Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
akhirnyaaaaah
suwun suhuu atas apdetmu:beer:

sik sik:stop:
rodo buyar iki wis nyampe ngendi:bingung:
atret sik suhu biar bisa nyambung klanjutannya:Peace:
lanjut baca duluu
 
waaa iki
suwun suhuuu meski malah jd bertanya2 setelah komplit baca apdet :Peace:

semoga RL lancar dan juga apdetnya:p:beer:
 
Jalan nan terjal






part 16




8IEoH86.jpg






Iantono





Dok!

Dok!

Dok!



“Mas? Mas Ian?.... “



Degh!


Suara ketukan pintu mengagetkan kesendirianku pagi ini, ah... Suara itu.... Yah aku mengenal suara itu, segera kubuka pintu dan disana berdiri seorang wanita muda yang tengah hamil, siapa lagi kalau bukan Indriani.




“Mas Apa kabar? “




Kutatap lekat wajah ayu yang sudah lama tak pernah kulihat itu, dia belahan hatiku dan sampai saat ini pun masih tetap sama.


“Mas? “


Mata gadisku mengembang tetes air matanya tak bisa lagi di bendung, dia menangis.



“Mas kenapa diam? “



Aku masih diam, entahlah lidahku kelu, dadaku sesak seketika.



“Mas?..... Hiks... Mas kenapa?... “


Ah.... Andai kau tau aku hancur andai kau tau aku sudah tak seperti dulu lagi apa mungkin kamu masih akan menangisi manusia bodoh seperti aku ini dek.

Aku tersadar dari diamku karna pelukannya kembali kurasakan, entah berapa lama aku tak merasakan hal ini darinya, tak terasa titik air mata membasahi pipiku, air mata penyesalan tentang semua kebodohanku tentang sok jagoannya diriku hingga semua ini terjadi.




“Maaf”



Satu kata itu saja yang keluar dari mulutku, selebihnya pelukan erat antara aku dan gadisku. Iya, dia masih gadisku sampai kapan pun akan tetap seperti itu.
Masih dalam pelukan ku bimbing Indriani untuk masuk ke dalam rumah, aku tak ingin jika ada tetangga yang melihat kecuali Asti, dan sudah pasti dia tau jika Iin ada disini.

Aku tak peduli jika suaminya datang dan memergoki kami yang sedang berduaan, malah menjadi suatu keberuntungan buatku kalau dia berani datang.



“Mas?... Jangan nangis ah... “



“Kamu juga nangis kok dek”



“Aku cewek wajar, la mamas? Malu ah mas? “



“Hish.... Kamu ngga takut dia kesini? “



“Siapa? Anak manja pak Carik itu? “



“Ish... Kata siapa? Dia jagoan kok, “



“Hem.... Ngledek ya? “



“Kok ngeledek?... Iya kan?... Temennya banyak loh dia tu? “



“Au ah! Mas Ian gimana kabarnya? ‘



“Buruk, pacar diambil orang pulang belum sampai rumah udah hampir mati ah buruk lah dek? “


“Udah? “


“Belum”


“Apalagi? “


“Entahlah”


“Ngga kangen? “


“ Sama siapa? Istri orang? “


“Ih... Buat mamas aku bebas, aku kuat kalau ada kamu mas? “



“Tetep aja kita salah dek? “


“ Biarin, kita tanggung bareng kalau salah”


“Ish.... Masih ngga berubah ya? “



Ku cubit hidungnya, aku tak mau larut dalam kesedihan karna aku ngga kuat melihat dia menangis, aku tersenyum dan ia tersenyum masih dengan air mata yang membasahi pipi kami berdua. Biarlah cerita pahit ku kubur sementara.
Aku ingin dia tersenyum bahagia untuk saat ini dan seterusnya walau pun nanti tanpa adanya diriku.



“Mas? Meluknya jangan dari depan nanti ada yang marah loh? “



“Siapa? “



“Nih... “


Iin mengelus perutnya yang membuncit, wajahnya menengadah dan tersenyum padaku, ah... Apa coba!

Aku bergeser dan ku peluk dari belakang, aroma wangi rambutnya mengingatkan masa-masa itu apalagi Iin menyandarkan kepalanya tepat di pundak, aku tergoda wanginya aku tergoda Hembusan nafasnya yang begitu dekat denganku. Masa bodo istri orang, kalau Iin tak menginginkanku ngga mungkin ia nekat kesini.



Cup!


Aku tau ia pasrah aku tau dia kangen buktinya saat ku kecup keningnya ia malah tersenyum dan memejamkan matanya .



Cup!


Tak diragukan lagi, gadisku merindukan akan hadirku, bibir basahnya mengecup lembut bibirku, dalam diam tanpa kata aku membawanya masuk ke dalam kamarku.

Kamar yang dulu sering kali ia tiduri bersamaku, sekarang terulang lagi dengan status yang berbeda. Gilakah aku yang nekat meniduri istri musuhku sendiri? Iya... Aku gila untuk yang satu ini, bahkan jika saat ini suaminya berani mendatangiku, takkan kulepaskan kemesraan aku dan istrinya.


“Emmmh.... Lama banget ngga kesini ya mas? “



Ucap Iin setelah melepas pagutannya, Kepalanya masih tetap bersandar seolah tak ingin terpisah dariku dan aku masih memeluk erat tubuhnya dari belakang, tanganku tepat di perutnya yang buncit, aku merasakan ada sesuatu yang bergerak didalam sana.
Lalu Iin ikut memegangnya dan mengarahkan tanganku ke daerah-daerah perutnya yang bergerak itu.


“Iih... Tuh mas dedeknya seneng kayaknya deh, tengokin gih mas. “



“Gimana nengokinnya?”



Cup!


“Masih minta adek ajarin? “



Lagi-lagi Iin menciumku, senyum yang menggoda dan tatapannya mulai sayu, tak perlu lagi meminta aku juga menginginkan hal yang sama, tanganku merambat keatas tepatnya di dua gunung kembar Indriani.



“Eeesh.... Aah... Mas.... “



“Hem? Kenapa? “



“Adek kangen di giniin sama kamu mas? “


“Ini udah kan? “


“Hu um, aku milikmu mas, lakukan sesukamu sayang? “



“He em.. “


Pagi yang indah dan penuh gelora nafsu, mengulang masa-masa bersama dulu dengan jari lentiknya Iin bernostalgia, batang yang sudah menegang dari tadi menjadi mainan yang tak pernah membuatnya bosan, hingga akhirnya semua penutup tubuh kami terlepas, posisinya yang rebahan dipinggir dipan dengan kaki yang mengangkang lebar dan giliran aku yang mengerjai bagian intimnya, namun saat kusentuh dengan jari Iin melarangku.


“Mas? Pakai ini aja ya? “



Ucapnya sambil menunjuk bibirku, ah... Aku tau maunya, segera kulakukan dengan lembut, suara kecipak ludah yang terus bermain di belahan daging tembem Kekasihku dan erangan kenikmatan memenuhi kamarku, Iin meracau memintaku agar segera menuntaskan hasratnya, sungguh berbeda dengan Yanti, saat ini aku melakukannya dengan penuh perasaan, yah. Perasaan yang takkan pernah bisa ku lukiskan dengan kata-kata.
Tapi selembut-lembunya nafsu tetaplah nafsu, Indriani menarik kepalaku agar menjauh dari nonoknya, ia meraih batangku dan membimbingnya ke liang yang sudah banjir, eem... Nonoknya tak seperti yang dulu, kini nonok kekasihku terlihat lebih tembem.



Blees....

“Aaach.... Mas? “



“Heem? “



“Diemin dulu ya? Anget sayang.... “



Tak kujawab omongannya lalu ia menggigit tipis bibir bawahnya dan itu membuatku gemas, segera ku lumat bibir basahnya, gayung bersambut lumatan panjang pun terjadi.



“Eeemh... Dah ya?... “



“Iih... Lagi.... Sambil di genjot sayang? “



“Ada dedek bayi dek? Susah to ya? “



“Hi hi hi... Iya yah, terserah mamas deh “



Pelan ku genjot nonok kekasihku dan mata kami saling memandang mencurahkan kerinduan yang terpendam selama ini, ingin ku peluk erat tapi kasihan dedek bayi yang dalam kandungannya pasti terjepit, yah aku harus hati-hati melakukannya, lagi-lagi Iin menggigit bibir bawahnya lalu kumiringkan posisi rebahnya tanpa mencabut batangku dan ku angkat satu kakinya, kini posisi kami sama-sama rebahan yang pasti aku lebih leluasa mengulum bibirnya.


Semakin lama gerakanku semakin cepat, akibatnya nonok Iin menjadi sangat basah dan cairan putihnya meluber membasahi pangkal pahanya, ia diam matanya terpejam dan mengulum kuat bibir bawahku, aku tau ia mendapatkan puncak tertinggi persenggamaan.



Aaach.... Desah Iin setelah melepas pagutan bibirnya nafasnya masih memburu lalu ku kulum cuping Telinganya, akibatnya nafas yang sudah mulai teratur kini kembali memburu.



“Aah... Maash... Kocok yang kenceng mas... iiih... “



“He em... Enak? “



“Iyaaah... aach... “



Segera ku bombardir nonoknya dan terus ku kulum cuping telinganya disertai Hembusan deru nafasku yang kian memburu membuat Iin kehilangan kendali ia merintih dan terus merintih antara geli dan nikmat, kasihan ku lepas kulumanku dan berpindah ke lehernya.


“Eeegh... Mas kasih tanda ya? “



Iin menatapku dan tersenyum,


“Iiih.... Iyaaah mamas? Lakukan kalau mamas mau, aku milikmu mas? “



Jujur aku mulai merasa lelah dengan gerakanku yang terus membombardir nonok kekasihku, dan Iin tau hal itu maka ia berinisiatif merubah posisi.
Susah payah Iin menekan tubuhku ke belakang agar telentang tanpa melepas batang kejantananku dari nonoknya, aku tersenyum melihat tingkahnya,



“Lepas dulu dek? Susah lo kamunya? “


“Ngga mau... Biar nancep terus mas? “



Rengek manjanya ini yang membuatku mabuk kepayang, untung tubuh Iin mungil bahkan di saat hamil pun tak ada perubahan yang berarti, dengan sedikit ku bantu saja ia sukses menduduki tubuhku,



“Uuugh.... Dalem mas... Enaakh.... “


“Apanya dek?... “


“Iih... Pura-pura ya? “



Lalu tubuhnya memutar dan menghadap kearahku, rambut awut-awutan dan peluh yang membasahi tubuh tak membuat kekasihku menurunkan tempo goyangannya, pinggulnya terus maju mundur dan sesekali memutar seolah lupa dengan kandungannya ia bergerak liar, hingga akhirnya Iin menunduk dan terdiam tangannya mencubit cubit putingku, yah dia mendapatkan orgasmenya lagi,



“ Mas belum mau di keluarin itunya? “



“Apanya? “


“Iiih... Adek udah dua kali tau mas? “


“Ooo.... Itu to?... Nungging ya? “



Iin mengangguk tanda setuju dan segera ku genjot lagi nonoknya, aku tak mau Iin ke capean nantinya, akhirnya sekitar sepuluh menit dengan posisi nungging kami mencapai orgasme bersamaan, peluh menetes pejuh pun menetes dari nonoknya, ia tersenyum dan memeluk erat tubuhku.



Cup!


“Mamas hebat, adek nyerah deh... “



“Huu... Kasihan dedeknya kalau kelamaan tau dek? “



“Iya biarin aja, kan ngga pernah mas tengokin? Hi hi hi.. “



“Ish... Udah yuk ke depan”



“Iih... Masih pengen meluk kok. “



“Telanjang begini? Kalau ada yang masuk piye? “



“Iih... Pake’ in.... “



Hadeeeh... Akhirnya aku turuti maunya, aku khawatir kalau tiba-tiba ada yang masuk. Lalu Indriani ke belakang membuatkan aku kopi dan kopi yang baru setengah ku minum ia buang, udah dingin ngga enak katanya.

Iin tak pernah mau jauh dariku bahkan duduk pun inginnya di pangkuanku, pegal oey! Mangku orang bunting tuh, mue he he he...

Dari celah dinding kayu rumahku, tampak Asti berjalan kesini, ah.... Dua wanita yang paling kurindukan selama ini akhirnya berkumpul lagi, aku bahagia sangat bahagia.



“Dek? Ada Asti loh? “



“Ya biarin to mas? “



“Ngga malu? “



“Ngga he he he”



“Yo wes... Awas galak loh orangnya? “



“Eh... Iya yah... Takut ah hi hi hi”



Tak lama Asti pun ikut bergabung, dan pertama yang di komplain pasti Indriani.



“Hoy mbak! Nyisir dulu kenapa sih? “



Ucap Asti, sontak membuat aku dan Iin berpandangan, dan benar saja rambutnya masih acak-acakan.
Indriani segera kekamar dan merapikan dirinya,



“Parah! “


Ucap Asti sambil geleng kepala, aku tertunduk malu di buatnya.



“Kangen mbul?”


“Trus kalau kangen langsung bikin anak? Gitu? “



“He he he khilaf aku mbul?... “



“Hiiish.... Mbuh lah! “


Tak lama Iin keluar dari kamar kali ini ia sudah rapi, Asti mencoba membahas masalahku tapi entahlah aku malas membahasnya aku tak ingin merusak kebersamaan yang sekian lama ku nantikan ini, berbeda dengan Indriani ia ingin aku tau hal penting yang ia tau, banyak hal yang ia bicarakan dan itu semua bersangkutan denganku. Yah rencana busuk Iwan sudah di tanganku tinggal bagaimana caraku untuk mengatasinya, sekalian saja aku minta izin ke Indriani jika suatu saat aku melakukan sesuatu kepada Iwan.




~~~~~~~~~~~~








Di tempat lain







Jam sembilan pagi seorang bayi perempuan yang cantik tertidur dengan lelapnya ia tak peduli dengan aktivitas sang ibu di sebelahnya.



“Aaah... Jangan kenceng-kenceng to Her? Bangun nanti anakku nih... “



“Loooh kalau pelan nanti ngga berasa lo mbak? “



“Iya sih... Tapi kalau anakku bangun cabut dulu ya? “



“Iya sayang.... “



Plok!

Plok!

Plok!


Heru terus memacu batang kejantanannya di dalam nonok Wulan, kedua kakinya di tekuk hingga menyentuh ke payudaranya, tanpa jeda Heru terus mengocok penisnya, tak ayal membuat Wulan mendesah tak karuan dan kata-kata vulgar pun tak segan keluar dari mulutnya, pasangan selingkuh yang tak pernah terendus oleh suami Wulan itu selalu melakukan persetubuhan di saat suami Wulan sedang menggarap ladangnya.
Suara perpaduan dua kelamin selalu menggema di setiap pagi menjelang siang, di saat semua sibuk dengan rutinitasnya Heru dan Wulan malah asik mengumbar birahinya, pandai mengatur waktu dan kebetulan Wulan dan suaminya telah memiliki rumah sendiri membuat mereka punya kebebasan untuk bermesum ria.



“Aaach.... Ganti posisi Her, pegal kakiku ni? “



Dengan nafas ngos-ngosan Wulan meminta Heru merubah posisinya, kini Wulan berada di atas tubuh Heru, dengan lincahnya ia bergerak dan meliuk-liuk.


“Uuugh.... Terus mbak.... Tempikmu enak mbak... “



“Iiih... Iyaaah... Mentok Her... “



Wulan meraih tangan Heru agar meremas payudaranya,



“Eeegh... Remas sayang?....jangan di anggurin aaach.... “



“Siap mbakyu sayang... “



Bagai kuda betina yang binal Wulan terus saja bergerak naik turun, rintihan kenikmatan darinya menjadi obat perangsang untuk Heru. Dari bawah, pinggulnya ikut bergerak mengikuti irama goyangan Wulan, mata Wulan berbinar tatapan sayu dan expresi bibir menjadi pemandangan yang indah, tak lama wajah Wulan menengadah dengan mata terpejam, pinggulnya tiba-tiba berhenti bergoyang.



Bruuugh...


Wulan ambruk di tubuh telanjang Heru lalu mereka saling pagut malah Heru masih saja menyodok tempik Wulan, tak peduli Wulan yang baru saja mendapatkan orgasmenya.



“Iiih.... Her... Nanti dulu aaach... Geli.... Aaaaaach.... “



“ Eeeegh.... Tanggung mbakyu.... Lagi enak niiih... “



“Iiih tempikku gelii Her... “



Wulan pun mencubit perut Heru namun Heru tak peduli, tubuh telanjang Wulan di gulingkan ke samping tanpa melepas batangnya, nonok Wulan yang sudah basah oleh cairan lendir kenikmatan itu langsung di sodok lagi tanpa ampun, derit dipan tak di pedulikan dan Wulan pasrah dalam kenikmatannya.



Oek.... Oek.... Oek....


Wulan pun meraih bayinya dan hanya di usap keningnya saja, ia masih terlalu sayang untuk berhenti bersetubuh, namun sayang bayinya terus saja menangis.



” Eeegh... Sebentar Her? “



Heru pun menghentikan sodokan dan mencabut penisnya, ia menunggu Wulan menyusui tapi nafsu mengalahkan kesabaran Heru, posisi Wulan yang miring ia manfaatkan posisi itu, satu kaki Wulan di angkat dan Heru siap menyerang dari belakang,



Blees...



“Aaagh... He em Her... Pintar kamu”



Ucap Wulan sambil menoleh ke belakang, pelan batang kejantanan Heru keluar masuk, ia tak ingin mengganggu proses menyusui sang bayi, lambat laun sang bayi pun kembali tertidur pulas, Heru segera menarik tubuh Wulan hingga tengkurap dan diangkat sedikit pinggulnya agar nungging, permainan kian memanas sodokan penis Heru sukses membuat Wulan merintih kenikmatan, bokongnya merespon setiap sodokan yang Heru lakukan, setiap penis Heru menyodok bokong Wulan selalu di kerutkan seperti mengurut penis Heru, begitu dan begitu terus, akhirnya pergumulan pun selesai dengan tumpahnya cairan sperma Heru di bokong Wulan. Pergumulan yang memakan waktu hampir satu jam itu pun berakhir.
Hal itu sudah menjadi rutinitas buat Heru, setiap hari ia memilih berangkat lebih awal agar bisa pulang cepat dan selalu mampir untuk mengayuh birahi dengan Wulan.








~~~~~~~~~~~







Siang setelah Iin pulang Ian langsung pergi ke rumah Zaenal, ia ingin membicarakan banyak hal kepada orang yang menyuruhnya pulang itu, beruntung Zaenal ada di rumahnya,



“oey mas... Sehat? “


Sapa Ian setelah mengucap salam sembari menjabat tangan Zaenal,



“woooy.... Datang juga kamu An. Gimana-gimana... Udah enakkan? “



“apanya to mas? “



“Halah.... Ngga ada yang bisa kamu sembunyikan Boy.... Ha ha ha”



Kelakar Zaenal dengan di sertai tawanya, tentu Zaenal tau dengan apa yang terjadi pada Ian.



“he he he... Udah ngga masalah kok mas, “



Bugh!!


Tiba-tiba Zaenal meninju dada Ian, lalu ia tersenyum dan Ian pun mundur selangkah dari posisi awalnya.



“ ho ho ho.... Tubuhmu tak sebesar paklikmu tapi kencang Dul... Pantes aja ha ha ha... “



“asem kaget aku mas tak pikir aku mau di hajar he he he... “



“Lain kali kalau kamu merasa ngga sanggup ngelawan lebih baik minggat aja ngga usah di ladenin ya An, bahaya buat kamu sendiri mending kalau di terminal ngeroyoknya, la ini di tengah hutan siang bolong begitu bisa bablas nyawamu An. “



“Njih mas, lain kali tak kabur ae lah, sakit ternyata di hajar lima orang he he he”



“matamu... Ha ha ha... Simbahmu tau ngga kalau kamu begitu”



“Ndak mas”


“Bagus... Kalau bisa jangan sampai tau lah... Kasihan mereka sudah tua An? “



“Njih mas”


“Nah kalau ini aku ndak tau, kamu udah samperin anaknya si Carik belum? “



“belum mas, ngga perlu juga he he he”



“Tapi istrinya udah kan? “



Ian pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.



“He he... Udah mas? “


“Ooo... la cah ndancuki emang kok, ha ha ha”



Ian pun nyengir menanggapi omongan Zaenal, tak lama Jodi pun tiba di rumah Zaenal dan mereka bertiga membahas apa yang Ian ceritakan.



“gini An, untung kamu ketemu sama itu, ah... siapa An istrinya si Iwan, “



“ Indriani mas”


Jawab Ian .



“ Iya itu he he he... Jadi intinya nanti kalau ada masalah kamu incar saja biang keladinya ya? Dan kamu Jod, sudah tau kan akarnya dari mana? “



“iya mas”



Jawab Jodi, dan Ian mengangguk tanda mengerti dengan yang di maksud Zaenal, ya karena selama ini Jodi dan teman-teman Ian menghawatirkan terjadinya Perang antar daerah.




Sorenya Ian berada di warung mbak Mar ia hendak membeli sebungkus rokok di sana, warung bekas langganan Ian membeli pupuk dulu kini sudah maju usahanya, di halaman depan sudah terparkir satu mobil bak terbuka.



“Mbak... Rokoknya sebungkus njih? “



Pemilik warung pun tersenyum sumringah.


“loooh... Mas Ian to? Kapan pulangnya to?... “



Masih dengan gaya genitnya mbak Mar menanyai Ian.


“Kemarin mbak? Gimana sehat to? “



“ya kayak gini to mas? Yang jelas makin cantik to aku? Hi hi hi... “



“aha ha ha mbak ini bisa aja, udah ah mana rokokku”


“ Rokokmu apa ya mas, lupa aku hi hi hi”



“ Ish... Mild aja mbak”



Mbak Mar pun mengambil rokok yang Ian tunjuk.



“piro mbak? “



“Iih... Mas Ian mau kemana to kok buru-buru bener, duduk aja dulu temenin aku loh? Sendirian niih... “



“Loo bojone sampean kemana mbak? “



“Opo Nanya-nanya bojoku, mau nggantiin po? “



Ian tertawa mendengar jawaban mbak Mar, jelas Ian tak bisa menjawabnya karna dia tau karakternya mbak Mar semakin bercanda semakin parah juga nanti omongannya.




“Aku sudah pisahan masku? Kamu mau daftar jadi bojoku ndak? “



“lah... Sudah lama mbakyu?”



“Sudah to... Kamu sih perginya kelamaan hi hi... “



“Aha ha ha kang Jono siap nggantiin tu mbakyu... “




“Mbuh... Inget aja kamu hi hi... “


“Udah ah. Piro ini rokoknya? “



Setelah mbak Mar menyebutkan nominalnya Ian pun segera membayarnya,



“suwun njih mbak... Inget kang Jono siap tuh he he.. “
“Ish.... “




Ucap mbak Mar, baru beberapa langkah Ian berjalan dari arah timur suara berisik motor mengalihkan pandangannya, ia menoleh kearah suara yang sudah sangat dekat dengannya itu.
Gas yang tadinya cuma biasa saja kini malah berhenti dan memainkan gasnya di sebelah Ian. Ian menatap tajam pengendara yang tak lain adalah Iwan itu, tak ada kata terucap dari mulut Ian, hanya tatapan tajam seolah ingin menguliti mangsanya,



“Bangsat! “



Ucap Iwan di atas motornya dengan tubuh yang di condongkan ke arah Ian.




Beeegh!!


Tak disangka mulut Iwan mendapat pukulan telak dari Ian, Iwan pun turun dari motornya, sedangkan Ian mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dengan senyum sinisnya Ian menunggu musuh yang sudah ia tunggu-tunggu.




“Bajingan!... “



Syuuut...



Plak!



Pukulan yang sudah di antisipasi dapat dengan mudah di tangkis oleh Ian, satu pukulan lolos namun satu tendangan berhasil membuat Ian mundur beberapa langkah, Iwan pun merangsek dengan serangan atasnya, tapi sayang banyak pukulan yang sia-sia karna Ian mampu menghindarinya, Ian mundur agak menjauh. Bodohnya Iwan malah tertawa melihat Ian menjauhkan diri, Tiba-tiba Ian berlari ke arah Iwan dan langsung menerjang tubuhnya, dengan dengkul yang tertekuk Ian menghajar dada musuhnya, disusul dengan sikut yang tepat mengenai pelipisnya membuat Iwan roboh seketika. Ian tak memperdulikan jerit ketakutan dari mbak Mar yang menyaksikan perkelahian mereka, dengan leluasanya Ian menghajar lawan dan menginjak muka Iwan, darah segar pun mengalir dari pelipis dan mulut Iwan setelah puas ia cengkeraman krah baju Iwan dan tanpa satu kata pun terucap dari mulut Ian, tatapan penuh dendam sangat jelas dari keduanya, Ian pun tersenyum sinis.



Cuiih!



Ludah itu tepat mengenai muka Iwan, tanpa kata Ian melepaskan cengkeramannya lalu ia pergi begitu saja.







Bersambung....
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd