Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Istri Solehah

Bimabet
PART 7B

Ditempat lain

Waktu menunjukkan pukul 7 malam, Ummi Latifah sedang ngobrol berdua dengan Ustadzah Hana dirumahnya. Ummi Latifah menceritakan perihal masalahnya dengan anak keduanya Rasya yang minta diajari onani. Ummi Latifah yang bingung harus bagaimana meminta bantuan dan saran dari ustadzah Hana. Ustadzah Hana pun memahami apa yang dialami ummi Latifah dan berjanji akan membantunya.

“tenang saja Ummi nanti biar ana yang menjelaskan ke Rasya, ana paham Ummi Latifah pasti malu mengajarinya sendiri”. Ucap ustadzah Hana menenangkan Ummi Latifah

“Maksih Ustadzah, ana tidak tau lagi harus minta tolong ke siapa”. Jawab Ummi Latifah

“Ana paham Ummi….anak ana dulu juga gitu, karena ayahnya sudah tidak ada jadi ana sebagai ibunya berkewajiban membantunya”. Kata ustadzah Hana.

“pokoknya nanti ummi ikuti saja instruksi saya”. Tambah ustadzah Hana

“baik ustadzah, saya serahkan semuanya ke ustadzah”. Jawab Ummi Latifah penuh harap.

Beberapa saat kemudian sang anak Rasya pulang.
"Assalamualaikum" ucap Rasya dengan santai.

"Waalaikum sallam, kamu sudah pulang nak?" Jawab Ummi Latifah.

"Iya Ummi." Balas Rasya sambil mencium tangan umminya lalu juga mencium tangan ustadzah Hana.

“Duduk sini sayang”. Pinta Umii Latifah menyuruh anaknya duduk disofa Panjang diantara Ummi Latifah dan ustadzah Hana. Rasya dengan polosnya duduk ditengah berdekatan diantara dua Wanita itu.

“ada apa Ummi?”. Tanya Rasya dengan polos.

“Hari ini Ummi sama Ustadzah mau ngajarin Rasya soal seks, kan Rasya yang minta” jelas Ummi Latifah

“beneran umi” jawab Rasya dengan antusias sambil memeluk umminya

“beneran sayang kan Ummi udah janji. Nanti Ustadzah Hana yang bakal jelasin semuanya. Rasya tanya aja semuanya sama Ustadzah Hana”. Kata Ummi Latifah.

Rasya pun menoleh ke ustadzah Hana dengan ragu-ragu ingin bertanya.
“Rasya tanya aja gak perlu malu ama ustadzah”. Kata ustadzah Hana meyakinkan Rasya.

“Itu ustadzah...kemarin Rasya tidur dan mimpi indah, pas bangun penis Rasya kencing tapi warnanya putih,” kata Rasya malu-malu ke ustadzah Hana ..

“Itu normal sayang, itu tandanya Rasya sudah dewasa.” Jawab ustadzah Hana.

“Normal Ustadzah? Beneran?” Rasya menyandarkan kepalanya di dada Ummi Latifah yang langsung memeluknya penuh kasih sayang seorang ibu. Ummi Latifah mengelus-elus punggung Rasya.

“Iya, sayang, normal. Tenang ya.” Jawab Ustadzah Hana meyakinkan.

“Ustadzah, jelasin dong, Rasya gak ngerti,”

“Jadi gini, sayang, Rasya baru saja resmi akil baligh, itu artinya Rasya sudah dewasa, sudah menjadi pria yang seutuhnya.” Suara ustazah Hana terdengar serius.

“Maksudnya gimana, Ustadzah? Apa hubungannya dengan ini?” Ustazah Hana berusaha keras mengatasi detak jantungnya saat Rasya dengan santainya menggerakkan tangannya menunjuk kerah penisnya didalam celana.

“Kok kencing Rasya beda, ustadzah, biasanya kalau Rasya kencing banyak dan gak lengket. Lha kalau ini...”

“Itu namanya sperma, Rasya, dan meski keluarnya sama lewat....penis Rasya,” ustazah Hana sedikit malu untuk menyebutnya sebagai kontol. “tapi yang keluar itu bukan air kencing. namanya sperma.”

“Oh, sama enggak Ustadzah dengan peju?” tanya Rasya.

“Iya, sama, sayang. Nah, sperma ini pas keluar itu biasanya sambil merasa nikmat, beda sama air kencing.” Jawab Ustadzah Hana.

“Oh gituuu, oke, oke, Ustadzah. Apa lagi sih yang membedakannya lagi dengan kencing, ustadzah?” tanya Rasya.

Ustazah Hana tercenung sejenak. “Begini, kalau air kencing itu kan pengeluaran kotoran, sayang, nah kalau sperma itu pengeluaran bibit yang nantinya bisa menjadi anak.”

“Ehhh, gimana Ustadzah membuat anaknya tu?” tanya Rasya.

“Kan nanti campur sama ovum, sayang, sel telur wanita. Pas nyatu nanti bisa menjadi anak. Rasya pasti sudah tahu itu kok dari pelajaran di sekolah.” Jawab Ustadzah Hana.

“Iya sih ustadzah, tapi dulu di kelas Rasya masih gak paham. Prakteknya maksud Rasya.”

“Rasya, Rasya, prakteknya ya nanti kalau Rasya sudah menikah.” Ustadzah Hana tertawa menutupi desir-desir syahwat dalam hatinya.

“Lewat senggama itu ya Ustadzah?”

Ustazah Hana mengangguk.

“Lha tapi Rasya belum menikah kok sudah keluar sperma Ustadzah?”

Ustadzah Hana kebingungan harus menjelaskan bagaimana. Keceplosan dia kemudian bilang: “bisa kok Rasya tanpa senggama pun keluar sperma, tapi.....uhhhh,”.

“Tapi apa ustadzah?”

“Tapi...enghhh...asal dirangsang penish...hh..Rasya juga bisa mengeluarkannnya. Istilahnya onani, sayangg,” wajah Ummi Latifah mulai berkeringat. Dibetulkannya posisi kacamatanya yang terasa melorot.

“Oh, gitu, gak sehat ya ustadzah kalau gak dikeluarkan?”

Ustazah Hana mengangguk. “Gak sehat, sayang.”

“Lha gimana caranya onani itu Ustadzah? Apa Rasya harus nunggu mimpi indah gitu?”

“Ada caranya, sayang,” jantung Ustazah Hana semakin berdebar-debar. Birahinya tiba-tiba naik karena membahas masalah ini.

“Gimana Ustadzah?”

ustadzah Hana menoleh ke ummi Latifah meminta persetujuan. Ummi Latifah pun hanya menganggukan kepala.

“Gini Rasya, Ustadzah contohin satu kali ya,” ustazah Hana bangkit dari duduknya dan mengambil lotion dari dalam tasnya. Dadanya berdegup kencang membayangkan akhirnya dia menyentuh penis anak temannya ini.

“Lihat baik-baik ya sayang,” Ustazah Hana sebisa mungkin menjaga supaya suaranya terdengar normal. “Lotion ini harus Rasya gunakan buat pelicin supaya, emmm, penis Rasya tidak lecet-lecet. Tapi enggak memakai juga enggak apa-apa sebenarnya yang penting tangan Rasya tidak terlalu ketat mengocoknya.” Ustazah Hana kemudian membubuhkan lotion itu ke telapak tangannya, meratakannya dengan menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya itu.

“Ada dua cara untuk onani itu sayang. Rasya bisa menyuruh istri Rasya untuk membantu mengocok penis Rasya….”

“Jadi orang yang sudah menikah pun masih onani, Ustadzah?” Rasya bertanya heran.

“Mmm, bukan begitu, yah, kadang itu cuma buat seru-seruan saja sayang.” Melihat Rasya termenung, Ustazah Hana melanjutkan. “Sudahlah, kalau hal itu nanti Rasya sendiri akan paham kalau sudah menikah. Nah sekarang kita lanjut, ini contoh kalau onani dilakukan oleh orang lain…”

“Rasya buka celananya ya, terus keluarkan penisnya”. Pinta ustadzah Hana.
Rasya pun dengan polos menurut lalu berdiri dan melepas celananya dibantu oleh Ummi Llatifah. Setalah celana Rasya dilepas. Kedua Wanita itu terkejut melihat penis Rasya sebesar itu padahal kondisinya belum ereksi. Tak disangka remaja 18 tahun itu sudah mempunyai penis sebesar itu. Rasya kemudian duduk Kembali dtengah kedua Wanita itu kepalanya bersandar pada dada umminya dan kakinya mengangkan menghadap ustadzah Hana.

Ustazah Hana kemudian menyentuhkan telapak tangannya ke penis Rasya yang perlahan bangkit, kemudian dia menggenggamnya dan mengocoknya pelan. Rasya merasa kenikmatan itu membuat nafasnnya sedikit memberat. Betapa indahnya, penisnya kini sedang dikocok oleh seorang ustadzah. “Nahhh, lihat, penis Rasya sekarang berdiri kan?” terdengar kembali suara ustazah Hana yang kini melepaskan genggaman tangannya. Penis Rasya Nampak berdiri menegang sedikit demi sedikit, mengacung membesar membuat berbagai bayangan erotis bermunculan di benak ustazah Hana dan Ummi Latifah. Ustadzah dan ummi Latifah terkejut dengan ukurannya yang sudah ereksi mungkin panjangnya sekitar 20 cm dengan diameter 4 cm.

“Kenapa itu ustadzah?”

“Itu artinya Rasya terangsang, sayang, Rasya bergairah. Emm, besar sekali kon…eh penis Rasya….” Tanpa sadar ustazah Hana mulai ngelantur. Pemandangan ini membuatnya merasa gelisah dan penuh gairah.

“Kontol ya ustadzah, heee, sama punya abi besaran mana umii?” tanya rasya ke Ummi Latifah.

“Punyamu, sayang,” wajah Ummi Latifah memerah ketika menjawab itu.

“Nah, kini ustadzah contohin onani sendiri ya, biar Rasya nanti kalau sedang terangsang bisa melakukannya, supaya Rasya tak terjerumus pada dosa zina.” Ustazah Hana kemudian bangkit, dia menyempatkan diri mengambil air dan meminumnya segelas. Syahwatnya membuat tenggorokannya terasa kering. Kembali dibenarkannya letak kacamatnya yang melorot. Ustazah Hana kemudian duduk kembali.

“Rasya, coba tiru tadi tangan ustadzah ngasihh lotion,” begitu ustazah Hana meneruskan kursusnya. Tangannya memencet botol lotion itu ke telapak tangan Rasya. Rasya kemudian berlaku seperti ustadzah tadi, kemudian dia langsung juga menggenggam penisnya dengan tangannya.

“Umi…” dia bertanya sambil menolehkan kepalanya ke belakang, karena posisi tubuh Rasya yang bersandar di dada umminya sedikit lebih rendah, maka posisi setelah dia menoleh itu seperti posisi akan mencium. Dirasakannya hangat nafas ibunya menerpa bibirnya. Punggungnya semakin menekan ke belakang.

“Iya sayang?” Suara ummi Latifah bergetar menahan birahinya yang memuncak. Dielus-elusnya rambut sang anak penuh kasih sayang.

“Penis Rasya kok berdiri ummi?”

“Ahh iya yaa, emmm, mungkin Rasya…euh emang kalau disentuh juga bisa terangsang kok sayang, jadinya penis rasya berdiri.” Jawab ummi Latifah.

Rasya mengangguk-angguk. Entah kenapa timbul keinginannya mencium bibir umminya yang sangat dekat dengan bibirnya itu. Tubuh sang ibu dirasakannya sangat hangat dan lembut. Dia seolah bisa merasakan kelembutan itu dari balik gamis yang dipakai ibunya. Imajinasi-imajinasi liarnya membuat penisnya semakin menegak.

“Sekarang begini sayang,” ustazah Hana memegang belakang telapak tangan Rasya, dua-duanya, dari depan. Membimbingnya menggenggam penis Rasya, kemudian menggerak-gerakkannya mengocok penis itu. “Rasya lakukan ini terus sampai nanti ujung-ujungnya pasti kon..eh, penis Rasya ngeluarin lagi cairah putih kental kaya tadi. Nah itu namanya Rasya sudah orgasme, mengeluarkan sperma.” Demikian akhir penjelasan ustazah Hana.

Dalam posisi masih duduk di mengangkang ke ustazah Hana dan bersandar di dada sang ibu, Rasya kemudian mengocok-ngocok penisnya cepat. Ummi Latifah menahankan tangannya ke belakang karena gerakan Rasya membuatnya hampir terjengkang. Dirasakannnya irama nafas sang anak makin memburu, keringatnya bermunculan, keringat bau lelaki yang sedang bergairah, membuatnya memejamkan mata mencoba menikmati rangsangan yang juga menjalar ke dirinya.

“Ahh, umiii, ustadzahh,, enakkk, ahhh,” sudah 10 menitan berlalu dan Rasya kini mulai meracau. Kepalanya mendongak sementara tubuhnya makin bersandar ke belakang membuat ummi Latifah harus lebih kuat menahan tubuhnya. Tubuh keduanya sudah merapat, buah dada ummi Latifah membusung menggencet punggung Rasya, dirasakannya juga keringat mulai bermunculan membuat gamisnya lengket ke tubuhnya, sebagian juga karena keringat dari punggung Rasya.

Rasya merasakan dua tonjolan putting susu ibunya seperti menyentuh kulitnya. Mencuat keras membuat birahinya makin meluap. Penisnya dikocok-kocoknya menimbulkan bunyi ploppp plopp yang konstan. Kemudian tangannya yang satu turun meremas-remas pinggiran paha ummi Latifah.

ummi Latifah berdesir merasakan remasan itu. Dia sebenarnya ingin melarang, tapi rasa nikmat yang ditimbulkannya membuatnya enggan. Lalu dia menenangkan pikirannya bahwa orang yang sedang penuh gairah memang bisa bergerak dengan sendirinya dan otaknya tak memikirkan apapun selain memenuhi kebutuhan syahwatnya. Biarlah Rasya merasakannya untuk kali ini. Itu naluriah laki-laki. Dipejamkannya matanya menikmati remasan dan usapan di pahanya itu. Nafasnya terasa makin cepat.

“Umiii….” Rasya terdengar mendesah.

“Yyyyaa sayangh, ada apa?” di sela gairahnya, ummi Latifah menjawab.

“Pengen dikocok pake tangan umi,” desah Rasya.

“Jj Jangan, sayang, udah ini Cuma contoh,” terbata-bata ummi Latifah menjawab, tangannya yang satu mengusap-usap kepala anaknya itu penuh sayang. Tapi dia tak menunjukkan penolakan saat tangan Rasya meraih tangan tersebut, membimbingnya ke penisnya dan menggerak-gerakkannya pelan. “Arhhhh, enakkk hh hh umiii,” Rasya mendesah-desah, tangannya yang satu makin gencar meremas dan mengusap paha Ummi Latifah.

“Hhhhh,” tanpa sadar Ummi Latifah mendesah pula merasakan kenikmatan. Naluriah tangannya mengocok penis Rasya lebih cepat membuat sang anak mendongakkan kepalanya sambil mengeluarkan desahan tertahan.

Didera kenikmatan seperti itu, ummi Latifah membuka belahan pahanya. Tubuh Rasya pun merosot kini karena posisi paha ummi Latifah pun menjadi mengangkang lebar. “uuuuunghhhh,” ummi Latifah melenguh merasakan pantat sang anak menyenggol vaginanya dari balik gamis tipis yang dia pakai. Dengan pahanya dijepitnya kedua paha Rasya yang merapat, sementara tangannya masih mengocok-ngocok penis Rasya yang kian menegang menampakkan urat-urat bertonjolan di sana.

Kepala Rasya kini sepenuhnya bersandar di bahu ummi Latifah, sementara kepala ummi Latifah justru terdorong ke muka mengamati tangannya yang terus mengocok. Pafff pafff pafff, bunyi kocokan itu terdengar berirama di dalam kamar yang kini terasa menguarkan aroma syahwat ibu dan anak. Mata ummi Latifah melotot memandang penis yang sangat menggairahkannya itu, sementara di lehernya dirasakan basah bibir anaknya menembus melalui kain sutra tipis yang dia kenakan. Sedangkan ustadzah Hana saat ini hanya bisa melihat dengan nafsu kegiatan ibu dan anak ini.

Tangan Rasya di bawah tidak diam, kini kedua tangannya sama-sama meremas paha ummi Latifah, birahinya menggelora merasakan kenyal yang mengganjal di punggungnya, hangat, sementara dirasakannya kedua paha ummi Latifah semakin ketat menghimpit tubuhnya. Diusap-usapnya paha itu dengan bergairah menyusur dari bawah ke atas bolak-balik.

“Umi, hhh, umiiii, enakk, ahh, terus umii, ahhh, umiiii,” Rasya terus memanggil-manggil ibunya. Matanya terpejam merasakan tangan lembut yang mengocok penisnya, sesekali pelan, sesekali cepat.

ummi Latifah merasa bahwa hal semacam ini sebenarnya tidak diperbolehkan. Dia ibu Rasya. Akan tetapi gairahnya membuat otaknya sudah tak berpikir ke sana. Selain itu dia juga beralasan bahwa ini hanya pelajaran satu kali demi tujuan yang baik supaya Rasya tidak terdorong untuk berzina. Seorang ibu harus menjauhkan anaknya dari resiko yang buruk, batinnya. Maka dengan penuh semangat dia terus mengocok penis itu, sesekali dipejamkannya matanya merasakan sentuhan pantat arif di selangkangannya. Tubuhnya sudah bersimbah keringat birahi. Di lehernya dirasakannya bibir Rasya sudah sepenuhnya menempel di sana. Basah. Hangat. Tubuhnya bergetar.

“Rasya, masihh…hhhh….. lam…. lama sayangg?” Ummi Latifah terdenngar bertanya dengan suara bergetar. Kalau begini terus bisa dirinya yang lebih dulu orgasme, begitu pikir ummi Latifah. Dia masih tetap merasa malu jika sampai anaknya tahu dirinya orgasme hanya gara-gara mengocok penisnya.

“Aaaahhh ahhhh ahh, bentar lagi, umi, ahhh, kocok terus umiii,” Rasya menjawab demikian. Remasannnya di paha ummi Latifah makin gencar sampai membuat ummi Latifah merem melek menahan rasa geli di sana. Setidaknya dia merasa lega juga mendengar jawaban sang anak. Demi menambah rangsangan, seperti tidak sengaja dimajukannya tubuhnya ke depan sambil sedikit menggeser tubuhnya ke samping. Dengan demikian, Rasya merasakan di punggungnya puting susu sang ibu menggelitik membuat gairahnya kian terpacu.

Dalam genggamannya, ummi Latifah merasakan penis Rasya mengedut, batang itu semakin bengkak seiring dengan batang itu yang makin mengeras. Urat-urat yang menonjol di penis anaknya itu terasa menggelitik telapak tangannya yang halus, membuatnya ingin terus mengocok-ngocoknya makin cepat makin cepat...

“Aaa hh aaa hh aa hhhh,” desahan Rasya terdengar terus seiring dengan kocokan tangan ibunya yang alim itu di penisnya. ummi Latifah merasakan kembali kedutan di batang itu. dikocoknya lagi dan dirasakannya mulut Rasya membuka di lehernya seperti akan menggigitnya.

“Ahhh umii, Rasya, ahhh, pengen kencing umi, umiiii,”
Untuk sejenak ummi Latifah baru terpikir ke mana sperma anaknya akan dibiarkannya muncrat. Terlintas di benaknya betapa erotisnya jika penis itu ditadahnya dengan menggunakan mulut yang terbuka. Akhirnya ketika dirasakan tubuh alif mengejang dan menggeletar, tiba-tiba Ustadzah Hana mendekatkan kepalanya ke penis anaknya. Kemudian dengan cepat Ustadzah Hana membuka mulutnya dan mengulum kepala penis anaknya. Ummi Latifah tak menyangka jika Ustadzah hana bisa senekat itu menampung sperma Rasya dimulutnya. Saat itu tubuh Rasya mengejang, kedua tangannya menyangga tubuhnya ke belakang, ke sofa, kepalanya mendongak ke atas, mulutnya menganga.

“Aaaaaahh aaaah ahhhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaahhh,” sambil kelojotan penis Rasya yang masih digenggam erat oleh tanga lembut sang ibu memancut-mancutkan sperma kedalam mulut Ustadzah Hana. Ustazah Hana memejamkan matanya saat dirasakannya pancutan hangat diiringi bau sperma yang sangat dirindukannya telah terlepas kedalam mulutnya. Pancutan-oancutan itu terasa seolah tanpa henti, dalam mulutnya dirasakannya sperma Rasya terus muncrat hampir tak mampu dia tahan.

Setelah dikiranya berhenti, Ustadzah Hana kemudian mengeluarkan penis itu dari mulutnya dan ditelannya semua sperma dimulutnya. Saat itulah ternyata Rasya ternyata masih menahan satu kali pancutan sperma dan dia kemudian mendesah, “Ahhh umm miii…..ustazaaahhh…, masihhh, ahhh,” penis itu menggeliat dari genggaman tangan ummi Latifah yang sudah melonggar, kemudian croottt croottt crootttt, penis itu memancutkan sperma tepat di wajah ustazah Hana yang berada didepan Rasya.

Sementara Rasya menikmati orgasme susulannya mengamati wajah alim sang ustadzah yang masih terlindungi jilbab dan cadar terbuka itu berlumur spermanya, ustazah Hana untuk sesaat bengong. Sensasi seperti ini dirasakannya sangat indah, dan begitu menggairahkan.

“Ahhh, Rasya ini, kotor deh wajah ustadzah, hhh,” masih ada desah di ujung ucapan ustadzah Hana ketika dirasakannya gairahnya mendadak bergejolak membara dirangsang oleh sensasi itu.

“M…mm… aaaff ustadzah, maaff, sini Rasya bersihin,” begitu kata Rasya terbata-bata seolah malu. Dia mengambil tissue dari meja kemudian membantu menyeka wajah ustadzah Hana yang alim. Sebagian pancutan itu mengenai kacamata ustazah Hana memberikan kesan seksi yang membuat Rasya hampir tak tahan ingin menciumi wajah Ustadzah itu.

“Makasih sayanggg, nahh,” ustazah Hana terhenti sejenak, memejamkan mata merasakan di balik gamis sutranya air mani Rasya mengalir dari lehernya ke dada, sebagian gamis atasnya dipenuhi sperma. dipegangnyaTerasa hangat dan licin.. “ehhh, ahhh, sayang sudah tahu kan begitu caranya onani. Kalau..., Rasya, bergairahhh, begitu saja, jangan berzinaa….. uhhh,” kata ustadzah Hana sambil membersihkan sperma Rasya.

“Iya ustadzah, makasih ya. Umi juga makasih ya. Enak sekali. Rasya sayang umi,” Rasya kemudian mencium pipi sang ibu.

“Sana Rasya bersih- bersih dulu,” Ummi Latifah saat itu hampir tak kuat menahan dorongan kenikmatan di tubuhnya yang hampir mencapai puncak. Ditahan-tahannya tubuhnya yang bergetar dengan syaraf kenikmatan semuanya terpacu menuju orgasme yang lama dia rindukan.

“Iya umii, eh, ini tegak lagi ummi, gimana ini harus Rasya...kocok lagi?” Rasya bangkit sambil menunjuk penisnya. Tatapan Ummi Latifah jatuh ke penis itu. dadanya berdesir melihat penis yang masih nampak gagah mengacung bahkan setelah memancutkan sperma yang sangat banyak itu.

“Sini sayang, biar Ustadzah yang bantu, di kamar Rasya saja yahhh. Biarin Ummi istirahat dulu.” Kata ustadzah Hana sambil menggandeng rasya ke kamarnya.

“iya sayang gantian sama ustadzah ya, ummi capek”. Tambah Ummi Latifah.

“Iya ustadzah, makasihh yaa,” Rasya tersenyum. Dia pun mengikuti ustadzah ke kamarnya meninggalkan umminya yang dilanda birahi.

Benar saja, saat Rasya sudah masuk ke kamarnya dengan ustadzah Hana, Ummi Latifah segera ke kamarnya dan mengambil dildo untuk memuaskan hasratnya dalam mencapai puncaknya. Sambil berdiri Dimasukkannya dildo itu ke vaginanya. Dildo itu keluar masuk vaginanya dengan tempo yang cepat dan tak butuh waktu lama ummi Latifah mencapai klimaks. Dia jatuh dengan lutut menekan lantai, bersimpuh sementara tangannya berpegangan pada meja. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh h h h h...” mulutnya masih menganga dengan kepala mendongak tapi jeritannya sudah tak terdengar. Matanya membeliak merasakan puncak kenikmatan yang melandanya. Vaginanya berkedut-kedut menyebarkan kenikmatan syahwat ke syaraf-syaraf di sekujur tubuhnya. Tubuhnya mengejang seperti disetrum listrik. Tangannya menggenggam pinggiran meja erat-erat menahan tubuhnya supaya tidak menggelosoh di lantai.

Setelah kenikmatan itu mereda, ummi Latifah mematikan vibratornya. Dia bangkit dengan tubuh lemas dan bertumpu pada meja. Disekanya air liur yang meleleh dari sudut bibirnya. Tubuhnya kini basah oleh keringatnya sekaligus oleh keringat Rasya membuat mukenanya lekat mencetak bentuk tubuhnya yang sangat menggoda. Dirabanya memeknya yang basah. Lalu dicopotnya dildo itu. setelah itu, wanita alim itu mencopot gamisnya kemudian langsung masuk ke kamar mandi.


Sedangkan dikamar Rasya

Ustadzah Hana tersenyum ramah kepada Rasya. "Sini duduk dekat Ustadzah." Suruhnya. "Gak perlu malu sama Ustadzah sayang!" Canda Ustadzah Hana untuk mencairkan suasana agar Rasya bisa sedikit rileks.

"I... iya Ustadzah." Katanya.

Lalu Rasya memberanikan diri duduk di samping Ustadzah Hana. Dengan jarak yang cukup dekat, Rasya dapat mencium aroma tubuh Ustadzah Hana yang wangi.

Ustadzah Hana menatap rasya, lalu merangkul Rasya dan memeluknya dengan erat. Seumur-umur baru kali ini ia di peluk oleh seorang wanita selain Umminya, biasanya Wanita yang memeluknya seperti ini Cuma umminya. Maklum saja, karena Rasya snagat dekat dan manja kepada umminya. Ustadzah Hana semakin mempererat pelukannya, sehingga wajah Rasya terbenam diantara kedua gunung kembar kebanggaannya.

Sebagai anak remaja yang mulai tumbuh dewasa, tentu saja Rasya mulai merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan selama ini, sebuah sensasi yang membuatnya melambung tinggi. Seumur hidupnya, baru kali ini ia merasakan kekenyalan payudara seorang wanita dewasa, yang membuat penisnya semakin memberontak.

"Mau nenen?" Tawar Ustadzah Hana.

Rasya mengangkat wajahnya, tak yakin dengan apa yang ia dengar barusan. "Se... serius Ustadzah?" Tanya Rasya heran, Ustadzah Hana menganggukkan kepalanya.

"Emang boleh Ustadzah?" Lanjut Rasya.

"Boleh dong sayang, kamu kan sekarang murid kesayangan Ustadzah." Jawab Ustadzah Hana.

Lalu tanpa menunggu respon Rasya, Ustadzah Hana dengan perlahan membuka kancing gamisnya, memperlihatkan kulit mulus belahan payudaranya dan bra berwarna putih susu. Mata Rasya berbinar ketika Ustadzah Hana menarik kebawah cup bra yang di kenakan Ustadzah Hana, hingga payudaranya menggantung bebas di hadapannya.

"Gleek..." Rasya menelan air liurnya yang terasa hambar.

Ustadzah Hana tersenyum senang melihat wajah polos Rasya ketika melihat bentuk payudaranya yang berukuran 36C, dengan puting yang agak besar di bandingkan dengan ukuran normal. Ia membelai kepala Rasya, lalu mendekatkan wajah Rasya ke depan payudaranya. Sebagai pemula, tentu Rasya tidak tau apa yang harus ia lakukan saat ini.

"Kok cuman di liatin aja?" Tegur Ustadzah Hana.

Rasya mengangkat wajahnya. "Ha... harus gimana Ustadzah?" Tanya Rasya polos, membuat birahi Ustadzah Hana semakin meledak-ledak.

Tapi ia harus sabar, karena di sinilah sensasi nikmatnya bercinta dengan anak remaja sepolos Rasya. "Hisap payudara Ustadzah, kayak anak bayi yang lagi mimik susu." Ujar Ustadzah Hana memberi petunjuk kepada Rasya.

"I... iya Ustadzah." Jawab Rasya gugup.

Dengan perlahan ia membuka mulutnya, melahap salah satu payudara Ustadzah Hana. "Oughkk..." Desah Ustadzah Hana, darahnya terasa mendidih saat ini juga.

"Sakit Ustadzah?" Tanya Rasya khawatir.

"Teruskan Sayang... Ustadzah suka, hisap payudara Ustadzah sayang." Pinta Ustadzah Hana.

Rasya menuruti permintaan Ustadzah Hana, ia menghisap lembut payudara Ustadzah Hana, menggigit kecil putingnya yang telah mengeras di dalam mulutnya. Ada perasaan nyaman melihat wajah Rasya yang polos sedang menghisap payudaranya. Sembari membelai kepala Rasya, Ustadzah Hana melepas kaos yang di kenakan Rasya. Sejenak Rasya melepas kulumannya, sembari mengangkat kedua tangannya, mempermudah Ustadzah Hana melepas kaosnya. Lalu ia kembali menghisap payudara Ustadzah Hana.

"Ssstt... Aahk..." Ustadzah Hana berdesis nikmat.

Ia merasakan birahinya meletup-letup tatkala putingnya di gigit lembut oleh Rasya. Ustadzah Hana tak mau tinggal diam, dia meminta Rasya tiduran di pangkuannya, lalu sembari menyodorkan kembali payudaranya, Ustadzah Hana membelai batang penis Rasya yang sudah menegang.

"Oughkk... enak Ustadzah." Desah Rasya.

Tangan lembut Ustadzah Hana meraih penis Rasya sembari mengocoknya dengan lembut, membuat Rasya merem melek keenakan.

"Kamu suka sayang?"

"Su... suka sekali Ustadzah!" Jawab Rasya terbata.

Kemudian ia meminta Rasya duduk di tepian tempat tidur, sementara Ustadzah Hana berjongkok di depannya, hingga tampak penisnya yang telah mengeras. Kembali jemari lembutnya menggenggam penis Rasya, lalu mengurutnya dengan perlahan.

Cup...
Ustadzah Hana mengecup lembut kepala penis Rasya yang berbentuk pion. Walaupun Rasya masih remaja 18 tahun, tapi sang anak sudah memiliki penis yang besar.

"Hups..." Ustadzah Hana melahap penis Rasya.

"Ohkk... Ustadzah... Ahkk.." Erang Rasya nikmat.

Sluuppss... Sluuuuppss... Sluuuppss... Sluuuppss... Sluuuupppsss.... Sluuuuupppss....

Ustadzah Hana menghisap penis Rasya sembari mengocoknya naik turun, membuat penis Rasya yang coklat tampak kemerah-merahan, menandakan darahnya kini berkumpul di batang kemaluan Rasya. Semakin lama Ustadzah Hana semakin kuat menghisap penis Rasya, hingga masuk kedalam tenggorokannya.

"Puaah..." Ustadzah Hana melepas hisapannya.

"Nikmat sekali Ustadzah, rasanya seperti melayang." Puji Rasya setinggi langit. Membuat Ustadzah Hana tersanjung akan pujian dari seorang anak remaja.

"Sekarang giliran kamu sayang." Ujar Ustadzah Hana.

Dia menanggalkan sisa gamisnya, lalu ia melepas bra dan celana dalamnya, hingga ia telanjang bulat di hadapan Rasya yang tampak terperangah melihat keindahan tubuh Ustadzah Hana yang nyaris sempurna. Payudaranya yang berukuran 36C terlihat masih kencang, dengan pinggul yang seksi, di padu dengan perut mulusnya yang rata. Tatapan Rasya beralih kebagian bukit kecil yang di tumbuhi rimbunan rambut kemaluan Ustadzah Hana yang cukup lebat tapi tertata rapi, sangat indah dan tidak membosankan untuk di pandang.

"Kamu suka?" Tanya Ustadzah Hana, sembari menggosok vaginanya yang tembem.

Rasya buru-buru mengganggukkan kepalanya. "Su... suka Ustadzah, sangat suka... itunya Ustadzah sangat indah sekali, baru kali ini saya melihat kelamin perempuan." Jelas Rasya terkesima dengan keindahan vagina Ustadzah Hana.

"Itu apa?"

"Itunya Ustadzah, selangkangan Ustadzah..."

Ustadzah Hana tersenyum lembut. "Ini namanya memek sayang." Ujar Ustadzah Hana sembari membelai vaginanya.

"Iya Memek Ustadzah..."

"Kamu suka memek Ustadzah sayang?"

"Suka... Rasya sangat suka memek Ustadzah, memek Ustadzah sangat indah sekali." Jawab Rasya, sementara Penisnya semakin mengeras.

Ustadzah Hana kembali naik keatas tempat tidur, berbaring di atas tempat tidur, sementara Rasya bersimpuh di hadapannya, lalu Ustadzah Hana membuka bibir kemaluannya, hingga terlihat bibir vaginanya yang kemerah-merahan, sungguh sangat menggoda.

Gleek...
Rasya menelan air liurnya yang terasa hambar, tatkala matanya memandang lekat lobang kecil yang mengintip malu-malu di sela-sela bibir vagina Ustadzah Hana.

"Rasya sayang Ustadzah kan?" Tanya Ustadzah Hana.

Rasya kembali kembali menganggukan kepalanya. "Iya... Aku sangat sayang Ustadzah..." Jawab Rasya dengan gemuruh di dadanya.
Jawab Rasya cepat, rasanya ia sudah tak sabar ingin merasakan betapa nikmatnya, kalau penisnya berada di sana.

"Kemarilah.... jilatin memeknya Ustadzah." Suruh Ustadzah Hana.

Rasya merangkak, mendekat kearah selangkangan Ustadzah Hana yang telah terbuka. Kemudian, dia mencium lembut kedua paha Ustadzah Hana yang mulus, lidahnya bergerak menelusuri belahan vagina Ustadzah Hana. Walaupun ini adalah pengalaman pertama bagi Rasya, tapi ia cukup lihai memainkan lidahnya.

"Ohkk... sayang, enaak sekali... Aahkk..." Erang Ustadzah Hana.

Lidah Rasya mengorek-ngorek liang kewanitaan Ustadzah Hana hingga cairan cintanya keluar semakin banyak, menandakan kalau sang wanita berhijab kini tengah di landa birahi. Kedua paha Ustadzah Hana menjepit kepala Rasya, sementara tangannya menjambak rambut Rasya.

"Aahkk... Aahkk... terus sayang... Oohkk... Rasya sayang, Ustadzah sayang kamu Nak... Aahkk... Aahkk... terus sayang, puaskan Ustadzah." Erang Ustadzah Hana, pantatnya yang berisi tampak tersentak-sentak.

Sluuuppss... Sluuuuppss... Sluuuppsss....

Cukup lama Rasya menjilati vagina Ustadzah Hana, hingga akhirnya Ustadzah Hana berada di puncaknya, ia mengeram nikmat seiring dengan orgasme pertama yang ia dapatkan

"Aaarrt...." Lidah Ustadzah Hana menjulur keluar ketika orgasme itu datang menghampirinya

Creeetrss... Creeetss... Creeettss... Creeetsss...

"Ohk... nikmat sekali sayang." Puji Ustadzah Hana.

Nafas Ustadzah Hana tampak tersengal-sengal, setelah orgasmenya dengan perlahan mulai merada.

Rasya segera maju ke depan, ia berlutut di hadapan vagina Ustadzah Hana, sembari menyodorkan penisnya yang telah berdiri tegak, meminta jatahnya. Rasya menatap mata Ustadzah Hana penuh harap agar di izinkan memasukan penisnya kedalam vagina Ustadzah Hana.

"Kamu mau menyetubuhi Ustadzah sayang?" Goda Ustadzah Hana.

Rasya terdiam sejenak, ia takut keinginannya di tolak. "Kalau Ustadzah mengizinkan!" Jawab Rasya penuh harap.

"Ustadzah tidak mendengarnya sayang."

"A... aku mau menyetubuhi Ustadzah... aku mau ngentot sama Ustadzah Hana... kontol aku mau memek Ustadzah Hana... boleh ya Ustadzah..." Pinta Rasya, kali ini dengan suara berapi-api seakan ia sangat menginginkannya.

"Boleh kok sayang..." Jawab Ustadzah Hana lembut. "Sini, masuk ke memek Ustadzah." Ustadzah Hana menuntun penis Rasya kearah bibir vaginanya. Lalu dengan perlahan penisnya menembus memek Ustadzah Hana.

"Oughkkk..." Erang Rasya.

Inci demi inci penis Rasya masuk kedalam vagina Ustadzah Hana, ia dapat merasakan kehangatan dan jepitan dinding vagina Ustadzah Hana, Ibu angkatnya. Perlahan Rasya mulai menggerakkan pjnggulnya maju mundur menyodok vagina Ustadzah Hana.

"Aahkk... Aahkk... Aahkk...."

"Terus Sayang... terus... Oohkk... tusuk lebih keras sayang... Aahkk... kamu suka memek Ustadzah kan sayang." Erangan Ustadzah Hana kini berubah menjadi teriakan histeris membuat Rasya makin bersemangat.

Plooookkss... Plooookkks... Plooookks.... Plooookkss... Ploookkss.... Ploookkss....

Plooookkss... Plooookkks... Plooookks.... Plooookkss... Ploookkss.... Ploookkss....

Semakin lama Rasya semakin cepat menyodok vagina Ustadzah Hana, ia terlihat begitu benafsu, membuat sensasi tersendiri bagi Ustadzah Hana yang memang menyukai penis besar Rasya. Tubuh sintal Ustadzah Hana, tampak tersentak-sentak, sementara peluh mereka mulai bercucuran, bahkan jilbab yang di kenakan Ustadzah Hana kini tak lagi rapi, terlihat berantakan, tapi pemandangan yang ada di hadapannya, membuat Rasya semakin bergairah.

"Enaak Ustadzah... Aahkk..."

"Oh... Rasya sayang, terus Sayang... Setubuhi Ustadzah sayang, Aahkkk... Aahkk..." Tubuh Ustadzah Hana menggelepar sanking enaknya.

Rasya mengakat kaki jenjang Ustadzah Hana keatas pundaknya, sehingga penisnya semakin dalam menembus liang peranakan Ustadzah Hana, sehingga penisnya semakin terasa di dalam vagina Ustadzah Hana. Sembari menatap Rasya, Ustadzah Hana menggigit bibirnya, memandangnya dengan tatapan menggoda.

Tubuh Ustadzah hana tersentak seiring dengan semakin cepat penis Rasya mengaduk-aduk liangnya. "Aahkk... Nak... Ehmmmpp... Oohkk...." Desah Ustadzah hana, ia sangat menikmati tekstur penis Rasya yang keras.

"Ustadzah... Rasya mau keluar..."

"Keluarin di dalam sayang... Aahkk..." Ustadzah hana mencengkram bantal tidurnya, seiring dengan teriakannya yang terdengar semakin nyaring.

Dan tak butuh waktu lama, Rasya menyemburkan lahar panasnya kedalam rahim Ustadzah hana. "Croootss... Crooootsss... Crooootss..." Ia menembakan spermanya berulang kali, kedalam rahim Ustadzah hana.

Tak butuh waktu lama, hingga akhirnya mereka berdua sama-sama mencapai puncaknya. Rasya melepas keperjakaannya dengan menyemburkan lahar panasnya kedalam rahim Ustadzah Hana. Sementara Ustadzah Hana mendapatkan squirtnya, yang terasa sangat lama ia rasakan.
 
menarik ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd