Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Istri Solehah

PART 8

Nia menutup pintu kamarnya, ia duduk di tepi ranjang sambil kembali memikirkan permintaan Mira. Wajah Mira yang berurai air mata membuat Nia merasa bingung, ia jadi ragu untuk menolak permintaan itu.

"Sepertinya memang benar yang ayah katakan, aku harus mencari jawabannya di sepertiga malam. Bismillah, mulai besok aku tidak akan datang lagi ke rumah mba Mira sampai aku mendapat jawaban yang jelas tentang masalah ini." Putus Nia dengan yakin.

Selesai solat isya, Ia memilih untuk istirahat lebih awal, karna ia juga harus bangun lebih awal. Sekitar pukul 2 malam, Nia terbangun dari tidurnya. Ia melangkah untuk mengambil wudhu, lalu melaksanakan solat sunah istikharah sesuai yang ayahnya usulkan. Dua rakaat sudah ia kerjakan, lalu Nia pun berdoa agar di beri petunjuk dalam permasalahan yang ia hadapi saat ini.

"Ya Allah ya tuhanku, engkau maha mengetahui segalanya yang terjadi di dunia ini. Aku kembali berpasrah padamu, dari masalah yang aku hadapi saat ini. Berikan aku petunjuk terbaikmu, apa yang harus aku pilih, pilihan yang mana yang terbaik untuk semua orang? Ya allah yang maha mendengar, dengarkanlah kegelisahan hatiku. Berikanlah jawaban dari setiap pertanyaan yang ada dalam diri ini, jika memang takdirku bersama dengannya maka tunjukanlah jalan terbaik untukku ya Allah. Amiin, ya Rabbal A'lamin." Gumam Nia berdoa.

Nia mengusapkan kedua tangannya pada wajah, lalu ia merapikan kembali alat solatnya dan kembali berbaring di atas kasurnya. Tanpa terasa Nia tertidur dengan begitu pulasnya, dan masuk ke alam mimpi yang begitu asing. Di sana ada Mira dan Rafi yang sedang asik bersenggama, Mira dengan asiknya menggoyangkan tubuhnya diatas penis Rafi, mereka terlihat sangat bernafsu sekali dengan desahan di bibir mereka. Tapi sesaat kemudian, mereka sama-sama menatap Nia dengan senyum. Lalu tiba-tiba Rafi menatap Nia penuh cinta dan nafsu, ia pun mengulurkan tangannya di hadapan Nia dan memanggil Nia dengan panggilan yang tidak biasa.

"Sayang, ayo cepat kesini!" Panggil Rafi sambil menatapnya dengan lembut.
Seketika Nia langsung terbangun dari tidurnya, dan saat itu bertepatan dengan adzan subuh yang sedang berkumandang. Nia menghela nafas panjang, mengatur detak jantungnya yang berdebar begitu cepat.

"Mimpi itu, apa maksudnya?" Gumam Nia tidak mengerti.
Nia menghentikan lamunannya dan langsung melangkah menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Seperti biasa ia berwudhu dulu, baru keluar dari kamar mandi. Lalu ia melaksanakan solat subuh, dan tidak lupa berdoa. Selesai dengan semua itu, Nia mengganti pakaiannya dengan yang bersih dan rapi. Nia lebih dulu mengirim pesan pada Mira, jika ia tidak akan masuk untuk beberapa hari ke depan. Lalu setelah itu ia keluar dari kamar, dan memasak sarapan untuk dirinya juga sang ayah. 1 jam Nia berkutat dengan api dan peralatan masak, akhirnya menu sarapan untuk pagi ini pun siap. Nia memasak bubur ayam, lalu ia juga membuat teh hangat untuk menemani bubur ayam itu. Setelah menatanya di meja makan, Nia pun memanggil sang ayah untuk ikut sarapan bersama. Dan tidak lama setelah mengetuknya, pintu itu terbuka menampilkan sang ayah yang terlihat segar.

"Assalamualaikum yah, ayo sarapan dulu?" Salam Nia pada Umar, sambil mengajaknya sarapan bersama.

"Waalaikum sallam" jawab Umar dengan senyumnya kemudian mencium bibir Nia dengan mesranya, lalu mereka sama-sama melangkah ke meja makan untuk sarapan.
Nia dan Umar duduk di kursi, lalu mereka berdoa terlebih dahulu baru menyantap sarapan bubur ayam buatan Nia itu.

"Subhanallah, masakanmu benar-benar nikmat Nia, senikmat buah dadamu sayang ." Puji Umar pada Nia.
Nia tersenyum mendengar pujian dari Umar.

"Alhamdulillah kalau ayah suka, di habiskan yah buburnya." balas Nia dengan senyum cantiknya.

"Iya, pasti ayah habiskan kok." Jawab Umar.
Mereka pun melanjutkan sarapannya, sampai mangkuk itu kosong dan bersih. Setelah menhabiskan sarapannya Umar kemudian berdiri disamping tempat Nia duduk dan melepas kain sarungnya. Terpampanglah penis besar yang sudah berdiri tegak.

“Makanan penutupnya juga dimakan sayang” kata Umar sambil menyodorkan penisnya ke bibir Nia.
Nia hanya tersenyum lalu menjawab dengan anggukan kepalanya tanda mengiyakan. Diraihnya penis sang ayah itu dan langsung dimasukkan kedalam mulutnya.

"Ugghh, aayah kangen seponganmu Nia.. .. Ughh,.. Seddot yang kenceng, Nia.. Ugghhh…" erang Umar sambil masih memegang kepala Nia. Kepala Nia maju mundur, membuat penis Umar keluar masuk di dalam mulut Nia. Umar yang pasif hanya bisa pasrah sambil menikmati kuluman Nia di batang penisnya. Gesekan batang penisnya di dalam mulut Nia terasa makin lancar seiring dengan banyaknya ludah yang membantu.

"Glok.. Glokk.."

"Clop.. Clopp.. Clopp.." suara wajah Nia yang bertumbukkan dengan pinggul Umar memenuhi sisi-sisi ruangan. Hisapan mulut Nia pada penis Umar juga makin menguat. Pipi Nia mengempot sambil terus menyedot-nyedot penis Umar.

"Clop.. Cloopp.."

"Ugghh.. Aku keluarr, Niaa… Ughhh.." Umar menekan kepala Nia.

"Glup.. Glupp.." mau tak mau Nia menelan semua semprotan sperma yang keluar. Dihisapnya semua sperma yang keluar tanpa sisa. Ada sekitar 5 menit Nia menghisap-hisap penis Umar dengan kuat. Memastikan isi penis ini terkuras habis. Buah zakar Umar juga ia remas-remas.

"Slurp.. Sluurppp.." Nia melepas kuluman mulutnya pada penis Umar setelah ia pastikan tak ada lagi sisa sperma yang keluar dari ujung lubang kencing Umar.

"Alhamdulillah, nikmat tuhan mana lagi yang kamu dustakan? Sarapan kali ini benar-benar nikmat." Puji Umar sambil mengelus-elus kepala Nia.
Nia tersenyum mendengar pujian sang ayah, ia langsung merapikan kembali alat makan yang kotor itu dan membawanya ke belakang untuk di cuci. Umar juga segera ganti baju dengan seragam satpam miliknya dan berangkat ke tempat kerjanya.

Selesai mencuci piring, Nia langsung melakukan pekerjaan lainnya. Ia mencuci baju, menyapu lantai dan teras depan, membersihkan lantai dengan kain pel, lalu ia menyiram beberapa tanaman hias di depan rumahnya. Selesai dengan semua itu, Nia kembali masuk ke dalam rumah dan menyetrika pakaian yang menumpuk. Tanpa terasa waktu cepat berlalu, kini hampir memasuki jam makan siang. Nia langsung merapikan alat setrikanya, dan menaruh baju-baju yang sudah rapi ke dalam lemari pakaian. Lalu ia melangkah ke dapur, dan memasak untuk makan siang.



*****

Mira melamun di balkon kamarnya, ia tidak tau harus bagaimana sekarang. Nia tidak akan datang ke rumahnya dalam beberapa hari, itu semua pasti karna permintaannya yang tidak masuk di akal kemarin.

"Maafkan aku Nia, aku tidak bermaksud memanfaatkan dirimu untuk menjaga rumah tanggaku yang hampir rusak." Gumam Mira sendu.
Dan lagi, dengan tidak adanya Nia semua pekerjaan rumah jadi terbengkalai. Piring kotor menumpuk, pakaian juga menumpuk, lantai kotor. Mira pun terpaksa mengerjakan semua itu, walau ia sendiri tidak terlalu yakin bisa melakukannya. Tapi sebelumnya Nia sudah pernah mengajarinya tentang pekerjaan rumah, jadi sedikitnya Mira mengerti apa saja yang harus di lakukan olehnya.

Mira memulainya dari mencuci piring, ia membasahi semua piring itu dengan air. Lalu ia menuangkan sabun ke satu wadah, dan menggunakan spons untuk membuat busa. Lalu ia menggosok satu per satu piring kotor itu dengan spons yang sudah berbusa, lalu ia mencucinya di bawah guyuran air. Beberapa kali Mira membolak-balik piring itu, agar semua bagian terguyur air dan menjadi bersih. Satu persatu piring itu pun terlihat rapi berbaris di atas rak, setelah selesai Mira mencuci tangannya dan mengambil nafas sesaat. Kemudian Mira melangkah menuju kamar untuk mengambil pakaian kotor, lalu ia membawanya ke belakang. Mira memasukan semua pakaian itu ke dalam mesin, lalu ia menutupnya dan menambahkan bubuk detergen di wadah khususnya. Tidak lupa Mira menambahkan air terlebih dulu, lalu ia menutupnya dan menyalakan mesin itu.

Sambil menunggu pakaiannya selesai di cuci, Mira mengambil sapu dan menyapu lantai. Ia pernah memperhatikan Nia yang sedang menyapu dan mengepel, jadi Mira mencoba untuk mengikuti apa yang Nia lakukan. Mira menyapu seluruh bagian rumah, lalu ia mengambil air di ember dan menambahkan sabun lantai dalam air itu. Dan Mira langsung mengepel lantai, secara perlahan mulai dari sudut terdalam sampai ke luar.
Beberapa kali Mira menghentikan pekerjaannya karna merasa lelah, ia benar-benar tidak pernah melakukan semua hal itu sejak kecil. Karna ia terbiasa di layani oleh pelayan, kecuali untuk mandi dan memakai pakaian. Dan kini Mira benar-benar merasakan, bagaimana lelahnya seorang asisten rumah tangga yang ia pekerjakan.

Akhirnya Mira menyelesaikan aksi mengepel lantainya, lalu ia membersihkan embernya dan menaruhnya kembali di depan rumah. Mira melangkah ke samping rumah, ia masuk melalui pintu samping agar tidak mengotori lantai yang sudah sudah payah di buat mengkilap olehnya.
Sesampainya di belakang, Mira mematikan mesin cuci itu lalu membukanya. Ia merasa jika pakaiannya sudah cukup bersih, akhirnya ia mengambil pakaian itu dari mesin dan membilasnya dengan air keran. Setelah di rasa benar-benar bersih, Mira kembali memasukan pakaian itu ke sisi kiri mesin, di sana adalah tempat untuk mengeringkan pakaian yang basah. Mira kembali menutup pintu itu, dan menekan tombol untuk mengeringkan pakaian. Mira berdiri sambil bersandar pada mesin cuci, ia benar-benar merasa lelah sekali hari ini. Membersihkan rumah dan membereskan semuanya sangat melelahkan, ia benar-benar merasa takjub dengan Nia yang bisa mengerjakan semuanya dalam waktu sekejap.

"Ternyata seperti ini yang mereka rasakan setiap harinya, sungguh benar-benar melelahkan." Gumam Mira membayangkan pada asisten rumah tangga yang pernah bekerja dengan mereka.

30 menit berlalu, Mira membuka pintu mesin cuci dan mengambil pakaian yang sudah jauh lebih kering dari sebelumnya. Setelah selesai, Mira membawanya ke loteng di lantai atas, lalu menjemurnya di sana seperti yang Nia lakukan saat itu. Mira mengerti sekarang bagaimana keadaan yang sebenarnya Nia rasakan saat bekerja di rumahnya, gadis itu pasti sangat kelelahan dengan semua pekerjaan yang menumpuk itu. Tapi kenapa gadis itu tetap terlihat tenang, dan terus tersenyum saat melakukan semua pekerjaan itu? Mira benar-benar tidak habis pikir dengan semua itu, tapi yang pasti saat ini tubuhnya benar-benar lelah. Setelah semua pakaian itu di jemur, Mira langsung turun dari loteng ke ruang tengah. Ia duduk di sofa, dan mengistirahatkan dirinya di sana dari rasa lelah yang mendera tubuhnya.

Mira kemudian melihat notifikasi-notifikasi di hapenya. Ada chat baru yang muncul. Pesan dari nomor Reza, sudah lama Mira mengabaikan telpon dan pesan Reza semenjak perzinahan itu. Mira membuka pesan itu. Dia melihat ada sebuah file video yang dikirim. Mira mengklik ketiganya, ternyata filenya cukup besar sehingga butuh waktu beberapa saat untuk loading. Mira kemudian mengklik video yang sudah selesai ter-download .

Mira shock berat melihat isi video itu. Video yang pertama berisi adegan saat Mira bergoyang di atas penis Reza. posisi kamera membelakanginya. Memperlihatkan baju gamis sisi punggung Mira. Video yang kedua hampir membuat Mira menjatuhkan hapenya karena terkejut. Masih dengan posisi di atas tubuh Reza, hanya kali ini posisi Mira berhadapan dengan kamera. Terlihat baju gamis Mira yang kadang tersingkap menampakkan perutnya yang putih. Terlihat Tangan Mira yang bertumpu pada lutut Reza, kemudian berpindah meremas-remas payudaranya sendiri, sehingga di video itu kadang menampakkan bulatan buah dada Mira yang ranum.

Jantung ku serasa berhenti berdetak. Video ini jelas direkam bukan dengan kamera biasa saja. Walaupun sepertinya di-zoom, tapi kualitas videonya tergolong bagus dan bisa menunjukkan wajahku dengan jelas. Selang beberapa saat si pengirim video itu mengirimkan pesan, yang langsung ku balas.

Mas Reza: Gimana videonya dek Mira, bagus kan?

Aku pun lalu membalasnya
Mira: Apa-apan ini Mas Reza! Tolong hapus semua itu mas!! Balas Mira

Mas Reza: kalau kamu video ini segera temui aku diklinik sekarang juga.

Aku tak membalas pesan terakhir itu. Dengan persaan takut dan marah aku segera manuju klinik tempat Mas Reza tanpa pikir Panjang.
Beberpa saat kemudian aku sampai di klinik Reza dan memakirkan mobilku dipinggir jalan depan rumah dan klinik Mas Reza. Aku keluar dari mobil dan berjalan menuju gerbang. Terlihat gerbangnya tertutup. Akupun menekan bel dan kemudian pintu gerbang dibuka oleh seorang laki-laki paruhbaya berbadan besar dan tegap berseragam satpam yang baru pertama kulihat. Kulihat dari nama dibajunya tertulis ‘Umar’. Mungkin dia satpam baru disini.

“Assalammualikum Pak..” salamku pada satpam itu.

“Walaikumsallam Mbak…Mau ketemu dokter Reza ya?”. Tanya satpam itu.

“Iya Pak”. Jawabku singkat.

“Mari silahkan masuk mbak”. Kata Satpam itu mengjinkanku masuk.

“Makasih Pak” jawabku lalu langsung masuk kedalam. Satpam Bernama Umar itu hanya membalas dengan senyum kepadaku.

“Silakan duduk, Dek Mira.” Kata Mas Reza dengan senyum menyeringai. Aku diam saja mendengarnya memasang muka masam.

Mas Reza menyuruhku duduk namun aku memilih tetap berdiri.

“Kok nggak mau duduk, Dek.. Atau minta dipangku?” Kata Mas Reza masih sambil tersenyum menyeringai.

“mas.. Apa mau kkamu? Segera hapus video itu!” Kataku menggertak dengan emosi.

“Hmm.. sayangnya enggak semudah itu Mira, Hehe. Kalau mau dihapus maka ada syaratnya dong Dek..” kata-kata Mas Reza itu mengagetkankanku.

“Jadi apa mau mu Mas? Cepat katakan?”

“Hehehe.. saya rasa Dek Mira sudah tau apa yang saya mau. Tinggal pilih mau saya paksa, atau sesuai dengan kerelaan kamu Mira.” Jawabnya sambil tersenyum mesum. Suaranya yang besar itu seolah-olah merupakan ancaman buatku. Aku yang mendengarnya seketika langsung lemas. Tak kusangka ternyata Mas Reza adalah orang seperti ini. Mas Reza yang kukenal dulu adalah orang yang berwibawa. Mas Reza yang dulu kukagumi sekarang mampu mengancamku hingga aku sekarang berada di situasi ini. Sungguh sangat malu aku saat ini, aku bingung harus marah pada siapa atas semua ini. Yang jelas aku sangat marah terhadap diriku saat ini.

“Sekarang saya mau memastikan Dek Mira mau mengikuti syarat saya.” Kata Mas Reza sambil mendekat ke arahku.

“Mas.. saya bisa kasih uang, tapi jangan apa-apakan saya, Mas.. Saya mohon..” kataku sambil menunduk mencoba mengiba kepadanya.

“Hahaha.. saya enggak butuh uang Dek, uang saya sudah lebih dari cukup. Yang saya butuhkan saat ini nggak bisa diganti dengan yang lain.” Katanya sambil memegang daguku dan mendongakkan wajahku hingga kini mata kami beradu tatapan. Senyum nya menyeringai menyiratkan banyak makna.

“Dek Mira, tak salah aku menyukaimu, kamu memang sangat cantik.” Kata Mas Reza melanjutkan.

“Mas.. aku mohon lepaskan aku, Mas..” kataku kembali mengiba.

“Haha.. Sudahlah Mira.. Nikmati saja, saya jamin saya akan memberikan kepuasan yang tak terhingga.” Kata Mas Reza yang makin membuat nyaliku ciut. Kali ini mataku mulai sembab, menyadari tak ada lagi yang bisa kulakukan untuk menjaga kehormatanku.

Bahuku lalu dipegangnya lalu badanku diputar hingga kini aku membelakanginya menghadap sofa. Lalu badanku ditunggingkan hingga kini tanganku bertumpu pada sandaran sofa. Pantatku lalu ditarik ke belakang. Aku bisa merasakan sekujur tubuhku gemetaran. Aku masih tak rela tubuhku dijamah oleh lelaki ini.

“Semakin cepat Dek Mira menerima keadaan, semakin cepat juga tubuhmu akan menikmatinya, Dek..” bisiknya di dekat telingaku.
Tangannya lalu mulai memegang sisi bawah gamisku ini. Lalu perlahan tangannya mulai menyingkap gamisku hingga terpampanglah pantat mulusku.

“Hahaha.. pantatmu sungguh cantik sayang..” kata Mas Reza masih menatap pantatku.

Aku yang kini menungging memamerkan pantatku kepadanya hanya bisa meneteskan air mata penyesalan. Sebentar lagi kehormatanku sebagai istri solehah hilanglah sudah. Kurasakan tangan Mas Reza mulai menggerayangi bulatan pantatku. Pelan-pelan tangannya mulai meremas-remas bongkahan pantatku yang putih ini. Satu tangannya mulai menuju ke arah lubang anusku yang tertutup celana dalam. Ditariknya celana dalamku dengan paksa hingga terlepas.

“Pantatmu bagus banget, Mira.. Putih, Bulet.. sempurna tanpa cacat.. Hahahaha.. kontolku bakal puas nih main-main disini..” aku langsung merinding mendengar perkataannya itu. Tangan Mas Reza lalu mulai memainkan anusku. Diputar-putarnya ujung jarinya itu di anusku. Ada rasa geli dan sedikit perih yang kurasakan.

Tiba-tiba benda lunak menyentuh vaginaku. Aku yang sudah sering melakukan hubungan suami istri dengan suamiku ini tahu bahwa Mas Reza kini memainkan vaginaku dengan lidahnya.

“Hmmpp.. Sshhh..” desisanku mulai keluar. Tubuhku reflek menggelinjang kegelian saat lidahnya menyapu pinggiran bibir vaginaku.

Lidah Mas Reza kurasakan makin liar bermain-main di vaginaku. Semua permukaan vaginaku tak luput dari sapuan lidahnya. Lalu tiba-tiba jarinya itu ditarik keluar dari anusku.

“Aaaahhh..” aku menjerit tertahan. Kurasakan perih di bibir anusku. Mendengar jeritanku itu, Mas Reza malah makin liar menjilat-jilat bibir vaginaku. Kini lidahnya mencoba makin masuk makin dalam hingga kurasakan klitorisku mulai dijilatnya.

“Hmmmmhh.. ssshh..” aku kembali mendesis keenakan karena permainan lidahnya di titik paling sensitif di vaginaku ini. Vaginaku kurasakan mulai basah.

“Hhhmmmpphh.. Hhhhmmmpphh.. sssshhh...” Desisku makin mengeras. Tiba-tiba Mas Reza kembali memasukkan jarinya itu ke dalam anusku dalam sekali sentakan.

“Aagghhhh.. Mass.. Sakiiiiit..” aku masih belum terbiasa menerima jari itu di anusku. Air mataku masih terus mengalir. Mas Reza nampaknya tak peduli dan masih dengan liarnya memainkan klitorisku bahkan kini menghisap-hisapnya.

“Hmmmpphh.. Sshh..” aku mendesah karena rasa nikmat di vaginaku. Di sisi lain anusku masih terasa perih menerima tusukan jarinya. jarinyya itu lalu dicabut dari anusku kembali. Beberapa saat kemudian lalu dimasukkan lagi ke dalam anusku. Badanku panas dingin menerima perlakuannya di liang anusku ini, sementara lidah dan bibirnya makin menggila memainkan vaginaku.

“Oooh.. Sshhh... Mmmmhhh..” mulutku mendesah merefleksikan sensasi rasa sakit di anusku serta rangsangan permainan lidah Mas Reza di vaginaku yang kurasakan makin nikmat. Vaginaku mengeluarkan lendir cintanya makin banyak membuatnya makin becek.

“Hhhhmmmpphh.. Aaahh.. “ desahanku makin mengeras saat klitorisku dihisap-hisap makin kuat oleh bibir Mas Reza. Jarinya di lubang anusku sudah tak lagi dimainkannya dan kini terdiam di lubang anusku. Membuatku kini bisa menikmati rangsangannya di vaginaku dan perlahan mulai mengikis rasa sakit yang kurasakan di lubang anusku. Aku makin larut kedalam jurang nafsu birahiku. Lidah Mas Reza begitu ahli memainkan vaginaku.

Tubuhku bahkan menggeliat makin liar menghianati akal dan imanku. Rangsangan bibir dan lidah Mas Reza di vaginaku membuat gairahku makin meninggi. Aku yang awalnya menolak perlakuannya, kini begitu menikmati jilatan lidahnya itu. Tak terasa badai orgasmeku mulai mendekat.

“Ssshhh.. Mmmhhhh...” desisku lirih.

Tiba-tiba permainan lidahnya berhenti. Kurasakan tangan Mas Reza mencengkeram pantatku. Kutolehkan kepalaku ke belakang, entah sejak kapan Mas Reza sudah telanjang menampakkan perut atletisnya. Kurasakan kepala penisnya menempel di gerbang liang vaginaku. Akalku sesaat kembali. Aku mencoba berontak tapi cengkeraman tangannya tak sebanding dengan tenaga akhwat sepertiku ini.

“Mas, jangan dimasukkin, Mas.. aku mohon.. mmmmhhhhhhpphh..” rontaanku tertahan saat Mas Reza dengan paksa mencoba memasukkan penisnya ke lubang vaginaku. Beceknya vaginaku membuat Kepala penisnya kini sudah berhasil masuk ke dalam vaginaku yang sempit ini.

Aku merasakan mulut vaginaku meregang menerima kepala penis Mas Reza. Ini penis kedua yang memasuki liang senggamaku selain suamiku. Benda keras dan hangat itu didiamkan beberapa saat di dalam vaginaku. Tak lama kemudian, Mas Reza mulai memasukkan penisnya makin dalam.

“Hhhmmm.. Ssshhhh..” rontaanku sebelumnya entah mengapa kini berubah menjadi desisan. Penisnya masuk makin kedalam vaginaku yang sempit ini. Gesekan di dinding vaginaku membuatku makin terangsang. Mas Reza mulai menggoyang penisnya di dalam vaginaku.

“Hmmmppphh.. Mmmmppphh..” desahku. Nafsu birahiku kini mulai mengambil alih akal sehatku lagi. Pompaan penis Mas Reza di vaginaku kurasakan makin cepat. Tubuhku menggeliat merespon gerakan penisnya di dalam vaginaku.

“Hhhhhhhhmmmppp... Hhheegghhhhhhhh....” desahku agak keras diikuti tubuhku yang menggelinjang merasakan orgasme yang kudapat. Punggungku menekuk ke atas, mataku membelalak merasakan gelombang klimaks yang kudapat dari dokter kandungan ini.

“Hehehe.. Kok udah klimaks aja, Dek. Baru aku sodok sebentar lho ini..” tawanya dari belakang mengejekku. Mas Reza memberi jeda beberapa detik saat aku orgasme, sebelum memulai lagi menggerakan penisnya di dalam vaginaku.

Vaginaku yang baru saja dilanda orgasme kini dipaksa lagi menyesuaikan gerakan penis Mas Reza. Walaupun sudah banyak mengeluarkan lendir, sempitnya rongga vaginaku membuat penisnya terasa sesak memenuhi vaginaku.

“Uugghhhh.. mantaappp.. kamu jarang ngentot sama suamimu ya? Sempit banget memekmu, Dek. Memek ABG aja kalah sempit sama memekmu.. Ugghhh..” kata Mas Reza sambil perlahan menggerakkan pinggulnya. Tangannya mencengkeram pinggulku.

“Splok.. Splokk..” pinggul Mas Reza beradu dengan pantatku seiring dengan makin cepat pompaan penisnya. Vaginaku mulai terbiasa dengan penis Mas Reza. Gesekkan penisnya yang memenuhi liang senggamaku ini membuat birahiku kembali naik.
Pinggulku kini secara tak sadar maju mundur mengikuti irama pompaan pinggul Mas Reza. Aku yang tadinya menangis menolak perlakuannya, kini kembali menyerah kepada nafsu syahwat yang mulai menyelimutiku. Tangan Mas Reza makin kuat mencengkram pinggulku sambil terus memompa penisnya maju mundur di dalam lubang vaginaku.

“Ploopp..”

“Aauuhh..” aku menjerit kecil saat jarinya Kembali dimasukkan dalam anusku secara tiba-tiba. Kurasakan satu jarinya bermain-main di sekitar lubang anusku, sebelum kemudian ujung jarinya mulai dimasukkan ke lubang anusku.

“Aahhh.. Mmaass.. Sakiiit..” rintihku sambil menengok ke belakang saat satu ruas jari itu memaksa masuk lubang anusku. Kulihat Mas Reza hanya menyeringai sambil masih tetap menggerakan pinggulnya memompa penisnya di dalam lubang senggamaku. Jari telunjuknya yang berada di dalam lubang anusku itu lalu mulai digerakkan memutar-mutar. Aku merasakan antara sakit perih dan geli menerima perlakuannya itu.

Pompaan pinggul Mas Reza lalu berhenti. Jari nya yang menancap di anusku lalu dicabutnya. Kurasakan penisnya ditarik keluar hingga kurasakan dinding luar vaginaku juga ikut tertarik. Penisnya lalu diarahkan tepat di lubang anusku. Aku seketika merinding merasakan ada benda keras menggesek-gesek dan menonjol-nonjol di lubang anusku. Kesadaranku pulih untuk sesaat.

“Mas, Kamu mau ngapain?” tanyaku gemetaran.

“Ternyata benar kalau anusmu masih perawan. Suamimu dapat perawan memekmu, biar aku yang dapat perawan anusmu. Hahaha..” tawa Mas Reza masih menyundul-nyundulkan kepala penisnya di pintu anusku.

“Mas.. aku mohon jangan disitu, Mas.. saya belum pernah.. sakit, Mas.. “ kataku sambil membayangkan ngerinya penis keras itu jika masuk lubang anusku.

“Hahaha.. semua cewek juga bilang gitu kalau belum coba. Tapi percaya aja nanti bakal enak kok, Dek..” kata Mas Reza.

“Mas.. aku bakal lakuin apa saja asal tidak dimasukkan ke lubang yang itu..” rontaku memohon. Mas Reza nampak diam sesaat.

“Oke, aku turutin permintaanmu. Tapi kamu harus nurut dan bisa puasin aku, atau anusmu yang jadi korbannya.” Kata Mas Reza menyeringai mesum. Lalu kurasakan Mas Reza menekan kembali jarinya ke dalam anusku.

“Aaiiihh..” jeritku saat jari itu berhasil masuk paksa ke dalam anusku kemudian ditarik keluar lagi. Badanku kemudian ditarik hingga berdiri.

Mas Reza lalu mengambil hape di celananya yang tergeletak di lantai kemudian duduk di sofa. Sesaat kemudian dia mengarahkan hapenya kearahku.

“Sekarang buka semua pakaianmu kecuali jilbab dan kaos kaki.” Kata Mas Reza masih mengarahkan hapenya.

Aku cukup paham bahwa saat ini aku sedang direkam olehnya. Ancamannya yang akan menjebol lubang anusku membuatku merasa tak punya pilihan lain. Aku yang tidak bisa berbuat apa-apa selain menurutinya lalu perlahan membuka resleting gamisku dan hanya perlu menariknya sedikit untuk gamis ini lolos turun hingga tak lagi menutupi tubuhku telanjangku yang putih bak pualam tanpa dalaman ini. Dari depan, payudaraku masih tertutupi jilbab panjang ini, tapi perut hingga bulu-bulu halus vaginaku pasti terlihat jelas oleh Mas Reza.
“Hehe.. benar-benar sempurna kamu Mira, badanmu bagus gitu putih mulus, mukamu juga sangat cantik, Dek. Aku langsung sange pas pertama kali melihatmu datang ke kliniku dulu. Dah gitu kamu bisa-bisanya kamu sampe orgasme saat aku periksa memekmu dulu buat cek kehamilan.. Dasar akhwat binal kamu, Dek. Hahaha..” kata Mas Reza.

Memang benar apa yang dikatakan Mas Reza. Siapa sangka permainan jarinya saat pemeriksaan program kehamilan itu sampai membuatku orgasme. Inikah balasan yang harus kuterima. Aku yang mendengar perkataan Mas Reza itu hanya bisa menitikkan air mata.

“Sekarang kocokin kontolku pakai mulutmu, Dek.” Aku masih berdiri terdiam. Hati kecilku tak mau melayani lelaki ini.

“Terserah kamu sih, Dek. Kalau kamu nggak mau nurut, aku bisa paksa dan anusmu siap-siap nelen kontolku ini. Hahaha. Jadi mending kamu bikin aku cepet keluar biar ini semua cepet selesai.” Kata Mas Reza yang masih merekamku

Tanpa daya, aku mendekat ke arah Mas Reza dan mulai berjongkok di hadapannya. Aku kini bisa melihat dengan jelas penisnya yang coklat dan menjulang, penis yang belum lama tadi masuk ke dalam vaginaku dan memberiku orgasme. Dengan satu tangannya Mas Reza lalu menyingkap jilbabku ke arah belakang leherku hingga payudaraku kini terekspos bebas di hadapannya. Tak butuh waktu lama lalu satu tangannya berpindah mulai meremas payudaraku.

“Ugghhh.. masih mengkel gini tetekmu, Dek. Pentil nya juga mancung.” Kata Mas Reza yang meraba-raba dan memainkan puting sensitifku yang sudah mengeras ini.

“Ayo kocokin, Dek. Dah tegang ini kontolku, pengen disepong mulutmu.” Perintah Mas Reza sambil menarik pundakku. Tanganku yang putih ini lalu kuarahkan memegang penis coklat itu. Terasa keras, hangat dan berdenyut-denyut. Tubuhku seketika merinding. Kudekatkan wajahku menuju selangkangannya yang tak berbulu itu hingga bibirku kini hanya berjarak sekian senti. Aroma penis Mas Reza langsung menyeruak masuk ke dalam hidungku. Entah mengapa aku malah jadi terangsang sendiri melihat penisnya yang mengacung tegang ini.

“Dijilat-jilat dong, Dek. Kaya Adek sama suamimu itu. Hehehe..” tawa Mas Reza.

Aku lalu mulai menjulurkan lidahku ke ujung kepala penisnya. Kumain-mainkan lidahku di lubang kencingnya. Perlahan jilatanku turun ke batang penisnya. Kujilat-jilat juga buah zakar Mas Reza.

Mas Reza lalu mengarahkan penisnya ke depan bibirku. Sesaat kemudian kepala penisnya sudah masuk ke dalam mulutku. Aku mulai hisapan mulutku di kepala penisnya itu.

“Ugghhh.. Enak banget emutanmu, Dek..” kata Mas Reza.

Satu tangannya memegang kepalaku yang berbalut jilbab syar’i ini. Perlahan Mas Reza memasukkan penisnya agak dalam ke mulutku, lalu ditariknya lagi keluar hingga sebatas kepala penisnya yang berada di mulutku. Lalu dimasukkan lagi lebih dalam dan ditarik lagi, berkali-kali. Kepalaku yang dipegang tangannya membuatku hanya bisa pasrah menerima penisnya keluar masuk dalam mulutku.

“Clop.. Clopp.. Clopp..” rongga mulutku yang kecil ini harus berjuang keras melemaskan ototnya untuk menerima batang keras ini. Bibirku masih terus menghisap-hisap penisnya.

“Uuurrgghh.. Sedotan mulutmu sama enaknya sama memekmu, Dek.. uugghhh..” kata Mas Reza.

Penisnya kini makin cepat keluar masuk mulutku. Kepalaku yang dipegangnya kini diarahkan juga untuk naik turun menyambut gerakan pinggul Mas Reza.

“Clop.. Clop.. Glookk..” terkadang kepalaku ditekan makin kebawah hingga penis kerasnya makin masuk ke dalam pangkal mulutku. Saat penisnya makin terasa penuh di mulutku, kepalaku lalu ditahannya selama beberapa detik, membuatku tersedak karena kesulitan bernafas.

“bwaaah.. Uhuk.. Uhuk..” mulutku terbatuk-batuk setelah tangan Mas Reza melemaskan tekanan tangannya di kepalaku membuatku bisa mengeluarkan penisnya dan bernafas kembali. Namun beberapa detik kemudian kepalaku ditekan lagi hingga mulutku kembali menelan batang gelap ini.

Mas Reza kembali menekan kepalaku hingga penisnya kembali menyesaki rongga mulutku selama beberapa kali. Aku beberapa kali dibuat tersedak hingga mataku memerah basah.

“Clop.. Clopp.. Clopp..” suara rongga mulutku yang beradu dengan selangkangan Mas Reza. Entah sudah berapa menit mulutku menghisap-hisap penisnya ini hingga kurasakan pipiku mulai kelu. Kulirik ke atas, Mas Reza nampak merem melek menghayati perlakuannya atas mulutku ini.

“Ugghhh...” satu tangan Mas Reza kembali menekan kepalaku maju mundur menelan penisnya. Kurasakan penisnya makin keras dan hangat, kepala penisnya terasa licin di lidahku.

Mas Reza makin cepat memompa penisnya keluar masuk mulutku tapi hanya sampai setengah batang penisnya, hingga tak lama kemudian kepala penisnya berkedut-kedut.

“Uggggghhhhh..” erang Mas Reza saat kepala penisnya mulai menyemburkan laharnya di dalam mulutku. Naluri nafsuku berkata padaku untuk menelan cairan hangat ini, saat tiba-tiba aku mendengar.

“Jangan ditelen dulu, Dek.. Ugghhhhh..” aku yang bingung hanya diam saja sambil mulutku masih dijejali kepala penis Mas Reza yang menyemprotkan spermanya berkali-kali. Mulutku penuh dengan spermanya, hingga beberapa tetes meluber ke bawah bibirku. Biasanya aku langsung telan sperma suamiku yang masuk mulutku, baru kali ini kurasakan mulutku menggembung penuh terisi sperma.

Mas Reza lalu bangkit dari sofa dan mendudukkanku di lantai sambil masih tetap merekamku. Kali ini hapenya diarahkan makin mendekat ke wajahku. Aku yang tak bisa berkata-kata untuk menolak karena spermanya masih memenuhi mulutku hanya bisa melengos ke kiri, seolah-olah masih menyisakan penolakan walau tak bermakna dan tak sudi untuk direkam.

“Hehe.. Lihat sini dong Dek..” kata Mas Reza memegang daguku menolehkan dan mendongakkan wajahku ke arah kamera hapenya. Aku hanya memejamkan mata seolah-olah masih teguh menampakkan ketaksudianku itu.

“Coba mulutnya dibuka, Dek..” aku perlahan membuka mulutku. Kurasakan beberapa lelehan sperma mengalir hingga membasahi jilbab syar’i ku.

“Hahaha.. Seksi banget kamu, Dek. Pakai jilbab tapi mulutnya penuh pejuh gitu. Sekarang kamu kumur-kumur pakai pejuhku itu terus telan ya, aku yakin kamu haus kan habis ngemut kontolku tadi.” Kata Mas Reza sambil menyeringai.

Hapenya masih diarahkan dekat ke wajahku, memastikan terekam jelasnya mulutku yang kini sedang berkumur-kumur spermanya, lalu beberapa detik kemudian karena sudah tak tahan, kutelan sperma ini hingga tak bersisa lagi di rongga mulutku. Satu tangan Mas Reza lalu melepas pegangannya di daguku. Aku langsung menunduk lemas. Mataku mulai berkaca-kaca merenungi perlakuan yang kuterima ini.

Beberapa menit kemudian tubuhku ditariknya ke atas ranjang didalam kamar. Hapenya yang tadi digenggamnya entah berada dimana sekarang. Badanku direbahkan di atas kasur. Mas Reza kemudian memosisikan dirinya di sela-sela selangkanganku. Secara refleks aku menutup selangkanganku ini dengan kedua tanganku. Walaupun penis kerasnya tadi sudah melesak di dalam vaginaku, hati kecilku masih tak rela mahkota surgaku ini dilihat olehnya. Namun Mas Reza dengan mudahnya memindahkan tanganku yang memang tak ada apa-apanya dibanding tenaganya. Selama sesaat Mas Reza memandangi vaginaku dengan tatapan tajam. Aku tak tahu harus merespon seperti apa. Mas Reza hanya terdiam memandangi selangkanganku dengan tatapan iblisnya.

“Plopp”
“Hghh..” mulutku mendesis saat Mas Reza dengan tiba-tiba beberapa kali menusuk-nusuk lubang anusku dengan jarinya.

“Hahaha. Udah dulu main sama anusmu, Dek. Daripada keburu longgar nanti, rugi kalau belum pernah dipakai sudah longgar.” Kata Mas Reza. Aku langsung merinding mendengar kata-kata nya itu. Raut mukaku berubah seperti seorang yang sedang ketakutan.

“Tenang aja, Dek Mira. Kontolku nggak akan masuk ke anusmu kecuali kamu yang minta. Hahaha.” Kata Mas Reza kemudian. Entah apakah aku harus merasa lega mendengarnya. Lubang anusku mungkin aman, tapi kupikir tidak dengan lubang kemaluanku yang lain.

Mas Reza lalu mendekatkan kepalanya ke arah vaginaku. Sesaat kemudian aku merasakan bibir vaginaku disentuh oleh benda lunak dan basah. Ujung lidah Mas Reza mulai menggelitik-gelitik lapisan luar bibir vaginaku. Perlahan-lahan ujung lidahnya bermain-main, tak hanya di vaginaku tapi juga sekitar selangkanganku. Lambat laun jamahan lidahnya berubah menjadi sapuan-sapuan di sekitar selangkanganku. Lubang anusku juga tak luput dari sapuan lidahnya.

“Hmmppphh..” tak sengaja mulutku mulai mendesis. Lidahnya sangat lihai memainkan bibir vaginaku. Dokter kandungan seperti dia tentunya sudah sangat paham cara memanjakan vagina-vagina wanita, hingga kini juga mampu membuatku mendesis kenikmatan hanya karena permainan lidahnya.

Entah bagaimana asalnya, permainan lidah Mas Reza mampu menggiring nafsuku menuju ambang orgasme. Ada sensasi kenikmatan tersendiri yang kurasakan dari perlakuan oral seks dari lidah Mas Reza. Mataku terpejam menikmati jamahan mulutnya di setiap senti permukaan lubang surgawiku. Pantatku kini tak malu lagi berayun naik seolah menggapai juga sapuan dan jilatan lidah Mas Reza. Pantatku turut bergoyang lagi menyatu dengan gerakan lidah dan bibir Mas Reza.

“Aaaakkkhhhhhhh.. Mmaasss..” aku menjerit saat gelombang orgasmeku datang. Mas Reza malah mengigit biji klitorisku membuat pantatku makin blingsatan. Mataku membelalak, seolah sedang melepas beban ratusan kilo yang sedang membelengguku. Sejenak aku lemas terkapar di kasur ini. Kakiku kini terebah lurus hingga melewati ujung kasur.
Beberapa saat kemudian, akalku mulai kembali.
“Hahaha.. Banyak banget ngecrotnya Dek. Lebih banyak dari yang pertama tadi..” Suara Mas Reza itu memecah lamunanku. Sesaat tadi aku tak sadar bahwa aku baru saja merengguk kenikmatan dari lelaki ini.

“Becek banget memekmu. Siap-siap ya, Dek. Hahaha..” Kata Mas Reza sambil menggeser badannya hingga kini dia berada di selangkanganku kemudian mengangkat lagi kakiku. Aku bisa merasakan ujung penisnya menyentuh bibir vaginaku.

Aku yang masih lemas ini jelas tak memiliki daya upaya untuk menolaknya. Aku hanya bisa menolehkan kepalaku, menolak beradu pandang dengannya, setidaknya hati kecilku masih tak rela tubuhku menyatu dengan tubuhnya. Ketika aku menoleh, aku baru sadar hape Mas Reza tadi ditaruh di tripod dan merekam seluruh perlakuannya terhadapku di ranjang sedari tadi.

‘Slepp..’
“Ughh.. Sempit banget memekmu, Dek.. Baru kepalanya kontolku lho ini tapi suempit sekali..” Kata Mas Reza sambil meringis. Aku hanya bisa memejamkan mata merasakan penisnya mencoba memasuki liang vaginaku. Becek karena lendir orgasemeku beberapa saat tadi tak semerta-merta membuat penisnya lancar memasuki sempitnya liang vaginaku.

Aku merasakan perih saat penis kerasnya itu mencoba memasuki liang vaginaku. Mas Reza kembali mencoba mendorong memasukkan penisnya lebih dalam lagi. Aku masih memejamkan mata menahan perih yang melanda selangkanganku meski baru hanya kepala penisnya saja yang kini berhasil masuk ke liang vaginaku. Hingga tak kusadari keringat dingin mulai mengucur di sekitar dahiku.

Mas Reza yang melihat ku ini nampaknya mulai mengerti. Dia tak lagi memaksa mendorong penisnya, dan kini mencoba menarik penisnya dan memasukkan lagi ke vaginaku pelan-pelan sedikit demi sedikit. Tangannya kini juga mulai memainkan payudaraku. Kedua tangan kekarnya itu meremas-remas kedua buah dada ranumku ini. Remasannya lembut tapi kuat, dan kadang jari-jarinya memainkan puting payudaraku.

Remasannya di payudaraku tak lama kemudian mampu membuatku terangsang, hingga tubuhku secara alami merilekskan otot-otot nya yang tadinya kaku. Penetrasi penis Mas Reza perlahan-lahan membuahkan hasil. Gerakan penisnya yang maju mundur perlahan kini sudah berhasil hingga setengah batang penisnya sudah bersarang di vaginaku yang juga sedikit demi sedikit mulai mengeluarkan cairan pelumas.

“Aduuuhh.. Semmpiiitt bangeedd memekmu, Dek.. kayak memek perawan aja.. Uggghhh..” kata Mas Reza sambil masih terus berusaha memaju-mundurkan penisnya.

Aku masih merasakan ngilu di vaginaku, walaupun perlahan kurasakan teralihkan karena rangsangan yang kuterima di payudaraku. Pijatannya di payudaraku kuakui membuat gairahku perlahan naik kembali. Tubuhku tak lagi menolak perlakuan Mas Reza dan mulai menikmati rangsangan di vaginaku dan payudaraku.

Gesekan penis Mas Reza di dinding vaginaku kini kurasakan makin cepat. Liang surgaku ini mengeluarkan makin banyak lendir pelumas hasil rangsangan penis Mas Reza, membuat gerakan penisnya lebih lancar dari sebelumnya.

“Hmmmppphh… Hssshhh…” Tak sadar mulutku mulai mendesah. Gesekan penis Mas Reza yang makin cepat di liang surgaku memberikan rasa nikmat di sekujur tubuhku.

“Uggghhh..” Mas Reza sambil sesekali mengerang masih terus memompa penisnya yang sudah lebih dari setengahnya bersarang di vaginaku.

Mas Reza lalu merendahkan tubuhnya. Tangannya kini dialihkan ke belakang punggungku dan mendekapku. Mulutnya menciumi leherku dan telingaku dari luar jilbabku. Lidahnya lalu dikeluarkan dan mulai menjilat-jilat daun telingaku dari luar jilbabku yang sudah basah karena keringat ini.

“Ssshhh.. Gelliii, Masss.. Jangannnhh..” lenguhku yang tak dipedulikannya. Bibirnya kadang menggigit kecil daun telingaku membuatku makin merem melek kegelian. Jenggot tebalnya menggaruk-garuk pundakku yang juga memberiku rangsangan tersendiri. Hingga saat aku didera rasa nikmat ini, Mas Reza memasukkan seluruh penisnya dengan dengan cepat ke dalam vaginaku.

“Aaiihhh..” Aku menjerit. Kurasakan sedikit ngilu di vaginaku yang harus melebarkan ototnya saat dengan tiba-tiba menerima satu sentakan batang keras Mas Reza yang memaksa memasukkanya semakin dalam.

Sesaat setelah mendiamkannya, Mas Reza lalu kembali memompa penisnya di dalam liang surgaku. Mulutnya kini merangsang leherku dengan mencium-ciumnya dari luar jilbabku yang sudah sangat acak-acakan ini.

“Hsshh.. Hmmpppphhh..” mulutku kembali mendesah. Penis Mas Reza menggesek-gesek setiap inci dinding vaginaku. Entah apakah sudah semua batang penisnya tertelan yang jelas aku merasakan liang vaginaku terisi penuh sesak hingga penghujung rahimku. Hujaman penis kerasnya dengan tempo yang sedang itu mampu memanjakan liang surgaku dan memberiku kenikmatan yang tak terhingga. Kurasakan badai orgasme kembali mendekat menghampiriku.

Kakiku kutekuk ke atas seolah mengait pinggul Mas Reza membuat hujaman penisnya semakin terasa memenuhi vaginaku. Sudah tak lagi kupedulikan statusku sebagai istri solehah Mas Rafi, kenikmatan persenggamaan ini begitu tak terkira. Yang ada di otakku kini hanya bagaimana caranya mencapai klimaks.

“Hmmmppphh... Aaahh..” desahan yang keluar dari mulutku kini semakin keras, seolah aku tak malu lagi menikmati persetubuhan ini. Tubuhku kini menyerah pasrah pada nafsu setelah beberapa jam lalu menolak menikmati perlakuan pria ini. Mas Reza yang mengerti kepasrahanku ini lalu memompa penisnya dengan tempo yang lebih cepat.

“Splok.. Splokk..Splokk..” Suara selangkanganku yang beradu dengan pinggul Mas Reza menggema di memenuhi kamar suite ini seiring dengan makin cepat hujaman penisnya di dalam liang vaginaku.

“Ah.. Ahh.. Shhh...Ahhh..” Desahanku makin keras terdengar. Tanganku secara refleks memeluk punggung Mas Reza.

“Ahh.. Mmaasss..Aaahhhhhhhh.. “ Aku setengah menjerit saat orgasmeku datang. Seluruh otot tubuhku mengejang merasakan klimaks yang kudapat ini. Kakiku kukaitkan ke pinggul Mas Reza.

“Ugghhh..Memeknya kok makin njepit Dek.. Giillaaaa.. Seandainya belum jadi istri orang, tak jadiin istriku kamu Dek..” Mas Reza tak memberiku kesempatan barang sejenak, bahkan malah memompa penisnya makin cepat di dalam vaginaku yang banjir cairan orgasme ini.

“Ahh.. Aahh.. Shhh..” hanya desahan yang keluar dari mulutku atas perlakuannya ini.

“Splok.. Splokk.. Splokk..”
“Ugghhh,..” Mas Reza makin cepat memompa penisnya, membuatku juga merasakan kenikmatan.

“Ahh.. Mmaass.. Sudahhh, Mmaass..Ssshhh..” Tiba-tiba ada sensasi birahi yang kurasakan dari dalam tubuhku. Penis Mas Reza kurasakan makin hangat dan keras di salam liang vaginaku.

“Uggghhh.. Miraa.. Akuuu keluaar.. Ugghhh..”

“Ahhh... Mmaaasss... Ahhhhhhh.... “ Jeritku yang dilanda multiorgasme bersamaan dengan muncratnya lahar panas Mas Reza yang menyiram rahimku. Kakiku makin erat kutekuk menekan pinggul Mas Reza dan tanganku juga makin erat memeluk badannya. Jari-jari tanganku tak sengaja mencengkeram dan mencakar punggung Mas Reza. Baru kali ini kurasakan orgasme senikmat ini, dua kali orgasme hanya dari satu posisi seks saja.

Nafasku kuhela tak beraturan bersama orgasme yang kurasakan barusan. Matakupun terpejam. Mas Reza mendiamkan penisnya di dalam vaginaku, tak lagi memacu batang yang kurasakan sudah mulai tak mengeras. Beberapa kali semprotan spermanya tadi kurasakan menyembur dinding rahimku. Aku malah mengaitkan kakiku seolah tak ingin semburannya keluar dari vaginaku.

Mas Reza lalu menegakkan punggungnya sambil penisnya masih bersarang di vaginaku.

“Siapa tau dengan spermaku tadi, keinginan mu untuk punya anak bisa terkabul, Dek.. Hahaha..” aku yang masih ngos-ngosan seperti baru saja lari maraton ini tak menghiraukan yang dikatakannya itu.

Selang beberapa saat kemudian kurasakan ada yang menggelitik payudaraku. Saat kuangkat kepalaku dan kulihat ternyata Mas Reza sedang menjilat-jilat payudaraku sambil meremas-remas bulatan putih itu dengan tangannya. Aku yang masih terlalu kelelahan ini hanya pasrah saja mendiamkan perlakuannya itu dan kembali merebahkan kepalaku. Kurasakan jilatan lidah Mas Reza menyapu seluruh permukaan payudaraku. Tangannya juga ikut meremas-remas bulatan putih. Putingku juga tak luput dari jilatan lidahnya. Terkadang puting itu juga digigit oleh bibirnya sambil tangannya meremas kencang payudaraku seolah-olah seperti sedang menyedot susu dari payudaraku. Akupun merasakan keenakan oleh rangsangannya di payudaraku ini.

Penisnya yang masih bersarang di liang senggamaku ini kurasakan perlahan mulai mengeras. Mas Reza sudah menyemburkan klimaksnya dua kali tapi nampaknya belum ada tanda-tanda permainan cabulnya akan berakhir. Mulut dan tangannya masih asik menjamah buah dadaku. Pinggul Mas Reza mulai digerakkan maju mundur sedikit demi sedikit. Batang penisnya yang mulai mengeras itu kembali menggesek-gesek rongga dinding vaginaku. Mas Reza tak mengeluarkan penisnya dari vaginaku saat klimaks tadi sehingga otot-otot vaginaku tak begitu kesusahan untuk beradaptasi kembali menelan batang penisnya.

“Shhh.. Hmmmpphh..” aku yang masih terbaring ini mulai mendesah.

Rangsangan yang kuterima dari vaginaku dan payudaraku membuatku tak bisa menolak kenikmatan yang datang. Aku sudah terjerumus jatuh ke jurang nafsu duniawi, sehingga hanya dalam waktu sesaat tubuhku mulai merespon dengan bernafsu pula. Tenagaku perlahan-lahan datang kembali. Pinggulku kini ikut bergoyang mengikuti gerakan pinggul Mas Reza, membuat penisnya yang keluar masuk vaginaku makin membangkitkan gairahku. Lendir vaginaku mulai keluar melumasi batang penisnya yang sudah mengeras itu.

“Splok.. Splokk.. Splokk..”

“Shh.. Hmmmpphh.. Aahh..” suara adu kelamin dan suara desahan mulutku yang tak lagi malu-malu memenuhi kamar ini. Tubuhku sudah kembali mulai terisi tenaga. Pantatku tak malu berayun merespon pompaan pinggul Mas Reza yang masih sambil mengenyot-ngenyot kedua payudaraku bergantian dari atasku.

Tiba-tiba Mas Reza mengangkat tubuhku tanpa melepas penisnya. Sehingga kini posisiku dipangku berhadap-hadapan dengan Mas Reza. Tangannya berpindah meremas pantatku seolah-olah menyuruhku untuk aktif menggoyang pinggulku. Aku yang sudah terbalut syahwat inipun mulai menggoyang pantatku naik turun di atas penis kerasnya ini. Jilbabku yang memang sudah acak-acakan ini kemudian ditarik Mas Reza hingga lepas dari kepalaku. Tubuhku kini betul-betul telanjang di depan lelaki tua yang bukan mahromku, hanya menyisakan kaus kaki saja. Penisnya yang sudah bersarang di vaginaku ditambah banyaknya lendir pelumas yang keluar dari liang vaginaku membuat liang vaginaku tak kesusahan menelan penisnya dari atas. Pantatku yang naik turun ini mulai terbiasa dengan batang penis keras Mas Reza.

“Ahh.. Sshhhh.. Hmmmppphh.. Maassss..” berada di atas seperti ini membuatku tak bisa untuk tidak mendesah nikmat. Penis coklatnya yang memenuhi dan menggaruk-garuk dinding vaginaku ini benar-benar membuatku terbang ke langit syahwat. Kedua tanganku kutaruh di atas pundak Mas Reza. Mas Reza kulihat hanya tersenyum menikmati goyangan pinggulku ini.

“Cantik benar kamu, Mira. Akhirnya aku bisa juga menikmati sisi binalmu. Pas tau aku ketemu kamu lagi setelah sekian lama, aku dah bertekad pokoknya aku juga harus bisa dapetin memekmu ini.. hahaha.. ” kata Mas Reza sambil menyeringai. Nampak air muka kepuasan terpancar dari wajah nya melihatku yang kini aktif menggoyang pantatku menservis penisnya itu.

“Shh.. Aaahh...” Aku hanya bisa menanggapi cemoohan Mas Reza itu dengan desahan-desahan kenikmatan. Tubuhku sudah terlalu pasrah pada nafsu duniawi hingga tak terlalu menanggapi celotehannya.

Mas Reza lalu kembali mencaplok payudaraku dengan mulutnya. Kulihat ada banyak sekali cupangan-cupangan di seluruh permukaan buah dadaku. Nampak kontras sekali kulit payudaraku yang putih ini dengan cupangan-cupangan merah hasil perbuatan mulut Mas Reza. Putingku juga tak luput dari sedotan bibir hitamnya itu, membuatku makin terangsang nikmat hingga kugerakan pinggulku makin aktif. Tangan Mas Reza yang berada di pantatku juga tak tinggal diam. Kedua tangan kekar itu makin liar meremas-remas bongkahan pantatku. Kadang tangannya bermain-main di sekitar daerah anusku.

“Shhh.. Mmppphhh.. Aiihh..” aku sedikit menjerit saat tiba-tiba Mas Reza menusukkan satu ruas jarinya ke lubang anusku. Untuk sesaat pantatku berhenti kugerakkan naik turun.

"Plakk.."
"Ahh.." satu tangan Mas Reza tiba-tiba menampar pantatku membuatku kaget dan menjerit.

"Ayo goyang lagi Dek.. Kok berhenti.." Tanpa diminta dua kali, aku yang sedang tanggung karena kenikmatan yang sesaat tadi berhenti lalu pinggulku kugoyangkan lagi naik turun. Mulut Mas Reza kembali melanjutkan sedotannya di kedua buah dada ranumku. Seiring dengan pantatku yang mulai lagi dengan gerakan naik turunnya ini, kurasakan satu jari Mas Reza yang masih menancap di lubang anusku itu mulai digerak-gerakkan mengorek lubang anusku.

"Hmmppphh.. Shhh.." mulutku kembali mendesis. Gesekan batang penis di dinding vaginaku ditambah gesekan ruas jarinya di lubang anusku memberiku kenikmatan ekstra.

Pinggulku kugerakkan makin cepat naik turun dengan tanganku yang bertumpu pada pundak Mas Reza. Kurasakan badai orgasmeku kembali mendekat. Pantatku makin liar berayun naik turun di atas paha Mas Reza. Mas Reza kemudian melepas emutannya di payudaraku, dan merebahkan badannya ke kasur. Aku yang didera kenikmatan ini masih melanjutkan gerakan pinggulku. Betisku kutekuk kurapatkan ke pahaku, lalu pinggulku kugerakkan maju mundur layaknya joki yang sedang menunggangi tunggangannya. Dengan badan Mas Reza yang terbaring ini membuat penetrasi penisnya kurasakan makin dalam menusuk liang vaginaku.

"Ahh.. Sshhh.. Aaahh.." desahanku keluar dari mulutku disaat yang bersamaan pinggulku kugerakan maju mundur mengulek penis Mas Reza. Tanganku bertumpu pada perut buncitnya. Rambutku yang tergerai melambai-lambai menutupi telingaku dan sisi samping pipiku.

"Urrggghh.. Binal banget kamu, Dek.. Bener-bener akhwat idaman banget.. suamimu pasti puas banget sama badan dan memekmu ini, Dek.. Hahaha.." Kata Mas Reza diikuti oleh senyumnya. Senyum kemenangan melihat mangsa akhwatnya kini menyerah dan malah menggoyang penisnya dengan liar dan binal ini. Aku hanya bisa mendesah. Aku tak begitu peduli apa yang dia ucapkan itu. Aku hanya peduli akan kenikmatan yang kurasakan saat ini, badai orgasme yang mendekat ini membuat pantatku berayun liar tak karuan.

"Hmmmpphh.. Ahhhhh.. Aaaaaahhhhhhhhhhhhh.. Mmaasss.." Aku menjerit keras. Vaginaku berdenyut-denyut merespon klimaks yang mendera tubuhku. Kurasakan banyak sekali cairan squirt yang keluar dari vaginaku membasahi penis Mas Reza yang masih tertancap di vaginaku. Tanganku yang lemas ini tak lagi mampu menopang tubuhku. Orgasmeku yang kesekian kali yang tak lagi dapat kuhitung ini membuat tubuhku betul-betul lemas seolah aku tak lagi memiliki tulang belulang. Badanku pun terjatuh ke depan menumbuk dada berbulu si pemiliknya itu.
Saat terbangun jam sudah menunjukkan pukul 6 malam. Aku pun segera memakai bajuku untuk segera pulang. Namun saat akan memakai baju Mas Reza mencegahku.

“Mau kemana kamu Dek?”. Tanya Mas Reza

“Aku mau pulang Mas, Ini sudah malam takut suamiku marah”. Jawabku iba

“Kamu belum boleh pulang Dek. Aku masih belum puas sama tubuhmu”. Paksa Mas Reza

“Mas, tolong Mas…Biarkan aku pulang”. Pintaku dengan Iba

Kulihat Mas Reza diam sejenak lalu dia berkata. “Ok hari ini kamu boleh pulang tapi besok pagi kamu harus Kembali kesini”. Kata Mas Reza

“Tapi Mas aku…..”. belum sempat kata-kataku selesai mas Reza memotong.

“Kalau kamu bantah akan aku sebar videonya”. Bentak Mas Reza.

“Iyaa…Mmaass…”. Jawabku pasrah dan ketakutan tak bisa berbuat apa-apa atas ancamannya.
Setelah terpakasa menyetujuinya aku akhirnya bisa pulang.

Saat keluar kulihat pak Umar si satpam membukakan gerbang untukku. Tatapan Pak Umar sekarang padaku cukup aneh. Tatapannya seakan-akan menelanjangiku dari atas sampe bawah. Akupun langsung keluar gerbang tanpa menyapanya dan masuk mobilku yang ada dipinggir jalan.
Tanpa Mira tau, sedari tadi Umar telah mengintipnya yang sedang bercinta dengan dokter Reza. Umar tak menyangka seorang Wanita solehah berjilbab lebar sedang berzina dengan bosnya dokter reza. Adegan Wanita itu dan bosnya sampai membuat umar onani sebanyak dua kali. Setelah Wanita cantik berjilbab itu pulang, umar segera menemui bosnya untu pamit pulang.

“Permisi dokter Reza” kata Pak Umar.

“Iya pak Umar ada apa?” tanya Reza

“Sudah jam 6 lebih dokter Reza saya mau ijin pulang”. Jelas Pak Umar

“Iya Pak silahkan. Owh..Iya tadi diam-diam pak Umar ngintip ya?”. Tanya Reza penuh selidik.

“Mmmaaaff…Dokter Reza saya tadi khilaf, saya janji tidak akan cerita siapa-siapa”. Jawab Pak Umar terbata-bata sambil menundukkan kepala karena ketahuan mengintip dan takut dokter Reza akan marah lalu memecatnya.

“Tidak apa-apa pak Umar santai saja, saya tidak marah….hehe. menurut Pak Umar bagaimana Wanita tadi, mantap tidak?” tanya Reza sambil tersenyum tipis.

Umar terkejut dengan reaksi Reza yang justru malah senang dengan perbuatan mengintipnya tadi. Umar seketika merasa leg ajika bosnya itu tidak marah dan memecatnya.

“Mantap Pak dokter….wajahnya cantik, tubuhnya mulus tanpa cacat….apalagi desahannya”. Jawab Pak umar penuh semangat.

“Betul kata Pak Umar itu cewek bener-bener mantap….hehe. sebelum pak Umar pulang saya mau kasih tugas untuk pak Umar buat besok pagi. Jadi besok pagi pak Umar ……….”. kata Reza menjelaskan tugasnya besok pada Pak umar.

“Baik Pak dokter besok akan saya laksanakan”. Jawab pak Umar

“Ya sudah kalua gitu bapak boleh pulang dan ini uang buat ongkos tugasnya besok”. Perintah Reza sambil memberikan Umar beberapa lembar uang seratus ribuan.

“Baik pak dokter saya ijin pulang dulu…assalammualaikum…”. kata Umar

“Walaikummsallam…”. Kata Reza



*******

Di sisi lain, Nia baru saja menyiapkan makan malam di atas meja sembari menunggu ayahnya pulang kerja. Biasanya jam 5 sore ayahnya sudah pulang namun hari ini sampe jam 7 ayahnya belum pulang juga. Beberapa saat kemudian terdengar sapaan salam dari sang ayah yang baru pulang.

“Assalammualikum..” salam Umar.

“walaikumsallam..ayah..”. jawab Nia.
Nia mencium tangan ayahnya, lalu tiba-tiba Umar langsung memeluk Nia dan menciumnya dengan ganas. Umar begitu terangsang setelah tadi mengintip bos tempatnya bekerja bersenggama dengan seorang Wanita cantik berjilbab. Permainan bosnya dengan Wanita berjilbab itu membuatnya panas tak karuan. Dan saat melihat Nia ingin dia melampiaskan pada anaknya itu.

“Mmmmpphhh….Mmmpphhh…….” desahan mulut Nia dan Umar.

Nia berusaha melepaskan ciuman dan pelukan ayahnya.

“Sabar ayah, kita lanjut lagi nanti. Sekarang kita makan dulu”. Pinta Nia pada Umar

“Iya Nak..”. jawab Umar.
Lalu ia mengajak sang ayah yang baru pulang, untuk makan malam bersama.

Umar melepas sepatunya, lalu ia melangkah mengikuti Nia dan mereka sama-sama duduk di depan meja makan untuk menyantap makan malam buatan Nia itu. Di saat seperti ini, Nia ingin sekali berbicara serius dengan sang ayah. Tapi ia ragu, apakah ia harus mengatakannya atau tidak. Sedangkan Umar yang menyadari kegelisahan Nia pun tersenyum tipis, lalu ia bertanya dengan lembut pada putri tercintanya itu.

"Ada apa nak? Kau ingin mengatakan sesuatu?" Tanya Umar dengan tenang.
Nia menghentikan gerakannya, sang ayah memang sangat tau apa yang Nia rasakan. Bahkan tanpa Nia bicarapun, ia sudah tau apa yang terjadi pada diri Nia.

"Ayah memang selalu tau apa yang Nia rasakan" jawab Nia dengan senyumnya.

"Tentu saja, karna ayah adalah ayahmu. Ayah mengenalmu bukan setahun dua tahun, tapi sejak kau lahir. Jadi ayah sudah sangat mengerti setiap ekspresi yang kau keluarkan, bahkan jika kau menutupinya Ayah pasti akan tau semuanya melalui pergerakanmu." Balas Umar dengan yakin.

Nia mengangguk paham, ia mengerti sekarang kenapa ayahnya itu selalu tau apa yang ada di pikiran Nia. Ternyata pergerakannya sudah terbaca oleh sang ayah, sehingga tanpa mengatakannya Umar sudah tau apa yang ingin Nia katakan.

"Ya sudah, kita makan dulu. Setelah itu, baru Nia akan cerita pada ayah." Putus Nia.
Umar mengangguk setuju, lalu mereka pun makan siang bersama. Mereka begitu tenang dan nyaman, seolah-olah tidak ada masalah apapun yang terjadi. Sampai akhirnya piring mereka sama-sama kosong, lalu Nia langsung merapikan piring-piring kotor itu.

"habis mandi, Ayah menunggu di kamar saja ya?" Izin Umar pada Nia.

"Iya yah, Nia juga harus membersihkan piring-piring dulu." Jawab Nia setuju.
Umar mengangguk paham, lalu mereka pun berpisah sesaat. Umar melangkah ke ruang tengah, sedangkan Nia melangkah ke dapur untuk membersihkan piring-piring itu.

Setelah perkerjaannya selesai, baru Nia menghampiri sang ayah di kamar. Terlihat di sana Umar sedang mengocok penisnya sambil membaca majalah Wanita Muslimah berisi gambar-gambar akhwat cantik, Nia hanya menghela nafas panjang melihat kegiatan ayahnya itu.

"Sepertinya ayah sangat suka dengan majalah itu, sampai sambil ngocok untuk membacanya." Duga Nia dengan yakin.
Umar mengangguk setuju, karna memang ia sangat menyukai majalah berisi kumpulan foto Wanita Muslimah yang cantik. Bahkan bisa seharian ia membacanya, jika terus merasa penasaran.

"Ya, ayah memang menyukainya. Foto-foto di majalah ini, sangat menarik untuk di lihat nak." Jawab Umar dengan semangat dan senyum tipisnya.

Nia mengangguk paham, lalu ia pun mulai membuka gamisnya hingga hanya menyisakan jilbab dan celana dalam saja. Nia lalu naik Kasur menghampiri ayahnya.

"Ada apa nak? Bukankah kau ingin bercerita pada ayah? Atau kau ingin segera dipuaskan oleh ayah?" Tanya Umar mengerti dengan diamnya Nia.

"Hm ayah, Nia bermimpi. Tapi Nia tidak tau, apa maksud dari mimpi ini." Ungkap Nia ragu.
Mendengar hal itu, Umar menutup majalahnya kembali dan menghentikan kocokan penisnya lalu ia menatap Nia dengan serius.

"Mimpi seperti apa?" Tanya Umar serius.
Nia menghela nafas Panjang sambil mengocok penis ayahnya, lalu ia menceritakan mimpi yang di alaminya pagi tadi. Tidak ada yang terlewat, karna memang mimpi itu terlihat jelas.

"Nia bermimpi, Mas Rafi dan Mba Mira bercinta dengan begitu nafsu. Mereka saling mendesah dengan bahagia, lalu tiba-tiba mereka menatap Nia. Dan tatapan mas Rafi tidak seperti biasanya, ia menatap Nia dengan penuh cinta dan nafsu. Lalu mas Rafi memanggil Nia, tapi dengan panggilan yang berbeda." Jelas Nia sambil menunduk malu. Umar mengangguk paham dengan cerita Nia, lalu ia ia mempertanyakan kata-kata apa yang Rafi ucapkan saat itu.

"Lalu, apa yang Rafi katakan saat memanggilmu?" Tanya Umar pada Nia.
Nia semakin menunduk malu, ia benar-benar tidak bisa mengatakannya. Rasanya sangat memalukan untuk Nia, bahkan Nia sendiri tidak ingin mengakui kata-kata itu.

"Apa itu harus di sebutkan juga ayah?" Balas Nia dengan wajah yang merona.

"Tentu saja sayang, karna kata-kata itulah yang menentukan semuanya." Jawab Umar mencoba menjelaskan.
Nia mengernyit tidak mengerti, tapi jika ayahnya sudah berkata seperti itu. Ia bisa apa?

"Sayang, ayo cepat kesini!" Gumam Nia dengan suara malunya.
Umar menatap Nia dengan senyumnya, ia sudah menduga hal itu. Kini, Umar hanya perlu memastikannya.

"Begitu, hal ini tidak bisa di tentukan dalam sekali mimpi saja Nia. Kita tunggu sampai minggu depan, apa kamu akan terus memimpikan hal yang sama atau tidak. Tapi jangan lepas solat istikharah mu, karna itu jalan untuk menjawab semuanya." Jelas Umar pada Nia.
Nia mengangguk paham, ia hanya bisa menurut saat ini. Nia tidak tau apa maksud dari mimpi itu, tapi jika melihat dari ekspresinya sepertinya ayahnya sudah tau arti dari mimpinya itu.

"Ayah, apa Nia boleh bertanya?" Izin Nia pada Umar.

"Tanyakan saja sayang, ayah akan mendengarnya." Jawab Umar dengan santai.

"Apa ayah sudah tau arti dari mimpi itu?" Tanya Nia penasaran.
Umar tersenyum mendengar pertanyaan Nia, ia pun menatap Nia dengan tatapan senangnya.

"Kamu akan tau, jika dalam seminggu ini kau memimpikan hal yang sama." Jawab Umar masih merahasiakan.
Nia menatap sang ayah sedikit bingung, sebenarnya ia ingin sekali tau tentang hal itu. Tapi bagaimana lagi, jika sang ayah tidak memberitahukan padanya ia tidak bisa memaksa untuk menjawab.

"Ya sudahlah, Nia mengerti kenapa ayah menyembunyikannya." Balas Nia dengan senyum tipisnya.
Umar tersenyum mendengar jawaban Nia yang pasrah, ia pun membelai kepala Nia penuh rasa sayang.

Nia pun menghentikan kocokan pada penis ayahnya dan menggantikan dengan mulutnya. Dikulumnya penis ayahnya itu seperti tadi pagi. Sekitar sepuluh menit penis ayahnya memuncratkan semua spermanya dimulut Nia dan Nia menelan semuanya tanpa tersisa. Setelah itu mereka tidur berdua dengan kondisi telanjang bulat.
 
Terakhir diubah:
menarik ceritamya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd