Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Ibu. Sebuah Paksaan.

qsanta

Semprot Lover
Daftar
17 Sep 2014
Post
269
Like diterima
988
Bimabet
Kembali, saya hadirkan sebuah cerita pendek. Tanpa akan ada kelanjutannya. Selamat menikmati.

Ibu. Sebuah Paksaan.

Haji dudung, seorang bapak yang sangat disegani oleh lingkungan, karena hasratnya untuk mengajari ngaji anak - anak sekitar, hanya mampu pasrah. Konon, setiap orang memiliki cobaannya masing - masing. Jajang, anak semata wayangnya, yang sangat dibanggakan itu, entah kenapa tidak seperti dirinya.

Meski mampu ngaji, namun kelakuannya sungguh tak terpuji. Ada anak tetangga semurannya, perempuan, juga murid ngajinya, yang kelakuannya berbanding terbalik dengan putranya itu.

Semakin dewasa, putranya semakin sering bertindak yang aneh, bahkan menjurus kriminal. Hingga suatu ketika, entah terinspirasi dari mana, putranya mencoba mengajak menikah sang anak perempuan tetangganya itu.

Tentu saja ditolak. Mungkin, itulah pemicunya hingga kelakuannya semakin menjadi. Hingga tiba saatnya, rumahnya diketuk. Anaknya dijemput polisi karena suatu tindakan kriminal.

Melihat anaknya dibawa naik mobil polisi, meski ternyata polisi tersebut naiknya mobil avanza, jantung Kang Haji Dudung berdetak untuk terakhir kalinya.

***

Konon, penjara bisa, bahkan pasti, merubah seseorang. Entah jadi taubat, atau malah semakin menjadi. Meski awalnya biasa, diospek sesama penghuni, yang lebih senior, akhirnya Jajang bisa membaur.

Uniknya, Jajang dekat dengan warga binaan yang, justru dijauhi oleh sesama warga binaan lain, karena dianggap aneh dan konon, memiliki ilmu hitam, yang sebenarnya tak pernah ada yang melihat hasil ilmunya itu.

Mungkin, sang warga binaan aneh tersebut menganggap Jajang sebagai anak yang tak pernah dimilikinya.

***

Kutaruh barang belanjaan dari pasar ke meja dapur. Seperti biasa, mama selalu menyuruhku belanja. Kadang, ada saja barang yang salah beli. Di dapur, ternyata sedang ada adonan. Entah sial atau apa, salah satu adonan yang penuh tepung kesenggol hingga tumpah.

Suaranya membuat mama datang ke dapur.

“Hati - hati sayang,” kata Mama lantas mendorongku agar menggeser dan mengambil adonan yang tumpah.

“Cabainya kurang matang ini,” kata Mama sesaat setelah membongkar kresek belanjaan. Mata mama memang jeli, mungkin karena berbadan agak besar membuat matanya awas agar saat bergerak atau beraktifitas tidak menyenggol barang - barang.

“Iya Mah, maaf.”

“Tidak apa - apa sayang,” kata mama sambil mengelus daguku yang sudah mulai ditumbuhi jenggot, walau secuil. Secuil.

Aku hanya berdiri mematung sambil melihat mama membongkar isi kresek. Suara gemericik gelangnya bagaikan suara merdu yang selalu mengingatkanku kepada gerak - gerik mama. Sepintas, suara itu takkan terdengar. Kecuali kalau kita memperhatikannya.

Selesai dengan bongkar - membongkar, kami ke ruang keluarga \ ruang tv. Nampak ayah sedang baca koran. Berbanding terbalik dengan Mama, ayah orangnya langsing. Di meja, ada kotak, biasa, paket.

“Yah, itu paket buat Mama…???”
“Iya Mah, baru datang tadi.”

Mama langsung membongkarnya. Isinya seprai warna ungu.

“Gimana Yah, bagus kan…???”
“Iya Mah,” kata Ayah sambil menengok sebentar. Lantas kembali membaca.
“Pasangin sekarang dong Yah…” rajuk mama.

Ayah hanya bangkit sambil menghela nafas. Diambilnya seprai baru itu.

Paket kedua yang Mama buka ternyata berisi legging. Apa leging? Entah bagaimana menulisnya.

Mama lantas pergi. Lantas kudengar suara dari jendela. Suara itu membuatku penasaran hingga menghapiri jendela. Kulihat, di luar di bawah jendela, ada burung merpati. Mungkin menabrak jendela lantas jatuh. Entah karena kasian atau entah karena apa, aku lantas keluar, mengambil merpati itu dan membantunya hingga bisa kembali terbang.

***

Hubungan Jajang dengan warga binaan penyendiri semakin akrab. Sehingga, hanya kepada Jajanglah, warga binaan itu mau bersuara, bahkan bicara dan atau ngobrol.

Hari ini, andai kata Jajang hidup di jalur yang lurus, mungkin sekarang telah berkeluarga dan bahkan mungkin memiliki anak yang sebentar lagi akan lulus SMA. Tapi takdir telah berkata lain. Jajang malah semakin tenggelam dalam hubungannya dengan warga binaan yang dijauhi.

***

Kembali ke ruang keluarga, aku duduk di sofa. Namun, saat punggung ini menempel di sandaran sofa, mendadak tangannku bergerak tanpa kukehendaki. Tanganku atau mungkin tubuhku, seperti wayang, yang digerakan oleh dalang.

Tanganku bergerak, perlahan tetapi pasti, mengarah ke selangkanganku. Kucoba menghentikan pergerakan tangan kananku dengan menggunakan tangan kiri. Namun, ternyata tangan kiriku pun seolah lepas dari kendaliku. Tangan kiriku kembali berada di sebelah kiri, santai menjutantai. Tangan kananku kini memasuki celana pendekku.

Kepalaku masih berada di dalam kendaliku. Aku membungkuk melihat kelakuan tangan kananku. Tangan kananku mulai mengocok kontolku.

Hentikan, pikirku mencoba agar tanganku berhenti. Namun sia - sia, kontolku mulai ngaceng membuatku panik.

Kudengar langkah kaki mama mendekat. Tangan kananku mulai terkendali. Kucabut tanganku dari dalam celana pendek.

Telat, mama melihat aksi terakhirku.

“Ngapain kamu Nak?”

“Gak ngapa - ngapain,” jawabku gugup.

“Gimana?” tanya mama sambil memamerkan leging barunya.

“Bagus Mah.”

Ayah kembali lagi. Lantas duduk di sebelah mama. Tangannya memegang lutut mama sambil memuji leging barunya.

Terdengar kembali suara yang tadi. Sepertinya ayah dan mama mendengarnya. Mereka lantas ke jendela, kuikuti.

Ya, diluar jendela ada lagi burung merpati yang terkapar.

“Kok bisa nabrak?” tanya mama keheranan.
“Iya, aneh.”

Namun, sesaat kemudian burung tersebut bangkit lantas kembali terbang.

“Kok aneh. Rasanya tubuh ayah jadi berat, gak bisa gerak.”

“Sama, mama juga.”

Tubuh mama, yang duduk di sofa, mendadak berdiri.

“Tubuh mama gerak sendiri.”

Anehnya, pergerakan mama terlihat normal. Layaknya pergerakan biasa, tidak terlihat seperti ada yang menggerakan. Tidak terlihat kaku seperti wayang. Wajahnya. Wajah mama terlihat cemas. Mungkin, sama sepertiku tadi, kepalanya masih bisa bergerak sesuai kehendak mama.

Kami bertiga cemas, lantas menggerakkan kepala ke kanan ke kiri seolah bisa membuat semua pergerakan ini menghilang.

Mama berhenti tepat di depanku, di depanku yang sedang duduk di sofa. Mama lantas berlutut. Tangannya menyentuh lututku. Tangan kanan mama menyentuh lutut kiriku. Tangan kiri mama menyentuh lutut kananku. Lantas kedua lututku dijauhkan atawa dilebarkan.

“Mama gak ngerti kenapa tubuh mama gak bisa dikontrol. Mama gak bisa gerak bebas,” racau mama sambil tangannya kini bergerak meremas pahaku.

Semetara, tanganku bergerak dengan sendirinya, kini mengelus pipi mama. Seperti elusan kepada kekasih. Usahaku untuk mencegah pergerakan tangan berbuntut sia - sia.

Untungnya kepala mama masih bisa bergerak menghindari elusan tanganku. Semoga kendali mama atas kepalanya bisa bermanfaat.

“Tangan Yayang juga gerak sendir Mah.”

Entah apa yang mama pikirkan namun tangannya kini mulai mengelus dan meremas kontolku. Setelah itu, tangannya meraih karet celana pendek seolah ingin melepasnya.

“Mama gak paham kenapa bisa gini nak?” Suara mama terdengar panik saat tangannya mulai menarik celana pendekku.

Aku mencoba berontak, namun rupanya pantatku malah terangkat agar memudahkan mama melepas celana pendekku.

“Jangan Mah, hentikah!” kataku panik.

Ayah memohon agar mama menghentikan aksinya.

“Maaf Yah, mama gak bisa menghentikan tubuh mama sendiri.” kata mama sambil tangannya melepas celana pendekku. Hingga akhirnya aku hanya tinggal bercelana dalam.

“Hentikan!” protes ayah.

Melihat dan merakasan pergerakan tangan mama, tak pelak membuatku ngaceng. Mama tentu menyadarinya karena aku hanya berbalut celana dalam saja.

“Ya tuhan, kamu kok bisa berdiri gini sih?”

“Maaf Mah, Yayang gak bisa ngapa - ngapain.”

Ayah mulai memaki dan mengancam. Mama menjelaskan kalau ini bukan keinginannya. Mama lantas berdiri, melepas celana dalamnya sendiri. Mama berjalan mendekati ayah. Celana dalamnya itu dibuat agar membulat seperti bola. Mungkin ayah menyadari apa yang akan terjadi, kepalanya geleng - geleng.

Namun, mendadak kepala ayah diam dan mulutnya membuka lebar. Mama lantas menyumpal mulut ayah dengan celana dalamnya sendiri. “Maaf Yah, ini bukan kehendak Mama.”

Melihat adegan ini, kengerianku semakin menjadi. Tentu ketegangan ini hanya membuatku panik dalam diam. Namun, entah kenapa, ototku seperti melemas dengan sendirinya. Tubuhku seperti merileks dengan sendirinya.

Aku, kini merasa santai. Kontrol atas tubuhku semakin berkurang. Kini, otot dan keteganganku pun hilang tanpa kukontrol.

Kini kulihat, setelah mulut ayah disumpal, tubuhnya terlihat rileks. Kepalanya tak lagi berontak. Mama kulihat sedikit menggeser posisi ayah hingga kini bisa melihatku dengan jelas. Mama terus bicara tidak, jangan, namun tanpa hasil yang pasti.

Rileks yang kurasakan membuatku merasa seolah selesai mandi. Segar dan menyegarkan. Kontolku yang tegang, mulai kusadari. Kini kurasakan ingin pelampiasan meski di sisi lain masih merasa malu karena ada orang tuaku. Rasanya aku tak ingin terangsang, namun tubuhku berkata lain.

Kini mama duduk di sebelahku. Tangannya mengelus pahaku, sedang tangannya yang lain mengelus punggungku.

Aku tak bisa melihat wajah mama, karena ada di sampingku. Juga, aku tak mau menatapnya. Namun, saat kulihat ayah, ekspresinya menunjukan emosi berlebih namun dengan tubuh yang terlihat rileks.

Tangan kanan mama mengelus semakin terasa. Aku mengerang.

“Ya tuhan, Nak, maafin mama. Mama gak tahu apa yang terjadi… Ya tuhan…”

Tangan mama mulai masuk ke dalam celana dalamku hingga kurasakan tangannya menyentuh kontol.

“Yayang gak ingin kayak gini Mah,” kataku mencoba membela diri. Meski mungkin kontolku berkata lain.

“Mama tahu Nak, mama juga gak mau melakukan ini. Tapi kita mesti tabah ya. Kita pasti bisa melewati ini.”

Anehnya, suara mama terdengar lain. Seperti berbisik. Seperti mendesah. Seperti tak ingin didengar oleh ayah.

Kini kurasakan pangkal kontolku seperti dilingkari oleh jempol dan telunjuk mama. Lantas kurasakan rangsangan yang sangat hebat. Aku mengerang, pelan.

“Maafkan mama nak,” mungkin mama mengira aku mengisak, sedih, marah, menangis.
“Mama juga gak mau ngelakuin kayak gini.
“Tobat… Ampun…”


Rileksnya tubuhku membuatku bingung. Aku mencoba memikirkan hal lain tapi tetap, tak bisa melupakan elusan tangan mama.

Elusan mama mulai naik turun, pelan, di batang kontolku. “Maafin mama, nak,” suara mama terdengar sangat erotis di telingaku.

Kucoba tak melihat ke arah ayah, yang bisa melihat jelas apa yang kami lakukan. Namun saat akhirnya aku melirik, kulihat wajah penuh nafsu amarah itu hilang, digantikan dengan wajah penuh nafsu yang lain. Yang belum pernah kulihat. Menyadari ayah sedang melihat apa yang kami lakukan, menambah pikiran lain. Entah apa namanya. Kuharap semua ini segera usai dan kami kembali normal lagi.

“Mah, yayang gak kuat lagi…”

Meski dalam kondisi begini, masih ada sedikit pikiran untuk memperingatkan mama.

“Tahan nak, tahanlah. Jangan sampai kamu keluar gara - gara mama…”

Akhirnya tangan mama lepas dari kontolku. Bahkan mama mulai bangkit berdiri. Akhrinya, akhir dari masa - masa penuh penderitaan, rasa malu…

Namun ternyata, kini mama malah berlutut di hadapanku. Mama mencoba melepas celana dalamku. Aku, sekali lagi, mengangkat pantat agar mama bisa lebih mudah melepasnya. Kontolku pun terbebas. Mama terkejut melihatnya. Tegak berdiri menantang.

Daster mama mulai menyentuh lututku, kepalanya mulai mendekati kontolku. Kini mama bahkan tak bisa lagi menggeleng. Mungkin, sepertiku yang dilanda perasaan tanpa kehendakku sendiri, kini kusadari mama tak lagi meminta maaf, memohon agar berhenti dan sejenisnya.

Saat bibir mama menyentuh kontolku, aku mengerang. Kontolku terasa ditekan oleh bibir mama. Mama, dengan segala daya dan upaya, mencoba menggeleng. Hasilnya, kontolku mengelus pipi mama hingga mama terlihat basah oleh cairan pelumas kontolku. Aku tak tahan untuk menahan eranganku.

Mungkin, paksaan gaib tidak bisa membuat mama membuka mulutnya.

Kini, kepala mama menjauh. Mama meraih legging barunya. Tangan mama kembali mendekati kontol dan kembali mengocoknya dalam balutan legging. Kulihat ayah semakin serius menonton pergerakan mama.

Saat mama menatapku, kulihat tatapan yang sama seperti ayah. Tatapannya membuatku gugup, sekaligus terangsang.

“Jangan keluar Nak, tahan ya!”
“Iya mah, yayang coba tahan.”

Eranganku semakin keras saat spermaku menyembur membuat legging mama basah oleh pejuku. Setelah dirasa kontolku berhenti mengeluarkan peju, mama berdiri dan mendekati ayah.

Legging itu, yang basah oleh pejuku, dilempar oleh mama hingga mendarat di bahu ayah.

“Maafkan mama, yah…” kata mama sambil terisak.

Mama berdiri mematung sambil melihat ayah. Kini kulihat sedikit pergerakan di tubuh mama. Kini mama menatapku. Tangannya mulai melepas daster yang dipakainya.

Hingga kini hanya berbalut bra. Ternyata branya pun dilepas.

Entah kenapa, aku tak paham. Tapi, dari payudaranya, menetes asi. Asi itu terus menetes, hingga seperti mengalir, membasahi payudara, lantas perutnya terus ke bawah.

Tubuhku mulai bergerak melepas kaos yang kupakai dan melemparnya. Aku bergerak mendekati mama dan agak membungkuk hingga wajahku sejajar dengan payudaranya. Tangan kananku mulai memegang susu kirinya, sedikit meremas hingga asi yang menetes bertambah banyak. Mulutku akhirnya menyedot putingnya hingga asinya dapat kusedot. Tangan kananku mulai basah oleh asi mama.

Sambil menyusu, kudengar sayup - sayup erangan mama. Kurasakan tangan mama membelai rambutku. Aku menyusu terus hingga asi menuruni daguku. Bergantian kanan dan kiri tak luput dari hisapanku. Hingga akhirnya kurasakan asi mama habis.

Rasa hausku seperti terpuaskan. Kini, hasrat yang lain menuntut untuk terpuaskan juga. Ku tatap mama. Di wajahnya tak ada lagi ekpresi bingung dan atau marah. Aku berdiri, lantas mama berlutut di depan sofa. Kini, kepala dan payudaranya bersandar di sofa, sedangkan pantatnya nungging menantang.

Aku kemudian berlutut di belakang mama. Mama memegang kedua pantatnya dan melebarkannya. Kontolku lantas kugesek - gesek ke belahan memek mama. Tiba - tiba aku bergetar…

Hasil getaran itu, membuatku tersadar akan kendaliku atas tubuh. Tanganku bisa bergerak sesuai kehendakku.

Inilah saatnya, aku bebas dan melepaskan semua ini. Namun ternyata, nafsuku sudah kembali. Tanganku yang terbebas, kini mengelus pantat mama.

Kupajukan kontolku, kucoba mendorongnya agar masuk ke memek mama. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya kontolku masuk juga. Kupompa mama, sambil tanganku meremas pantatnya.

Kini erangan mama semakin terdengar jelas. Kugerakan tangan hingga kini tanganku tak henti meremas susu mama…

Ternyata susu mama kembali mengeluarkan asi membuat tanganku basah. Tak pelak, sofa juga kebasahan. Gairahku semakin tak tertahankan. Mama akhirnya mendorongku menjauh. Kini. mama mendorongku, seolah membimbingku. Lantas tangannya menarikku menuju ke kamarnya. Ajaib, ayah mengikuti kami.

Setelah sampai di kamarnya, aku dibimbingnya hingga merebahkan diri. Kontolku tegak berdiri sementara mama memposisikan diri di atasku. Kontolku digesek - gesek oleh memeknya.

Ayah kini berdiri di dekat kasur. Matanya tentu melihat pergerakan kami. Saat sedang menggesek memeknya, tiba - tiba kulihat mama menggetar sepertiku tadi. Seperti saat aku mulai mendapatkan kembali kontrol atas tubuhku.

Inilah, pikirku. Saat dimana mama akan kembali sadar dan bangkit menghentikan semua ini. Tubuh mama kini diam, menghentikan gesekan memeknya.

Kini kurasakan kembali pergerakan tubuh mama. Bukan untuk bangkit berdiri tapi untuk berupaya agar kontolku dapat memasuki memeknya. Akhirnya kontolku bisa masuk seutuhnya.

Kenikmatan ini bertambah dengan kesadaran kalau mama mungkin melakukan ini, atas kehendaknya sendiri. Pergerakan pantat mama membuatku berani untuk mengelus dan atau meremas punggung mama. Mama mengerang seiring pergerakan pantatnya yang semakin cepat.

Hingga akhirnya kurasakan mama mengejang sambil melolong. Mungkin orgasme. Mama diam. Aku diam. Akhirnya mama bangkit seolah melepaskan diri dari pelukanku, dari tubuhku. Selesai sudah.

Ternyata mama sekarang terlentang di sebelahku. Lututnya diangkat dan dipegang oleh tangannya seolah siap sedia untuk kusetubuhi. Melihat pergerakan tubuhnya itu, aku bangkit dan menyetubuhinya.

Tak ingin buang - buang waktu, sambil menyetubuhi, mulutku mendarat di susunya lantas menyedot kembali. Kurasakan ada lagi asi yang, tentu saja kusedot dengan khidmat. Pergerakan pantatku semakin cepat seiring orgasmeku yang makin dekat.

Kusadari mama kini menatap ayah. Kesadaran itu, bahwa mama sedang menatap ayah saat sedang disetubuhi anaknya, membuatku orgasme. Saat aku mengejang, tangan mama memelukku.

Akhirnya aku lepas kontolku dan berbaring di sebelahnya. Kurasa, kami, mama dan aku, tahu kalau kami sedari tadi sudah kembali dapat menguasai tubuh masing - masing. Itu artinya, aku dan mama sama - sama ingin atas kemauan sendiri.

“Maafin yayang Mah.”
“Tidak apa - apa nak, mama ngerti kalau ini semua di luar kuasa kita.”

Setelah itu, aku bangkit berdiri, meninggalkan mama dan ayah di kamarnya.

Selesai.
 
Bagus sebenarnya, tapi sayang nggak ada lanjutanya
Cuma sak critan piye jal?
 
Itu si mama adalah cewek yang nolak si jajang...nah dikerjain lah sama si jajang lewat ilmu nhitam dari dalam penjara....mungkin begitu maksudnya kali ya hu 😁😁😂😂
 
yaudah hu. klo ga mau lanjutin ini. lanjutin keluarga maemunah aja
 
belum ngerti nih hubungannya jajang dipenjara sama yayang dan keluarganya walau mungkin lewat ilmu hitam...lanjut bos
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd