Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

IBUKU TUNANETRA - TAMAT

Bab 16



H
ari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan berputar terus. Tiada yang bisa menghentikannya.

Tanpa terasa setahun telah berlalu. Suasana memang sudah banyak yang berubah.

Pabrikku, hibah dari Tante Martini itu berkembang dengan sangat pesatnya. Karena Mbak Vita memang bisa diandalkan. Dia bisa mencerna konsep - konsep baruku, kemudian dilaksanakannya dengan baik.

Sementara itu, Wati sudah menikah dengan seorang pengusaha yang lumayan mapan, meski usianya sudah 40 tahunan, 15 tahun lebih tua daripada Wati.

Aku ikut bahagia mendengar curhatan Wati. Bahwa lelaki itu mau menerima Wati apa adanya, termasuk tentang keperawanannya yang sudah tiada.

Dengan sendirinya Wati diboyong oleh suaminya, sehingga Ibu jadi sendirian di rumah. Tapi untungnya ada saudara sepupu Ibu yang hidup menjanda dan bersedia tinggal di rumahku. Untuk menemani dan meladeni kebutuhan Ibu sehari - hari. Tentu saja aku memberikan gaji tiap bulan pada Bi Elin, demikian aku memanggilnya karena ia kurang ngepas kalau dipanggil Tante (maklum dia orang kampung, meski statusnya adik sepupu Ibu). Bahkan aku memberinya gaji yang jauh lebih besar daripada gaji pembantu pada umumnya.

Lalu apakah aku sendiri merasa birahiku sudah mantap dan fokus terhadap Anneke seorang ?

Inilah masalahnya. Setiap kali dekat dengan perempuan setengah baya, selalu saja hasrat birahiku datang menggodaku.

Memang aku selalu berusaha untuk menindasnya dengan caraku sendiri.

Tapi pada suatu malam ... ketika aku sedang berada di rumahku, tampak galon air mineral di dispenser kamarku sudah habis. Padahal aku haus sekali. Setahuku di dapur ada dispenser juga. Dalam keadaan cuma bercelana training tanpa baju, aku keluar untuk mengambil segelas air mineral untuk pelenyap dahagaku.

Sebelum tiba di dapur, aku melewati ruangan cucian yang sudah bersih dan meja setrikaan. Saat itulah aku melihat sesuatu yang luar biasa. Bahwa Bi Elin sedang menyetrika sambil berdiri menghadap mejatulis lamaku yang sudah dijadikan meja setrikaan, dengan mengenakan gaun rumah yang ke atasnya berwarna pink dengan polka dot putih, sementara ke bawahnya rok mini berwarna pink polos. Gaun tank top itu menyatu bagian atas dengan rok mininya. Yang membuatku terbengong agak jauh di belakangnya, adalah betapa tipisnya pakaian yang ia kenakan itu, sehingga dari jauh pun kelihatan bentuk bokong indahnya dari balik rok mini transparant itu. Sehingga aku terlongong di belakangnya. Lalu aku mendekati adik sepupu Ibu yang berbadan putih mulus dan berusia 28 tahunan itu.

Bi Elin sedang menyetrika sambil mendengarkan musik lewat ponsel dan earphonenya.

Dan semakin jelas saja bokong indah Bi Elin yang terbayang dari luar rok mini pinknya itu. Tapi dia belum sadar juga bahwa aku sudah berada di belakangnya. Dan ingin meyakinkan, benarkah ia tidak bercelana dalam ? Karena itu aku berjongkok sambil menengok ke dalam rok mini itu. Maaak ... dia memang tidak mengenakan celana dalam.

Kalau memperturutkan kata hati, ingin langsung kupagut memek yang sedang berada di atas wajahku itu, karena aku jadi menelentang dengan wajah menghadap ke arah sepasang kaki dan yang berada di antara sepasang pangkal paha putih itu.

Tapi aku takut hal seperti itu akan membuatnya terlalu kaget. Karena itu aku berdiri lagi di belakang Bi Elin yang tetap asyik mendengarkan musik lewat handsfree ponselnya.

Setelah berdiri di belakangnya, langsung kusergap pinggangnya sambil menciumi tengkuknya. Hal itu pun membuatnya sangat terkejut. Dicabutnya earphone dari telinganya, lalu menoleh dengan mata terbelalak, “Aduuuh Wawan ... kok bikin kaget aku aja sih ?”

“Cuma mau nanya kenapa belum tidur Bi ?”

“Ini nyelesaikan setrikaan udah numpuk dari kemaren. “

“Terus kenapa Bi Elin nggak pakai celana dalem ?” tanyaku perlahan, dengan tangan langsung menyelinap ke balik rok mininya dan langsung memegang memeknya yang berjembut sedikit dan jarang sekali.

“Celana dalamku dicuci semua, gak ada yang bersih satu pun. Waaan ... jangan megang - megang memek dong ... Waaan ... “ ucapnya setengah berbisik. Mungkin takut kalau Ibu terbangun mendengar suaranya kalau terlalu keras.

“Bi ... aku kan masih bujangan. Wajar kalau aku menganggap memek ini sebagai sesuatu yang sangat menggiurkan ... “ sahutku sambil menyelinapkan jariku ke celah memeknya.

“Tapi Wan ... ooooh ... kamu nakal Wan ... kalau udah dipegang - pegang memek gini, aku jadi langsung kepengen ... ooooh ... Waaaaan ... oooooh ... “ rintih Bi Elin dengan suara seperti berbisik terus.

“Ayo kita lakukan di kamarku ya Bi, “ ajakku sambil menarik pergelangan tangannya.

“Iii ... iyaaa ... tapi aku mau pipis dulu ya, “ ucapnya.

“Ayolah ... di kamarku kan ada kamar mandinya. Di sana aja pipisnya, “ ucapku sambil menarik pergelangan tangannya sambil melangkah ke kamarku.

Tak terdengar lagi suara Bi Elin, karena mau melewati pintu kamar Ibu. Kemudian kami membelik ke kanan, menuju pintu kamarku.

Setelah berada di dalam kamarku yang pintunya sudah ditutup dan dikuncikan, barulah Bi Elin berani berbicara, “Ini beneran mau ngemplud Wan ?”

“Iya bibiku sayaang ... aku udah gak tahan melihat Bibi yang manis dan menggiurkan ini, “ sahutku sambil melingkarkan lenganku di pinggangnya. Lalu mengecup bibirnya tanpa keraguan lagi.

Bi Elin memejamkan matanya. Kemudian berkata sambil melepaskan dekapanku, “Mau pipis dulu ya. Takut ngompol di tengah jalan nanti ... “

Aku mengangguk. “Cuci memeknya yang bersih pakai sabun ya. “

Bi Elin mengangguk sambil tersenyum manis.

Setelah Bi Elin masuk ke kamar mandi, barulah aku sadar bahwa tadi aku keluar dari kamar karena haus dan mau mengambil air minum dari dispencer dapur. Dan sekarang masih haus. Tapi malas keluar lagi. Karena itu kuambil saja sebotol softdrink dari kulkas. Dan menikmati softdrink itu sambil menunggu Bi Elin di kamar mandi.

Tak lama kemudian Bi Elin muncul kembali dari ambang pintu kamar mandi. Sambil tersenyum - senyum padaku.

“Rasa ngimpi keponakan yang ganteng ini kok mau sama aku, “ ucapnya sambil melepaskan gaun tipis transparan itu. Dan jadi langsung telanjang, karena di balik gaun tipis itu tiada apa - apa lagi selain tubuh langsingnya yang putih mulus. Memang keluarga dari pihak Ibu hampir semuanya berkulit putih mulus. Bahkan menurut keterangan Tante Ros, perempuan di kampung ibuku kebanyakan berkulit putih kekuningan. Seperti kulit amoy - amoy. Mungkin dahulu ada sejarahnya, kenapa kulit perempuan di kampung ibuku nyaris tidak ada yang gelap warna kulitnya.

Melihat Bi Elin sudah telanjang, aku pun melepaskan celana trainingku, sebagai satu - satunya benda yang melekat di tubuhku.

Bi Elin terlongong setelah menyaksikan bentuk alat vitalku. “Wan ... kontolmu gede banget ... panjang pula ... “ ucapnya sambil memegang batang kemaluanku dengan tangan terasa agak gemetaran.

“Emangnya kontol mantan suami Bi Elin segede apa ?” tanyaku.

“Gak inget lagi. Aku cuma satu kali digauli sama dia. Terus kami cerai. Karena kami tidak saling mencintai. “

“Kok bisa ?”

“Kami kawin gara - gara digerebek warga. Karena di kampung gak biasa ada cowok bertamu malam - malam. Padahal cowok itu bukan pacarku. “

“Terus ?”

“Perkawinan kami hanya berjalan seminggu. Lalu bercerai. “

“Dan Bibi cuma merasakan digauli satu kali aja ?”

“Iya. Lalu aku jadi TKW di Hongkong. “

“Di Hongkong sih pasti punya pacar kan ?”

“Boro - boro punya pacar. Tugasku cuma ngurusin seorang nenek - nenek. Diem di rumah terus, berdua sama si nenek itu. Makanya cuma setahun aku kerja di Hongkong. Lalu pulang. Pokoknya aku tidak pernah nemu cowok yang cocok. Jadi ... sekarang ini bakal jadi pengalaman keduaku Wan. “

Baru sekali ini aku mendengar latar belakang kehidupan Bi Elin. Tadinya aku hanya tahu bahwa dia seorang janda, yang masih lumayan muda. Cuma itu saja yang aku tahu. Ternyata seperti itu latar belakang kehidupannya.

“Sama aku sih santai aja Bi, “ ucapku sambil meraihnya ke atas bed.

Bi Elin pun tersenyum - senyum sambil celentang di atas bedku.

Lalu kuhimpit tubuh telanjang yang mulus dan terasa hangat ini. Dengan gairah yang luar biasa bergejolaknya. Maklum sudah lebih dari seminggu aku tidak bersetubuh. Karena tenggelam dalam kesibukan di pabrik.

Dengan sepenuh gairah aku pun mulai dengan mencium bibir Bi Elin yang tipis merekah itu. Kemudian menurun ke toketnya yang tidak besar tapi kecil pun tidak. Kuemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya.

Tubuh Bi Elin pun mulai menghangat. Lalu aku melorot turun, sampai wajahku berhadapan dengan memeknya yang berbulu jarang sekali. Itu pun hanya tumbuh di atas kemaluannya.

“Jembutnya jarang ya, ” ucap Bi Elin.

“Gak apa. Zaman sekarang malah banyak yang mencukur memeknya sampai gundul, “ sahutku.

“Aku sih belum pernah nyukur jembut. Seperti ini aja adanya sejak dahulu. Oooh ... mau diapain Wan ?” tanyanya ketika aku mulai menciumi memeknya.

“Santai aja Bi. Aku mau jilatin memek Bibi. Makanya tadi kuminta dicuci pakai sabun, biar jangan bau. “

“Hihihi ... memekku gak bau Wan. Aku sih keputihan aja gak pernah. DIjamin bersih memekku sih. Kan seumur hidup baru dipakai satu kali. “

“Iya, “ sahutku memperhatikan memek Bi Eli yang tertutup rapat. Lalu kungangakanj, sampai bagian dalamnya yang berwarna merah jambu itu tampak jelas. Memang tiada bau yang kurang sedap. Bahkan tercium harum sabun mandiku. Pasti tadi dia benar - benar mencuci memeknya dengan sabun.





[URL=https://imgbox.com/Lf1sZXf8]
[/URL]






Aku pun mulai menjilati memeknya, terutama bagian dalamnya yang berwarna pink dan mengkilap itu. Langsung terdengar suara Bi Elin, “Waaan ... ooooohhhh ... ini pertama kalinya memekku dijilatin Waaan ... ooooohhhh ... ternyata geli - geli enak gini yaaa ... oooooohhhh ... Waaaaan ... “

Mendengar rintihan Bi Elin itu, aku semakin bersemangat menjilati memeknya. Bahkan kemudian kufokuskan untuk menjilati kelentitnya yang muncul sebesar kacang kedelai, mengkilap dan tegang.

Jilatan dan isapanku di kelentitnya, membuat Bi Elin mulai gedebak - gedebuk dan terkejang - kejang. Rintihan - rintihannya pun semakin menjadi - jadi, tapi terasa ditahan agar suaranya jangan sampai terdengar oleh Ibu.

“Waaaaan .... ooooohhhh ... Waaaaan ... jilatin itilku teruuussss ... ini lebih enak lagi Waaaan ... sampai merinding - rinding nih aku Waaaaan ... jilatin terus itilku ... iyaaaa ... itilku Waaaan ... itiiiillll ... “

Dan ketika terasa bahwa bagian dalam memek Bi Elin sudah cukup basah, aku pun membenamkan kotolku ke dalam liang memeknya, sambil menghempaskan dadaku ke sepasang toketnya yang masih lumayan kencang.

Irama birahi pun mulai berkumandang di telinga batinku.

Kontolku sudah mulai “mondar - mandir” di dalam jepitan liang memek Bi Elin yang ternyata luar biasa sempitnya. Sehingga liang sanggamanya itu terasa sekali bergerinjal - gerinjal seperti telur ayam yang masih berada di dalkam perut induknya. Ini sangat terasa nikmatnya.

Aku pun percaya bahwa dia baru kedua kalinya ini disetubuhi oleh lelaki. Karena dengan suaminya hanya satu kali digauli, kemudian bercerai seminggu kemudian. Berarti dia hanya memberikan keperawanannya saja kepada lelaki itu, kemudian bercerai.

Bi Elin makin lama makin mendesah dan merintih, tapi tetap suaranya tertahan - tahan. Pasti dia takut kalau suaranya terdengar oleh Ibu. “Ooooo ...ooooo ...oooooh ... Waaaaan ... ternyata dientot sama kontol ini enak sekali rasanya Waaaaan .... ini luar biasa nikmatnya Waaaan ... oooooh ... ooooooohhhhhh ... Waaaaaan ... ooooohhhh ... Waaaaan ... aaaaaaah ... aaaaaaahhhh ... Waaaan .... oooooohhhhh ... aaaaaaahhh ... kontolmu memang enak sekali Waaaaan ... aaaaahhhh ini sih bakalan bikin aku ketagihan nanti ... “

“Memek Bi Elin juga luar biasa enaknya. Seperti memek gadis belasan tahun, sempit sekali rasanya. Asalkan Bi Elin kerasan di sini, nanti dua atau tiga hari sekali kuentot deh ... “ sahutku sambil melambatkan entotanku.

“Aku ... aku pas .. pasti kerasan di sini Waaan ... kontol Wawan yang bikin aku kerasan di sini ... oooohhh .... enak Wan ... enaaaaak ... entot terus Waaan ... ini luar biasa enaknya ... ooooohhhhh ... Waaaan ... “

Bi Elin seperti sudah lupa segalanya. Apalagi setelah mulutku nyungsep di lehernya, untuk m,enjilati leherjenjangnya disertai dengan gigitan - gigitan kecil ... semakin lupa daratan jugalah adik sepupu Ibu itu dibuatnya.

Bahkan seperti yang pernah kuperlakukan kepada wanita setengah baya lain, pada suatu saat kujilati dan kugigit - gigit ketiaknya yang bersih dari bulu ketek ... aroma keringatnya tercium olehku ... tapi aku malah semakin bernafsu untuk menjilati ketiaknya itu ... sementara kontolku semakin gencar mengentot liang memek sempitnya.

Aku pun melengkapinya. Ketika entotanku makin gencar sementara mulutku sedang nyungsep di ketiaknya, tangan kiriku masih bisa beraksi untuk meremas - remas toket kanan bibiku.

Akibatnya ... Bi Elin mulai berkelojotan. Aku pun tak mau terlalu lama menyetubuhinya. Maka kupercepat entotanku, seperti pelari yang sedang sprint di depan garis finish.

Lalu ia menggeliat dan mengejang, dengan perut sedikit terangkat ke atas.

Sesuatu yang terindah pun terjadi. Bahwa kami seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Kami saling cengkram dan saling remas dengan kuatnya, seolah ingin saling meremukkan tulang. Kami sama - sama menahan nafas. Dan liang memek Bi Elin berkedut - kedut kencang, sementara kontolku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir pejuhku.

Crooootttt ... croooooooooooottttttt ... crotttt ... crotttt ... croooooooooooooooooooooottttt .... croooot ... crooooooooooooooooooooottttttttttttttttttt ... !

Lalu kami terkapar dengan tubuh sama - sama bermandikan keringat. Sesaat kemudian aku menggulingkan badanku ke samping, sehingga jadi celentang di sisi kanan Bi Elin.

“Terimakasih Wan ... aku baru nyadar, ternyata disetubuhi itu nikmat sekali ya. Dahulu sih cuman sakit aja yang ada. Makanya aku jadi trauma, takut sakit seperti dahulu lagi. Ohya ... nanti kalau aku hamil gimana Wan ?” tanyanya.

“Jangan takut, “ sahutku sambil turun dari bed. Melangkah ke arah lemari obat. Dan mengeluarkan dua strip pil kontrasepsi. Lalu menyerahkannya kepada Bi Elin. “Ini obat antki hamil. Baca aja aturan pakainya. “

“Iya, terima kasih Wan. “

Maka sejak malam itu Bi Elin jadi sosok untuk dijadikan tempat penyaluran nafsu birahiku. Aku pun jadi sering memberinya uang, agar ia tidak kekurangan untuk menutupi segala kebutuhan pribadinya.



Petualanganku dengan Bi Elin hanya salah satu sudut dari sekian banyak petualangan seksualku.

Aku memang sudah bertekad, istri resmiku cukup seorang saja. Tapi aku ingin punya koleksi sebanyak mungkin.

Karena itu hubunganku dengan perempuan - perempuan yang telah menjadi koleksiku itu tetap terjalin dengan baik.

Tantre Laila, misalnya, tetap kusayangi dan kuhormati. Dia bukan sekadar pelabuhan kapal birahiku. Tapi juga sebagai wanita yang telah menaikkan derajatku. Dia seolah menjadi penyebabku From Zero to Hero. Lebih dari itu semua, dia sudah mengandung dan melahirkan anakku.

Tante Laila pun menepati janjinya. Tiga bulan setelah melahirkan, dia minta agar aku mengantarkannya ke rumah, untuk menjumpai ibuku.

Lalu detik -detik mengharukan itu pun terjadi. Bahwa Tante Laila minta maaf kepada Ibu, karena selama ini seolah menelantarkan Ibu. Lalu dia menceritakan alasan kenapa dia tidak berani menginjak rumahku sekian lamanya itu, karena di telinganya terngiang - ngiang terus ucapan Ayah almarhum, yang melarangnya menginjak lagi rumah Ayah.

Dijelaskan pula oleh Tante Laila, bahwa saat itu ayahku marah, karena meminjam duit pada Tante Laila tidak dikasih. Dijelaskan pula, bahwa saat itu Tante Laila tahu bahwa Ayah akan mengawini seorang gadis muda bernama Atikah. Padahal saat itu Ayah sudah punya istri tiga orang, kata Tante Laila.

Aku sudah mendengar masalah itu dari mulut Tante Laila. Bahwa istri almarhum Ayah ada 4 orang. Itu tidak termasuk Bu Mimin yang belakangan terbiasa kupanggil Ema saja. Yang disebut keempat istri Ayah selain Ibu, adalah wanita - wanita bernama Maryati, Siti Nafsiah dan Atikah.

Tante Laila pernah menganjurkanku untuk menemui istri - istri Ayah itu, karena dari mereka lahir saudara - saudara seayah denganku.

Tapi aku belum memikirkan hal itu. Kalau pun ingin mencari saudara, tentunya saudara seayah dan seibu saja yang harus kucari, yaitu Nova itu.

Sebelum pulang, Tante Laila memberi uang yang banyak sekali buat Ibu. Kemudian Tante Laila menciumi pipi Ibu dan pamitan pulang. Kulihat Ibu pun menangis. Mungkin karena merasa terharu dengan kunjungan Tante Laila yang tidak disangkanya sama sekali.



Sang Waktu pun berputar terus.

Lalu terjadi sesuatu yang sangat menggembirakanku. Bahwa Tante Martini sudah bisa berjalan seperti orang normal. Berkat ketekunannya menjalani therapi sekian lamanya, akhirnya ia bisa berjalan lagi tanpa harus ditopang oleh alat apa pun.

Tante Martini mengaku bahwa semuanya itu berkat semangat hidupnya yang menyala - nyala lagi setelah sering kugauli. Hal yang sama pernah kudengar dari mulut Tante Ros.

Jadi sebegitu pentingkah sosok lelaki bagi seorang wanita yang sudah menjanda ?

Entahlah.

Yang jelas pada suatu hari, Tante Martini menghubungiku lewat ponsel. Beliau memintaku agar datang ke Jakarta, karena ada sesuatu yang sangat penting untuk dibicarakan, katanya.

Aku memang selalu patuh kepada calon mertuaku yang punya hubungan rahasia denganku itu. Terlebih kalau mengingat kebaikannya yang takkan mungkin kulupakan sampai kapan pun.

Setibanya di rumah Tante Martini, di Jakarta, aku langsung menjumpainya di ruang keluarga. Seperti biasa, kedatanganku senantiasa disambut dengan senyum manis dan ciuman hangat di bibirku.

Seperti biasa, setiap kali aku datang, Tante Martini mengajakku masuk ke dalam kamarnya. Di situlah ia menelanjangi dirinya dan seperti biasa dia memintaku untuk menyetubuhinya.

Tante Martini yang selalu menganggap kontolku sebagai therapi paling manjur bagi batinnya.

Setelah bersetubuh, Tante Martini mengenakan kembali gaun rumahnya yang putih bersih. Lalu mengajakku duduk di sofa yang dekat dengan kolam ikan koi itu.

“Sebenarnya tante mau menyampaikan berita duka sekaligus bisa dijadikan berita gembira bagimu, “ kata Tante Martini sebagai awal penuturan yang da anggap sangat penting bagiku.

“Pertama ... kabar tentang bangkrutnya usaha Pak Hasyim yang mengadopsi adikmu itu. Semua harta bendanya disita oleh bank tanpa ampun. Termasuk rumah dan semua kendaraan bermotornya, “ lanjut Tante Martini.

“Lalu bagaimana dengan nasib Nova Tante ?” tanyaku tak sabaran, ingin tahu nasib adikku yang belum pernah kulihat bentuknya itu.

“Sebentar ... tante mau lanjutkan dulu beritanya. Pak Hasyim dalam stressnya mendapat serangan jantung dan meninggal dunia sebulan yang lalu. Istrinya sampai nangis - nangis dan minta pertolongan sama tante. Terutama mengenai Nova itu. Lalu tante ceritakan mengenai dirimu yang sudah sukses dan menjadi pengusaha besar. Tante usulkan, bagaimana kalauj Nova dikembalikan kepada ibu dan kakak kandungnya ? Akhirnya ibu angkat Nova itu menerima usul tante. “

“Jadi ... adikku sudah tau kalau dia bukan anak kandung Pak Hasyim ?” tanyaku.

“Sudah. Dia ada di sini sekarang. “

“Haaa ? Mana dia sekarang Tante ?”

“Sebentar dulu ... kejadian yang menimpa Pak Hasyim itu harus dijadikan peringatan bagi kita. Jangan sampai kita mengalami hal seperti itu ... ilmunya sih sederhana ... dalam mengelola perusahaan, jangan lebih besar pasak daripada tiang. Itu aja. “

“Sampai saat ini semua perusahaan yang kuurus selalu sehat Tante. Aku hanya berurusan dengan bank, hanya untuk menyimpan dana. Bukan untuk berhutang. Karena kata para ahli, bank itu laksana meminjamkan payung di musim kemarau, tapi payung itu akan diambil di musim hujan. “

“Syukurlah kalau Wawan sudah punya prinsip seperti itu. Sepintas lalu bank itu menyenangkan. Padahal kalau kita lepas kontrol, bisa menjadi sumber bencana, “ ucap Tante Martini, “Terus hubunganmu dengan Anneke bagaimana ? Tetap berjalan mulus kan ?”

Tante Martini memang sudah mengetahui bahwa aku punya hubungan cinta dengan Anneke. Kebetulan Tante Martini mendukung, tetapi memintaku dengan sangat, agar hubungan rahasiaku dengannya tetap berjalan sampai kapan pun. Dan aku sudah menyetujuinya, karena (sekali lagi) aku ini penggila wanita setengah baya. Dengan kata lain, aku pun membutuhkan Tante Martini. Bukan sekadar ingin memberikan kepuasan padanya.

Kemudian Tante Martini mengajakku ke pavilyun. Sebelum keluar dari kamarnya, Tante Martini sempat membisiki telingaku, “Awas ... di depan Nova dan ibu adopsinya jangan memperlihatkan sikap yang aneh - aneh. Bersikaplah sebagaimana lazimnya seorang calon menantu kepada calon mertuanya ya. “

“Siap Tante. Jangan takut soal itu sih. Jangankan pada mereka, sedangkan kepada Anneke saja sampai detik ini masih kurahasiakan. “

Kemudian kami keluar dari kamar Tante Martini, menuju pavilyun yang letaknya bersebelahan dengan garasi.

Tante Martini pun berseru dari ambang pintu pavilyun yang sudah dibukanya, “Mbak Haya ! Ini abangnya Nova sudah datang ... !”

Lalu dari dalam pavilyun muncul wanita setengah baya yang kira - kira seumuran dengan Tante Martini. Dengan ramah ia menyapaku, “Ooooh ... ini anaknya Pak Jaelani almarum ?”

“Betul Tante, “ sahutku sambil menjabat tangannya dengan sopan dan menyebutkan namaku.

Dia juga menyebutkan namanya, “Haya ... “

Lalu Tante Haya berseru ke dalam, “Nova Sayang ... ini abangmu sudah datang ... !”

Lalu muncullah seorang cewek berperawakan tinggi sekali (buat ukuran cewek), berkulit putih bersih sampai mirip cewek bule. Namun wajahnya ada kemiripan dengan wajah Wati. Pasti itulah Nova, adik kandungku. Adik seayah dan seibuku.

“Nova ?” tanyaku waktu dia sudah berdiri di depanku.

“Iya, “ dia mengangguk dengan pandangan datar, “Ini Bang Wawan ?”

“Betgul, kataku sambil membiarkan dia mencium tanganku. Lalu kupeluk pinggangnya sambil mencium sepasang pipinya, “Selamat berjumpa lagi, adikku Sayang ... “

Nova menatapku sambil tersenyum dan berkata, “Terima kasih Bang. Senang bisa berjumpa dengan abang kandungku. “

Lalu kami duduk di sofa. Tante Martinio dan Tante Haya pun duduk berdamping di sofa lain.

Kami pun ngobrol ke barat ke timur, namun intinya sudah kutangkap. Bahwa Tante Haya mempersilakanku untuk membawa Nova dan berkumpul dengan keluarga kandungnya kembali. Karena keadaan Tante Haya sedang serba sulit, sehingga merasa kasihan kepada Nova kalau harus hidup tanpa kepastian ke depannya.

Lalu Tante Haya bertanya, “Setelah Nova berkumpul dengan keluarga kandungnya nanti, masih biolehkah tante menengok dia ke rumah Wawan ?”

“Tentu saja boleh Tante, “ sahutku, “Biar bagaimana Tante kan yang merawat Nova sejak bayi merah. Nova sendiri mungkin bakal sering merasa kangen kepada Tante nanti. “

Tante Haya mengangguk - angguk sambil tersenyum, namun matanya tampak berkaca - kaca.

Kemudian aku dan Tante Haya tukaran nomor ponsel.

Setelah Nova tampak siap dengan menjuinjing tas pakaiannya, aku pun berdiri dan pamitan kepada Tante Haya dan Tante Martini.

Pada saat Nova pamitan kepada Tante Haya, tampak ibu adopsi Nova itu bercucuran air mata. Sambil berkata sendu pula, “Pandai - pandai kamu menitipkan diri nanti ya Sayang. Jangan terlalu manja seperti sedang bersama mama. “

“Iya Mama, “ sahut Nova, “Mama jaga kesehatan baik - baik ya. Nanti aku pun akan sering minta diantarkan sama Bang Wawan, untuk bertemu sama Mama. “

Beberapa saat kemudian Nova sudah duduk di sebelah kiriku, dalam mobil yang sedang kuluncurkan di atas jalan aspal.

“Sudah dengar dari mamamu kalau ibu kita itu seorang wanita tunanetra ?” tanyaku pada suatu saat.

“Sudah Bang. “

“Di rumah ada adik sepupu Ibu yang ditugaskan untuk melayani Ibu. Nanti setelah ada kamu, bantu juga melayani Ibu ya. “

“Iya Bang. Aku sudah menyadari hal itu sih. Kan beliau yang mengandung dan melahirkanku ke dunia ini. “

“Syukurlah kalau kamu sudah insyaf sih. “

“Maksud Abang insyaf dari apa ?”

“Dahulu aku pernah mendengar kamu sangat kolokan pada saat Pak Hasyim masih ada dan perusahaannya belum bangkrut. Bahkan ada yang bilang juga kalau kamu sangat jutek kepada siapa pun. Tapi aku tidak melihat kemanjaan dan kejutekanmu itu sekarang. “

Nova menyandarkan kepalanya ke bahu kiriku. Sambil berkata, “Aku juga tau diri Bang. Dahulu waktu almarhum Papa sedang jaya - jayanya, aku bisa berbuat seenaknya. Tapi sekarang ... tidak jadi gelandangan pun sudah untung. Tentu saja aku tak berani bersikap dan berperilaku seperti anak orang tajir lagi. Sekarang aku bahkan mau meminta perlindungan dan kasih sayang Abang. Karena di dunia ini tidak ada orang lain yang bisa melindungi dan merawatku selain Bang Wawan seorang. “

Aku terharu juga mendengar ucapan adikku itu. Lalu kubelai rambutnya dengan tangan kiriku, sambil berkata lembut, “Yang penting kamu sendiri harus berusaha untuk mengambil hati orang - orang di sekitarmu nanti. Supaya mereka semua menyayangimu. “

“Iya Bang. “

“Kamu punya pacar di Jakarta ?”

“Nggak Bang. Kapok pacaran waktu masih di SMA dahulu. “

“Kenapa kapok ? “

“Ngejengkelin. Mau ngatur mulu. Ke sana gak boleh ke sini gak boleh. Putusin aja sekalian. “

“Pacarannya sejauh apa ?”

“Maksud Abang ?”

“Batasnya sampai di mana ? Apakah cuma sampai ciuman atau lebih dari itu ?”

“Nggak sejauh itu Bang. Dia hanya kuijinkan cium pipi doang. “

“Sejak saat itu gak pernah pacaran lagi ?”

“Nggak pernah Bang.”

“Kalau pacaran cuma sampai cium pipi, berarti kamu masih perawan dong. “

“Aku udah gak perawan Bang. Tapi yang memecahkan selaput daraku bukan manusia.“

“Bukan manusia ?! Terus apaan yang ngambil keperawananmu ? Hantu atau anjing atau kuda .... “

“Bukan ... bukan Bang. Dildo yang ngambil keperawananku Bang. “

“Dildo ?! Terus kamu diem - diem suka makai dildo terus ?” tanyaku dengan perasaan kasihan juga pada adik kandungku itu. Karena dia begitu polos menjawab setiap pertanyaanku.

“Iya Bang. Daripada ngajak cowok yang nyebelin, mendingan pakai dildo kan Bang. “

“Sekarang dibawa dildonya ?”

“Dibawa ... “ sahut Nova nyaris tak terdengar.

“Coba lihat ... “ kataku.

Nova melepaskan seatbeltnya, lalu melangkah kie seat belakang, di mana tas pakaiannya diletakkan. Lalu ia pindah ke depan lagi sambil menyerahkan dildo itu beserta kotak kartonnya.

Tampaknya Nova sudah pasrah pada apa pun yang kuperintahkan.

Ketika kukeluarkan dildo itu dari kotaknya, ternyata dildo itu hanya berbentuk lonjong seperti kapal selam. Tidak dibentuk seperti kontol. Lagian ukurannya kecil. Jauh lebih kecil daripada batang kemaluanku.

Kuberikan lagi dildo dan kotaknya itu pada Nova. Karena aku sedang nyetir.

“Nova Sayang ... sebenarnya tidak baik maen dildo seperti itu. Bisa merusak jiwamu nanti, “ ucapku.

“Iya Bang, “ sahutnya lirih.

“Pada saatnya menggunakan dildo, pasti kamu mengkhayalkan seorang cowok. Lalu kamu melayang - layang dalam arus halusinasi. Aku takkan memaksamu, tapi kalau kamu sayang pada mentalmu sendiri, buanglah dildo itu sekarang juga. “

“Iya Bang, “ sahut Nova sambil menurunkan kaca pintu di sebelahnya, kemudian dibuangnya kotak berisi dildo itu ke jalan.

“Aku sayang sama kamu Nov, “ ucapku sambil membelai rambutnya, karena kepalanya tersandar ke bahu kiriku lagi.

“Iya Bang. Aku juga sayang sama Abang. “

Sedan hitam yang kukemudikan meluncur terus di jalan tol menuju kota tercintaku.

Malam pun semakin larut.

Ketika kami tiba di rumah, jam tanganku sudah menjukkan pukul satu pagi.

Aku selalu membekal kunci - kunci cadangan, sehingga dengan mudah bisa membuka pintu garasi. Setelah menyimpan mobil di garasi, kututup dan kukuncikan kembali pintunya. Kemudian mengajak Nova masuk ke dalam rumah.

Ibu sudah tidur nyenyak. Bi Elin juga sama. Sehingga Nova kuajak tidur di kamarku saja.

“Kalau mau bersih - bersih dulu, itu pintu kamar mandinya, “ kataku ketika Nova sudah meletakkan tas pakaiannya di atas meja kecil dekat televisi.

“Iya Bang, “ sahut Nova sambil mengeluarkan kimono putih dari tas pakaiannya. Kemudian masuk ke kamar mandi.

Seharusnya aku langsung membawa Nova ke kamar Ibu, untuk memberitahu bahwa aku sudah berhasil membawa adikku kembali ke rumah peninggalan Ayah almarhum ini. Tapi aku selalu tidak tega mengganggu Ibu kalau sudah tertidur nyenyak begitu. Tadi sampai terdengar suara ngoroknya ke luar, membuatku yakin bahwa Ibu sedang enak - enaknya tidur.



(Bersambung)



“You know, a cell phone's like a guy; if you don't plug him in every night, charge him good, you got nothing at all.”
― Catherine Coulter


“Anda tahu, ponsel itu seperti pria; jika Anda tidak menyambungkannya setiap malam, untuk dicas secara benar, Anda tidak mendapat apa-apa. ”

Catherine Coulter
Terimakasih update lengkapnya Bab 16 Sis.
 
wah....................bakal kena embat nih si nova........crotzzz hu
 
Bimabet
Bab 17



S
etelah mengganti pakaianku dengan baju dan celana piyama, aku merebahkan diri di atas bed. Nova pun naik ke atas bedku dan merebahkan diri di sampingku.

“Sebenarnya ada kamar kosong yang tadinya dipakai oleh Kak Wati. Tapi setelah dia menikah, kamar itu kosong. Apakah kamu mau tidur di kamar yang kosong itu ?” tanyaku.

“Nggak mau. Aku mau tidur sama Abang aja ya ... please ... “ sahutnya dengan suara memohon.

“Kenapa ? Kamu takut tidur sendirian ?”

“Nggak. Tapi aku teriungat Papa almarhum. Semasa beliau masih ada, aku sering tidur di kamar Papa Mama. Dan aku selalu merasa nyaman kalau tidur dalam pelukan Papa, “ ucap Nova sambil meletakkan lengannya di dadaku, “Setelah berjumpa dengan Abang, aku punya perasaan Abang ini laksana pengganti Papa yang sudah tiada. “

Kutatap wajah adikku yang cantik dan bermata sayu itu. Perasaan iba pun timbul. Lalu kupeluk pinggangnya sambil berkata, “Ya udah ... sekarang tidurlah Sayang. “

“Bang ... “

“Hmm ?”

“Apakah Abang benar - benar sayang padaku ?”

“Tentu aja, “ sahutku sambil membelai rambutnya, “Kalau gak sayang, ngapain kamu dibawa ke sini ? Kita ini saudara kandung. Sedarah sedaging. “

“Iya Bang. Aku juga sayang sama Abang. Sayang sekali, “ ucapnya sambil menumpangkan pahanya di atas pahaku, sehingga belahan kimononya terbuka lebar. Dan ... aku melihat kemaluannya yang tak bercelana dalam. Membuatku tergetar dalam perasaan aneh. Bukan lagi sebagai perasaan kakak pada adiknya.

Batinku bergulat dahsyat. Antara nafsu dan kesadaran bahwa Nova ini adik kandungku yang harus kulindungi kehormatannya.

Sampai akhirnya kuusap - usap memek adikku yang cantik ini. Dan ... Nova diam saja. Bahkan semakin mempererat dekapannya.

“Kenapa kamu gak pakai celana dalam ?” tanyaku perlahan.

“Aku udah terbiasa kalau mau tidur gak pakai beha dan celana dalam. Supaya pernafasanku lebih lapang. “

“Dan gampang kjalau mau mainin dildo juga kan ?”

“Iya Bang. Hehehee ... “

“Kamu belum pernah merasakan kontol yang sebenarnya ?”

“Belum pernah Bang. “

“Sekarang mau ngerasain ?”

“Kontol siapa ? Gak mau ah kalau dikasih kontol sembarang cowok sih. Kalau ... kalau kontol Abang aku mau ... “ sahutnya dengan nada lugu.

Mendengar jawaban itu, aku tidak cuma mengusap - usap memeknya lagi. Melainkan mulai menyelinapkan jari tengahku ke dalam liang memeknya yang sempit tapi sudah agak basah dan licin. Lalu kugerak - gerakkan jari tengahku ke dalam dan ke luar ke dalam lagi ke luar lagi ...

Tapi aku tidak berani memasukkan jariku terlalu jauh. Hanya berani seruas jari saja.

“Baaaang ..... duuuuh Baaaang ... ini ... enak sekali Bang .... “

“Beneran kamu mau nyobain kontolku ?” tanyaku dengan jari yang masih tetap kuentotkan di liang memek Nova, tapi tetap hanya sebatas 1 ruas saja. .

“Mau ... tapi bagaimana kalau aku hamil nanti ?”

“Soal itu sih gampang, “ kataku sambil turun dari bed dan mengeluarkan tiga strip pil kontrasepsi. Lalu kuberikan ketiga strip pil kontrasepsi itu pada Nova sambil berkata, “Ini pil anti hamil. Baca aja petunjuknya nanti. “

Nova menyambut ketiga strip pil kontrasepsi itu. Lalu membaca petunjuk yang tertera di bagian belakang stripnya. “Ini pil kabe ya Bang. “

“Iya, “ sahutku sambil naik lagi ke atas bed.

“Ayo kalau gitu sih. Abang mau kan melakukannya sekarang ?”

Aku mengangguk sambil melepaskan baju piyamaku. “Tapi harus merahasiakannya ya. Ini rahasia untuk kita berdua aja ya. “

“Iya Bang. Aku janji, “ ucap Nova sambil mengangkat dua jari tangan ke dekat telinganya.

Setelah melepaskan celana piyamaku, sehingga tinggal celana dalam yang masih melekat di badanku, kulepaskan ikatan tali kimono Nova, kemudian Nova sendiri yang melepaskan kimononya. Sehingga tubuh Nova terbuka sepenuhnya alias telanjang bulat. Karena sejak tadi ia tidak mengenakan beha mau pun celana dalam. Sehingga setelah kimononya terlepas, tubuhnya tak tertutup sehelai benang pun lagi.

Aku terpukau menyaksikan betapa putih mulusnya tubuh adik kandungku itu. Tiada cela setitik pun di mataku.

Lalu kena;pa dia harus merusak keperawanannya sendiri dengan dildo yang sudah dibuang itu ?

Entahlah, aku belum menanyakan masalah itu.

Lagian usia Nova sudah 20 tahun. Sudah dewasa. Wajar saja kalau dia sering dilanda kepenasaranan, ingin tahu seperti apa rasanya hubungan sex yang sering dijuluki Surga Dunia itu. Lalu dia mendapatkan kenikmatan dari alat bantu itu. Padahal kalau dia sudah merasakan alat kejantanan yang asli, mungkin dia akan merasakan sesuatu yang lain. Bahkan mungkin juga bakal ketagihan.



Nova pasrah saja ketika kuberitahu bahwa hubungan sex itu harus didahului dengan foreplay dulu. Supaya dia benar - benar siap untuk dipenetrasi.

Kemudian aku menelungkupi tubuhnya sambil mencium dan melumat bibirnya.

Jujur, perasaanku sat ini bukan seperti sedang mencumbu adik kandungku. Maklum aku melihatnya setelah dewasa begitu, sehingga aku merasa seperti berhubungan dengan orang luar yang bukan saudara kandungku.

Ternyata Nova juga merasakan hal yang sama. Belakangan dia mengaku bahwa setiap berdekatan denganku, seperti berdekatan dengan kekasihnya. Bukan seperti berdekatan dengan abang kandungnya. Jadi pada intinya, batin kami sama - sama dialiri arus birahi.

Terutama ketikia aku mulai mencium bibirnya sanmemainkan pentil toketnya yang mulai menegang. Lalu suhu badan Nova pun mulai menghangat.

Bahkan Nova menatapku sambil bertanya perlahan, “Bang ... kalau nanti aku jatuh cinta sama Abang gimana ?”

“Gak apa - apa Sayang. Aku juga bisa aja jatuh cinta padamu. Tapi kita harus pandai merahasiakannya. Jangan sampai ada orang tau. Karena kita ini kakak beradik kandung. “

“Tapi ... sebenarnya sejak melihat Abang di Jakarta tadi ... rasanya aku sudah jhatuh hati sama Abang. “

“Aku pun sama. Begitu melihatmu tadi, aku langsung merasa sayang padamu. Karena kamu ini sangat cantik Sayang, “ ucapku yang kulanjutkan dengan kecupan mesra di bibir tipis sensualnya.

“Ooooh Bang ... kalau begitu kita jadi sepasang kekasih gelap aja ya. Aku yakin akan bahagia kalau menjadi kekasih Abang. “

“Iya ... nanti kita pikirkan matang - matang, jalan mana yang harus kita tempuh. Yang jelas aku sangat sayang padamu Nov. “

“Aku juga sayang sama Abang. “

“Baguslah kalau begitu. Sekarang aku akan menjilati memekmu ya. Biar pada waktunya kontolku dimasukkan, jangan membuatmu sakit. “

“Iya Bang ... aku pasrah aja sama Abang. Karena aku yakin Abang pasti tau apa yang terbaik untukku. “

Lalu kungangakan memek Nova yang bersih dari jembut itu, sampai terlihat bagian dalamnya yang berwarna pink dan mengkilap karena agak basah.

Ketika aku mencermati bagian dalam memek adikku itu, ada keheranan di benakku. Karena smeuanya masih terkatup rapat. Terutama mulut liang sanggamanya. Tapi keheranan itu segera kulupakan. Lalu aku mulai menjilati bagian dalam memeknya yang berwarna pink itu.

Nova pun mulai menggelinjang sambil meremas - remas kain seprai.

Terlebih setelah aku fokus menjilati clitorisnya yang muncul dan mengkilap itu. Nova pun menggeliat - geliat terus sambil menahan - nahan nafasnya.

Terkadang kusedot clitorisnya yang terasa sudah mengeras ini (pertanda horny). Tentu saja semua ini kulakukan sambil mengalirkan air liurku ke dalam memeknya. Agar “pelumasnya” cukup banyak.

Setelah cukup lama menjilati memek dan clitorisnya, aku pun merasa sudah tiba waktunya untuk melakukan penetrasi.

Maka kurenggangkan jarak sepasang paha putih mulus Nova, sambil siap - siap meletakkan moncong kontolku tepat di ambang “pintu surgawi”nya.

Dengan sekuat tenaga kudorong kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

Ciaaaaah ... meleset ke bawah ... !

Kubetulkan lagi letak moncong kontolku dan kudorong lagi dengan tenaga full.

Gila ... meleset lagi. Kali ini melesetnya ke atas. Malah kontolku jadi melengkung karena tidak tepat sasaran.

Selanjutnya aku mencolek - colekkan dulu moncong kontolku di seputar mulut liang sanggama Nova. Bahkan setelah merasa tak salah lagi, kudesakkan kontolku sampai masuk kepalanya sedikit.

Aku mengumpulkan tenaga dan konsentrasiku, sambil memegang batang kemaluanku yang moncongnya sudah diselipkan ke mulut liang sanggama Nova. Lalu kudorong sekuat tenaga .... melesak sedikit ... dorong lagi lebih kuat... masuk lagi sampai lehernya.

Sementara Nova hanya memejamkan matanya dengan sikap pasrah.

Aku pun menghempaskan dadaku ke atas dada Nova sambil berkata, “Memekmu seperti masih perawan Sayang. Apakah kamu yakin kalau kamu tidak perawan lagi ?”

Nova menatapku sambil berkata lirih, “Gak taqu juga Bang ... aku hanya mikir kalau sering mengalami orgasme, pastilah aku gak perawan lagi. “

“Cara menggunakan dildo bagaimana ? Dimasukkan semuanya ke dalam liang memekmu ?”

“Gak Bang. Hanya ditekankan ke clitorisku sambil diaktifkan vibratornya. “

“Sama sekali tidak pernah dimasukkan ke dalam liangnya ?”

“Pernah. Tapi hanya sekitar satu sentimeter aja. Gak berani masukin dalam - dalam. “

“Ya udah ... nanti juga akan terbukti masih perawan atau tidaknya sekarang ini, “ ucapku sambil mendorong lagi kontolku sedikit demi sedikit, sampai masuk lebih dari setengahnya.

Setelah masuk lebih dari separohnya, aku pun mulai mengayun kontolku sambil memperhatikan wajah Nova yang sudah mulai membuka matanya.

Mata Nova itu sayu. Dan secara objektif harus kuakui, bahwa Nova sedikit lebih cantik daripada Anneke. Ini penilaian yang objektif, bukan lantaran dia itu adik kandungku.

“Bang ... “ ucapnya lirih.

“Hmmm ?” aku masih perlahan mengayun kontolku.

“Aku yakin ... aku sudah cinta pada Abang. Bukan sekadar sayang lagi ... “ ucapnya tersendat - sendat, karena aku mulai mengentotnya, meski belum dipercepat entotannya.

“Tapi kita takkan bisa jadi suami istri Sayang. Kamu kan adik kandungku. “

“Biar aja Bang. Yang penting kita bisa saling mencintai ... tanpa harus diketahui orang lain ... oooooo.... oooooooohhhhh .... Baaang ... ini mulai enak sekali Baaaang ... “

Aku masih pelan - pelan mengentotnya. Sehingga diam - diam aku mengangkat badanku sambil mengamati kontolku yang sedang memompa liang memek adikku. Ternyata kecurigaanku benar. Kontolku seolah diselimuti oleh lapisan tipis kemerahan. diselimuti oleh darah perawan Nova ... !

Maka sambil melanjutkan entotanku, bibir sensual Nova kupagut. Kuciumi dan kulumat bibirnya, disusul dengan bisikan, “Benarkah kamu mencintaiku Sayang ?”

“Iya Bang. Kalau gak cinta, gak mungkin aku menyerahkan memekku pada Abang ... “

Terharu aku mendengar ucapan Nova itu.

“Aku juga mulai mencintaimu Sayang ... “ ucapku sambil menciumi kelopak mata, ujung hidung dan bibirnya.

“Terima kasih Bang ... “ ucap Nova sambil mendekap pinggangku.

Aku mulai mempercepat entotanku.

Nova pun mulai mendesah - desah dan merintih - rintih perlahan, “Aaaaaah ... Baaaang .... aaaaah .... ini luar biasa enaknya Bang ... aaaaaaah ... Baaaaang .... aku cinta padamu Baaaaang .... cinta sekali Baaaaang .... aaaaaaah .... aaaaaah .... “

Karena melihat darah perawan tadi, aku jadi sadar bahwa aku sedang mengentot memek yang masih perawan. Karena itu, pasti ada luka di dalam memek Nova nanti.

Itulah sebabnya aku takkan terlalu lama menyetubuhi Nova, karena takut membuatnya tersiksa nanti.

Maka aku pun mengintip gejala - gejala Nova akan mencapai orgasmenya.

Dan itu tidak lama. Baru saja seperempat jam aku menyetubuhinya, Nova mulai berkelojotan. Pada saat itu pula kugencarkan entotanku, sambil berkonsentrasi agar secepatnya ejakulasi.

Lalu ... pada waktu Nova sedang mengejang tegang, aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin ... sampai terasa moncong kontolku mentok di dasar liang memek Nova.

Lalu terasa liang memek Nova berkedut - kedut perlahan, disusul dengan kejutan - kejutan kontolku yang sedang memuntahkan lendir kenikmatanku.

Croootttt ... croootttt ... crooooooooooooottttt ... crotttttt ... crooooooooooooooooooottttttt ... crottttt ... crooooooooooooooooooootttttttttttttttttt .... !

Nova terkulai dalam pelukanku. Namun masih sempat ia berkata lirih, “Terima kasih Bang ... yang barusan, luar biasa indahnya ... karena diiringi perasaan cintaku pada Abang ... “

“Kamu sudah ikhlas memberikan keperawananmu padaku ?”

“Keperawanan ? Aku kan memang gak perawan lagi Bang. “

“Siapa yang bilang kamu tidak perawan lagi ? Sebelum kontolku dimasukkan ke dalam memekmu, kamu masih perawan Sayang, “ ucapku sambil mencabut kontolku dari liang memek adikku.

“Tuh ... lihatlah ... darah perawanmu jadi saksi, bahwa sebelum kusetubuhi barusan, kamu masih perawan ... !” kataku sambil menunjuk ke darah yang tergenang kira - kira sebanyak 1 sendok teh di bawah memek Nova.

Nova duduk sambil memandang ke arah genangan darah perawannya di kain seprai putihku.

“Jadi aku tadi masih perawan Bang ? Pantasan tadi terasa ada yang perih - perih, “ ucap Nova tampak bingung.

“Perih karena hymen-mu sobek tadi. Begitulah kenyataannya. Dildo itu tidak merusak keperawananmu, karena kamu tidak pernah memasukkannya ke dalam memekmu kan ?”

“Iya Bang. Aku hanya suka menempelkan dildo itu di clitoris dan di labia mayoraku. Belum pernah dimasukkan sampai ke dalam liangnya. Tapi sekarang aku benar - benar gak perawan lagi kan ?”

“Iya. Kamu ikhlas memberikannya padaku ?”

“Ikhlas Bang. Malah aku senang karena telah memberikannya kepada cowok yang aku sayangi sekaligus kucintai. Tapi Abang jangan mencampakkan aku nanti ya Bang. “

“Aku bukan manusia sejahat itu, Nova Sayang. Tapi di depan orang lain, kamu jangan memperlihatkan sikap mesra padaku ya. “

“Iya Bang. Tapi kalau bersikap manja sebagai seorang adik kepada abangnya, boleh kan ?”

“Boleh. Yang gak boleh itu mencium bibirku di depan orang lain, misalnya. Kalau cium pipi malah gak apa - apa. “

Nova menganguk - angguk sambil tersenyum. Lalu kuminta Nova turun dulu dari bed. Kemudian kutarik kain seprai itu, untuk diganti dengan kain seprai baru. Kuipilih kain seprai berdasar coklat muda dengan corak kotak - kotak berwarna coklat muda.

Ketika aku sedang memasangkan kain seprai yang masih bersih itu, Nova menggulung kain seprai yang sudah terciprati darah perawannya.

“Seprai yang ini mau dikemanain Bang ?”

“Masukkan aja ke dalam mesin cuci di dalam kamar mandi itu. Besok pagi akan kucuci, agar bekas darahnya jangan kelihatan orang. “

“Iya Bang. “



Esok paginya kubawa Nova ke dalam kamar Ibu.

Kulihat Ibu sedang duduk di sofa kamarnya.

“Anak bungsu Ibu sudah bersama kita Bu. “

“Anak bungsu ?” Ibu tampak kaget, “anak yang diadopsi oleh Pak Hasyim itu ?”

“Iya Bu. Saat diadopsi oleh Pak Hasyim, adikku itu belum diberi nama kan ? Nah ... sama Bap hasyim dan istrinya diberi nama Nova. “

“Nova, “ gumam Ibu sambil mengangguk - angguk.

“Ini si bungsu sudah bersama kita Bu, “ ucapku sambil menoleh kepada Nova dan memberi isyarat agar mencium tangan dan memeluk Ibu.

“Mana anakku yang namanya Nova itu ... ?” Ibu merentangkan kedua tangannya.

Nova pun mencium kedua kaki ibu, kemudian mencium tangannya. Dan menghambur ke dalam pelukan Ibu.

Ibu menangis terisak - isak, sementara Nova pun tampak bercucuran air mata.

“Anakku ... gak kusangka ibu bakal ketemu lagi denganmu Sayang ... hiiiks ... hiksssss ... waktu kamu diberikan kepada Pak Hasyim, Ibu tidak tau sama sekali. Baru tau ketika mau menyusuimu, almarhum Ayah bilang bahwa kamu sudah diberikan kepada Pak Hasyim untuk diadopsi oleh beliau ... hikkssss ... hikkssss ... “

“Pak Hasyim sudah meninggal Bu. Setelah perusahaannya gulung tikar, seluruh harta bendanya disita oleh bank. Lalu Pak Hasyim kena stroke berat dan akhirnya meninggal. “

“Lalu Nova ini bagaimana nasibnya ?”

“Istri Pak Hasyim sudah ikhlas mengembalikan Nova kepada kita. “

“Ya Allah ... terima kasih Allah ... terima kasih karena anak hambamu ini sudah boleh bersamaku lagi ... “ ucap Ibu sambil menengadahkan kedua telapak tangannya ke atas.

Kelihatannya Nova senang juga bisa bersama ibu kandung kami.

Pada suatu saat Ibu berkata padaku, “Kamar Wati itu kan kosong Wan. Tempatkan aja adikmu ini di situ. “

“Nova gak mau Bu, “ sahutku, “Nova ingin tidur di kamarku. Karena sejak Pak Hasyim meninggal, dia sangat kehilangan. Lalu setelah dekat denganku, dia merasa seperti menemukan pengganti Pak Hasyim. Kerena itu dia mau tidur di kamarku seterusnya Bu. “

“Oooh, ya udah. Di kamarmu kan ada dua bed ya Wan ?” tanya Ibu.

“Iya Bu. “

“Wati sudah dikasihtau ?” tanya Ibu lagi.

“Belum. Biar kuhubungi dia sekarang, “ katyaku sambil mengeluarkan handphone dan memijit nomor Wati. Sengaja kukeluarkan suaranya lewat speaker ponselku. Supaya Ibu dan Nova bisa ikut mendengarkan.

Lalu :

“Hallo Wan ... “

“Ada kabar gembira nih Wat. “

“Kabar apa ?”

“Adik kita yang dahulu diadopsi oleh Pak Hasyim itu, sekarang sudah ada di rumah. “

“Wah ... kok bisa ? Baguslah, jadi kita bertiga terkumpul lagi. “

“Panjang ceritanya. Bisa datang ke rumah ?”

“Wah ... aku sedang di bandara Wan. Sejam lagi juga mau terbang ke Jepang. “

“Ohya ?! Ada urusan apa di Jepang ?”

“Urusan bisnis suami, sekalian ngajak aku jalan - jalan. Nanti deh sepulanbgnya dari Tokyo aku datang ke rumah. Pengen lihat adik bungsu kita itu. “

“Iya, iya. Semoga penerbangannya selamat dan lancar. Titip salam aja sama suamimu. “

“Oke Wan. Salam baktos aja buat Ibu. Dan salam buat adik bungsu kita ... siapa namanya ?”

“Nova. “

“Ya, bilangin sama Nova, kita semua sayang sama dia. “

“Oke, “ sahutku sambil menutup hubunganku dengan Wati.

Ketika aku menoleh ke arah Nova, ia tersenyum - senyum. Mungkin senang mendengarkan percakapanku dengan Wati tadi.

Hatiku pun jadi senang, karena merasa telah berhasil mengumpulkan kembali anak - anak Ibu.

Tapi tiga hari kemudian ... ketika aku pulang dari kantor, hari masih siang. Baru jam setengah satu.

Dan ketika aku masuk ke dalam kamar, kulihat Nova sedang duduk di sofa.

Yang membuatku tertegun, kulihat matanya basah, bahkan masih banyak air mata yang membasahi pipinya.

“Kamu menangis ? Kenapa Sayang ? ” tanyaku sambil membelai rambutnya.

“Nggak kenapa - kenapa Bang ... hiks ... , “ sahutnya sambil menunduk.

“Apakah kamu menyesali pada perbuatan kita berdua ?” tanyaku sambil duduk di sampingnya.

“Nggak Bang. Masalah itu sih justru membahagiakan diriku, “ sahutnya sambil merebahkan kepalanya di atas kedua pahaku.

“Lantas kenapa kamu menangis ? Ngomong dong terus terang. Kalau ada masalah, jangan disimpan sendiri. “

“Aku ... hiks ... aku kangen sama Mama Bang ... hiks ..., “ ucapnya sambil terisak - isak.

“Nah begitu dong ngomong. Kebetulan besok aku mau ke Jakarta. Jadi bisa sekalian mengajak mamamu ke sini ya. “

“Iya Bang ... hiks ... terima kasih ... “

“Udah ... jangan nangis lagi ya Sayang. Lain kali kalau ada apa - apa, ngomong aja sama aku. Jangan dipendam sendiri, apalagi pake nangis segala begitu. “

“Iya Bang ... “

“Biar otakmu segar lagi, kita refreshing ke villa yok. “

Nova bangkit dengan sikap mendadak jadi ceria lagi, “Mau .. mau Bang, “ sambutnya.

“Kalau mau, ganti baju dulu gih. “

“Sekalian mau mandi dulu ya Bang. “

“Iya. Aku juga mau mandi. “

“Ya udah ... bareng aja mandinya, yuk Bang, “ ajak Nova sambil tersenyum.

“Tar dulu ... kamu duluan ke kamar mandi gih. Nanti aku nyusul. Aku kan masih pakaian lengkap gini, “ kataku sambil melepaskan jas dan dasiku, kemudian juga sepatu dan celana panjangku. Setelah tinggal celana dalam yang masih melekat di badanku, barulah aku melangkah ke kamar mandi.

Ternyata Nova sudah telanjang di dalam kamar mandi. Membuatku tertegun lagi. Memang tubuh adik bungsuku itu indah sekali. Kulitnya pun sangat putih dan mulus sekali. Rasanya tak rela juga kalau pada suatu saat dia dipersunting lelaki lain. Tapi bijaksanakah kalau punya keinginan untuk memilikinya terus ?

Entahlah. Yang jelas sejak persetubuhanku yang pertama dengannya itu, aku belum pernah menyetubuhinya lagi. Karena aku ingin agar luka akibat robeknya selaput dara (hymen) itu benar - benar sembuh dulu.

“Nanti di villa aku akan menggaulimu lagi untuk kedua kalinya. Sekarang pasti luka di dalam memekmu itu sudah sembuh, “ kataku sambil memeluknya dari belakang, dalam keadaan sama - sama telanjang di bawah pancaran air hangat shower dari atas kepala kami.

Yang yang sangat Nova senangi adalah ketika aku menyabuni tubuhnya dari ujung kaki sampai ke lehernya. Dia merasa sangat dimanjakan dengan perlakuanku yang satu ini.

Hal lain yang membuatnya sangat nyaman adalah tidur dalam pelukanku. Bahkan menurut pengakuannya, tidur dalam pelukanku lebih nyaman daripada tidur dalam pelukan papa angkatnya.

Aku sendiri memang sangat sayang pada Nova. Karena dia sangat penurut. Apa pun yang kuperintahkan, dia lakukan tanpa membantah. Seperti waktu kusuruh membuang dildo dalam perjalanan pulang itu, misalnya, dia langsung membuangnya ke luar mobilku.



Beberapa saat kemudian, Nova sudah mengenakan blouse dan rok yang serba putih. Namun rok itu dilapisi rok yang terbuat dari kain jarang (puring) dan bercorak kembang - kembang berwarna hitam. Sehingga rok putihnya tampak, namun dicampur dengan kain puring hitam yang bercorak bunga - bungaan itu.

Sepatunya pun putih bersih. Sehingga adikku yang tubuhnya tinggi semampai itu tampak anggun. Bukan hanya cantik.

Bangga rasanya membawa adikku yang cantik dan anggun itu ke luar kota. Untuk beristirahat di villaku.

Memang aku berhasil membeli beberapa jenis properti dalam setahun belakangan ini. Profit yang kuterima dari perusahaan Tante Laila, perusahaan Anneke dan juga dari pabrikku yang telah berkembang dengan pesat itu, sengaja kujadikan investasi dalam bentuk properti. Beberapa rumah kubeli. Tanah dan sawah pun kubeli. Bahkan villa itu pun kubeli. Pokoknya setiap profit yang kudapatkan, kujadikan investasi dalam bentuk rumah dan tanah.

Aku yakin dalam waktu tidak terlalu lama, semua properti yang telah kumiliki akan mendapatkan keuntungan yang meyakinkan. Aku tidak mau jatuh miskin seperti Pak Hasyim almarhum. Karena itu aku harus selalu mewaspadai segala aktivitas bisnisku. Teoriku sederhana saja, agar jangan sampai jatuh pailit, jangan pernah besar pasak daripada tiang. Karena itu aku tidak terlalu ambisius dalam berekspansi. Aku tetap harus menilai diriku sendiri secara jujur. Dan aku tak boleh melakukan apa pun yang di luar kemampuanku.



Ketika sedan hitamku sudah menginjak aspal, Nova berkata, “Bang ... kalau bisa, kasih dong aku kegiatan. Biar jangan cengo mulu di rumah. “

“Ohya, “ sahutku, “Kamu kan lulusan akademi sekretaris ya ?”

“Iya Bang. Aku lulus SMA di umur enambelas. Lalu masuk akademi sekretaris. Tadinya sih ingin jadi sekretaris di perusahaan Papa. Eeeeh ... perusahaannya malah bangkrut. Papa pun kena stroke sampai meninggal. Jadi nganggur deh aku setahun belakangan ini. Kuliah nggak, kerja juga nggak. “

“Nanti kamu akan kuangkat sebagai sekretaris direktur utama di perusahaan Tante Laila. “

“Tante Laila itu siapa Bang ?”

“Adik ayah kita. Tapi adik seayah berlainan ibu. “

“Direktuir utamanya siapa ?”

“Aku sendiri Sayang. “

“Asyiiiik ... aku mau Bang jadi sekretaris Abang. Bisa ketemu terus tiap hari. “

“Tapi jangan sampai ketahuan sama Tante Laila kalau kita ada hubungan rahasia ya. Kamu harus bersikap sebagai sekretaris kepada atasan aja. Pokoknya kalau memang mau kerja, bekerjalah nanti secara profesional ya. “

“Siap Bang. Tapi kalau sedang berduaan begini, boleh kan aku bersikap mesra kepada Abang ?” tanya Nova sambil menyandarkan kepalanya ke bahu kiriku.

“Tentu boleh. Bahkan harus... harus mesra kalau sedang berduaan begini sih. “

Tiba - tiba Nova mencium pipi kiriku, “Emwuaaaaah ... aku cinta dan sayang sama Abang ... !”

Aku tersenyum dan menghela nafas.

“Kamu bisa nyetir kan ?” tanyaku.

“Bisa. “

“Di rumah kan ada mobil satu lagi, “ kataku, “Nanti kalau sudah bekerja di kantorku, pakai aja mobil itu. Soalnya aku sering ada urusan di tempat - tempat lain. Karena aku memegang tiga perusahaan. Jadi kita gak bisa bareng - bareng terus. “

“Iya Bang. Mobil yang satu lagi kelihatannya keren kok Bang. Tapi mobil ini harganya selangit. “

“Gak tau, mobil ini hadiah kok. Gak tau harganya. “

“Hadiah dari mana ?”

“Dari pabrik kacang asin. “

“Aaaah ... masa sih hadiah dari kacang asin ?!”

“Hahahaaa ... bukan deng. Hadiah dari salah satu bossku, berkat prestasiku yang dianggap bagus. Makanya setelah bekerja nanti, kamu juga harus memperlihatkan prestasi yang bagus dan profesional. “

“Siap Bang Wawan Sayang ... “



Sebelum mencapai villa, aku dan Nova turun dulu, untuk membeli makanan dan minuman uyang akan dibekal ke villa.

Kemudian kulanjutkan mengemudikan sedan hitamku menuju villa yang sudah dekat. Setibanya di depan villa itu, lewat hape kupanggil Mang Tarna, penjaga dan tukang bersih - bersih villaku.

Tak lama kemudian lelaki tua itu muncul. “Selamat sore Boss, “ ucapnya sambil membungkuk sopan.

“Di dalam sudah dibersihkan Mang ?” tanyaku.

“Sudah Boss. Baru tadi pagi dibersihkan semua, “ sahutnya.

“Syukurlah. Ini buat beli rokok, “ ucapku sambil memberikan beberapa lembar uang merah.

“Terimakasih Boss. Kalau ada yang harus dikerjakan, silakan panggil aja saya. “

Aku mengangguk sambil mengeluarkan kunci pintu depan villa. Lalu masuk ke dalamnya bersama Nova.

Setelah menguncikan kembali pintu depan, aku mengajak Nova duduk di sofa ruang tengah. Nova bahkan kududukkan di atas kedua pahaku.

Sambil mendekap pinggang Nova, aku membisikinya, “Kamu sudah kepengen merasakan entotan kontolku lagi kan ?”

“Hihihiii ... iya Bang. Kangen banget. Malahan sejak kemaren ada gatel - gatel di memekku. Mungkin karena lukanya sudah mau sembuh, jadi aja gatel. “

“Gatelnya pengen digesek kan ?” bisikku yang kulanjutkan dengan menjilati daun telinga Nova.

“Baaang ... aku sih kalau telingaku kena sentuh ... apalagi dijilatin begini ... langsung horny Bang, “ ucapnya sambil meremas tanganku yang sedang dipegangnya.

“Ya udah ... lepasin semua pakaianmu gih, “ sahutku.

Nova pun melepaskan sepatu putihnya. Kemudian berdiri di dekat pintu kaca yang menuju ke arah samping villa. Di samping villa itu banyak tanaman hias yang terlindung oleh benteng tembok tinggi.

Di dekat pintu kaca rayban itu Nova melepaskan pakaiannya sehelai demi sehelai ....


[URL=https://imgbox.com/9oKTDIzR]
[/URL]








(Bersambung)











“One thing I've learned in all these years is not to make love when you really don't feel it; there's probably nothing worse you can do to yourself than that.”
― Norman Mailer


“Satu hal yang telah saya pelajari selama bertahun-tahun ini adalah untuk tidak bercinta ketika Anda benar-benar tidak merasakannya; mungkin tidak ada yang lebih buruk yang dapat Anda lakukan untuk diri Anda sendiri selain itu. "
― Norman Mailer
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd