Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mr_Boy

Semprot Lover
Daftar
8 May 2020
Post
213
Like diterima
8.124
Lokasi
Pulau jawa
Bimabet



Tokoh:
Halimah ibuku
Burhan ayahku
Ardi (Tokoh utama)
Amira (adikku)
Pak Bambang (ayah Andini)
Andini teman sekolah amira.
Ibu Yati penjual kopi misterius



Jalan hidup manusia memang tidak bisa ditebak, apa yang kamu kerjakan hari ini menentukan masa depanmu di hari esok.


Sering aku dengar kalimat motivasi itu dari para motivator terkenal, baik dari buku atau media lainnya yang mengingatkan tentang pilihan hidup manusia ke jalan yang benar.


Mungkin ini jalan hidupku menjadi orang gagal membangun kehidupanku sendiri yang orang bilang sampah masyarakat, bahkan beban keluarga. Hidup di jalanan bersama teman-teman menikmati kehidupan yang bebas tanpa beban, tertawa, bersenda gurau, menari sambil mabuk dan memakai obat-obatan yang dilarang seperti tramad*** dan sejenisnya.


Sudah tidak terhitung umpatan, cacian dan sumpah serapah yang aku terima dari ayah serta ibu. Sudah tak tersisa bagian tubuh yang tidak tersentuh batang sapu ijuk dan rotan menghiasi tubuhku. Ayah yang memberi bekas pukulan itu di punggungku, namun aku tidak pernah sekalipun melawannya hanya meringis menahan rasa sakit dan ngilu di tulangku.


Tapi, segalak-galaknya mereka. Hanya ibu yang tidak tega anak yang dikandungnya selama 9 bulan, 2 tahun di susuinya dengan penuh kasih sayang, tidak tega menyaksikan anaknya di pukuli oleh ayah sekalipun aku sering juga di marahinya.


"Sudah pak! Sudah! Jangan dipukuli lagi anak kita...! Kasian paakk!" Kata ibu melindungiku dengan tubuhnya sembari mengisyaratkan tangannya sebagai tameng untuk menahan pukulan batang sapu yang akan mendarat di tubuhku.


"Bu?! Biar ayah hajar anak sialan ini! Bikin malu keluarga kita saja di mata tetangga! Kerjaannya mabuk, nongkrong dan bergaul dengan anak-anak yang gak jelas masa depannya!" Balas ayah menimpali omongan dan pembelaan ibu.


"Iya pak! Ibu tahu anak kita menyusahkan kita. Tapi, pak! Ibu tak sanggup melihat anak kita diperlakukan seperti ini! Meskipun ibu juga terkadang kesal karena kelakuannya.." balas ibu membelaku lagi.


"Akkhh!" Ayah melempar gagang sapu itu ke lantai lalu pergi meninggalkanku dan ibu.


"Ardi, sampai kapan kamu bersikap seperti itu? Kamu gak sayang diri kamu sendiri? Gak sayang sama ibu?" Ucap ibu mencoba kembali menasehati ku sambil melihat-lihat kulit punggungku yang membiru.


"Gak apa-apa Bu. Makasih ya Bu? Ibu selalu membela Ardi dari pukulan ayah. Maafkan Ardi Bu? Ardi selalu buat susah ibu?" Kataku sambil duduk meringis meraba punggungku yang sakit.


"Maaf aja gak cukup Ardi. Banyak hal positif yang harus kamu lakukan tanpa harus mabukan dan bergaul dengan anak-anak jalanan. Kamu sudah bukan anak kecil lagi, usiamu sudah 21 tahunan. Seharusnya bisa memilah dan memilih teman yang baik.." ucap ibu panjang lebar mengingatkanku seperti biasanya, namun kali ini aku merasa kasihan juga melihat ibu kesusahan karena kelakuanku.


"Ibu harap kamu bisa berubah, Ardi." Lanjut ibu berkata dengan lembut sembari membenarkan bajuku yang kusut, lalu pergi keluar kemudian balik lagi membawa handuk.


Sesaat sebelum ibu keluar tadi, aku masih sempat-sempatnya memperhatikan ibu. Selain memiliki sisi welas asih alias kasih sayang yang tidak dimiliki wanita manapun selain ibu sendiri, aku benar-benar dibuat kagum dengan lekukan tubuhnya. Padahal bukan kali ini saja aku memperhatikan ibuku disertai pikiran mesum, yang seharusnya tidak dipikirkan oleh seorang anak.


Meski sudah berumur 40 tahunan, ibu memiliki postur tubuh yang lumayan menarik perhatianku. Berkulit putih, rambut hitam panjang, tinggi sekitar 160an dengan buah dada yang montok hampir keluar ketika memakai BH, dan bongkahan pantatnya yang bulat lenggak-lenggok ketika berjalan membuatku sering berpikir kotor.


"Nih handuknya. Mandi sana! Bau asem gitu tubuh kamu... " Kata ibu sambil memberiku handuk yang biasa aku gunakan. Meskipun aku sudah dewasa ibu tetap memperlakukan ku seperti anak kecil saja.


"Bukannya Ardi juga bisa ambil sendiri, Bu?. Gak sekalian ibu juga mandi?" Kataku sambil nyengir.


"Astaghfirullah ini anak. Bukannya bilang makasih, malah ngajakin mandi bareng! Huuuhhhhh!!" Ucap ibu mencubit pinggangku dengan keras. Mungkin karena karakter ku ini tidak membuat ibu beneran marah ketika ku ucapkan kalimat itu.


"Aduh! Aduh! Sakit Bu...?! Ardi cuman bercanda kok." Kataku sambil menahan rasa sakit di pinggangku.


"Mending kamu hanya ibu cubit. Kalau ayahmu mendengar omongan barusan, sudah pasti babak belur kamu dipukulin lagi!". Ucap ibuku hampir menjitak kepalaku namun tidak jadi hanya sekedar isyarat saja.


"Kalau ada ayah mah Ardi gak berani Bu. Berhubung ibu mah orangnya baik, Ardi asal ngomong aja. Tapi tidak mengurangi rasa hormat ardi pada ibu.." kataku mencium tangannya tanda aku menghormatinya.


Terdengar ibu menghela nafas, lalu berkata, "ibu tahu kamu anak yang baik di. Tapi rayuan kamu itu tidak akan mempan sama ibu buat mandi bareng. Otak kamu sudah di isi pikiran kotor. Ibu beritahu ayah kamu nanti..". ancam ibu sambil mendelik namun tidak serius, sehingga aku semakin tertarik dengan ibuku.


Saat di kamar mandi, samar-samar aku mendengar suara ibu sedang bertegur sapa dan mengobrol tentangku. Dari sumber suaranya aku tahu dia Amira adikku yang bawel, nyerocos terus kayak penjual yang ada di pasar kalau sedang nawarin barang. Jika aku usil atau menggoda dia pasti lapor sama ibu. Namun seperti halnya ibu. Amira tidak akan memberitahu ayah karena meskipun dia bawel, sisi baiknya sebenarnya dia menyayangiku.


Krek!


Pintu kamar mandi aku buka. Ku lihat mereka berdua ibu dan Amira melirik ke arah sumber suara yang aku berada di lobang pintu kamar mandi. Sambil bertolak pinggang seperti majikan ke babu, adikku berkata, "huhh! Sukurin ya di pukulin ayah. Makanya jangan mabukan sama kelayapan malam. Tau kan akibatnya?" Ejek adikku yang memang sudah biasa dia seperti itu, senang banget kalau aku menderita begini.


"Makasih pujiannya dek. Awas ya? Ku gigit vaginamu nanti..". Ancamku mendekatinya.


"Tuh Bu! Kak Ardi mah selalu begitu, otaknya mesum terus!" Ucap Amira mengadu kepada ibu sembari cemberut.


"Ardi?!! Kamu jangan begitu sama adik kamu? Omongan macam apa itu? Jorok sekali!". Kata ibuku mendelikan matanya.


"Cuman bercanda kok, Bu. Ya kan dek?" Balasku sambil melirik ke arah Amira yang memeluk tangan ibu.


"Gak tau ahh! Kakak mah jahat! Awas kalau main masuk ke kamar Amira, nanti ku laporkan ke ibu." Ucap Amira yang sepertinya serius.


"Iyaa iyaa!" Aku berjalan meninggalkan mereka sambil mengangkat tangan lalu masuk ke kamarku yang bersebelahan dengan kamar adikku.


Kamar aku dan Amira memang bersebelahan dengannya, bahkan pintu kamar kami pun berdempetan tidak terlalu jauh. Beda dengan kedua orang tuaku yang berada agak jauh di depan.


Setiap pagi adikku mandi bersiap untuk sekolah, sedangkan aku sendiri semaunya mau jam berapa pun bangunnya tidak berpengaruh. Pendidikanku hanya sebatas SMP saja, karena saat sebulan masuk sekolah SMA, aku di DO karena melebihi poin pelanggan yang sudah ditetapkan pihak sekolah. Poin-poin itu mencakup pelanggaran berat seperti, membawa senjata tajam, pelecehan terhadap murid cewek, membawa minuman beralkohol, dll. Pelanggan yang paling fatal selain yang pernah aku lakukan aku pernah melakukan tindak kekerasan terhadap guru, adu mulut hingga berujung pemukulan. Sungguh sial!


Kini, hidupku semau ku sendiri. Karena kegagalan saat sekolah dan pergaulan bebas menyebabkan kedua orang tua ku kesal dan marah. Sebenarnya ayah adalah orang yang baik, itu dulu. Namun sejak di DO itulah perangai ayah, sikap ayah terhadapku berubah 180° menjadi kasar dan selalu marah-marah.


Tapi, terkadang juga sisi baik ayah muncul seketika jika aku menuruti perintahnya. Semua tergantung aku bagaimana membuat suasana isi rumah menjadi tenang atau gaduh.


Sedangkan Ibu dan adikku meskipun mulut mereka seperti mesin pemotongan kayu, tidak pernah melakukan tindakan kasar yang menyakiti kulit, kecuali hanya di jewer saja telingaku oleh ibu.


Amira juga sebenarnya adalah adik kesayanganku yang baik, aku tahu dibalik mulut bawelnya sebenarnya dia juga mengasihani ku. Tidak jarang aku mengobrol serius, bersenda gurau bahkan saling bertukar pikiran kalau ada uneg-uneg tidak sungkan kita saling bercerita. Di akhir obrolan pasti adikku menasehati ku untuk tidak membuat ayah ibu kewalahan karena kelakuanku. Aku mendengarkannya walaupun selalu aku ulangi nasihat baik itu.


Amira menjadi seperti itu karena sangat prihatin dan sayangnya kepada orang tua.


Adikku ini selain bawel memiliki banyak kelebihan. Dia berparas cantik, seluruh tubuhnya yang pernah aku sempat melihat utuh dari belakang saat ganti baju lumayan putih bersih dan terlihat padat bongkahan pantatnya. Sempat terlihat juga belahan vaginanya dari belakang saat adikku membungkuk, celahnya begitu sempit dengan dihimpit kedua bibir vaginanya yang lumayan tebal. Kejadian itu membuat adikku menangis dan mengadukannya kepada ibu. Sudah pasti aku dimarahi ibu sambil bertolak pinggang tak henti-henti mengomeliku.


Tapi ada satu keberuntungan yang aku dapatkan dari mereka terhadapku, yaitu keduanya tidak pernah melaporkan kejadian yang terjadi kepada ayah.
Aku pernah suatu ketika ngobrol bertiga dengan ibu dan Amira. Mereka sebenarnya tidak tega melihatku dipukuli juga dimarahi ayah. Kalaulah boleh kata mereka cukup mereka berdua saja yang memarahiku, bukan ayahku.


Pergi ziarah


Pada hari Minggu malam harinya tidak biasanya aku keluar malam ke tempat tongkrongan, malam itu aku duduk-duduk nonton tv bersama keluarga. Aku duduk agak jauh pisah kursi ditempati olehku sendiri, sedangkan mereka satu sofa bertiga. Amira disamping ibu sambil memeluk tangannya sedangkan ayah disamping ibu fokus menonton tv. Sesekali adikku menjulurkan lidah tanpa sepengetahuan mereka seakan mengejekku yang duduk sendiri. Aku hanya menghela nafas saja melihat tingkah konyol adikku itu.


"Oiya Bu, besok siap-siap kita untuk pergi ziarah.." kata ayah membuka obrolan.


"Ibu juga hampir lupa pak. Amira, kamu juga siap-siap ya? Sekolah sedang libur kan?" Tanya ibu mengingatkan adikku.


Mendengar isi pembicaraan mereka aku tidak tahu menahu kalau ada acara ziarah, kenapa mereka tidak memberitahu ku?


"Aku gak jadi ikut ikut Bu. Soalnya aku suka mabuk perjalanan kalau perjalanan jauh naik mobil. Amira gak kuat.." ucap Amira kepada ibu.


"Lho? Katanya mau ikut? Terus kamu gak takut sama kakak kamu tuh..?" Balas ibu yang malah aku dijadikan bahan candaan.


"Kalau macam-macam, Amira akan pukulin kak Ardi Bu! Wleee!! 😝" Ucap Amira menjulurkan lidah didepan mereka.


"Aku kok gak di ajak Bu?" Kataku ikut obrolan mereka.


"Untuk apa kamu ikut, di?. Biasanya juga kamu keluyuran malam sama teman-teman gak jelas kamu itu?!!" Ucap ayah menyela.


"Kamu temani saja adikmu. Biar ayah sama ibu yang pergi ziarah. Kamu ikut juga percuma orang didalam kubur merasa terganggu oleh kehadiran kamu yang selalu bermaksiat!" Ujar ayah menimpali dengan nada tinggi dan seperti merendahkan ku.


Namun aku hanya diam tidak membalas ucapan ayah dan hanya berkata, "iya yah...".


Setelah ayah berkata begitu, Amira dan ibu memperlihatkan raut wajah yang prihatin. Entah karena aku yang selalu memancing emosi ayah atau karena kasihan terhadapku.


Besoknya aku mengantarkan ayah dan ibu dengan motorku ke kecamatan, dimana bus rombongan akan mengantarkan mereka ke tempat-tempat ziarah sekitar semingguan.


Sedangkan Amira tidak ikut lebih memilih untuk beres-beres rumah dan mengerjakan tugas sekolah.


Sesampainya ditempat tujuan mereka menitip pesan kepadaku.


"Ardi. Ayah ibu titip Amira ya? Jangan kamu usilin adikmu itu?" Ucap ibu titip pesan.


"Ingat di. Adik kamu ada di rumah. Selama ayah ibu berziarah, sementara kamu jangan keluyuran malam. Jagain adik kamu. Ayah mengandalkanmu?!." Ucap ayah sambil menepuk pundakku keras sekali seperti sedang latihan saja.


"Baik yah, Bu. Ardi akan jagain Amira. Ayah dan ibu jangan khawatir. Hati-hati dijalan ya?" Kataku kepada kedua orang tuaku.


Lalu aku menyalami keduanya dan melihat mereka berjalan masuk ke dalam bus yang sudah ada nomornya. Ada panitia yang mengarahkan mereka untuk menaiki mobil yang sudah disediakan.


Diperjalanan pulang aku mampir ke tempat jamu, lalu membeli dua kantong Anggur Merah Gold sebagai persediaan malam nanti, karena harus menemani adikku yang bawel itu. Sekalian aku belikan adikku bakso favoritnya yang super pedas, karena memang dia sangat menyukai makanan yang pedas-pedas.


Sesampainya di rumah, terlihat isi rumah sudah terlihat bersih dan rapih. Lantai sudah di pel, piring-piring dan perabotan dapur sudah tersusun rapi, seisi ruangan terasa segar dan wangi.


Sambil menenteng plastik hitam berisikan dua kantong bakso dan minuman anggur yang sudah aku pisah plastik. Minumannya aku simpan ke dalam kulkas lalu baksonya aku taruh diatas meja.


"Dek?! Kamu dimana?? Kakak bawain kamu bakso nih!" Teriakku memanggil adikku yang entah dimana.


"Aku lagi mandi kak! Taro aja disitu!" Teriak adikku dari arah kamar mandi.


"Kita makan bareng aja ya?!" Kataku membalas ucapan adikku.


"Iyaa kak!" Teriaknya keras.


Sembari nunggu adikku menyelesaikan mandinya, aku duduk diruang tengah sambil nonton tv acara gosip-gosip yang gak jelas ngomongin artis potong kumis.


Tidak berapa lama, keluarlah Amira dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya. Terlihatlah paha mulusnya yang kenyal dan putih dengan batas ujung handuk sejengkal di atas lututnya.


Deg!


Fiuhh...


Aku menghembuskan napas mengekspresikan pemandangan yang membangkitkan gairah birahiku.


Mataku dibuat terbelalak melihat kemolekan tubuhnya yang padat berisi, serta kedua payudaranya terlihat menyembul dengan uratnya yang terlihat biru menghiasi kulit bagian atasnya. Tidak hanya payudaranya. Bahkan kedua lututnya pun terlihat putih berisi. Beda sekali dengan kedua lututku yang coklat kehitaman.


Aku tidak percaya bahwa adikku Amira sebenarnya memiliki pesona yang luar biasa, sampai aku beberapa kali menelan ludah dan membuat tongkat pusakaku mengejang hebat!


"Apaan sih kakak?! Matanya dijaga tuh!!" Kata adikku yang mendekat menghampiriku ingin melihat oleh-oleh yang aku bawa. Setelah melihat dan memastikan ternyata memang benar aku membawakan bakso favoritnya, adikku tersenyum manis.


"Gimana? Percaya kan? Masa kakak bohong" Aku tidak memperdulikan omongan tadi yang sempat adikku katakan kepadaku. Tapi lebih memperhatikan tubuhnya yang harum dan terlihat segar.


"Iyaa makasih ya kak? Kakak baik banget! Walau ngeselin.. hehee" ucap adikku sambil mau balik lagi ke kamarnya.


"Gak makan dulu, dek?" Tanyaku.


"Aku mau pake baju dulu kak. Masa begini??" Balas adikku sambil berdiri menghadap ku dengan eskpresi bibirnya di manyunin jadi semakin tambah menggemaskan.


"Ya sudah. Begitu juga gpp, kakak suka kok liatnya.." goda ku pada Amira yang hendak ke kamarnya.


"Gak mau ahh! Mata kakak dari tadi jelalatan kayak tokek ngincer mangsanya.. makannya nikah kak, jangan nonton bokep mulu! Hahaha!" Ucap adikku berlari ke kamarnya.


"Ihh dasar! Tahu dari mana kamu dek?" Kataku memastikan dari mana dia tahu rahasiaku suka nonton bokep.


"Dari hape kakak pas waktu itu aku pinjem di file kakak banyak video bokepnya!" Teriak adikku dari kamar.


"Huh!" Kataku kesal dengan kelakuan adikku itu. Menyesal juga aku meminjamkan hapeku lagi.


Tidak berapa lama adikku pun menghampiriku lalu duduk bersebelahan.


"Kakak marah? Aku otak-atik isi hape kakak?" Tanya Amira membuka kantong plastik yang berisi bakso.


"Emang kakak pernah marahin kamu? Jahil serta godain kamu sih iya.." kataku sambil memperhatikan pakaian adikku yang hanya memakai kemeja tidur dan celana kolor yang bergambar hello Kitty.


"Nggak pernah sih. Cuman kakak tahu sendiri aku kesal kalau kakak bikin rumah ini gaduh karena kelakuan kakak. Kasian ayah ibu.. itu aja." Balas adikku yang membantu membukakan kantong plastik punyaku.


"Kakak juga tidak mungkin selamanya seperti itu kan, dek?"


"Iya. Amira berharap kakak mau berubah. Jangan buat ayah ibu kesusahan kak, kasihan. Yuk kak makan?" Ucap adikku memberikan mangkok punyaku.


"Makasih ya?"


"He'em.." balas Amira sambil mengunyah.


Kami pun makan bakso bersama dengan adikku sambil ngobrol ringan. Kami bercanda tertawa dengan adikku seakan melupakan bahwa kita sering tidak akur.


Amira terlihat cantik menggemaskan, aku ingin sekali merasakan bibir tipisnya yang memerah, serta harta karunnya yang ada diantara kedua selangkangannya.


"Kamu cantik banget sih dek?" Rayuku kepada Amira.


"Dih! Mulai deh error. Pasti ada maunya.." balas adikku tidak memperdulikan kata-kataku.


"Kamu udah punya pacar?" Tanyaku mencari tahu.


"Punya lah! Emangnya kakak yang jomblo?!" Ejek adikku memulai.


"Pernah di apain aja sama pacar kamu itu?"


"Ditidurin lah!" Kata adikku dingin.


"Hah?!! Serius?" Kataku kaget dengan jawabannya yang membuatku gagal sebagai kakak.


"Ya enggaklah, kak! Ngaco kakak mah. Emang aku wanita apaan seenaknya ngasih tubuh aku ke lelaki yang bukan haknya. Pernah ada yang minta cium sama mau meremas payudara Amira aku tampar dia terus Amira putusin!" Ucap adikku mengekspresikan itu dengan sambil mengunyah bulatan bakso di mulutnya.


"Syukurlah! Kirain kakak kamu mau aja di ajak begituan sama pacar kamu. Kakak merasa hampir gagal menjaga kamu." Jawabku ikut merasa senang.


"Aku jomblo kak. Kakak mau jadi pacar Amira?" Ucap Amira melirik ke arahku.


Belum sempat aku berkata-kata, tiba-tiba adikku tersenyum sampai ingin tertawa.


"Ihh! Kakak malah di anggap serius, Amira hanya bercanda kok!" Kata adikku seakan dijadikan candaan ucapannya itu.


"Dek, ngentot yuk?" Kataku langsung mengatakan itu kepada adikku.


"Uhuk! Uhuk!" Adikku keselek.


"Apaan sih kak?! Amira gak nyangka kakak berani berkata seperti itu ke Amira?" Adikku memperlihatkan ekspresi muka marah.


"Becanda kok, dek. Kamu juga barusan begitu sama kakak." Kataku sambil memberikan segelas air yang ada di meja.


"Itu mah beda kak. Kok kakak memilih kata itu sih? Aku beritahu ibu nanti biar di marahin..." Ancam Amira mengeluarkan senjata andalannya.


"Ke ayah aja dek sekalian. Biar ayah mukulin kakak lagi." Balasku pada Amira karena kesal setiap ada apa-apa selalu memberitahu ibu.


Adikku hanya diam tidak membalas ucapan ku. Sepertinya aku salah dalam berucap.


"Maafin kakak ya, dek? Kakak sering membuat kamu tidak nyaman.. andai kakak menjadi kakakmu yang baik, pasti kamu akan merasa bahagia.." kataku kini bernada lembut.


"Emang kakak gak bisa buat Amira bahagia?" Tanya amira menoleh ke arahku lalu mengaduk-aduk baksonya yang ada di mangkok secara tak beraturan.


"Kakak akan berusaha membuat kamu bahagia, dek. Kasih kakak kesempatan untuk melakukannya."


"Nanti malam mumpung gak ada ayah ibu, bagaimana kalau kita jalan-jalan dek? Mau kan?" Bujukku pada Amira yang kini tersenyum lalu memukul pahaku pelan.


"Iyaa... Awas kalau bohong." Ucap Amira mengingatkan.


Aku hanya mengangguk dan dengan reflek mengelus kepalanya yang berambut panjang dan lurus. Amira hanya terdiam tatkala aku membelai kepalanya, malah dengan lahap menghabiskan baksonya yang semangkok penuh.


Seharian aku bercanda ngobrol ngalor ngidul dan tidur siang dikamar yang berbeda. Sekilas pikiranku ingin mengajak adikku bercocok tanam, sebentar kemudian aku mengurungkan niatku karena beresiko tinggi.


Hingga malam pun tiba, sekitar pukul 7 malam aku menepati janjiku pada Amira untuk mengajaknya jalan-jalan. Tempat yang aku singgahi seperti angkringan, taman dan pasar malam.


Walau hanya makan se alakadarnya dan membeli jepitan rambut untuk adikku, Amira terlihat sangat senang. Bahkan saat kami pulang sempat Amira merangkulku dari belakang, padahal biasanya hanya memegang kain bajuku saja.


"Maafin kakak ya dek? Kakak belum bisa beliin kamu barang mahal. Padahal kakak berjanji buat kamu bahagia..." Keluhku pada amira membuka pembicaraan. Saat ini motor melaju dengan pelan.


"Gpp kak. Amira bahagia kok."


"Amira ingin seperti ini terus kak. Bareng sama kakak. Rumah tenang tidak gaduh.." lanjut adikku yang sepertinya menginginkan suasana itu.


"Demi kamu kakak akan berubah, dek. Beri kakak kesempatan ya?" Bujuk ku yang sebenarnya aku kasihan juga terhadap adikku ini. Walaupun sering saling ejek, aku dan adikku baik-baik saja.


Pukul 10 malam kami sampai di rumah, pintu pagar aku gembok kembali. Amira membuka pintu depan lalu diikuti olehku sambil mendorong motor kedalam. Setelah itu tiba-tiba Amira berlari ke kamar mandi sambil berkata, "aku pipis dulu kak...". Saat berlari Amira terlihat seperti gadis kecil yang manja. Pikiran kotorku mulai kambuh lagi. Lagi-lagi pusakaku menegang saat melihat adikku itu.


Aku ingat saat pagi tadi membeli anggur merah yang aku simpan di dalam kulkas. Berjalan aku menuju lemari es dan mengambil sekantong minuman anggur dan meminumnya dibantu sedotan yang sudah disediakan penjual.


Aahhh...!


Lega rasanya. Rasa manisnya anggur diminum saat dingin benar-benar membuat tenggorokanku yang kering langsung plong!


"Minum apa kak? " Tiba-tiba adikku Amira sudah ada di sampingku saat aku meminum sekantong anggur merah yang hampir aku habiskan.


"Anggur dek." Kataku panik.


"Katanya mau berubah, malah kakak minum minuman haram itu lagi." Direbutnya kantong yang berisi minuman itu lalu di buangnya ke sampah. Lalu adikku pergi ke arah air isi ulang menuangkannya di gelas lalu balik lagi ke tempatku yang tadi sambil membawa secangkir air putih.


"Minum kak, bersihin mulutnya pake ini." Di sodorkannya air yang dipegang Amira kepadaku. Melihat kelakuan adikku membuat aku geleng-geleng kepala, selain bawel ternyata protektif juga adikku ini.


Setelah itu dia langsung masuk ke kamarnya tanpa berkata apapun meninggalkanku di ruang tengah.


Aku hanya menghela nafas menuju ke kamarku.


Di kamar aku tidak bisa tidur, bayang-bayang Amira mengganggu konsentrasiku. Apalagi efek yang di akibatkan oleh minuman yang aku minum tadi membuat nafsuku terbangkitkan. Sampai-sampai aku melepaskan celana jeans yang aku pakai dan hanya memakai celana boxer tanpa celana dalam.


Tuing!


Kontolku mengeras hebat hampir merobek celana boxerku yang tipis. Karena merasa sesak aku keluarkan kontolku dari dalam boxer lalu berdiri tegak lah senjataku itu. Lagi-lagi pikiranku teringat adikku yang di kamar.


"Sedang apa adikku sekarang? Sudah tidurkah?" Gumamku dalam hati. Sambil menggenggam batang kontolku yang mulai terasa hangat.


Untuk memastikan, aku bangkit dari kasur dan beranjak pergi dari kamarku menuju ke kamar Amira.


Diluar pintu kamarnya jantungku deg-degan sambil merenung, untuk apa aku ke kamarnya? Bagaimana nanti bila dia marah lalu melaporkannya pada ibu?


Akh! Aku coba memegang gagang pintu kamar Amira. KREK! Ternyata tidak dikuncinya. Saat pintu kamar terbuka, alangkah terkejutnya aku melihat adikku Amira sudah tidur nyenyak dengan kedua kakinya telentang. Sebelah kaki kirinya lurus ke samping dan kaki kanannya dinaikan ke atas guling yang ada di pinggiran kasur. Sehingga terlihat jelas bongkahan memek adikku yang membusung dibalik celana boxer hello Kitty nya.


Meskipun Amira memakai celana. Tapi karena celana itu terbuat dari bahan yang tipis membuat bentuk vaginanya menerawang terlihat dari luar jelas sekali.


Seketika kontolku langsung mengeras lagi dan aku menelan ludah melihat pemandangan ini. Kontolku seakan menuntun tubuhku untuk mendekati adikku itu yang sudah tertidur lelap.


Aku duduk ditepi kasur spring bed yang empuk sambil memperhatikan lekukan tubuh adikku yang mulus, terlebih di bagian memeknya yang menurutku cukup tebal membusung. Padahal adikku baru menginjak kelas 2 SMA.


Aku tidak tahu apakah yang aku lakukan ini akan beresiko tinggi, sehingga mengorbankan masa depan adikku juga diriku atau aku kembali lagi ke kamar melakukan onani agar meredakan gejolak birahi yang sedang memuncak ini.


Lama aku berpikir, merenung dan menimbang baik buruknya. Namun secara reflek aku menunduk dan mendekatkan wajahku ke arah dimana harta Karun Amira berada. Ujung hidungku menyentuh permukaan yang Amira selalu menjaganya dengan baik. Tercium dari balik celana itu aroma yang menurutku sangat nikmat membuat bulu dan kontolku berdiri. Lama aku menghirup aroma kewanitaan Amira yang membuatku hampir menerkamnya. Namun aku masih bisa menahan gejolak itu yang hampir menelan akal sehat ku.


Aku berpikir hendak kembali ke kamarku meninggalkan kesempatan yang mungkin tidak akan aku dapatkan lagi. Sehingga demi keamanan aku memilih pergi saja setelah menghirup aroma vaginanya itu. Aku bangkit meninggalkan adikku yang sedang tidur nyenyak.


Sebelum aku beranjak pergi, aku berkata lirih yang hanya di dengar olehku saja.


"Maafkan kakak, Amira. Hampir kakak berbuat nekat sama kamu. Kakak memang bukan seorang kakak yang baik buat kamu.." kataku menyesalkan kelakuanku.


Setelah itu aku pun pergi dari kamar Amira sebelumnya menyelimuti adikku yang telentang.


Paginya...


Mataku terasa perih disertai kepala pusing nyut-nyutan, semalam aku tidak bisa tidur gara-gara pergi bersama kegagalan, gagal melampiaskan nafsu syahwat ku.


Dengan perasaan yang tidak karuan aku membuka pintu kamar, secara kebetulan aku berpapasan dengan adikku, Amira. Dia pun terkejut saat aku saling bertatap mukanya. Namun anehnya Amira tidak menyapaku dan langsung ke kamar mandi. Kejadian itu membuatku bertanya-tanya.


Sambil menunggu Amira yang sedang mandi, aku berjalan menuju lemari es mengambil anggur merah yang tinggal sekantong lagi. Saat ku sedot beberapa teguk, barulah aku teringat semalam aku menyelimuti Amira.


"Wah! Gawat. Kenapa aku melakukan hal bodoh itu? Akh sial!" Gerutu ku dalam hati.


Menghabiskan sekantong anggur, aku pun berusaha melupakan kejadian itu tetap berpikir positif berharap adikku Amira tidak menyadarinya.


Setelah mandi, makan, dan nonton tv. Ternyata semua biasa saja seperti hari-hari sebelumnya. Aku dan Amira biasa mengobrol tentang hal-hal menarik dan lucu-lucu.


"Kamu tidurnya nyenyak banget, dek?" Kataku di sela-sela obrolan.


"Kok kakak tahu? Jangan-jangan??" Ucap adikku tidak meneruskan kata-katanya.


"Hanya menebak aja kok." Jawabku asal ngomong.


"Oh.. terus yang menyelimuti aku siapa?" Tiba-tiba saja adikku mengatakan yang tidak aku harapkan.


"Mungkin perasaan kamu saja itu... Mana mungkin kan selimut bergerak sendiri?" Kataku mencoba menutupi kebenaran.


"Kakak jangan bohong?! Aku tahu sejak kakak masuk hingga kakak keluar kamar. Amira tahu kok semuanya!" Adikku menatapku tajam mencari kebenaran di mataku.


"Iya, kakak masuk kamarmu semalam. Bahkan sempat mencium vagina kamu. Maafin kakak, ya? Kakak sungguh khilaf. Saat itu kakak sangat bernafsu melihat tubuh kamu itu. Tapi kamu jangan khawatir, mulai detik ini kakak akan jaga jarak dari kamu atau mungkin kakak pergi dari rumah malam ini supaya kamu selamat dari perbuatan kakak.." kataku menjelaskan kejadian itu dan sudah pasrah akan akibatnya. Rupanya adikku sudah mengetahui aksiku sejak aku memasuki kamarnya.


Plaaakk!


Tiba-tiba saja adikku menamparku keras sekali! Sampai terasa perih pori-pori kulit pipiku.


"Kakak jahat! Kakak gak sayang Amira!!! Hik hik hik!" Teriak Amira yang langsung pergi masuk kedalam kamarnya sambil menangis.


"Amira?!! Maafin kakak!" Seruku memanggil adikku yang setengah berlari menuju kamar.


Aku pun langsung menyusul adikku ke kamarnya yang sedang telungkup menangis di atas bantalnya yang putih.





"Amira. Maafin kakak. Kakak sungguh malam itu gak kuat, tapi kakak mengurungkan niat kakak demi agar kamu selamat dari niat jahat kakak. Kakak mengaku salah sudah mencium vagina kamu, kakak sungguh sangat menyesal Amira.." Kataku duduk didekat pinggangnya yang sedikit tersingkap kaosnya, lalu aku memberanikan diri menutup kulit punggungnya itu dengan menurunkan kaosnya. Ini aku lakukan sebagai bentuk perhatianku menjaga dirinya.


"Kakak sangat sayang sama kamu, Amira. Sungguh kakak tidak jadi melakukannya karena kakak sayang..." Lanjutku mencoba menenangkan adikku yang menangis sesegukan.


Aku pun membelai kepala adikku karena sudah tidak memungkinkan untuk menjadi kakak yang baik. Malam ini aku sudah bertekad untuk pergi dari rumah, daripada menjadi seorang kakak yang gagal serta menanggung rasa malu yang tidak bisa ku lupakan.


Saat sedang mengelusnya, Amira membalikan badan sehingga telentang. Air matanya mengalir dari kedua pipinya yang cantik. Ketika telentang itu sempat-sempatnya aku memperhatikan gunung kembarnya, perutnya yang ramping juga aset berharga milik Amira yang membuatku sempat menghirup aromanya.


"Kalau kakak sayang Amira, kenapa kakak mau pergi ninggalin Amira?" Ucap adikku sembari sesegukan. Wajahnya yang cantik dibasahi air matanya yang mengalir di kedua sisi matanya membuatnya semakin menarik perhatianku.


"Kakak sudah gagal melindungi kamu, Amira. Hampir semalam kakak berbuat nekat ingin menyetubuhi kamu." Jawabku jujur tentang kejadian malam tadi.


"Tapi gak jadi kan? Terus kenapa kakak mau pergi? Gimana kalau ada yang jahatin Amira saat kakak tidak ada? Kakak gak peduli?" Ucapan adikku ini membuat aku luluh. Bagaimana pun dia adalah adikku yang sangat aku sayangi, meskipun aku sempat berbuat jahat untuk menyetubuhinya, tidak akan aku biarkan adikku disakiti orang lain. Untuk mendramatisir keadaan aku berusaha pura-pura sedih menitikkan air mata agar Amira yakin bahwa aku benar-benar menyesal.


Sehingga tak terasa air mataku menetes dari kedua mataku.


Melihat aku juga untuk pertama kalinya mengeluarkan air mata. Amira menarik tubuhku sehingga aku rebahan di dekatnya. Lalu tanpa aku bayangkan selanjutnya, Amira memelukku dan menempelkan wajahnya di dadaku. Amira memelukku erat seperti berlindung dari sesuatu. Aku pun memeluknya sehingga kami saling merapatkan tubuh masing-masing.


Dari saling berpelukan menyamping itu, aku malah sedikit mendorong tubuh Amira saat telentang. Aku berusaha untuk menaikinya sehingga aku berhasil menindihnya. Di atas tubuhnya itu aku merasakan getaran hebat serta hawa hangat yang terpancar dari tubuhnya Amira.


"Maafin kakak ya, dek?. Kakak sayang kamu... " Aku mengulangi kalimat itu untuk meyakinkannya.


"Amira juga sayang kak Ardi." Ucap Amira yang berada di pelukanku.


Aku memang sangat menyayangi adikku, namun ada yang tidak beres dengan kontolku yang tiba-tiba bereaksi lain. Bukannya menunduk malah menegang sehingga mengenai bagian sensitif Amira yang sedang aku peluk.


Kali ini aku mencoba keberuntungan dengan meraba pantat Amira lalu meremasnya perlahan-lahan. Adikku hanya diam masih memelukku malah semakin erat merapatkan tubuhnya denganku.


Setelah meremas-remas pantatnya dari balik boxernya. Aku memberanikan diri meraba pantatnya langsung dengan menelusup kan tanganku ke dalamnya celana bagian belakangnya.


Ssshhhhh!!!


Saat menyentuh pantat adikku secara langsung, sensasinya sungguh luar biasa! Sampai aku dan Amira saling menekan pantat masing-masing sehingga ujung kontolku menekan memeknya.


Aku sendiri pun baru sadar kalau Amira tidak memakai celana dalam hanya celana boxernya saja. Pantesan tanganku begitu mudah menjamah kulit pantatnya yang terasa lembut dan padat. Untuk memastikan benar tidaknya dan meyakinkan diriku kalau Amira tidak memakai celana dalam. Tanganku putar arah dari pantat bagian belakang menuju posisi memeknya yang dibagian depan.


Hah?!


Aku terkejut dan tidak percaya kalau saat ini jemariku menyentuh permukaan memeknya yang lumayan tebal dan kenyal, serta ada bulu halus juga hawa hangat di sekitar memeknya Amira. Wajah Amira terlihat memerah karena aset berharganya berhasil aku dapatkan. Memeknya agak lembab dan sedikit berlendir namun aku sangat menyukainya.


Kini aku dan Amira saling berciuman, ciuman yang tidak pernah aku lakukan selama hidupku bersama Amira.


Karena sudah tidak tahan lagi, aku tarik sedikit demi sedikit celana boxer yang di kenakan Amira, Amira pun sedikit mengangkat pantatnya sehingga memudahkan aku melepaskan celananya.


Lalu aku pun melepaskan celanaku hingga kami berdua setengah telanjang. Setelah itu aku angkat sebelah kaki Amira sampai menekuk, lalu batang kontolku aku letakkan di belahan memeknya.


Ahhh...


Ssshhh...


Memeknya terasa begitu empuk, lembut dan hangat.


Hanya menempelkan batang kontol saja dengan jepitan bibir memeknya Amira sungguh sangat nikmat sekali, apalagi kalau aku benamkan.


Ku dengar Amira terus mendesah sambil menyembunyikan wajahnya di pelukanku, aku pun tak bisa menahan betapa nikmatnya mempertemukan kedua kelamin ini, apalagi dia adalah adik kandungku.


Aku mencoba menggeser posisi semakin ke bawah hanya ingin melihat wajah cantik adikku dari dekat, namun ternyata adikku memejamkan matanya karena malu.


Setelah ku kecup keningnya yang berkeringat, aku berkata lirih, "dek, kamu kenapa? Apa kakak gak layak untuk di lihat?"


Lalu Amira membuka matanya sehingga kami saling bertatapan, sesekali arah mata Amira melihat wajahku lalu kembali saling bertukar pandangan.


"Amira malu sama kak Ardi, kita kakak adik belum pernah telanjang seperti ini kak." Ucap adikku memberi alasan.


"Kakak juga belum pernah, amira. Tapi kita coba yuk?" kataku menunggu ijin dari adikku, karena bagaimanapun adikku bukan PSK yang melayani sambil tersenyum padahal menangis didalam hati.


"Terserah kak Ardi maunya gimana? Amira ngikut aja kak.." dipeluknya aku oleh adikku sampai terasa mengganjal kedua payudaranya menekan dadaku.


"Amira sayang sama kakak, jika terjadi sesuatu. Kakak mau bertanggung jawab kan kak?" Ucap Amira memelukku namun wajah kami saling bertatapan.


"Amira, kakak berjanji akan bertanggung jawab apapun yang terjadi kakak tidak akan mengecewakanmu. Kamu percaya kan sama kakak?"


"Iyaa Amira percaya kak." Ucap adikku sambil mengangguk pelan.


Lalu kami pun saling berciuman lagi dengan diselimuti nafsu dan cinta yang begitu dalam. Awalnya Amira hanya diam saja, namun lambat laun mulai saling membalas ciumanku. Jilatan serta hisapan lembut di leher dan pundaknya sudah aku tandai setiap inchi-nya, terlihat tanda merah yang begitu indah di sekitar leher Amira.


"Buka baju ya?"


Tanpa susah payah Amira melepaskan bajunya yang kini tersisa BHnya saja.


"Sama BHnya juga gak kak?" Ucap Amira menawarkan sambil tersenyum manis.


"Kalau kamu tidak keberatan, kakak akan merasa senang sekali, dek!" Lalu Amira melepaskan pengait BHnya yang berada didepan. Aku sempat heran, 'biasanya pengait BH berada di belakang kalau tidak salah?' gumamku dalam hati. Ketika pengaitnya lepas dan oleh Amira diletakan dipinggir kasur. Kini aku melihat sesempurnanya wanita didalam hidupku, adikku Amira benar-benar sangat cantik apalagi dalam keadaan telanjang begini. Tubuhnya yang lembut dan hangat rasanya ingin aku menyatu dengan Amira.


Aku yang sudah tidak tahan lagi dengan cepat melepaskan kaosku lalu aku lempar ke lantai. Sekarang aku dan Amira tidak memakai sehelai benangpun yang menghalangi tubuh kami. Aku memeluk erat tubuhnya begitu pula sebaliknya. Kami sejenak saling merasakan hangatnya ketika kulit tubuh saling bersentuhan. Amira terus memandangiku dengan tatapan mata yang sulit untuk ditebak, arti tatapannya seakan masih bias. Apakah dia menyukainya atau ragu untuk melakukannya.


Aku kecup keningnya lalu berkata dengan lembut, "kamu gak apa-apa kan Amira?"


"Tidak kak. Hanya kita tidak menyangka akan seperti ini." Jawabnya singkat sepintas terlihat matanya melihat ke arah lain tapi kembali menatapku.


"Apa jangan dilanjutkan aja ya..? Kakak seperti memaksa kamu, dek" Kataku sedikit ragu. Padahal sebenarnya aku sendiri tidak mau menghentikannya sudah kepalang enak begini.


Namun aku tidak menyangka Amira memelukku lalu berkata, "kalau kakak udahan, Amira gak akan maafin kakak.." sungut Amira ngambek.


"Kakak juga gak mau udahan dek. Kontol kakak udah nempel begini dengan memek kamu. Sayang banget kalau gak di masukin..." Kataku menggodanya.


Amira tersenyum sampai terlihat giginya yang tersusun rapi. Dia mencubit kedua pipiku dengan gemasnya lalu mencium bibirku. Kami pun saling berciuman lagi dengan perasaan sayang dan nafsu yang mulai menguasai kami.


Dari berciuman aku beringsut ke bawah menciumi dan menjilati tubuh Amira. Kulitnya yang halus dan lembut membuatku semakin bernafsu.


"Amira? Sungguh sebenarnya kakak dari dulu ingin ngentotin kamu. Tapi selalu gagal dan tidak ada kesempatan." Kataku sambil membaui aroma memeknya yang sudah terlihat ada cairan bening yang keluar.


"Sejak kapan kakak ingin melakukannya? Kok aku gak tau?" Ucap Amira mengangkangkan kedua kakinya sehingga aku dengan leluasa mengamati lobang memek adikku yang masih terlihat rapet dan sempit.


"Sejak kita masih tidur bareng, sayang. Kakak selalu mengelus memek kamu waktu itu. Emang gak berasa geli gitu?" Tanyaku penasaran, padahal aku sempat menyetubuhinya berulang kali meski hanya sekedar menggesekkan kelamin saja.


"Beneran kak, Amira tidak tahu. Tapi pernah Amira juga sempat kepikiran waktu itu kenapa setiap Amira pipis suka perih dan ada lendir di celana dalam Amira. Itu sperma kakak? Mmhhhh..!!" Tanya adikku penasaran namun saat itu aku sedang menciumi aroma memeknya yang terasa nikmat sekali. Ujung hidungku barusan menyenggol itilnya sehingga membuat Amira mendesah nikmat.


"Iya, itu sperma kakak yang sengaja kakak tembak tepat di lobang memek kamu waktu itu. Sempat juga kakak menekannya agar sperma kakak masuk semua ke dalam memek kamu, namun karena terlalu banyak jadi keluar lagi." Jawabku jujur.


Tiba-tiba adikku menekan kepalaku sehingga hidung dan mulutku menekan memeknya yang mengangga, sampai ada lendir yang melumasi wajahku.


"Ihh kakak! Tuh rasain?! Enak aku siksa muka kakak di memek aku? Gimana coba kalau Amira hamil? Dasar kakak mesum!" Protes adikku ngambek namun terlihat menggemaskan.


"Iya maaf, kamu kan belum haid jadi kakak nekat aja. Tapi semenjak kita dipisah kamar, kakak ingin sekali ngentotin kamu lagi, Amira." Semakin kesini obrolan semakin vulgar aku jujur dan apa adanya.


Amira menatapku sejenak, lalu menghela nafas panjang.


"Sekarang keinginan kakak tercapai kan?" Ucap adikku mengusap kepalaku seperti anak kecil yang mau menyusui dengan kasih sayangnya.


"Iyaa.." Aku ciumi lagi memek Amira lalu aku tarik kedua bibirnya kesamping dan ku lumat dengan jilatan memutar dan menghisap.


Aaahhh....


Eemmmhhhh... aahh.. aahhh...


Amira melenguh ke enakan ketika lidahku menari-nari di area vaginanya.


Perasaan manis, asin, gurih disertai aroma khas memek yang begitu menggoda dan nikmat membuat tubuh Amira bergetar hebat dan terus menggelinjang.


Aahhh... Eemmmhhh... Aaahhhh....! Mulut adikku tidak bisa diam, terus meracau mengikuti irama jilatanku di permukaan memeknya.





Aku perhatikan lobang memek Amira sudah mulai berlendir tanda sudah siap di eksekusi, lobang kecil seukuran kancing kemeja membuatku ragu. Aku duduk diantara kedua kaki Amira yang mengangkang, mencoba membandingkan ukuran lobang memeknya dengan ukuran batang kontolku yang sudah membengkak seukuran gagang pengki, dengan panjang 16cm.


Amira sepertinya membaca kebingunganku, karena kami sudah hidup bersama, jadi terkadang bisa menebak yang aku pikirkan.


"Kenapa kak? Punya kakak lumayan besar juga ya?" Tanya Amira yang masih memikirkan nasib asetnya yang paling berharga.


"Kira-kira masuk gak ya, Amira? Berarti nanti kamu sudah tidak perawan lagi? Yakin kamu mau memberikan mahkota kamu untuk kakak?" Kataku yang masih peduli dengan masa depannya nanti. Padahal ujung moncongku sudah didepan lobang memek Amira.


"Amira rela di perawani sama kar Ardi. Yang penting kakak mau bertanggung jawab, Amira ikhlas, kak.." jawab adikku lirih.


Mendengar jawaban Amira, aku langsung menindih tubuhnya yang terlihat begitu subur padat berisi. Amira memelukku sambil tersenyum dengan kedua kelamin kami saling menempel. Begini juga rasanya sudah seperti di surga kenikmatan saja. Kelembutan dan kehangatannya menjalar ke sekujur tubuhku. Jantungku berdebar kencang serta aliran darahku mengalir deras membawa kenikmatan yang meluap-luap. Ingin rasanya aku mengarahkan moncong senjataku langsung ke lobang memeknya Amira yang terdalam dengan sekali hentakan, namun tentu aku sangat tidak berperasaan.


Hawa hangat itu terus menjalar ke seluruh tubuh, Amira pun merasakan hal yang sama sampai dia berkata dengan suara manja mendesah, "Amira sayang sama kakak, punya kakak enak sekali.. masukin aja kak.." ucap Amira sembari membelai punggungku.


Amira mengangkat kedua kakinya sehingga lobang memeknya menghadap ke atas. Aku pun mulai meraba-raba letak lobang memeknya dengan ujung kontolku. Setelah ujung kontolku itu merasakan lobang yang aku cari, aku tekan perlahan.


Sssshhhhh... Aaahhh...


Gila! Ini memek. Baru ditekan saja sudah terasa ngilu, hangat serta menumbuhkan rasa penasaran ingin terus menekannya.


Butuh waktu agak lama untuk menembus pertahanan memek adikku yang super sempit ini padahal sudah aku ludahi. Sekali lagi aku berpikir bisa saja aku menghentakkan kontolku secara paksa tanpa harus menunggu lama. Namun, aku merasa kasihan menatap Amira yang disaat ujung kepala kontolku menyeruak mulut memeknya, adikku meringis kesakitan sampai matanya berkaca-kaca.


Berulang kali aku memaju mundurkan bokongku dengan penuh perasaan dan hati-hati. Hingga setelah berusaha keras, akhirnya kepala kontolku berhasil membuat lobang memeknya menyesuaikan ukuran kontolku.


Aahhh... Uugghh...


Mmmmhhhh....


Aku melenguh panjang merasakan kenikmatan yang tiada tara juga kehangatan yang tiada habisnya. Sedangkan Amira meringis merasakan benda asing hendak memasuki tubuhnya melalui aset berharganya.


Ini belum selesai, butuh perjuangan lagi juga kesabaran untuk membenamkan kontolku seluruhnya.


Beberapa kali aku menarik ulur kontolku agar memek Amira menyesuaikan diri dengan ukuran kontolku yang melebihi ukuran memeknya.


Agar perhatian Amira teralihkan, aku mencium bibir Amira dengan penuh kasih sayang. Ketika Amira merasa tenang kontolku aku tekan lagi berulangkali sampai terasa kontolku membentur sesuatu yang menghalangi laju kontolku.


Sumpah! sempit dan menjepit sekali lobang memek adikku ini.


Aku tahu kalau kontolku membentur selaput daranya. Disaat itu pula adikku mengernyitkan dahinya menahan sakit. "Tahan ya sayang? Mungkin ini akan terasa sakit." Kataku memberitahu adikku karena sudah dirasa cukup beradaptasi lobang memeknya untuk ditekan lebih dalam lagi. Saat ini ujung kontolku sedang tertanam di mulut memek Amira dan wajah Amira terlihat memerah menahan sesuatu yang besar hendak memasuki tubuhnya.


Amira hanya mengangguk pelan dengan mukanya yang memerah disertai ada setitik air matanya mengalir di pipinya.


Dengan sekali tekan tanpa sekalipun mundur namun perlahan, aku berusaha membenamkan kontolku ke dalam memek Amira yang super sempit ini. Dalam waktu 3 detik kontolku melesat ke dasar paling dalam hingga terlebih dahulu mendobrak keperawanan Amira. Kreecctt! Urat syaraf yang menjadi selaput keperawanan Amira mungkin robek disertai rasa hangat membalut kontolku Bleeessskkk!


"
Aaaaahhhhhkkk!!!!" Aku melenguh tatkala seluruh batang kontolku tertanam semuanya hingga menghujam ke dalam dan membentur mulut rahim Amira.


"Mmmmhhhhhh...kak ardiiiiii... Hhaahhhh..!!!" Amira memelukku erat meringis menahan sakit, hingga menangis sembari memandangku.


"Maafkan kakak, sayang. Ouugghh!! Memekmu menjepit kontol kakak.." Lenguhku sembari menjilati air matanya lalu aku cium mulut adikku yang menganga hingga kami saling berbalas ciuman.


Kontolku di dalam seperti dililit ribuan kenikmatan yang mencengkram kuat dan seakan di hisap untuk lebih jauh ke dalam memeknya. Aku tahu Amira sedih karena selain masa depannya sudah aku renggut juga memang mungkin ada sedikit shock kontolku berada didalam tubuhnya. Pastilah sakit dan ngilu. Sambil berciuman aku beberapa kali mengatakan kata 'Maaf' lalu di sambut oleh Amira dengan senyuman dan belaian kasih sayang darinya.


Dirasa sudah beradaptasi, aku mulai menggerakkan pantatku menarik kontolku yang tertanam di dalam memek Amira. Saat ku tarik sensasinya sungguh luar biasa ngilunya sampai-sampai aku merasa merinding tatkala kedua kelamin saling bergesekan.


Lobang memek Amira seakan mendekap erat batang kontolku seakan tidak mau berpisah. Padahal ini hanyalah permulaan. Dengan hentakkan yang kuat aku Hujamkan batang kontolku ke dasar terdalam memeknya berkali-kali. Terus dan terus aku hajar memek Amira tanpa ampun!


Sambil terus menggenjot Amira, tak lupa kedua teteknya yang mengkal dan memerah ku remas dan ku hisap kuat secara bergantian, sampai-sampai kepala Amira bergerak ke kiri dan ke kanan karena tidak kuat menahan serangan yang bertubi-tubi pada dirinya. Aku tersenyum puas sekali melihat reaksinya.


"Akhhhh... Kakk.. A-Amira.. mmauu keelluaarrhhh...!" Adikku tiba-tiba menarik tubuhku lalu menghisap mulutku disertai hentakan tubuhnya ke atas. Ugh! Kontolku seakan di jepit kuat seperti diperas jutaan kenikmatan yang tiada henti-hentinya, lalu di susul cairan hangat yang memancar dari dalam memek Amira hingga seperti air kencing yang memancar.


SRrrrrrrrr..Crruutt...Ccrruuttt..!!! Mmmmmhhhhh..!!!


Amira mendapatkan orgasmenya yang membuatku bangga karena sudah berhasil mengeluarkannya. Amira sampai menghisap mulutku hingga air ludahku di telannya seperti orang yang kehausan.


Aku tak menyangka cepat sekali dia mendapatkan orgasmenya? Padahal belum lama aku menyetubuhinya.


Hentakan demi hentakan aku lakukan dengan disertai penekanan saat seluruh batang kontolku berada di kedalaman paling dalam. Karena Amira sudah mendapatkan orgasmenya. Sehingga rongga memeknya menjadi sangat licin dan menimbulkan suara merdu dari beradunya dua kelamin dan hentakan selangkangan.


Aku masih terus saja menggenjot Amira hingga aku merasa ada sesuatu yang sangat kuat mulai mendesak ingin keluar. Rasa ngilu disertai rasa nikmat yang luar biasa menyelimuti seluruh batang kontolku. Seluruh tubuh dan otot-ototku sudah mulai menegang hingga untuk pertama kalinya dalam hidupku dan pengalaman pertama yang tidak akan bisa dilupakan. Pertahanan ku akhirnya jebol juga. Dengan sekali hentakkan aku tekan sedalam-dalamnya. Hingga tepat di mulut rahimnya aku lepaskan isi spermaku ke dalam rahim Amira.


CRrrooootttt.... CCCccrrooottt.. CCCccrrooottt...!! Aaaaaahhhhhhh....!!!!


Akhirnya ku semburkan sperma panas mengisi rahim Amira, dan tidak aku duga Amira pun mendapatkan dua kali orgasmenya yang saling bersahutan. Tubuhku juga tubuh Amira bergetar hebat seperti di setrum 10.000 volt kenikmatan yang bertubi-tubi hingga melemaskan seluruh tubuh ku.


Aku dan Amira sudah mulai menggila, gerakan semakin kasar dan bersuara keras. Tidak peduli tetangga mengetahui suara kenikmatan kami. Aku sungguh sangat puas dan bangga sebagai kakak yang sudah berhasil mendapatkan kenikmatan dari adikku, Amira.


Desahan nafas yang terengah-engah menghiasi isi kamar ini yang menjadi saksi bisu. Aku dan Amira saling berbalas senyuman sebagai ungkapan dari rasa puasnya persetubuhan ini.


Sebelum menyelesaikan persetubuhan ini, aku mengecup kening dan bibir Amira sembari mengucapkan rasa terima kasih yang amat dalam.


"Amira, makasih ya sayang? Memek kamu memang luar biasa! Kakak sepertinya bakalan ketagihan" kataku mengungkapkan perasaanku.


"Iya kak. Sama-sama, Amira juga berterimakasih sama kak Ardi karena sudah memberikan pengalaman yang berharga buat Amira. Amira juga sepertinya ingin seperti ini lagi". Balas Amira dengan kontolku masih tertanam di dalam memeknya yang sudah kembali normal tidak berkedut-kedut lagi.


Setelah itu kami menyudahi persetubuhan ini. Ketika ku cabut kontolku, lelehan sperma bercampur darah perawan menodai sprei amira.


Bekas-bekas persetubuhan membuat berantakan kasurnya. Aku dan Amira beristirahat sejenak saling membelai wajah dengan manja dan rasa sayang. Di mataku Amira benar-benar cantik mempesona. Bibirnya yang tipis namun bertolak belakang dengan memeknya tebal dan gemuk, serta memiliki aroma memek yang membuat nagih lawan jenis.


Dengan telanjang bulat aku menuntun Amira untuk bersih-bersih di kamar mandi. Dari kamar ke kamar mandi saja aku sempat-sempatnya meremas payudaranya dan menggigit gemas lehernya.


Amira berlari ke kamar mandi sambil tertawa diikuti olehku dengan kontolku yang kembali tegang.


Bersambung***
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd