok jadi ada hukuman?" protesku.
"Iya biar kamu serius. Gini aja, kalau kamu ga telanjang selama di rumah, kamu harus telanjang di luar rumah selama dua hari. Deal?"
"Gamau lah Ayah, nanti aku dikira orang gila!"
"Itu kan cuma kalau kamu ngelanggar janji kamu sama Ayah. Emang kamu niat untuk melanggar?"
Aku menggeleng lemas. Aku tidak akan bisa menang debat lawan Ayahku.
"Aku janji akan terus telanjang selama di rumah. Kalau aku melanggar, aku akan telanjang di luar rumah selama dua hari."
"Itu baru anak kesayangan Ayah!" Ayah mendorongku sampai aku terbaring di lantai, lalu menindihku sambil menciumi dan mengacak-acak rambutku.
"Ayahh!" aku protes, namun sambil tertawa. Melihat Ayahku bahagia seperti itu, ikut membuatku bahagia. Dia terlihat seperti anak anjing yang kegirangan.
Mulai hari ini, sepertinya aku akan menghabiskan hari-hariku dengan telanjang.
Bersambung